Anda di halaman 1dari 33

Variabilitas dan

Perubahan Iklim
Tatap Muka 4 MAPI MPL
Skala Cuaca dan Iklim
 Climate change refers to a statistically significant Perubahan iklim sebagai perubahan iklim yang
variation in either the mean state of the climate or in its
variability, persisting for an extended period (typically disebabkan baik secara langsung atau tidak
decades or longer). Climate change may be due to langsung oleh aktivitas manusia sehingga
natural internal processes or external factors such as mengubah kompoisi dari atmosfer global dan
persistent changes to the atmosphere or changes in land
use. variabilitas iklim alami pada perioda waktu
 Climate Variability is defined as variations in the mean
yang dapat diperbandingkan. (UNFCCC)
Defi state and other statistics of the climate on all temporal
and spatial scales, beyond individual weather events. Variabilitas iklim adalah variasi iklim dalam
nisi The term "Climate Variability" is often used to denote
deviations of climatic statistics over a given period of
keadaan rata-rata atau statistik lain di semua
time (e.g. a month, season or year) when compared to skala temporan dan spasial pada satu periode
long-term statistics for the same calendar waktu tertentu (seperti: satu bulan, musim atau
period. Climate variability is measured by these tahun), dibandingkan dengan statistik jangka
deviations, which are usually termed
anomalies. Variability may be due to natural internal panjang untuk periode kalender yang sama
processes within the climate system (internal (Ditjen PPI)
variability), or to variations in natural or anthropogenic
external factors (external variability).

(singhs, 2017)
Contoh grafik data suhu rata-rata
tahunan selama 30-tahun (periode
1981-2010). Variasi naik turun suhu
setiap tahun menunjukkan adanya
variabilitas tahunan suhu. Variabilitas
data tersebut mengalami
penyimpangan yang ekstrim dari
nilai rata-rata
Sistem Iklim
 1. Autovariansi dan non-linieritas
 2. Interaksi atmosfer dan lautan

Faktor yang  3. Arus laut


 4. Gunungapi
berpengaruh  5. Sunspot dan aktivitas matahari
terhadap  6. Variasi orbit bumi
variabilitas  7. Continental drift
iklim  8. Perubahan komposisi atmosfer Bumi
 9. A belch from the deep
 10. Catasthropes and nuclear winter
1. Autovariansi
dan non
linieritas
Autovariansi
dan non
linieritas
 Interaksi antara laut dan atmosfer terjadi di permukaan laut, yang ditandai dengan
terjadinya perpindahan energi, massa, momentum dan partikel gas yang
menyertainya. Proses tersebut diawali dengan penyerapan energi radiasi matahari
oleh angin. Radiasi matahari akan menyebabkan perbedaan tekanan udara.
Akibatnya terjadi perpindahan massa udara dari daerah bertekanan tinggi ke
daerah bertekanan rendah.

2. Interaksi  Sebagian energi radiasi yang dibawa angin dipindahkan ke permukaan laut, dan
tersimpan dalam bentuk temperatur laut terutama pada lapisan beberapa meter
Lautan dan teratas. Apabila ada angin, molekul air laut mulai bergerak melakukan
perpindahan, sehingga terbentuk arus laut. Akibatnya terbentuk distribusi

Atmosfer temperatur laut yang baru, baik secara horisontal maupun vertikal hingga
mencapai kedalaman termoklin (sekitar 200 m). Untuk selanjutnya, arus laut akan
menentukan daerah laut mana yang memberikan kembali energi dari laut ke
atmosfer, yaitu berupa suplai uap air dan pembentukan awan.
 Proses penyerapan dan pemantulan yang terjadi pada distribusi awan-awan yang
terbentuk, akan menentukan distribusi radiasi matahari di muka bumi, yang pada
akhirnya kembali menentukan arah dan kecepatan pergerakan angin di
permukaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa interaksi antara laut dan atmosfer
terjadi secara dua arah (kopel). Tetapi semua proses di atas bergantung pada
variabilitas dan distribusi horisontal dan temporal yang ada
 Jadi, sekalipun proses interaksi laut dan atmosfer terjadi pada skala
mikro level molekul, tapi rangkaian proses tersebut dapat
berpengaruh pada lapisan laut turbulen atau lapisan campur (mixed
layer) dan lapisan batas atmosfer yang juga banyak terjadi
turbulensi.
