Anda di halaman 1dari 10

Lembar Pengesahan

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah

 Memberikan ketrampilan kepada mahasiswa tentang teknik-teknik


pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi diperairan daratan
 Mengarahkan mahasiswa agar mampu membandingkan antara perairan
menggenang dan perairan mengalir dari berbagai parameter pengukuran yang
dilakukan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Limnologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat


struktur perairan daratan yang meliputi mata air, sungai, danau, kolam, dan rawa-
rawa, baik yang berupa air tawar maupun air payau. Selain itu, dikenal oseanologi
yang mempelajari tentang ekosistem laut. Lomnologi dan oseanologi merupakan
cabang ilmu ekologi yang khusus mempelajari tentang sistem perairan yang terdapat
di permukaan bumi (Barus, 2001).
Limnologi (dari bahasa Inggris- Limnology, dari bahasa Yunani: lymne “danau” dan
logos “pengetahuan” merupakan pendelaman bagi biologi perairan darat terutama
perairan tawar, lingkup kajiannya kadang-kadang mencakup juga perairan payau
cestuari). Limnology merupakan bagian menyeluruh mengenai kehidupan di periaran
darat sehingga digolongkan sehingga bagian dari ekologi. Dalam bidang perikanan,
limnology dipelajari sebagai dasar bagi budidaya perairan (akuakulture) darat
(Luarhardgson, 2010).

Parameter Fisika
a. Suhu
Suhu air adalah parameter fisika yang dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman.Air
yang dangkal dan daya tembus cahaya matahari yang tinggi dapat meningkatkan suhu
perairan (Erikarianto, 2008).
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari
permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan
aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika,
kimia, biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem
perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah)
yang disukai biasa pertumbuhannya. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan
viskositas, reaksi kimia,evaporasi dan volatisasi. Peningkatan suhu juga
menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4,
dan sebagainya. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme dan respirasi organisme dalam air, dan selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar
10o C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme
akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan
penurunan kadar oksigen terlarut shingga keberadaan oksigen sering kali tidak
mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan
proses metabolisme dan respirasi (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003).
Suhu air mempunyai beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara
bersama-sama mengurani perubahan suhu sampai tingkat minimal, sehina perbedaan
suhu dalam air lebih kecil dan perubahan yang terjadi lebih lambat dari pada udara.
Sifat yang terpenting adalah Panas jenis yang tinggi, relatif sejumlah besar panas
dinutuhkan untuk merubah suhu air. 1 gram kalori (gkal) panas dibutuhkan untuk
menaikkan suhu 1 ml (=1 gram) air 10 C lebih tinggi (antara 15-160) hanya amonia
dan beberapa senyawa lain mempunyai nilai lebih dari satu. Walaupun variasi suhu
dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama, karena
organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit (stenoterma)
(Anonim, 2008)
Air mempunyai beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara
bersama-sama mengurangi perubahan suhu sampai tingkat minimal; sehingga
perbedaan suhu dalam air lebih lambat dari pada udara. Sifat-sifat air yang terpenting
adalah: (1) memiliki panas jenis yang relatif tinggi; (2) memiliki panas fusi yang
tinggi; (3) panas evaporasi yang tinggi; (4) kerapatan air tertinggi terjadi pada suhu
4oC (Odum, 1996).

