Anda di halaman 1dari 16

SIFAT SIFAT FISIKA AIR LAUT

Alfi rahmi yilianti, Harif Rahman hakim, Ikhwan fauzan, Jihan Indira

Latar Belakang Masalah


Pentingnya sifat fisika air laut
Tujuan Isi Esai
Tujuan
Metode

Hasil Pembahasan
suhuhuluk
Laut mempunyai peranan penting terhadap iklim. Peranan penting ini
berkaitan dengan sifat-sifat fisis laut yaitu berupa fluida, mempunyai kapasitas panas
yang besar dan albedo yang rendah. Dengan kapasitas panas yang besar, laut menyerap
bagian terbesar radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi dan merupakan tandon
panas yang besar (Prawirowardoyo, 1996). Suhu permukaan laut mempunyai peranan
penting tidak hanya dalam masalah laut saja, tetapi juga dalam masalah atmosfer.
Beberapa peneliti telah mengemukakan betapa pentingnya peran laut terhadap iklim
seperti Desr dkk (2010); Haroon dan Afzal (2012) yang menjelaskan peran suhu
permukaan laut terhadap iklim dan variabilitasnya. Suhu permukaan laut yang
bervariasi ini ternyata berdampak besar dalam interaksi antara atmosfer dan laut (Shenoi
dkk, 2009). Selain itu, menurut Anding dan Kauth (1970); Reynolds dkk, (2007)
pengetahuan distribusi suhu permukaan laut diperlukan dalam estimasi pertukaran
energi antara atmosfer dan laut. Sebagai pengontrol aliran panas, momentum, garam
serta gas antara laut dan atmosfer, maka suhu permukaan laut selalu menjadi topik yang
menarik (Emery, 2003).
Suhu adalah ukuran energi kinetik gerakan molekul yang terkandung dalam suatu
benda (Nybakken, 1988). Daerah yang paling banyak menerima radiasi dari sinar
matahari adalah daerah-daerah yang terletak pada lintang 10o LU–10o LS. Oleh karena
itu, suhu air laut yang tertinggi akan ditemukan di daerah ekuator. Jumlah bahang yang
diserap oleh air laut pada suatu lokasi semakin berkurang bila letaknya semakin
mendekati kutub (Sverdrup et al., 1961 dalam Hatta, 2001). Selain faktor sinar matahari,
suhu di daerah tropik juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologi antara lain ialah curah
hujan, penguapan, kelembaban udara, dan kecepatan angin sehingga suhu air di
permukaan laut biasanya mengikuti pola musiman (Nontji, 2005).
Sebaran suhu yang ada di permukaan laut hingga mencapai kedalaman 10 m
didefinisikan sebagai SPL. Parameter ini sangat penting untuk diketahui karena dapat
memberikan informasi mengenai front, upwelling, arus, daerah tangkapan ikan,
cuaca/iklim, pencemaran minyak, dan pecemaran panas (Susilo, 2006).
Upwelling di lautan dapat dilihat dari SPL di daerah terjadinya upwelling lebih
rendah dari daerah sekitarnya. Hal ini disebabkan karena air yang dingin dari lapisan
bawah terangkat ke atas (Hutabarat dan Evans, 1985; Nontji, 2005). Semua benda pada
suhu di atas nol derajat absolut (0 K, atau -273,16OC) memancarkan energi radiasi
elektromagnetik secara terus menerus. Energi dari partikel suatu benda dalam gerakan
acak disebut kinetic heat. Panas kinetik internal dapat dikonversi ke radiant energy.
Jumlah fluks radiasi yang diemisi dari sebuah objek disebut radiant themperature