 Untuk selanjutnya, proses interaksi akan mempengaruhi lapisan
termoklin dan laut dalam serta lapisan atmosfer bebas. Hal ini
berlanjut pada skala regional dan global, dimana proses interaksi
memberikan pengaruh pada daerah lain yang lebih jauh, yaitu
dengan adanya proses hubungan jarak jauh 6 (teleconnection) yang
dibantu oleh sirkulasi di laut dan atmosfer.
 Sirkulasi di laut yang berperan besar dalam membantu proses
hubungan jarak jauh adalah arus lintas sabuk benua (the great
conveyor belt), sementara sirkulasi di atmosfernya adalah sirkulasi
Walker dan Hadley
Laut dan atmosfer memiliki perbedaan nilai kapasitansi panas yang signifikan. Hal ini
dapat menimbulkan adaptasi terhadap lingkungan dan waktu simpan panas yang berbeda
juga. Atmosfer memiliki kapasitansi panas yang kecil, akibatnya, jika terjadi gangguan
yang bersifat lokal di suatu tempat, dapat mempengaruhi cuaca pada saat yang akan
datang. Fenomena demikian dikenal dengan istilah efek kupu-kupu.
Sebaliknya, laut memiliki kapasitansi panas yang besar, akibatnya laut dapat menahan
gangguan lokal tersebut sehingga tidak berperan lebih besar.
Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan ini akan berpengaruh pada proses inisiasi.
Untuk atmosfer, peran masa lalu terhadap iklim saat ini tidak terlalu besar, sehingga
cukup memerlukan masa inisiasi yang pendek. Tetapi sebaliknya, lautan membutuhkan
masa inisiasi yang lebih panjang. Biasanya model atmosfer hanya membutuhkan data
inisiasi jam-jaman, sedangkan model laut global membutuhkan data inisiasi hingga 30
tahun
3. ENSO dan
DMI
4.
Aru
s  ARLINDO yang merupakan kependekan dari
Lau Arus Lintas Indonesia, atau lebih dikenal oleh
t para ahli oseanographi dengan istilah
"Indonesian Through Flow", adalah aliran massa
air antar samudera yang melewari Perairan
Indonesia.
 Aliran massa air ini terjadi sebagai akibat adanya
perbedaan tekanan antara kedua lautan tersebut
(WYRTKI 1987)
 Dalam keadaan normal, di atas Pasifik bertiup angin pasat tenggara
sepanjang tahun. Tenaga gesekan angin ini bcrfungsi mendorong
massa air Pasifik ke arah barat. sehingga terjadilah "penumpukan"
massa air di Pasifik bagian barat yang berada dekat dengan
Indonesia. Sebagai akibat terjadinya perbedaan tinggi permukaan
air antara Pasifik bagian barat dengan Samudera Hindia yang
berada di selatan Indonesia.
 Menurut WYRTKI (1987). perbedaan tinggi antara dua permukaan
Samudera ini nilainya bervariasi. Pada waktu monsun tenggara
(Bulan Mei-September) perbedaan tinggi muka lautan ini mencapai
maksimum, setinggi 28 cm, yang diukur antara Davao, Filipina
(Pasifik) dan Darwin, Australia (Hindia), Sebaliknya pada waktu
monsun barat (Bulan Oktober-Maret) perbedaan tinggi permukaan
dua lautan ini nilainya berada pada titik terendah, yakni kurang dari
10 cm.
 Perbedaan ketinggian muka lautan inilah yang menyebabkan
terjadinya gradien tekanan yang kemudian menimbulkan
perpindahan massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia
 Ketidak teraturan topografi dasar perairan Indonesia, antara lain
disebabkan oleh banyaknya pulau, penyempitan atau pelebaran
selat, juga banyak terdapatnya sill di mulut cekungan laut, aliran
massa air yang semula tampak sederhana menjadi tidak
sederhana lagi.