b.Kecerahan dan Kedalaman


Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran
dari transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi
disk. Sechi disk dikembangkan oleh Profesor Secchi pada sekitar abad ke-19. Nilai
kecerahan dinyatakan dalam satuan meter, nilai sangat dipengaruhi oleh keadaan
cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Nilai kecerahan pada secchi disk tersebut dapat berkisan
antara beberapa cm pada air amat keruh sampai 40 m pada air yang amat jernih
(Odum, 1996).
Tingkat kecerahan menyatakan tingkat cahaya yang diteruskan ke dalam kolom air
dan dinyatakan dalam persentase (%), dari beberapa panjang gelombang yang ada
yang jatuh agak lurus pada permukaan air. Kemampuan penetrasi cahaya matahari
dipengaruhi kekeruhan air yaitu suspensi dalam air (lumpur), planktonik ; jasad renik
warna air. Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air,
membatasi zona fotosintesa, dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman.
Kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yangdapat mengendap,
seringkali penting sebagai faktor pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan
oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktivitas. Nilai kecerahan
suatu perairan berlawanan dengan nilai kekeruhan dan kekeruhan perairan berkaitan
erat dengan jenis sedimen yang terakumulasi dan kuat arus. Di mana pada perairan
yang kandungan sedimennya didominasi oleh fraksi lumpur dan senantiasa teraduk
oleh arus. Sedimen yang berlumpur akan lebih keruh jika dibandingkan dengan
perairan yang sedimennya berpasir (Lukman,1994).
Kedalaman adalah parameter fisika yang mendasar dan berpengaruh pada aspek
lainnya seperti kecerahan, suhu, dan kelarutan oksigen. Kedalaman dalam suatu
ekosistem perairan dapat bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain
(Erikarianto,2008).
Kedalaman menentukan zonasi secara vertikal badan air, yang dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari dan suhu. Berdasarkan intensitas cahaya matahari yang
masuk ke perairan lentik dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. Lapisan eutrofik, yaitu lapisan yang masih mendapat cukup cahaya matahari;
2. Lapisan kompensasi yaitu lapisan dengan intensitas cahaya 1 % dari intensitas
cahaya permukaan;
3. Lapisan profundal yaitu lapisan dibawah lapisan kompensasi, dengan
intensitas cahaya yang sangat kecil atau bahkan tidak ada cahaya (afotik).
Berdasarkan perbedaan panas pada setiap kedalaman (dalam bentuk perbedaan suhu),
stratifikasi vertikal kolom air (thermal stratification) pada perairan dibagi menjadi
tiga, yaitu: ((1) epilimnion, yaitu lapisan atas perairan yang hangat dengan suhu
relatif konstan; (2) termoklin atau metalimnion, yaitu lapisan dengan perubahan suhu
dan panas secara vertikal relatif besar; dan (3) Hipolimnoin, yaitu lapisan di bawah
metalimnion yang lebih dingin, ditandai oleh perbedaan suhu secara vertikal yang
relatif kecil. Sedangkan pada perairan lotik yang mengalir biasanya terjadi
percampuran masa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal
kolom air seperti pada perairan lentik (Effendi, 2003).

c. Kecepatan Arus
Kecepatan arus (velocity/ flow rate) suatu badan air sangat berpengaruh terhadap
kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan
pencemar. Pengetahuan akan kecepatan arus digunakan untuk memperkirkan kapan
bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi tertentu, apabila bagian hulu suatu badan
air mengalami pencemaran. Kecepatan arus dinyatakan dalam satuan m/detik.
Disamping itu, arus sering kali amat menentukan distribusi gas yang vital, garam dan
organisme kecil (Odum, 1996).
Pola arus pada perairan sungai pada umumnya dibangkitkan oleh tiga gaya dasar
yang bekerja sekaligus yaitu pasang surut, angin dan aliran sungai itu sendiri.
Kecepatan arus di perairan sungai sangat bergantung kepada musim dan arus pasut
serta arus sungai. Jika energi pasut dan aliran sungai cukup kuat, maka di muara
sungai akan terjadi pola stratifikasi massa air suhu dan salinitas karena aliran sungai
dan pasut (Pickard, 1992).
C. Parameter Kimia
a. Tan

D. Parameter Biologi
a. Plankton
Plankton adalah tumbuhan (fitoplankton) atau hewan (zooplankton) renik air tawar
atau air laut yang posisi dan pesebarannya bergantung yang ditentukan oleh gerakan
air atau arus air serta masa udara disekitarnya, meskipun mampu untuk bergerak
sendiri secara terbatas (Rifai, 2002). Bentuk tubuh plankton yang umumnya
mikroskopik dan tidak atau hanya mempunyai daya renang yang lemah sehingga
mudah terbawa oleh arus yang sekecil apapun (Anonim, 2007).
Secara garis besar , plankton dibedakan atas fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton (terdiri atas algae mikroskopik dan bacterial) dapat berbentuk sel
tunggal, koloni atau rangkaian sel. Sebagian besar fitoplankton dapat melakukan
proses fotosintesis (produsen primer) dan merupakan mangsa zooplankton dan
hewan akuatik lainnya. Sedangkan zooplankton terdiri dari berbagai jenis hewan
mulai dari fillum protozoa hingga ke filum chordate. Kelompok zooplankton ini
dibedakan lagi kedalam Holoplankton yanitu plankton hewan yang seluruh daur
hidupnya dilalui sebagai plankton (seperti Copepoda dan Chaetognata) dan
meroplankton yaitu plankton hewan yang hanya pada stadia telur dan larva saja hidup
sebagai plankton tetapi setelah dewasa berubah menjadi nekton (ikan dan cumi-cumi)
atau bentos (berbagai jenis kerang dan cacing) (Arinardi dalam Anonim, 2007).
Plankton net adalah plankton yang tertangkap di dalam jaringan yang amat halus
yang ditarik dengan perlahan-lahan di dalam air; nanoplankton terlalu kecil untuk
dapat ditangkap dengan jaring dan harus disarikan dengan air yang diambil dengan
botol atau dengan pompa (Odum, 1996).
Berdasarkan daur hidupnya plankton di bagi menjadi dua kelompok yaitu
holoplankton dan meroplankton.Holoplankton yaitu organisme akuatik yang seluruh
daur hidupnya bersifat planktonik.Sedangkan meroplankton ialah organisme akuatik
yang seluruh daur hidupnya bersifat planktonik (Sachlan, 1972).
III. METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 14 Juni 2014 pukul 06.00 – 18.00 WIB di
sungai Gedung Pakuon PLTD Teluk Betung Barat, Bandar Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tiang skala, bola pimpong, botol
film, termometer, sesidis, corsampler, transek, plankton net, ember, stopwatch,
benang nilon, pipet tetes, saringan tepung, mikroskop dan spraktofotometer.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alkohol 4%, sodium
penata, chlorax, MnSO4.

3.3 Metodelogi

adapun metodelogi praktikum ini adalah

1. Pengukuran suhu air


Pengukuran dilakukan dengan memasukkan termometer kedalam air selama
kurang lebih 10 menit, kemudian termometer diangkat dan nilainya dicatat.
2. Pengukuran kecerahan
sechi disk dimasukkan kedalam air tegak lurus pada garis pandang, sampai
warna hitam tepat menghilang dari pandangan. Kedalaman yang tertera pada
tongkat skalanya dicatat. Kemudian perlahan-lahan turunkan sampai warna
putih tepat menghilang, lalu kedalamannya juga dicatat. Selisih kedalaman
warna putih dan hitam adalah nilai kecerahan.
3. Pengukuran kedalaman air
Kedalaman air diukur dengan menggunakan tongkat skala.
4. Pengukuran kecepatan arus
Apungkan bola pingpong yang telah diikat dengan tali dalam badan air lalu
catat waktu yang dibutuhkan untuk sampai pada jarak tertentu. Hitung
kecepatan arus dengan mengkonversi hasil pengamatan dalam satuan
meter/detik.
5. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan memasukkan ujung (probe) pH meter
kedalam air. Nilai pH yang muncul dengan stabil (tidak berubah-ubah lagi)
beberapa saat kemudian, dicatat.
6. Pengukuran Total Amonia (TAN)
TAN diukur dengan menggunakan TAN kit, sesuai proseur dalam kemasan.
7. Plankton
a. Pengambilan sampel air dilakukan secara vertikal menggunakan ember
plastik 10 liter. Sampel air disaring sebanyak 50 liter dan disaring dengan
plankton net. Air yang tertampung dalam botol penampung lalu
dipindahkan kedalam botol film lalu diawetkan dengan larutan formalin
4% pengambilan sampel ini diulang sebanyak 3 kali (triplikat).
b. Pengambilan subsampel dilakukan dengan menuangkan sampel plankton
kedalam gelas ukur volume 250 ml. volume sampel dapat diencerkan
menjadi 100-200 ml dengan cara menambah atau mengurangi larutan
pengawetnya. Sedgewick Rafter diisi penuh dengan sampel plankton dan
ditutup dengan gelas penutup sehingga tidak ada rongga udara
didalamnya. Lakukan pengamatan dibawah mikroskop. Pencacahan
dilakukan dengan cara menghitung seluruh plankton yang tampak pada
sedgewick Rafter.
c. Identifikasi plankton dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi
plankton.
d. Jumlah plankton dalam satuan volume dapat ditentukan dengan rumus
(Wardhana, 2003)
D = (l/p) q (1/v)
D = jumlah plankton per satuan volume
q = jumlah plankton dalam subsampel
p = volume subsampel
l = volume sampel
v = volume air tersaring
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

LAMPIRAN

 Foto alat bahan


 Foto praktikum

Kamis, 26 juni 2014

Anda mungkin juga menyukai