(Trad). Umumnya antara sehingga radiasi suhu suatu objek dapat diukur dari suatu jarak
tertentu dengan mengunakan sensor radiometer. Hal inilah yang menjadi dasar dari
penginderaan jarak jauh (inderaja) sistem inframerah termal (Susilo dan Gaol, 2008).
Rahardjo dan Harpasis (1983) menerangkan bahwa suhu merupakan parameter laut
yang sangat penting. Oleh karena itu, pada setiap penelitian pengukuran suhu
permukaan laut selalu dilakukan. Pentingnya mengetahui suhu perairan ialah untuk
mempelajari proses fisika, kimia maupun biologi di laut. Weyl (1970) dalam Limbong
(2008) mengatakan bahwa suhu merupakan besaran fisika yang menyatakan banyaknya
bahang yang terkandung dalam suatu benda. Suhu air laut terutama di lapisan
permukaan sangat tergantung pada jumlah bahang dari sinar matahari. Valiela (1984)
menerangkan bahwa dalam kaitannya dengan produktivitas primer di laut, suhu lebih
berperan sebagai kovarian dengan faktor lain daripada sebagai faktor bebas. Sebagai
contoh, plankton pada suhu rendah dapat mempertahankan konsentrasi pigmen-pigmen
fotosintesis, enzim-enzim dan karbon yang besar. Ini disebabkan karena lebih efisiennya
fitoplankton menggunakan cahaya pada suhu rendah dan laju fotosintesis akan lebih
tinggi bila sel-sel fitoplankton dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
Pada lokasi yang sering terjadi penaikan air (upwelling) seperti di Laut Banda,
Dahuri (1996) dalam Limbong (2008) mengatakan suhu air permukaan bisa turun
sampai 25oC karena air yang dingin di lapisan bawah terangkat ke permukaan. Suhu
dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di lepas pantai.
Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26oC – 29oC, dan
variasinya mengikuti perubahan musim. Hela dan Laevastu (1981) dalam Limbong
(2008) juga menerangkan suhu permukaan laut dipengaruhi oleh panas matahari, arus
permukaan, keadaan awan, upwelling, divergensi dan konvergensi terutama pada daerah
muara dan sepanjang garis pantai. Perbedaan penerimaan radiasi matahari setiap
wilayah menyebabkan perbedaan suhu, terkait dengan perbedaan letak geografis
lintang. Selain panas matahari, faktor lain yang mempengaruhi suhu permukaan laut
adalah arus permukaan, keadaan awan, upwelling, divergensi dan konvergensi terutama
sekitar estuaria sepanjang garis pantai.
Nontji (2005) menjelaskan bahwa menyatakan faktor-faktor meteorologi juga
berperan yaitu curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin
dan intensitas radiasi matahari. Variasi suhu musiman pada permukaan untuk daerah
tropis sangat kecil, dimana variasi rata-rata musiman kurang dari 2oC yang terjadi di
daerah khatulistiwa. Pada suatu perairan bervariasi baik secara vertikal maupun
horizontal. Secara horizontal suhu bervariasi sesuai dengan garis lintang dan secara
vertikal sesuai dengan kedalaman. Tomczak dan Godfrey (2003), menjelaskan bahwa
samudera mempunyai kemampuan untuk mengatur pemanasan dan untuk mengatur
distribusi uap air yang dikontrol oleh suhu permukaan laut.

Sebaran Vertikal Suhu Sebaran Horizontal Suhu

Faktor yang mempengaruhi suhu seperti hal berikut.


Seperti proses yang terjadi di atmosfer, radiasi yang terjadi di lautan sebagian akan
diserap dan sebagian lagi akan mengalami pembauran. Di dalam proses penyerapan
tersebut, radiasi yang berbentuk gelombang electrogmagnetic diubah menjadi energi
kinetis yang lazim kita kenal sebagai panas. Panas inilah yang menjadi faktor utama
pembentukan air laut. Sedangkan penguapan juga mempengaruhi air laut tetapi bersifat
negatif. Keadaan tersebut disebabkan karena penguapan memerlukan energi atau panas
(Rahardjo dan Harpasis, 1983).
Rahardjo dan Harpasis (1983) mengatakan bahwa dua faktor di atas adalah faktor
yang paling berperan dalam menentukan suhu perairan. Faktor-faktor yang lain seperti
pergerakan arus, proses kimia dan biologi mempunyai peranan yang lebih kecil.
Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan
laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran
bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan.
Menurut Mc Phaden dan Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-
kira sebesar 0,1oC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kirakira
0,12oC pada kedalaman 10–75 m. McPhaden dan Hayes (1991) juga menyatakan
adveksi vertikal dan entrainment dapat mengakibatkan perubahan terhadap kandungan
bahang dan suhu pada lapisan permukaan. Kedua faktor tersebut bila dikombinasi
dengan faktor angin yang bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan
terjadinya upwelling. Upwelling menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur
menjadi lebih rendah. Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin.
Angin yang berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran
massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen.
2.2 Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat garam yang terlarut dalam 1 liter air,
biasanya dinyatakan dalam satuan 0/00 (per mil, gram perliter). Di perairan samudera,
salinitas berkisar antara 340/00 – 350/00. Tidak semua organisme laut dapat hidup di air
dengan konsentrasi garam yang berbeda. Secara mendasar, ada 2 kelompok organisme
laut, yaitu organisme euryhaline, yang toleran terhadap perubahan salinitas, dan
organisme stenohaline, yang memerlukan konsentrasi garam yang konstan dan tidak
berubah. Kelompok pertama misalnya adalah ikan yang bermigrasi seperti salmon, eel,
lain-lain yang beradaptasi sekaligus terhadap air laut dan air tawar. Sedangkan
kelompok kedua, seperti udang laut yang tidak dapat bertahan hidup pada perubahan
salinitas yang ekstrim. (Reddy, 1993).
Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses
biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu
mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi
makanan, dan daya kelangsungan hidup. (Andrianto, 2005).
Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat
kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam
sebenarnya pada air ini, secara definisi,kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air
dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%.
Lebih dari 5%, disebut brine. Air laut secara alami merupakan air saline dengan
kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan
memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati
memiliki kadar garam sekitar 30%.

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut (Nontji, 1993) :
- pola sirkulasi air,
- penguapan,
- curah hujan, dan
- aliran air sungai.

Distribusi Vertikal Salinitas


Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan
lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen sampai kedalaman 50-70 meter atau
lebih tergantung dari intensitas pengadukan.Di lapisan dengan salinitas homogen suhu
juga biasanya homogen, baru di bawahnya terdapat lapisan pegat dengan degradasi
densitas yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan
bawah. (Nontji, 1993). Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki ikatan erat
dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologis salinitas
berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut.

Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas :


a. Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka
salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air
lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
b. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka
salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang
turun salinitas akan tinggi.
c. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai
yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya
makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
Distribusi salinitas permukaan juga cenderung zonal. Air laut bersalinitas lebih tinggi
terdapat di daerah lintang tengah dimana evaporasi tinggi. Air laut lebih tawar terdapat
di dekat ekuator dimana air hujan mentawarkan air asin di permukaan laut, sedangkan
pada daerah lintang tinggi terdapat es yang mencair akan menawarkan salinitas air
permukaannya.
Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan di
lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih
bergantung intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut
sampai ke dasar. Di lapisan dengan salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen.
Baru di bawahnya terdapat lapisan pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas
yang tajam yang menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya. Di
bawah lapisan homogen, sebaran salinitas tidak banyak lagi ditentukan oleh angin tetapi
oleh pola sirkulasi massa air di lapisan massa air di lapisan dalam. Gerakan massa air ini
bisa ditelusuri antara lain dengan mengakji sifat-sifat sebaran salinitas maksimum dan
salinitas minimum dengan metode inti (core layer method). Volume air dan konsentrasi
dalam fluida internal tubuh ikan dipengaruhi oleh konsentrasi garam pada lingkungan
lautnya. Untuk beradaptasi pada keadaan ini ikan melakukan proses osmoregulasi,
organ yang berperan dalam proses ini adalah insang dan ginjal. Osmoregulasi
memerlukan energi yang jumlahnya tergantung pada perbedaan konsentrasi garam yang
ada antara lingkungan eksternal dan fluida dalam tubuh ikan. Toleransi dan preferensi
salinitas dari organisme laut bervariasi tergantung tahap kehidupannya, yaitu telur,
larva, juvenil, dan dewasa. Salinitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi
keberhasilan reproduksi pada beberapa ikan dan distribusi berbagai stadia hidup.
(Reddy, 1993).
Densitas Air Laut

Densitas berupa jumlah suatu wujud zat yang tedapat pada suatu volume. Pengukuran
dapat dilakukan ke dalam 3 (tiga) bentuk yaitu : Densitas massa, berat spesifik dan
densitas relative. Sedangkan densitas air laut yaitu jumlah massa dari air laut itu sendiri
persatuan volume. Densitas ini menjadi parameter penting ketika kita akan mempelajari
dinamika laut.

https://materiipa.com/densitas-air-laut
Densitas membangkitkan gerakan massa air di bawah permukaan air laut. Gerakan ini
dinamakan sirkulasi termohalin. Sirkulasi ini menghasilkan panas permukaan dan fluks
air tawar (jumlah aliran air tawar melali satu unit luas terhadap satu unit waktu).
Termohalin merupakan faktor penting yang mempengaruhi densitas air laut. Secara
harfiah termohlin terbentuk dari dua kata termo yang berarti suhu dan halin yang berarti
garam. Sehingga kedua faktor ini yang sangat menentukan densitas air laut. Variasi
densitas di suatu daerah dinamakan gradien densitas. Pada perairan laut gradien densitas
dengan kemiringan nyata menjadikan konsentrasi salinitas Pada perairan laut gradien
densitas dengan kemiringan nyata menjadikan konsentrasi salinitas Perbedaan suhu dan
salinitas perairan laut menyebabkan pembentukan massa air di Atlantik Utara dan
Samudra Selatan. Peranan lain sirkulasi termohalin yaitu sebgai penyedia panas daerah
kutub dan mengatur es laut juga sebgai penentu konsentrasi CO2 di Atmosfir.
Walaupun faktor utama pengontrol densitas termohalin (suhu dan salinitas) namun
tekanan juga memiliki pengaruh terhadap densitas air laut. Tekanan berbanding lurus
terhadap kedalaman akibat sifat kemampatan air.
air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p). Kebergantungan
ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of Sea Water):
ρ = ρ(T,S,p)
Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh Knudsen
dan Ekman pada tahun 1902. Pada persamaan mereka, ρ dinyatakan dalam g cm-3.
Penentuan dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas dengan kisaran
yang lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru yang dikenal sebagai
Persamaan Keadaan Internasional (The International Equation of State, 1980).
Persamaan ini menggunakan temperatur dalam oC, salinitas dari Skala Salinitas Praktis
dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000 N m-2). Densitas dalam
persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3. Jadi, densitas dengan harga 1,025 g cm-3
dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan harga 1025 kg m-3 dalam
Persamaan Keadaan Internasional.
Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur,
kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut terletak pada
kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1000 kg m-3. Para oseanografer biasanya
menggunakan lambang σt (huruf Yunani sigma dengan subskrip t, dan dibaca sigma-t)
untuk menyatakan densitas air laut. dimana σt = ρ - 1000 dan biasanya tidak
menggunakan satuan (seharusnya menggunakan satuan yang sama dengan ρ). Densitas
rata-rata air laut adalah σt = 25. Aturan praktis yang dapat kita gunakan untuk
menentukan perubahan densitas adalah: σt berubah dengan nilai yang sama jika T
berubah 1oC, S 0,1, dan p yang sebanding dengan perubahan kedalaman 50 m.
Perlu diperhatikan bahwa densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas di
bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan
adanyakonveksipanas.

• S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian jika
air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah terlewati)
pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin (wind mixed layer) saja,
dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang lebih dalam akan
dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum.
• S > 24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginan
diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat) yang tersimpan di dalam
badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum densitas maksimum
tercapai.
Seperti halnya pada temperatur, pada densitas juga dikenal parameter densitas potensial
yang didefinisikan sebagai densitas parsel air laut yang dibawa secara adiabatis ke level
tekanan referensi.
Bunyi di dalam laut

Bunyi di dalam laut


https://youtu.be/YYB1nSg36Ns

Bunyi adalah bentuk tekanan gelombang dan terbentuk oleh vibrasi yang
menghasilkan zona- zona alternatif kompresi (molekul- molekul saling merapat) dan
rarefaksi (molekul-molekul saling menjauh). Semua bunyi hasil vibrasi (contohnya :
vibrasi membran pembesar suara atau vibrasi bunyi hewan laut-dalam). Gelombang-
gelombang bunyi tidak sinusoidal seperti yang kita ketahui sebagai gelombang normal,
tetapi tekanan akustik naik dan turun secara sinusoidal.
Panjang gelombang energi akustik di laut berkisar antara 50 m dan 1 mm. Ambil
kecepatan bunyi dalam air laut sebesar 1500 ms-1, ini berhubungan terhadap frekuensi
dari 30 Hz hingga 1,5 MHz. (sebagai perbandingan, frekuensi bunyi di atas 20kHz tidak
dapat didengar oleh telinga manusia normal.)
Proses merambatnya bunyi pada saat benda yg bergetar akan menggetarkan molekul zat
perantara/medium di sekitarnya lalu molekul yg bergetar akan merambatkan ke
molekul-molekul yg lainnya, dan begitu seterusnya sampai getaran itu terdengar di
telinga kita. Molekul udara membentuk rapatan (R) dan renggangan (r).
Pada laut, suara dirambatkan melalui medium air. Kecepatan rambat suara laut berbeda
dengan kecepatan rambat udara ataupun darat. Bunyi merambat di udara dengan
kecepatan 1.224 km/jam. Pada suhu udara 15 derajat celsius bunyi dapat merambat di
udara bebas pada kecepatan 340 m/s. Bunyi merambat lebih lambat jika suhu dan
tekanan udara lebih rendah. Di udara tipis dan dingin pada ketinggian lebih dari 11 km,
kecepatan bunyi 1.000 km/jam. Di air, kecepatannya 5.400 km/jam, jauh lebih cepat
daripada di udara. Dengan s panjang Gelombang bunyi dan t waktu.
Jika dibandingkan dengan cepat rambat udara, di laut kecepatan rambatnya lebih cepat
4x lipat dibangingkan dengan cepat rambat di udara. Hal tersebut diakibatkan partikel
air laut lebih rapat dibandingkan dengan di udara yang lebih renggang. Sedangkan di
darat (zat padat) lebih cepat lagi cepat rambat di laut karena benda padat kerapatannya
paling tinggi diantara medium yang lain.

Medium Cepat Rambat Suara (m/s)


Udara (0°C) 331
Udara (15°C) 340
Air (25°C) 1490
Air Laut (25°C) 1530
Tembaga (20°C) 3560
Besi (20°C) 5130
Aluminium (20°C) 5100
Cepat rambat bunyi pada medium tertentu
(Sumber: http://andrynugrohoatmarinescience.wordpress.com)

Secara sederhana, pola perambatan gelombang suara di dalam laut yang dibagi secara
vertikal adalah sebagai berikut:
a) Zona 1 (mix layer) : Kecepatan suara cenderung meningkat akibat faktor perubahan
tekanan mendominasi faktor perubahan suhu.
b) Zona 2 (termoklin) : Kecepatan suara menurun dan menjadi zona minimum
kecepatan suara akibat terjadinya perubahan suhu yang sangat drastis dan mendominasi
faktor perubahan tekanan.
c) Zona 3 (deep layer) : Kecepatan suara meningkat kembali akibat faktor perubahan
tekanan mendominasi kembali faktor perubahan suhu.

Kecepatan suara dapat dihitung menggunakan rumus :

C = 1449,2 + 4,6T - 0,055T2 + 0,00029T3 + (1,34 - 0,010T)(S-35) - 0,016Z

dengan : C = Kecepatan suara (m/s)


T = Suhu (°C)
S = Salinitas (psu)
Z = Kedalaman (m)

Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa kecepatan suara dipengaruhi oleh beberapa
factor, yaitu :
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu karakter fisik dari air laut yang penting. Di wilayah lintang
sedang dan rendah (dekat dengan wilayah tropis), suhu merupakan faktor penting yang
mempengaruhi densitas dan kecepatan suara di dalam air. Suhu di daerah tropis pada
wilayah permukaan laut berkisar 26-29oC yang dipengaruhi oleh musim.
Pada kondisi perairan laut yang mempunyai suhu berbeda-beda menimbulkan variasi
kecepatan suara yang menyebabkan refraksi atau pembelokan perambatan gelombang
suara. Perubahan suhu yang sangat cepat pada lapisan termoklin menyebabkan
pembelokan gelombang suara yang tajam dan pada lapisan ini bertindak sebagai bidang
pantul.
2. Salinitas
Salinitas dapat mempengaruhi kecepatan suara di dalam air, teutama di wilayah lintang
tinggi (dekat kutub) dimana suhu mendekati titik beku, salinitas merupakan salah satu
paling faktor penting yang mempengaruhi kecepatan gelombang suara di dalam air.
Distribusi vertikal salinitas pada wilayah tropis, ekuator, dan sub tropis mengalami
nilai yang paling kecil pada kedalaman 600-1000 m (34-35 pratical salinity unit/psu).
Di wilayah tropis nilai salinitas pada permukaan berkisar 36-37 psu. Salinitas
maksimun pada wilayah perairan tropis terjadi pada kedalaman 100-200 m dekat
dengan lapisan termoklin dimana kadar salinitas dapat mencapai lebih dari 37 psu. Di
daerah laut dalam, kadar salinitas relatif seragam dengan nilai 34,6-34,9 psu. Salinitas
di samudera seperti Atlantik, Pasifik, dan Hindia rata-rata 35 psu, di wilayah laut yang
tertutup, nilai salitas rata-rata tidak jauh dari kisaran 35 psu tergantung dari penguapan
yang terjadi.
3. Lapisan Termoklin
Penurunan suhu berbanding lurus dengan penambahan kedalaman dan salinitas. Pada
daerah dimana terjadi penurunan suhu secara cepat inilah dinamakan lapisan termoklin.
Di laut terbuka, lapisan ini berkarakter sebagai gradient kecepatan suara negative
dimana dapat memantulkan gelombang suara. Secara teknik lapisan ini membendung
dari impendansi akustik yang terputus-putus (diskontinu) yang tercipta dari perubahan
densitas secara mendadak. Karateristik yang unik inilah yang membuat pentingnya
lapisan termoklin untuk diketahui, terutama dibidang pertahanan dan keamanan (kapal
selam). Lapisan termoklin mempunyai karateristik mampu memantulkan dan
membelokan gelombang suara yang datang.
4. Kedalaman Perairan
Kedalaman mempengaruhi cepat rambat suara di dalam air laut. Bertambahnya
kedalaman, maka kecepatan suara akan bertambah karena adanya tekanan hidrostatis
yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Rata-rata terjadi peningkatan
kecepatan suara sebesar 0, 017 m/detik setiap kedalaman bertambah 1 meter.
Permukaan laut merupakan pemantul dan penghambur suara yang mempunyai efek
yang sangat besar dalam perambatan suara ketika sumber atau penerima berada di
perairan dangkal. Jika permukaan halus sempurna, maka ia akan menjadi pemantul
suara yang nyaris sempurna. Sebaliknya jika permukaan laut kasar kehilangan akibat
pantulan mendekati nol.

Alat-alat yang menggunakan gelombang suara:

Dalam perkembangan dunia pengetahuan sekarang ini, gelombang bunyi dapat


dimanfaatkan dalam berbagai keperluan penelitian. Di bidang kelautan misalnya untuk
mengukur kedalaman laut, di bidang industri misalnya untuk mengetahui cacat yang
terjadi pada benda-benda hasil produksinya, di bidang pertanian untuk meningkatkan
kualitas hasil pertanian, dan di bidang kedokteran dapat digunakan untuk terapi adanya
penyakit dalam organ tubuh.
Untuk keperluan tersebut digunakan suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip
pemantulan gelombang bunyi yang disebut SONAR (Sound Navigation Ranging).

Prinsip kerja SONAR berdasarkan prinsip pemantulan gelombang ultrasonik. Alat ini
diperkenalkan pertama kali oleh Paul Langenvin, seorang ilmuwan dari Prancis pada
tahun 1914. Pada saat itu Paul dan pembantunya membuat alat yang dapat mengirim
pancaran kuat gelombang bunyi berfrekuensi tinggi (ultrasonik) melalui air.

Pada dasarnya SONAR memiliki dua bagian alat yang memancarkan gelombang
ultrasonik yang disebut transmiter (emiter) dan alat yang dapat mendeteksi datangnya
gelombang pantul (gema) yang disebut sensor (reciver). Gelombang ultrasonik
dipancarkan oleh transmiter (pemancar) yang diarahkan ke sasaran, kemudian akan
dipantulkan kembali dan ditangkap oleh pesawat penerima (reciver).

Dengan mengukur waktu yang diperlukan dari gelombang dipancarkan sampai


gelombang diterima lagi, maka dapat diketahui jarak yang ditentukan. Untuk mengukur
kedalaman laut, SONAR diletakkan di bawah kapal. Dengan pancaran ultrasonik
diarahkan lurus ke dasar laut, dalamnya air dapat dihitung dari panjang waktu antara
pancaran yang turun dan naik setelah digemakan.

Hidropon adalah transduser energi suara ke energi listrik yang digunakan di dalam air
atau zat cair. Jadi terjadi pergantian energi suara ke energi listrik. Untuk mengukur
kedalaman dasar laut, teknik gema suara digunakan dengan cara merambatkan
gelombang suara dari bawah kapal yang dipantulkan dengan alat perekam(hidropon)
yang diletakkan di dasar lautan. Jika dasar laut bertekstur kasar maka pemantulan
gelombang akan cepat, akan tetapi bila dasar lautan bertekstur lembek, apakah
mempengaruhi kecepatan gelombang atau tidak? Hal ini perlu dikaji lebih lanjut. Jika
terbukti tekstur tanah mempengaruhi kecepatan gelombang maka kemungkinan, hasil
pengukuran kedalaman laut di tanah liat dan batuan yang seharusnya berkedalaman
sama,bisa jadi dalam pengukuran menjadi berbeda.

Cahaya di dalam laut


Cahaya adalah bentuk radiasi elektromagnetik yang bergerak dengan kecepatan yang
mendekati 3 X 108 ms-1 dalam ruang hampa (berkurang menjadi 2,2 X 108 ms-1 dalam
air laut). Oseanografer tertarik pada cahaya bawah air dalam konteks penglihatan dan
fotosintesis. Cahaya matahari merupakan gabungan cahaya dengan panjang gelombang
dan spektrum warna yang berbeda-beda (Sears, 1949; Nybakken, 1998; alpen,1990).
Bagian-bagian yang berbeda spektrum tampak menimbulkan warna yang berbeda.
Panjang gelombang untuk warna-warna yang berbeda juga berbeda.
Cahaya matahari terdiri dari tujuh warna (merah, oranye, kuning, hijau, biru, nila,
violet). Masing-masing warna memiliki panjang gelombang yang berbeda. Hal ini
berpengaruh pada kemampuan cahaya untuk menembus air.

Panjang Gelombang Warna


400 – 440 nm Violet
440 – 480 nm Biru
480 – 560 nm Hijau
560 – 590 nm Kuning
590 – 630 nm Oranye
630 – 700 nm Merah
Tabel 1. Panjang gelombang Dari Cahaya Tampak (visible light)

Cahaya warna merah mampu terserap pada kedalam kurang dari 20 meter, lebih dari itu
warna merah tidak lagi nampak. Disinilah muncul kegelapan warna merah. Sebagai
contoh, ada seorang penyelam yang terluka dan berdarah di kedalaman 25 meter maka
darah yang terlihat bukan lagi berwarna merah melaikan warna hitam. Ini dikarenakan
warna merah sudah tidak mampu menembus kedalaman tersebut.
Cahaya warna oranye terserap pada kedalaman sekitar 30 meter, setelah ada kegelapan
warna merah maka dibawahnya ada kegelapan warna oranye. Cahaya warna kuning
dapat terserap pada kedalam sekitar 50 meter. Cahaya warna hijau dapat terserap pada
kedalaman sekitar 100 meter. Pada kedalaman 200 meter cahaya warna biru terserap
dan begitu seterusnya.

Kedalaman Cahaya Menembus Air Laut


sumber : http://wong168.wordpress.com

Dengan demikian, terciptalah kegelapan warna cahaya matahari di lautan secara


berlapis-lapis, yang disebabkan air menyerap warna pada kedalaman yang berbeda-
beda. Kegelapan di laut dalam semakin bertambah seiring kedalaman laut, hingga
didominasi kegelapan pekat yang dimulai dari kedalaman lebih dari 200 meter. Lalu
cahaya tidak dapat masuk sama sekali pada kedalaman mulai dari 1000 meter dan
kegelapannya berlapis-lapis. Tembusan cahaya berbanding terbalik dengan
bertambahnya kedalaman.
Plankton, biota laut lainnya serta zat organic terlarut yang dalam istilah Jerman disebut
gelbstoff. Materi – materi inilah yang menyebabkan penyerapan cahaya matahari
sehingga hanya menyisakan warna “dark blue” pada lautan. Selain penyerapan atau
adsorpsi cahaya, warna laut juga disebabkan oleh penghamburan cahaya oleh makhluk –
makhluk mikro di laut seperti fitoplankton (tumbuhan sangat kecil) dan zooplankton
(hewan sangat kecil). Semua faktor tersebutlah yang menyebabkan warna laut menjadi
biru cerah kehijauan di daerah perairan laut tropis termasuk di Indonesia. Cahaya
matahari yang berlimpah dan iklim panas sangat baik bagi pertumbuhan plankton, dan
hal ini lebih menguatkan lagi untuk pembentukan warna cerah kehijauan di laut.
Pantulan dari langit sebenarnya juga berperan tetapi hanya berperan kecil.
Air yang jernih tampak berwarna biru karena, panjang gelombang yang pendek (seperti
biru) lebih sedikit diserap dan lebih banyak dihamburkan. Tetapi kita tidak dapat
melihat warna biru pad air di dalam gelas karena lapisan air yang terdapat di segelas air
tidak cukup untuk untuk menyerap warna cahaya yang diterima.

Ada pun pembagian zona tersebut antara lain:


Zona Eufotik/photic
Memiliki rentang dari permukaan laut s/d kedalaman di mana cahaya masih
memungkinkan untuk keberlangsungan proses fotosíntesis Disebut: Zona Epipelagis (0-
150 meter)

Zona Disfotik
Terdapat dibawah zona eufotik dimana cahaya yang ada sudah terlalu redup untuk
mendukung proses fotosíntesis Disebut: Zona Mesopelagis (150-1.000 meter)

Zona Afotik
Zona yang pilng bawah dan merupakan zona yang gelap gulita sepanjang masa,
umumnya terdapat pada kedalaman >1.000 meter Afotik dibagi menjadi 3 kedalaman:
Zona Batipelagis yaitu 150/1.000 – 3.000 meter Zona Abisal yaitu 3.000 – 6.000 meter
Zona Hadal yaitu > 6.000 meter

2.3 Warna
Secara umum warna air laut di permukaan bumi berwarna biru. Namun, ada
beberapa daerah tertentu yang berwarna hijau dan sebagainya. Hal tersebut tergantung
pada molekul air dalam menyerap dan memantulkan cahaya matahari, zat yang larut
dalam air laut, jenis endapan, serta organisme dominan yang hidup di dasar laut. Berikut
beberapa warna air laut :
1) Warna biru disebabkan oleh sinar matahari yang bergelombang pendek.
2) Warna kuning karena terdapat banyak lumpur berwarna kuning. Endapan
tersebut merupakan hasil metabolisme dari berbagai material daratan yang
menghasilkan tanah berwarna coklat kekuningan. Contoh : Laut Kuning di perairan
Cina.
3) Warna hijau karena banyak fitoplankton dalam jumlah besar yang memancarkan
kandungan klorofilnya.
4) Warna putih karena permukaan tertutup es. Contoh : Laut di daerah Kutub.
5) Warna hitam karena terdapat lumpur hitam (tanah loss hitam), misalnya
Laut Hitam di Turki.
6) Warna merah karena banyaknya binatang-binatang kecil berwarna merah dalam
jumlah besar seperti ganggang merah, misalnya Laut Merah di Arab Saudi.
7) Warna ungu karena adanya organisme yang mengeluarkan sinar-sinar fosfor.

Refleksi Pribadi

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai