Anda di halaman 1dari 6

Nama : Arico Riyoma

NPM : 1514111060
Kelas :B
Mata Kuliah : Teknologi Budidaya Pakan Hidup

1. Bagaimana karakteristik ekologi yang dibutuhkan untuk habitat mikroalga?


2. Jelaskan mengenai tahapan untuk membudidayakan mikroalga !
3. Jelaskan peran mikroalga bagi ekologi dan ekonomi !
4. Berikan ringkasan jurnal terbaru (tahun 2000-sekarang mengenai kultur
mikroalga, setiap mahasiswa tidak boleh sama)
Jawaban
1. Habitat dari mikroalga yaitu berada di berbagai perairan dan dapat ditemukan
mulai dari bagain sedimen sampai area intertidal. Mikroalga hidup pada
habitat di perairan atau tempat-tempat yang lembab. Karakteristik ekologi
yang dibutuhkan oleh habitat mikroalga dan mempengaruhi sangat
mempengaruhi tingkat pertumbuhan mikroalga diantaranya seperti suhu,
salinitas, cahaya, dan pH. Ada beberapa jenis mikroalga yang bersifat
halopilik yaitu menyukai kondisi lingkungan yang mempunyai salinitas
tinggi, dan ada juga jenis mikroalga yang bersifat eurythermal, yaitu toleran
terhadap kisaran suhu yang tinggi. Namun pada umumnya mikroalga dapat
tumbuh pada temperatur 20-400C dengan suhu optimum pertumbuhannya 25-
330C. Suhu minimum untuk pertumbuhannya adalah antara 18-200C. Kisaran
pH optimum untuk alga laut berkisar antara 7-8. Intensitas cahaya yang
optimum untuk pertumbuhannya adalah berkisar antara 3000-45.000 lux, dan
pertumbuhannya akan menurun jika intensitas cahaya melebihi 45.000 lux.
Selain itu Selain itu faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
dari mikroalga adalah salinitas, kandungan oksigen terlarut yang ada
diperairan dan ketersediaan dari nutrient itu sendiri di habitatnya.

2. Berikut ini adalah berbagai tahapan yang dilakukan dalam mengkultur


mikroalga dibagi menjadi 3, yaitu skala laboratorium, skala semi-masal dan
skala komersial, yaitu :
a. Skala laboratorium
Pada skala laboratorium, mikroalga ditempatkan pada erlenmeyer atau gelas
kaca yang steril, dan benar-benar dijaga kondisi lingkungan seperti pH,
intensitas cahaya, nutrien, dan pertumbuhannya. Pada skala laboratorium,
dilakukan kulturisasi mikroalga yang diperoleh dari beberapa laboratorium
yang membudidayakan mikroalga jenis tunggal. Pada tahap inokulasi yaitu
transfer ke medium yang lebih besar, mikroalga yang digunakan sebagai bibit
harus benar-benar steril, memiliki kepekatan yang tinggi.

b. Skala semi massal


Pada skala semi massal sebaiknya kultur mikroalga dilakukan pada rumah
kaca untuk menghindari kontaminan dan air hujan. Pada tahap ini mikroalga
akan beradaptasi ke lingkungan semi steril sebelum dijadikan skala
komersial. Kolam kultur berbentuk bulat dengan tinggi maksimum 50 cm,
dan diameter antara 2-5 m, dengan jumlah kultur 10-15% dari total volume.
Intensitas cahaya berada pada range 3500-5000 lux, dengan penambahan
lampu TL sebagai back-up apabila terjadi mendung atau hujan. Pengadukan
kultur dilakukan dengan kecepatan 50-60 cm/detik dengan durasi 2 jam pada
pagi hari (08.00-10.00), (12.00-14.00) dan (16.00-18.00), untuk menghindari
pengendapan, penyebaran nutrien yang merata, dan pencahayaan yang
seragam.

c. Skala komersial
Pada skala komersial ini dapat mulai dilakukan setelah skala semi missal siap
yaitu setelah 6-10 hari. Tingkat keberhasilan kultur mikroalga ini tergantung
pada cuaca luar, lingkungan dan kontaminan lain. Beberapa metode kultivasi
skala komersial yang umum digunakan adalah open pond raceways (sistem
bak terbuka), dan photobioreactor (sistem tertutup), dan masing-masing
metode memiliki kelebihan serta kekurangan tersendiri. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam budidaya secara komersial adalah faktor
kontaminan dari mikroorganisme atau mikroalga lain. Beberapa mikroalga
dapat dimanipulasi keadaan lingkungannya untuk menghindari atau
memperkecil kontaminan lain. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah durasi
pemanenan, serta peremajaan medium. Beberapa mikroalga hanya dapat
digunakan pada rentang pemanenan 3 sampai 4 kali, untuk itu perlu dilakukan
peremajaan atau pengurasan bak.

3. Mikroalga merupakan tumbuhan tingkat terndah yang memiliki peranan


sangat penting dalam ekosistem akuatik sebagai produser primer dan
pensuplai oksigen perairan. Mikroalga sangat adaptif dan mampu hidup secara
autotrof, heterotrof atau miksotrof. Pada lingkungan alami, alga berperanan
sangat penting dalam mengontrol konsentrasi logam di danau maupun laut.
Hal ini berkaitan dengan kemampuannya dalam mendegradasi atau
mengakumulasi logam berat toksik dan polutan organik seperti fenolik,
hidrokarbon, pestisida, dan bipenil dari lingkungan dan mengakumulasinya,
sehingga konsentrasi dalam alga lebih tinggi dari konsentrasi dipolutan yang
ada di lingkungan. Mikroalga juga mampu menghilangkan nitrogen dari air
melalui proses biosorpsi dan menyimapnnya sebagai biomassa. Alga
memegang peranan sebagai produsen di perairan. Selain itu beberapa jenis
makroalga juga bermanfaat sebagai bahan obat-obatan bagi manusia, karena
mengandung vitamin dan mineral yang tinggi contohnya Spirulina. Secara
ekonomi, mikroalga dipilih karena ketersediaanny aserta biaya produksinya
yang cukup rendah. Prospek ekonomi produksi bioetanol di masa depan
sangat menjanjikan, mengingat bahan bakuu ntuk bioetanol dapat berasal dari
biomassa mikroalg asecara langsung maupun biomassa mikroalga yang sudah
diekstrak kandungan lemaknya.

4. Resume jurnal : e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan

PEMANFAATAN FITOPLANKTON Spirulina platensis KAYA β-


KAROTEN, DOCOSAHEXAENOIC ACID (DHA),
EICOSAPENTAENOIC (EPA) DAN PROTEIN PADA FORTIFIKASI
NUGGET JAGUNG
Mikroalga atau fitoplankton jenis Spirulina platensis memiliki beberapa
karakteristik serta kandungan nutrisi yang cocok sebagai makanan
fungsional. Protein, asam lemak esensial, vitamin, mineral, dan klorofi serta
fikosianin adalah komponen yang terkandung di dalam Spirulina platensis.
Diyakini juga bahwa Spirulina platensis bisa bertindak sebagai produk
makanan penyembuh atau obat. kandungan DHA dan EPA pada Spirulina
platensis masing-masing adalah 0,003 dan 0,915.10-3 mg/g biomassa kering
dan mengandung protein tinggi sekitar 55-70% dan merupakan salah satu
sumber mikronutrie. Nugget jagung dipilih sebagai produk alternatif yang
difortifikasi dengan mikroenkapsul fitoplankton yang kaya DHA, EPA, β-
karoten dan protein karena nugget merupakan salah satu produk pangan
olahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, mudah
didapatkan, proses pembuatannya sederhana serta harganya yang terjangkau
dibandingkan dengan nugget ayam. Tujuan dari jurnal ini adalah pembuatan
nugget jagung yang kaya akan omega-3, seperti DHA, EPA serta protein
sebagai makanan yang bergizi tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian tentang “Pemanfaatan Fitoplankton Spirulina platensis kaya β-
karoten, DHA, EPA dan protein untuk Fortifikasi Nugget jagung.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fitoplankton jenis


Spirulina plantesis yang berasal Balai Budidaya Air Payau Jepara, air laut
yang berasal dari Pasar Hobi Makassar, akuades, FeCl3.6H2O, MnCl2.4H2O,
H3BO3, Na–EDTA, NaH2PO4.2H2O, CuSO4.5H2O,(NH4)6Mo7O24.4H2O,
vitamin B1, B12, Natrium boraks, KIO3, H2SO4, HCl, Na2S2O3.5H20, Na2SO4
3 anhidrat, H2SO4, etanol 70 % teknis, kertas saring, aluminium foil, tissue,
maltodekstrin, n-heksan, tepung terigu, jagung, bahan pengembang (baking
powder), kapsul Omega-3, dan laktosa Broth p.a. Sedangkan alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah, toples yang terbuat dari
bahan gelas, aerator, salinometer, sentrifus, set lampu neon Philips 40 watt,
kompor gas miyako, selang, batu aerator, pompa vakum, corong Buchner,
neraca analitik, freeze dryer, UV-VIS, cawan aluminium, cawan petridisk,
ultrasonic, rak tabung, inkubator 37 oC, penangas air, Spektrofotometer 20
D+, desikator, cawan porselin, alat soxhleth, oven listrik, blender, mixer,
food processor, pisau, timbangan analitik.

Prosedur
a. Mengkultur Fitoplankton laut
Air laut yang telah disterilkan diletakkan dalam wadah kemudian diukur
salinitasnya menggunakan salinometer kemudian dimasukkan dalam
medium Conway dengan pengkondisian gas CO2 dengan proses aerasi
lalu ditambahkan bibit fitoplankton.
b. Analisis DHA dan EPA dalam nugget
Nugget sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam erlemeyer lalu ditambah n-
heksan 50 mL, kemudian diekstraksi dengan alat ultrasonic dengan
frekuensi 40 kHz, setelah itu disentrifuge untuk memisahkan antara
nugget dengan ekstrak n-heksan. Ekstrak yang dihasilkan kemudian
dianalisis kandungan DHA dan EPA-nya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS.
c. Analisi β-karoten dengan Metode Sonikasi Biomassa fitoplankton yang
diperoleh, dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dicampur dengan pelarut
aseton sebanyak 5mL. Kemudian disonikasi menggunakan ultrasonic
selama 50 menit pada suhu 40o C. Sampel kemudian disentrifugasi dan
diambil supernatannya untuk analisis β-karoten.

Hasil yang didapatkan dari jurnal ini adalah Hasil kandungan DHA pada
fitoplankton sebesar 53,31 mg/g, sedangkan nugget yang difortifikasi
fitoplankton sebesar 9,94 mg/g, dan pada nugget kontrol sebesar 3,01 mg/g.
Kandungan betakaroten fitoplankton adalah 8,79 mg/g, sedangkan pada
nugget kontrol dan nugget yang difortifikasi nugget fitoplankton masing-
masing sebesar 0,281 mg/g dan 0,07 mg/g. Hasil kandungan protein
fitoplankton, nugget yang difortifikasi fitoplankton, dan nugget kontrol
masing-masing sebesar 55,58%, 9.55% dan 8,75%. Uji In-Vivo terhadap
mencit putih menunjukan kenaikan berat badan yang signifikan dibandingkan
dengan mencit putih yang diberi makan nugget kontrol. Kesimpulan yang
didapatkan pada jurnal ini adalah kualitas nugget yang difortifikasi dengan
mikroalga Spirulina platensis sudah seuai dengan SNI 01–6638–2002,
kecuali kandungan protein yang belum memenuhi syarat minimal 12%. Pada
nugget yang difortifikasi fitoplankton dan nugget kontrol masing-masing
memiliki nilai protein sebesar 9,55% dan 8,75%.

Anda mungkin juga menyukai