 Selain itu tingginya kisaran (range) pasang surut dan intensifnya
lapisan thermoklin yang merupakan sifat khas perairan Indonesia,
kehadiran ARLINDO ini menambah kompleksnya proses fisis yang
terjadi di perairan Indonesia.
 Sebagai contoh adalah proses mixing/percampuran dua massa air
yang berbeda, upwelling, downwelling dan sebagainya. Proses-
proses tersebut membawa pengaruh luas, tidak saja bagi bidang
oseanografi, tetapi juga bagi bidangbidang lain seperti perikanan,
cuaca/iklim serta lingkungan laut dan pantai.
 Gunung berapi memancarkan aerosol sulfat yang
memantulkan sinar matahari yang masuk, mendinginkan
planet ini. Sebuah letusan gunung berapi besar seperti
letusan Pinatubo pada tahun 1991 dapat memiliki efek
pendinginan global dari 0,1 ° -0.3 ° C selama beberapa
tahun ( Robock 1994 , Zielinski 2000 ).
5. Gunungapi  Namun, mega-letusan atau serangkaian letusan dapat
memiliki efek pendinginan yang membutuhkan waktu
puluhan tahun untuk beristirahat, memberikan efek
pemanasan yang dapat dirasakan. Zielinski 2000
mempelajari gunung yang meletus di masa lalu, khususnya
selama beberapa abad terakhir
 Zielinksi menyimpulkan "tidak adanya vulkanisme climatically efektif pada tahun 1920
periode sampai awal 1950-an tidak diragukan lagi mengkontribusikan kondisi hangat
keseluruh wilayah selama dekade-dekade." ( Zielinski 2000 ).
 Hal ini ditegaskan oleh Hegerl 2003 yang menemukan:
"Awal pemanasan abad ke-20 ini disebabkan gabungan dari pemanasan rumah kaca,
kontribusi pasti dari matahari memaksa, dan pemulihan dari periode sebelumnya dari
vulkanisme berat"
 Demikian pula, Bertrand 1999 menemukan:
"Kurangnya vulkanisme selama periode 1925-1960 dapat menjelaskan, setidaknya sebagian,
untuk tren pemanasan yang diamati dalam periode ini". Bertrand sedang menyelidiki efek
dari pengaruh matahari dan vulkanik pada iklim dan menyimpulkan "ini jelas tidak cukup
untuk menjelaskan observasi pemanasan abad ke-20 dan lebih khusus lagi tren pemanasan
yang dimulai pada awal tahun 1970-an".
 Singkatnya, kurangnya aktivitas gunung berapi memiliki beberapa bagian dalam kenaikan
suhu selama paruh pertama abad ke-20. Namun, telah memainkan bagian kecil dalam tren
pemanasan global modern yang dimulai pada 1970-an. Foster dan Rahmstorf (2011)
menggunakan pendekatan regresi linier berganda untuk menyaring efek dari aktivitas
gunung berapi dan matahari, dan El Nino Southern Oscillation (ENSO ). Mereka
menemukan bahwa aktivitas gunung berapi, yang diukur dengan aerosol Data ketebalan
optik (AOD) hanya disebabkan antara 0,02 dan 0,04 ° C per dekade pemanasan dari tahun
1979 hingga 2010 atau sekitar 0,06-0,12 ° C pemanasan permukaan dan troposfer yang
lebih rendah, repsectively, sejak tahun 1979 (dari sekitar 0,5 ° C diamati pemanasan pada
permukaan).
 Seperti Foster dan Rahmstorf, Lean dan Rind (2008)
melakukan regresi linier berganda pada data suhu, dan
menemukan bahwa meskipun aktivitas gunung berapi
dapat mencapai sekitar 10% dari pemanasan global yang
diamati 1979-2005, antara 1889 dan 2006 aktivitas
gunung berapi memiliki efek pendinginan bersih kecil di
suhu global. Dengan demikian gunung berapi belum
menyebabkan pemanasan global jangka panjang selama
abad yang lalu, dan dapat menjelaskan hanya sebagian
kecil dari pemanasan selama 25 tahun terakhir.
 Sejumlah penelitian telah menggunakan berbagai
pendekatan statistik dan fisik untuk menentukan
kontribusi gas rumah kaca dan efek lainnya terhadap
pemanasan global yang diamati, seperti Foster &
Rahmstorf dan Lean & Rind. Dan seperti studi tersebut,
mereka menemukan bahwa gunung berapi memiliki
kontribusi yang relatif kecil terhadap pemanasan global,
dan pada kenyataannya, kemungkinan memiliki efek
pendinginan bersih selama 50-65 tahun terakhir
Salah satu aspek menarik dari Matahari adalah bintik matahari. Bintik
matahari adalah area di mana medan magnet sekitar 2.500 kali lebih kuat
dari Bumi, jauh lebih tinggi daripada tempat lain di Matahari. Karena medan
magnet yang kuat, tekanan magnet meningkat sementara tekanan
atmosfer di sekitarnya berkurang. Hal ini pada gilirannya menurunkan suhu
relatif terhadap lingkungannya karena medan magnet yang terkonsentrasi
menghambat aliran gas baru yang panas dari interior Matahari ke
6. Sunspot dan permukaan.

Aktivitas Bintik matahari cenderung terjadi berpasangan yang memiliki medan


magnet yang mengarah ke arah yang berlawanan. Sebuah tempat khas
Matahari terdiri dari daerah gelap yang disebut umbra, dikelilingi oleh daerah yang
lebih terang yang dikenal sebagai penumbra. Bintik matahari tampak relatif
gelap karena permukaan sekitar Matahari (fotosfer) sekitar 10.000 derajat
F, sedangkan umbra sekitar 6.300 derajat F. Bintik matahari cukup besar
karena ukuran rata-rata hampir sama dengan ukuran Bumi
 Bintik matahari meningkat dan menurun
melalui siklus rata-rata 11 tahun. Sejak
tahun 1749, kita telah mengalami 23
siklus matahari penuh di mana jumlah
bintik matahari telah berubah dari
minimum, ke maksimum dan kembali ke
minimum berikutnya, melalui perkiraan
siklus 11 tahun.
 Sekarang kita sudah memasuki siklus ke-
24. Bagan dari Pusat Penerbangan Luar
Angkasa NASA/Marshall ini
menunjukkan prediksi jumlah bintik
matahari untuk siklus matahari 24.
 Pusat Penerbangan Luar Angkasa
NASA/Marshall juga menunjukkan
jumlah bintik matahari rata-rata bulanan
berdasarkan Jumlah Bintik Matahari
Internasional dari semua siklus matahari
sejak tahun 1750. ( Pengamatan harian
bintik matahari dimulai pada tahun 1749
di observatorium Zurich, Swiss)
 Salah satu aspek menarik dari siklus matahari adalah bahwa matahari mengalami periode aktivitas bintik matahari mendekati nol dari sekitar
tahun 1645 hingga 1715. Periode minimum bintik matahari ini disebut Maunder Minimum. "Zaman Es Kecil" terjadi di beberapa bagian Bumi
selama Maunder Minimum.
 Jadi seberapa besar output matahari mempengaruhi iklim bumi? Ada perdebatan dalam komunitas ilmiah tentang seberapa besar aktivitas
matahari dapat, atau memang memengaruhi iklim Bumi. Ada penelitian yang menunjukkan bukti bahwa iklim Bumi sensitif terhadap
perubahan yang sangat lemah dalam output energi Matahari selama jangka waktu 10-an dan 100-an tahun. Waktu aktivitas bintik matahari
maksimum dikaitkan dengan peningkatan yang sangat kecil dalam keluaran energi dari matahari. Radiasi ultraviolet meningkat secara
dramatis selama aktivitas bintik matahari tinggi, yang dapat memiliki efek besar pada atmosfer bumi. Kebalikannya benar selama aktivitas
bintik matahari minimum. Tetapi mencoba menyaring pengaruh keluaran energi Matahari dan pengaruhnya terhadap iklim kita dengan
"kebisingan" yang diciptakan oleh interaksi kompleks antara atmosfer, daratan, dan lautan kita bisa jadi sulit. Sebagai contoh, ada penelitian
yang menunjukkan bahwa Maunder Minimum tidak hanya terjadi selama waktu dengan kurangnya aktivitas bintik matahari, tetapi juga
bertepatan dengan episode letusan gunung berapi besar selama beberapa dekade. Letusan gunung berapi yang besar diketahui menghambat
radiasi matahari yang masuk. Terakhir, ada juga bukti bahwa beberapa zaman es utama yang dialami Bumi disebabkan oleh penyimpangan
Bumi dari kemiringan rata-rata 23,5 derajat pada porosnya. Memang Bumi telah miring di mana saja dari dekat 22 derajat hingga 24,5 derajat
pada porosnya.
 Tetapi secara keseluruhan ketika memeriksa Bumi dalam skala global, dan dalam jangka waktu yang lama, dapat dipastikan bahwa keluaran
energi matahari memang memiliki pengaruh terhadap iklim Bumi. Namun akan selalu ada pertanyaan tentang tingkat pengaruh karena
interaksi darat dan laut di Bumi
 Sekitar satu abad yang lalu, seorang ahli astrofisika Serbia
bernama Milutin Milankovitch berhipotesis bahwa variasi dalam
eksentrisitas, kemiringan sumbu, dan presesi orbit Bumi dapat
menghasilkan variasi intensitas radiasi matahari yang mencapai
7. Variasi Orbit Bumi dan juga pola iklim yang terjadi di Bumi. Hal ini
membuktikan bahwa siklus alami alam juga berperan penting bagi
Bumi perubahan iklim yang terjadi di Bumi.
(Siklus 1.Bentuk dari orbit bumi, yang juga dikenal sebagai eksentrisitas.

Milankovitch) 2.Sudut kemiringan sumbu bumi terhadap bidang orbit bumi, yang
disebut oblikuitas.
3.Arah sumbu rotasi bumi mengarah, dikenal sebagai presesi.
 Siklus pertama dari tiga siklus Milankovitch adalah eksentrisitas. Orbit Bumi
mengelilingi Matahari tidaklah berbentuk lingkaran sempurna melainkan
sedikit elips. Seiring waktu, tarikan gravitasi dari dua planet gas raksasa
terbesar di tata surya kita, Jupiter dan Saturnus, menyebabkan bentuk orbit
Bumi bervariasi dari hampir membentuk lingkaran sempurna hingga
berbentuk elips. Eksentrisitas adalah seberapa besar bentuk orbit bumi
menyimpang dari lingkaran sempurna. Variasi eksentrisitas mempengaruhi
jarak terjauh dan terdekat antara Bumi dan Matahari.
 Eksentrisitas adalah alasan mengapa panjang tiap musim di Bumi sedikit
7a. berbeda. Saat ini musim panas di BBU berlangsung lebih lama 4,5 hari lebih

Eksentrisitas lama daripada musim dingin dan musim semi berlangsung tiga hari lebih lama
daripada musim gugur. Semakin kecil eksentrisitas bumi, perbedaan panjang
musim akan semakin berkurang.
 Eksentrisitas juga berpengaruh pada perbedaan insolasi yang diterima Bumi
pada perihelion dan aphelion. Saat orbit Bumi memiliki eksentrisitas terbesar,
Bumi menerima 23% lebih banyak radiasi matahari pada aphelion
dibandingkan pada perihelion. Saat ini, eksentrisitas Bumi berada hampir pada
nilai terendah nilai eksentrisitasnya terus menurun dengan sangat lambat,
dalam siklus yang berlangsung selama 100.000 tahun.
 https://images.ctfassets.net/1qxcg8ht0ty0/3HCSieeRbIpHWpSVJ9HbJA/3f27
2846b24a630406e98d677e5a90b2/siklus_milankovitch-eksentrisitas.gif
 Oblikuitas adalah kemiringan sumbu rotasi bumi saat bergerak
mengelilingi matahari. Oblikuitas merupakan alasan mengapa Bumi
memiliki musim. Selama jutaan tahun terakhir, sudut oblikuitas
bumi bervariasi antara 22,1 hingga 24,5 derajat tegak lurus dengan
bidang orbit Bumi.
 Semakin besar sudut kemiringan sumbu Bumi, semakin ekstrem
7b. Oblikuitas pula musim kita karena bumi akan mendapat lebih banyak
intensitas radiasi matahari di musim panas dan lebih sedikit di
musim dingin. Saat ini, oblikuitas Bumi berada pada sudut 23,44°
dalam siklus yang berlangsung selama 41.000 tahun.
 https://images.ctfassets.net/1qxcg8ht0ty0/6pFiWFqm5f70gucfAW
aB93/2e1aac916b8cda2c09e0fbaf0e37dfc8/siklus_milankovitch-o
blikuitas.gif
 Presesi adalah perubahan perlahan dari orientasi rotasi kutub bumi
terhadap posisi bintang-bintang di langit. Selama beberapa ribu tahun
ke belakang, sumbu Bumi mengarah ke sebuah bintang yang bernama
Polaris atau yang juga biasa disebut the North Star. Namun, adanya
gerakan presesi Bumi memiliki arti bahwa Polaris tidak akan selalu
menjadi bintang di utara. 5.000 tahun yang lalu, sumbu utara bumi
mengarah kepada bintang lain yang bernama Thubin. Serta, 12.000
tahun yang akan datang sumbu utara bumi akan mengarah pada
bintang Vega. Presesi memiliki siklus yang berlangsung selama 26.000
7c. Presesi tahun.
 Terhadap iklim bumi, presesi menyebabkan kontras musiman lebih
ekstrim di satu belahan bumi dan tidak terlalu ekstrim di belahan bumi
lainnya. Saat ini, musim panas di belahan bumi selatan terjadi di dekat
perihelion dan musim dingin di dekat aphelion, yang berarti belahan
bumi selatan mengalami musim yang lebih ekstrim daripada belahan
bumi utara. Selain itu, Presesi juga secara bertahap mengubah waktu
musim, menyebabkannya mulai lebih awal dari waktu ke waktu.
 https://images.ctfassets.net/1qxcg8ht0ty0/7LI9haoiQd2LgUZCiNWT
rm/00118a43dd33f0bdb224a5f550fda66f/siklus_milankovitch-presesi
.gif
 Pertama, dengan adanya kemiringan tersebut, maka khususnya di negara
dengan lintang tinggi akan merasakan variasi durasi siang dan malam
sepanjang tahun. Di belahan bumi utara, siang akan lama di sekitar bulan
Juni sebaliknya siang akan singkat di sekitar bulan Desember. Kebalikannya
akan berlaku di belahan bumi selatan.
 Jika bidang ekuator tdk miring, maka seluruh dunia akan merasakan situasi
seperti di bulan Maret atau September, yaitu durasi siang dan malam
sama. Namun suhu udara akan berbeda di setiap tempat. Di dekat
khatulistiwa seperti Indonesia, suhu udara akan terus panas seperti
biasanya. Namun di daerah lintang tinggi, suhu udaranya akan jauh lebih
Hikmah dingin daripada di daerah khatulistiwa.

(Anugraha, 2016)  Ambil contoh daerah lintang tinggi di Swedia. Di bulan Maret suhu di
Swedia berkisar antara -3 hingga 3 derajat. Jika bidang ekuator tidak
miring, maka suhu di Swedia sepanjang tahun akan berkisar pada suhu
sekitar 0 derajat C. Sementara, dgn adanya kemiringan bidang ekuator,
maka Swedia akan merasakan suhu yang hangat sekitar 20 C di
pertengahan tahun, dengan kompensasi suhu di bawah nol pada akhir
tahun. Barangkali lebih nyaman ada variasi suhu dalam setahun, dibanding
suhunya tetap dalam setahu tetapi dingin terus.
 Buat mereka di lintang sangat tinggi, ada momen pada hari-hari tertentu
dimana matahari tidak pernah terbenam, dan pergantian hari saat pukul
jam 12 “malam” dirayakan saat matahari justru ada di atas mereka.
 Kedua, dengan kemiringan tersebut, implikasinya posisi matahari
saat terbit akan berbeda-berbeda selama setahun. Ada kalanya
pas di timur, lalu berubah bergeser agak ke utara, kembali ke
timur lagi, bergeser ke selatan, kembali ke timur dan seterusnya.
Mungkin pengaruhnya bagi tumbuhan dan sejenisnya, berbagai
sisi tumbuhan akan menerima intensitas cahaya matahari saat
pagi yang lebih merata, dibandingkan kalau matahari selalu terbit
dari satu titik saja ketika ekuator tidak miring. Juga mungkin ada
Hikmah efek pada warna cat dinding yang lebih merata tersinari
matahari.
(Anugraha,  Ketiga, dengan sudut deklinasi matahari maksimal sebesar 23,5
2016) derajat pada sekitar tgl 22 Juni, maka ada kondisi dimana sudut
deklinasi ini tepat sama dengan lintang geografis Ka’bah sebesar
sekitar 21,4 derajat. Akibatnya matahari tepat di atas Ka’bah
sebanyak dua kali, yaitu sekitar tanggal 28 Mei dan 16 Juli.
Fenomena ini dapat digunakan untuk meluruskan arah kiblat.
 Jika lintang Ka’bah lebih besar dari sudut kemiringan bidang
ekuator, atau sudut kemiringan yang lebih kecil dari lintang
Ka’bah, maka matahari tidak akan pernah bisa berada tepat di
atas Ka’bah.
 Large-scale horizontal movements of continents relative to one
another and to the ocean basins during one or more episodes of
geologic time. This concept was an important precursor to the
development of the theory of plate tectonics, which incorporates
it.
 The idea of a large-scale displacement of continents has a long
history. Noting the apparent fit of the bulge of eastern
South America into the bight of Africa, the German naturalist
8. Continental Alexander von Humboldt theorized about 1800 that the lands
Drift bordering the Atlantic Ocean had once been joined. Some 50
years later, Antonio Snider-Pellegrini, a French scientist, argued
that the presence of identical fossil plants in both North
American and European coal deposits could be explained if the
two continents had formerly been connected, a relationship
otherwise difficult to account for. In 1908 Frank B. Taylor of the
United States invoked the notion of continental collision to
explain the formation of some of the world’s mountain ranges.
 https://www.youtube.com/watch?v=mh5yu24DeQE
 The first truly detailed and comprehensive theory of
continental drift was proposed in 1912 by Alfred Wegener, a
German meteorologist. Bringing together a large mass of
geologic and paleontological data, Wegener postulated that
throughout most of geologic time there was only one
continent, which he called Pangea. Late in the Triassic Period
(which lasted from approximately 251 million to 199.6
million years ago), Pangea fragmented, and the parts began
to move away from one another. Westward drift of the
Americas opened the Atlantic Ocean, and the Indian block
drifted across the Equator to merge with Asia. In 1937
Alexander L. Du Toit, a South African geologist, modified
Wegener’s hypothesis by suggesting two primordial
continents: Laurasia in the north and Gondwana in the
south.
1. Energi, sebesar 638.808 Gg CO2e 2. Proses Industri dan
9. Perubahan Penggunaan Produk, sebesar 60.175 Gg CO2e 3. Pertanian,
sebesar 108.598 Gg CO2e 4. Kehutanan dan Kebakaran
Komposisi Gambut, sebesar 924.853 Gg CO2e 5. Limbah, sebesar 134.119
Gg CO2e
Atmosfer
Bumi
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai