Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO) adalah peristiwa anomaly
pemanasan laut pasifik katulistiwa bagian timur, yang kemunculannya setiap
beberapa tahun sekali dan dinamakan sebagai El Nino oleh nelayan-nelayan dari
Peru. Fenomena ini menjadi perhatian besar para saintis pada beberapa dekade
belakangan ini karena dampaknya yang bersifat global. Kejadian tahun 1997/98, El
Nino dengan intensitas kuat mengakibatkan banjir yang katastropik di pesisir Peru
dan Ekuador, dan kekeringan di Peru, Bolivia, Brazil, Indonesia, dan Australia.
Kebakaran hutan terjadi sebagai akibat sampingan dari kekeringan berkepanjangan,
menyebarkan asap tebal di Asia Tenggara, dan berdampak pada sector aviasi
dengan ditutupnya bandara di Indonesia, Singapura dan Malaysia 1. Kejadian El
Nino 1997/98 juga memicu lonjakan interest riset mengenai fenomena El Nino.

Pemahaman tentang dinamika El Nino bermula dari kesadaran bahwa


fenomena tersebut terkait dengan instabilitas terkopel antara lautan Pasifik tropis
dengan sistem atmosfir. Counterpart atmosfirnya, atau yang dikenal dengan
Southern Oscillation ditandai dengan perbedaan tekanan permukaan laut antara
lautan Pasifik bagian Barat dengan lautan Pasifik bagian Timur. Siklus El Nino
Southern Oscillation terdiri atas dua elemen. Pertama adalah sistem umpan balik
positif antara angin zonal sebagai akibat dari adanya gradient tekanan permukaan,
dan gradient temperature muka laut di katulistiwa yang juga dikontrol oleh angin
yang mengakibatkan upwelling dan fluktuasi dari termoklin. Kedua adalah dinamika
laut di katulistiwa, khususnya gelombang equatorial Kelvin dan Rossby non-
dispersif, yang memberikan elemen out of phase, sehingga sistem berosilasi antara
2,5
fase panas (El Nino) dan fase dinginnya (La Nina) . Sistem terkopel ini menjadi
esensi dari banyak model deskripsi ENSO.

Prediksi seasonal ENSO dimulai pada pertengahan dekade 1980-an, ditandai


dengan munculnya model kopel atmosfir dan laut, yang dikenal dengan model
2, 6, 7
Zebiak-Cane , yang kemudian pada saat ini dikenal sebagai model LDEO.
Usaha prediksi yang lain pada decade tersebut antara lain dengan model statistika
yang terkopel8, 9, dan model laut independen 10
. Model pada 2, mengabaikan
1
mekanisme umpan balik antara laut dan atmosfir, sehingga hanya cukup baik dalam
11
memprediksi onset dari El Nino. Barnett dkk. Dalam publikasinya mendiskusikan
performa dari beberapa model dalam memprediksi El Nino 1986/87 dan
menyimpulkan bahwa kejadian tersebut telah diprediksi secara sukses beberapa
bulan sebelum kejadiannya. Melanjutkan sukses awal melalui usaha-usaha tersebut,
banyak model dengan bermacam-macam derajat kompleksitas telah dikembangkan
untuk prediksi ENSO dalam dua dekade terakhir. Pada umumnya, model-model
tersebut dapat dikategorikan dalam tiga kelompok: model statistika murni, model
hibrida statistika atmosfir fisis laut, dan model terkopel fisis laut atmosfir.
Mayoritas dari pendekatan statistika menggunakan model regresi linier yang
berbasiskan operasi matriks yang memaksimalkan kovarian dari relasi prediktor
yang dipilih terhadap prediktan 8, 9,12. Selain itu model menggunakan neural networks
nonlinier13, dan model evolusi berbasiskan metode Markov 14
juga telah
dikembangkan untuk prediksi ENSO.

Sedangkan untuk model hibrida statistika atmosfir fisis laut, medan


temperature muka laut dari model fisis laut dikopel dengan medan angin permukaan,
sebagai inti prosedur dalam model yang berbasiskan relasi statistika15,16, dengan
mengasumsikan bahwa memory/inersia dari sistem yang terkopel tersebut
sepenuhnya terkandung dalam laut, dan respon atmosfir terhadap perubahan SST
bersifat instantaneous. Dengan kata lain, asumsi ini secara garis besar berlaku
untuk ENSO apabila variabilitas atmosfir internal dengan karakteristik frekuensi
tinggi tidak dipandang penting kontribusinya terhadap fenomena ENSO.

Model terkopel fisis laut atmosfir berada pada hirarki paling atas dari
keseluruhan jenis model yang mendeskripsikan ENSO. Model tersebut bervariasi
dimulai dengan model intermediate dengan simplifikasi deskripsi fisis7,17, sampai
dengan General Circulation Model (GCM) yang terkopel18,19. Melalui berbagai usaha
dengan beragam pendekatan dan model-model, pada saat ini prediksi fenomena
ENSO dapat dilakukan. Pertanyaan selanjutnya adalah, seberapa predictable
ENSO, dan seberapa banyak adanya ruang untuk perbaikan dari model-model yang
sudah ada. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, perlu diketahui
dimana posisi kemajuan prediksi ENSO saat ini, kemudian apa yang menjadi dasar
fisis dari prediktabilitas ENSO dan terakhir bagaimana mengukur prediktabilitas.
2
Sejauh ini, ENSO telah menunjukan prediktabilitas tertinggi diantara climate
modes dari sistem iklim bumi yang telah diidentifikasi. Oleh karena ENSO memiliki
dampak yang luas, prediksi ENSO dan anomali SST Pasifik tropis menjadi basis dari
prediksi musim di dunia untuk temperature permukaan dan curah hujan.Prediksi
jangka panjang ENSO memiliki dasar interaksi laut dan atmosfir di lautan Pasifik
tropis, dengan peran yang krusial dari laut yang berubah secara perlahan (slowly-
varying) dalam interaksinya, dan sifat low-dimensionality dari sistem ini (evolusi /
variabilitas didominasi hanya oleh sejumlah kecil modes yang dominan). Dengan
demikian kunci penting dalam prediktabilitas ENSO adalah kekuatan kopel (coupling
strength) antara laut dan atmosfir pada daerah Pasifik tropis, yang menentukan
amplitudo, perioda, dan sustainabilitas ENSO 2.

B.Pokok Permasalahan

Interaksi laut dan atmosfir membentuk proses kopel di permukaan laut, yang
ditandai dengan terjadinya perpindahan energi dan masa. Perpindahan energi dan
masa dalam proses neraca energi terjadi dalam bentuk energi radiasi yang
menghasilkan energi panas dan momentum berupa friksi di permukaan.
Perpindahan energi dalam proses neraca masa terjadi dalam bentuk penguapan dan
hujan, perpindahan mineral dan gas. Gas-gas yang ada di permukaan mengabsorbsi
energi radiasi pada panjang gelombang tertentu, akibatnya terjadi peningkatan
temperatur atmosfir dan temperatur air laut. Dalam hal interaksi laut atmosfir,
hubungan antara lautan dan atmosfir terjadi dimana laut bertindak sebagai pensuplai
uap air terbesar bagi atmosfir. Penguapan terjadi akibat tidak jenuhnya atmosfir oleh
uap air serta akibat hangatnya temperatur muka laut. Sebaliknya atmosfir mensuplai
energi dan masa dalam bentuk curah hujan dan endapan yang juga melibatkan
transfer energi. Ketika permukaan laut mendingin, maka mekanisme di laut akan
meresponnya dengan menghasilkan gerak konveksi vertikal yang akan mensuplai
panas ke permukaan. Air hangat akan menyembul ke permukaan sedangkan air
dingin mengendap ke kedalaman. Proses perubahan temperatur di lautan terjadi
jauh lebih lambat daripada di atmosfir, akibatnya lautan cenderung bertahan hangat
meskipun titik nadir matahari telah menjauhi garis khatulistiwa. Sewaktu angin
bertiup di muka laut, energi di transformasikan dari angin ke permukaan laut.
Sebagian dari energi tersebut menjadi gelombang gravitasi permukaan yang

3
mengikuti pergerakan arus permukaan akibat pergerakan angin. Hal yang terakhir ini
yang menyebabkan terjadinya arus laut. Proses transfer energi yang terjadi di
permukaan laut pada dasarnya cukup kompleks, karena terkait dengan besaran
energi yang terpakai untuk proses terjadinya turbulensi dan besaran energi yang
dikonversi menjadi arus. Namun secara umum berlaku bahwa semakin kuat angin
bertiup, semakin besar friksi permukaan yang mendorong arus di bawahnya.
Pekerjaan angin yang mendorong arus laut ini disebut dengan wind stress.Peristiwa
dorongan angin terhadap arus laut lebih banyak terjadi pada skala kecil melalui
proses turbulensi. Peningkatan kecepatan arus laut dan sebaliknya lebih banyak
disebabkan oleh proses turbulensi permukaan. Turbulensi akan mendistribusikan
dan menghilangkan energi gerak dan merubahnya menjadi energi panas melalui
viskositas molekular. Hal terakhir inilah yang memberikan kontribusi terhadap suhu
muka laut. Selebihnya arus laut diatur oleh kondisi salinitas densitas, suhu dan
topograpi dasar laut.20

Suhu muka laut merupakan salah satu parameter yang merepresentasikan


iklim Indonesia. Panasnya suhu muka laut meningkatkan potensi evaporasi, yang
berkorelasi dengan curah hujan, dan sebaliknya dinginnya suhu muka laut
mengurangi potensi turunnya hujan. Indonesia menerima dampak arus yang
mengalir dari lautan Pasifik, dampak El Nino menyebabkan dinginnya lautan
Indonesia. Apabila proses dinginnya Pasifik dapat dideteksi lebih awal sebelum
mempengaruhi lautan Indonesia, bisa digunakan sebagai prediktor dan sebuah
model prediksi. Salah satu cara untuk melihat awal pendinginan di bawah laut
Pasifik adalah dengan menggunakan data TRITON buoy dari project TOGA COARE.
Tropical Ocean Global Atmosphere - Coupled Ocean Atmosphere Response
Experiment (TOGA COARE) adalah proyek untuk meneliti proses atmosfir dan laut
dari daerah Pasifik Barat yang dikenal dengan daerah Warm Pool.
Permasalahan utama yang akan dibahas pada kegiatan penelitian ini yaitu:
- Melihat lokus di buoy serta kedalaman berapa yang paling sensitive terhadap
perubahan temporal distribusi suhu muka laut di Indonesia.
- Identifikasi lead time terjauh untuk mendeteksi kedatangan dampak El Nino
paling dini.

4
C. Maksud dan Tujuan Kegiatan
Kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti dampak ENSO terhadap
iklim Indonesia yang dipresentasikan oleh suhu muka laut. Sedangkan tujuan
penelitian ini adalah untuk melihat sensitivitas lokasi dan kedalaman terhadap
perubahan temporal suhu muka laut di Indonesia, serta untuk mendeteksi
kedatangan dampak El Nino paling dini.

D.Metodologi Pelaksanaan
1 Lokus Kegiatan
Pada kegiatan penelitian ini, lokus kegiatan berada di kawasan Indonesia
(kawasan Maluku) dan kawasan Pasifik Barat.

2 Fokus Kegiatan
Fokus kegiatan penelitian ini adalah sebagai Pendukung Sains Dasar.

3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu:
a. Penyusunan tim kegiatan.
b. Pembagian tugas pekerjaan penelitian meliputi: studi literature, pengumpulan
data, pengolahan dan analisis data, penentuan lokasi buoy dan kedalaman
yang paling sensitive terhadap suhu muka laut Indonesia, serta identifikasi
lead time terjauh untuk melihat dampak El Nino paling dini.
c. Diskusi dan penyimpulan rekomendasi.

4 Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan penelitian ini adalah pembangunan sistem pemodelan
prediksi dini dampak ENSO menggunakan data buoy kawasan pasifik barat. Selain
itu juga dilakukan perjalanan dinas di wilayah yang dekat dengan kawasan pasifik
barat.

5
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

A.Tahapan Pelaksanaan Kegiatan


1.Perkembangan Kegiatan
Rincian tahapan kegiatan dibuat untuk mempermudah pelaksanaan
penelitian, untuk kemudian ditentukan pembagian tugas kepada para peneliti yang
terlibat dalam kegiatan penelitian ini. Tabel berikut merupakan rangkuman tahapan
pelaksanaan kegiatan penelitian.

Tabel 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Studi literature
2 Pengumpulan data
3 Konversi data dari format netcdf
4 Pembuatan profil 3 dimensi
Pengelompokan data berdasarkan
5
seasonality
Identifikasi lokasi dan kedalaman
6 yang sensitive terhadap perubahan
SST
Identifikasi lead time terjauh untuk
7
identikasi dampak paling dini
Validasi (menggunakan training data
8
set)
9 Evaluasi akhir seluruh kegiatan
10 Laporan

6
2 Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan
Dalam pelaksanaan penelitian ditemui beberapa kendala dan hambatan
sebagai berikut:
a. Data buoy yang lengkap dan kontinue belum tersedia.
b. Data SST Indonesia yang lengkap, kontinue, dan mempunyai resolusi
tinggi masih kurang.
c. Referensi utama penelitian masih kurang (karena masih jarang dilakukan
penelitian yang sejenis).
B.Pengelolaan Administrasi Manajerial
1. Perencanaan Anggaran
Rencana anggaran dan biaya kegiatan Model Prediksi Dini Dampak ENSO
dengan Data Buoy Pasifik Barat dengan total dana penelitian sebesar Rp.
250.000.000,00. Sesuai dengan proposal awal kegiatan dialokasikan sebesar Rp.
150.000.000,00 (60%) untuk belanja gaji dan upah, Rp. 24.000.000,00 (9,6%) untuk
belanja bahan habis pakai/ ATK, Rp. 63.500.000,00 (25,4%) dana untuk belanja
perjalanan dan sebesar Rp. 12.500.000,00 (0,5%) diperuntukkan sebagai belanja
lain-lain yang meliputi biaya rapat, sewa ruang rapat, poster dan X-banner,
percetakan/penggandaan serta penjilidan (lihat tabel 2).

a. BIAYA PERSONIL
1) Gaji dan Upah
Tabel 2. Rencana Anggaran Belanja Honor

BIAYA SATUAN
No. PELAKSANA KEGIATAN VOLUME SATUAN JUMLAH (Rp)
(Rp)

Pelaksana 150,000,000
1 - Koordinator/ Peneliti utama 1 / 35 / 8 OJ/bln 60,000 16,800,000
2 - Peneliti muda 1 / 44 / 8 OJ/bln 40,000 14,080,000
3 - Peneliti 4 / 45 / 8 OJ/bln 35,000 50,400,000
4 - Peneliti non fungsional peneliti 1 / 49 / 8 OJ/bln 30,000 11,760,000
5 - Pembantu peneliti 5 / 49 / 8 OJ/bln 20,000 39,200,000
6 - Pembantu peneliti 2 / 48 / 8 OJ/bln 20,000 15,360,000
7 - Sekretariat 1 / 1 / 8 OJ/bln 300,000 2,400,000

7
b. BIAYA NON PERSONIL
1) Belanja Habis Pakai
Tabel 3. Rencana Anggaran Belanja Habis Pakai
BIAYA
JUMLAH
No. URAIAN VOLUME SATUAN SATUAN
BIAYA (Rp)
(Rp)

1 Belanja Bahan 24,000,000


- Bahan/ATK 6 Paket 4,000,000 24,000,000

2). Perjalanan

Tabel 4. Rencana Anggaran Belanja Perjalanan


BIAYA
JUMLAH
No. TUJUAN VOLUME SATUAN SATUAN
BIAYA (Rp)
(Rp)

Belanja Perjalanan 63,500,000

1 - Jakarta - Maluku 3 Paket 26,915,000


2 - Jakarta - Manado 3 Paket 24,385,000
3 - Jakarta -Tangerang 11 Paket 12,200,000

3). Lain-lain
Tabel 5. Rencana Anggaran Belanja Lain-lain
BIAYA
JUMLAH
No. URAIAN VOLUME SATUAN SATUAN
BIAYA (Rp)
(Rp)

Belanja Lain-lain 12,500,000

1 - Biaya rapat 2 Paket 600,000 1,200,000


2 - Konsinyering (Rapat Fullboard) 1 Paket 2,000,000 6,800,000
- Pencetakan dan penggandaan
3 laporan 2 Paket 1,500,000 3,000,000
4 - Penjilidan 10 Eks 100,000 1,000,000
5 - Poster dan X-banner 4 Buah 125,000 500,000

2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran


Pencairan dana penelitian tahap I sebesar 30%, yaitu sebesar Rp.
66.818.182,00 karena dikurangi pajak sekitar 11% dari dana seharusnya Rp.
75.000.000,00, hal ini disebabkan BMKG belum berhasil mendapatkan surat
keterangan penegasan tidak dipungut pajak yang seharusnya dikeluarkan oleh
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kemayoran dan dijadikan lampiran dalam

8
berkas penagihan pencairan dana tahap I. Pada pencairan dana tahap II BMKG
sudah melampirkan surat keterangan penegasan tidak dipungut pajak pada saat
penagihan termin II sehingga dana yang diterima 50% dari total dana penelitian
yaitu sebesar Rp. 125.000.000,00

Dengan total dana termin I dan II tersebut sebesar Rp. 191.818.182,00,


dilakukan pengelolaan anggaran yang realisasinya sebagai berikut :

a. Belanja honor
Belanja honor bulan Februari, Maret, April, Mei, dan Juni sebesar Rp.
89.175.000,00 atau sebesar 46,49% dari total penyerapan anggaran Tahap I
dan II.

b. Belanja bahan habis pakai


Pembelian lima paket ATK, sebesar Rp. 18.290.250,00 atau sebesar 9,54%
dari total penyerapan anggaran Tahap I dan II.

c. Belanja perjalanan dinas


Total perjalanan dinas ke Ambon 3 orang, ke Manado 3 orang, dan
perjalanan konsinyering ke Tangerang 11 orang sejumlah Rp. 63.420.000,00
atau sebesar 33,06% dari total penyerapan anggaran Tahap I dan II.

d. Belanja lain-lain
Belanja lain-lain berupa rapat, konsinyering serta penggandaan dan penjilidan
total sebesar Rp. 8.543.950,00 atau sebesar 4,45% dari total penyerapan
anggaran Tahap I dan II.

Total penyerapan anggaran untuk Tahap I dan II adalah sebesar Rp.


179.429.200,00 atau telah terserap sebesar 93,54% dari pagu dana Tahap I dan II.
Untuk dana tahap III direncanakan untuk pembayaran honor bulan Juli, Agustus, dan
September, pembelian satu paket ATK dan belanja lain-lain (pembuatan poster atau
X-banner, penjilidan dan penggandaan laporan). Secara rinci penyerapan anggaran
tahap I, II dan III ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

9
Tabel 6. Realisasi Penyerapan Anggaran Tahap I dan II

Persentase
berdasarkan
Realisasi Tahap I
Uraian Kegiatan Pagu Tahap I dan II Realisasi Tahap I Realisasi Tahap II total pagu
dan II
Tahap I dan
II
1. Belanja Honor Rp. 93.575.000 Rp. 33.300.000,00 Rp. 55.875.000 Rp. 89.175.000 46.49%

2. Belanja Bahan Habis Rp. 24.400.000 Rp. 9.599.150,00 Rp. 8.691.100 Rp. 18.290.250 9.54%
Pakai
3. Belanja Perjalanan Rp. 64.563.182 Rp. 28.835.000,00 Rp.34.585.000 Rp. 63.420.000 33.06%

4. Belanja lain-lain Rp. 9.280.000 Rp. 1.200.000,00 Rp. 7.343.950 Rp. 8.543.950 4.45%

Total Rp. 191.818.182 Rp. 72.934.150,00 Rp. 106.495.050 Rp. 179.429.200 93.54%

Tabel 7. Rencana Realisasi Anggaran sampai dengan Tahap III

Uraian Kegiatan Pagu Rencana Realisasi

1. Belanja Honor Rp. 143.575.000 Rp. 145.050.000


2. Belanja Bahan Habis Pakai Rp. 24.400.000 Rp. 23.190.000
3. Belanja Perjalanan Rp. 64.563.182 Rp. 63.420.000
4. Belanja lain-lain Rp. 9.280.000 Rp. 10.157.932
Total Rp. 241.818.182 Rp. 241.818.182

3.Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset


Penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan aset tidak berwujud yang
merupakan output penelitian berupa model sistem prediksi dini dampak ENSO
terhadap variabilitas iklim di Indonesia khususnya di wilayah yang terpengaruh kuat
oleh kejadian tersebut, aset berupa model ini akan diimplementasikan untuk
mendukung kegiatan operasional BMKG.

4.Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial


Tidak ditemui adanya kendala dan hambatan dalam pengelolaan administrasi
manajerial pada penelitian ini.

10
BAB III
METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA

A. Metode Pencapaian Target Kinerja


1. Kerangka-Rancangan Metode Penelitian
Data
Data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data sub-surface dari TRITON buoy yang diakses melalui website;
http://www.pmel.noaa.gov/tao/data_deliv/deliv.html. Series data harian dari
Januari 1979 sampai Desember 2012, sedangkan format data dalam bentuk
NetCDF (4-byte, CF time). Untuk lokasi data sub-surface TRITON buoy di
kawasan Pasifik berada pada koordinat 9o LU 8o LS dan 137o BT 95o BB
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Ilustrasi lokasi TRITON buoy di lautan Pasifik.

11
Gambar 2. Ilustrasi ketersediaan data temperature sub surface

2. Data temperature muka laut Indonesia (Gambar 3). Data yang akan digunakan
adalah data temperature muka laut pada model prediksi SST yang telah
operasional dan diolah pada server Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara-
BMKG dengan alamat http://192.168.8.48. Data pada model prediksi tersebut
bersumber dari sensor MODIS dari satelit Terra (http://podaac.jpl.nasa.gov/).
Wilayah yang diambil adalah wilayah Maluku dengan koordinat: 5 LS 5.75 LU;
125 133.25 BT (Gambar 4).

Gambar 3. Ilustrasi data suhu permukaan laut Indonesia.

12
Gambar 4. SST Wilayah Maluku

3. Indeks Nino 3.4. Perhitungan Indeks Nino3.4 menggunakan dataset Optimal


Interpolated Sea Surface Temperature (OISST) dengan luasan grid 180 x360)
dan resolusi waktu rat-rata mingguan. Periode data adalah tahun 1981-1989 dan
tahun 1990 hingga saat ini, dengan format waktu: jumlah hari sejak 01/01/1800.

Metode
Metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari beberapa
langkah, sebagai berikut:

a. Studi literature
Studi literature dimaksudkan untuk mengumpulkan, mengetahui, dan
mempelajari literature yang terkait dengan tema kegiatan yang berasal
dari berbagai sumber, seperti jurnal ilmiah, buku, dan internet.
b. Pengumpulan data;
- Download data sub surface dari TRITON buoy dari website
www.pmel.noaa.gov/tao, data suhu permukaan laut dari server
http://192.168.8.48 dengan sumber data dari sensor MODIS satelit
Terra dan perhitungan indeks Nino 3.4.

13
- Pengumpulan data dan informasi iklim lokal, pengecekan data buoy
dan data iklim laut di lokasi Indonesia yang berdekatan dengan wilayah
Pasifik Barat (Maluku & Halmahera).

c. Konversi data format netcdf


Data temperature sub surface yang di download, masih dalam bentuk
format netcdf. Sehingga, untuk melakukan pengolahan data lanjutan
dibutuhkan proses konversi data tersebut menjadi data numerik, yang
selanjutnya menjadi input model pada program Matlab.
d. Pembuatan profil tiga dimensi subsurface untuk temperature sub surface
di Kawasan Pasifik Barat.

Pembuatan profil tiga dimensi subsurface temperatur dilakukan dengan


menggunakan software matlab dengan metode interpolasi tetrahedral mesh. Secara
spesifik menggunakan teknik irregularly spaced nodes (grid), dapat dilihat pada
Gambar 5. Alasan penggunakan metode tersebut karena lokasi titik pengamatan
buoy tidak seragam ( jarak satu dengan lainnya tidak sama).

Interpolasi 3D: Tetrahedral mesh

Uniformly spaced nodes (grid)

Irregularly spaced nodes (grid)

Gambar 5. Ilustrasi metode interpolasi 3D Tetrahedral mesh.

14
e. Pengelompokan data berdasarkan seasonality
f. Penghitungan nilai korelasi dan signifikansi antara indeks Nino 3.4 dengan
data suhu subsurface dari buoy TRITON Pasifik Barat dan nilai korelansi
dan signifikansi antara indeks anomaly SST Wilayah Maluku dengan data
subsurface dari buoy TRITON Pasifik Barat. Rumus penghitungan nilai
korelasi sebagai berikut:

g. Penentuan lokus buoy dan kedalaman yang paling sensitive terhadap


suhu muka laut Indonesia menggunakan optimal extrapolation method.
Identifikasi ini merupakan langkah untuk mengetahui wilayah wilayah di
perairan Indonesia yang terkena dampak ENSO paling kuat hingga paling
lemah. Selain itu, juga dilakukan identifikasi kedalaman yang paling
terkena dampak kuat atau lemah terhadap perubahan suhu muka laut.
h. Identifikasi lead time terjauh untuk melihat dampak El Nino paling dini.
Identifikasi lead time terjauh ditujukan untuk mengetahui waktu tercepat
hingga terlama dampak ENSO paling dini terhadap wilayah Indonesia
apakah skala harian, dasarian, mingguan, bulanan atau musiman.

Metode optimal extrapolation


Observasi data set dari data TRITON buoy dan data SST lautan Indonesia
memiliki dimensionalitas yang berbeda. Data TRITON buoy bersifat diskrit,
sedangkan data SST lautan Indonesia tersedia dalam bentuk grid. Untuk
menentukan relasi antara dua variabel yang memiliki dimensionalitas yang berbeda,
diperlukan metoda proyeksi yang memetakan data dari suatu subruang (subspace)
data ke subruang yang lainnya. Proses pemetaan ini pada dasarnya menentukan
best fit dari sistem yang over determined. Misalkan vector y merepresentasikan
koleksi data SST, dan matriks A merepresentasikan koleksi data TRITON buoy.
Maka optimal extrapolation data SST dan data buoy didapat dengan mencari vector
yang meminimalkan problem berikut:

15
dimana dapat ditunjukkan bahwa yang meminimalkan problem diatas dipenuhi
pada kondisi berikut:

atau

Perhitungan Indeks Nino 3.4


Perhitungan Indeks Nino 3.4 didasarkan pada perhitungan moving average
tiga bulanan dari rata-rata anomali Suhu Muka Laut (SST) di wilayah Nino 3.4,
dengan ilustrasi perhitungan sebagai berikut (Gambar 6).
Wilayah Nino 3.4; =[-5LS, -5LN] x [120BT,170BB]

Gambar 6. Ilustrasi Indeks Nino 3.4

16
2. Indikator Keberhasilan Pencapaian
Keberhasilan pencapaian target kinerja kegiatan peneltian ini didasarkan
pada indikator-indikator sebagai berikut:
- Diperoleh profil tiga dimensi subsurface temperatur menggunakan software
matlab dengan metode interpolasi tetrahedral mesh. Secara spesifik
menggunakan teknik irregularly spaced nodes (grid).
- Diperoleh model untuk menghitung korelasi antara data indeks nino3.4
dengan data suhu subsurface.
- Diketahui lokus buoy serta kedalaman yang paling sensitive terhadap
perubahan temporal distribusi suhu muka laut di Indonesia.
- Diketahui lead time terjauh untuk mendeteksi kedatangan dampak El Nino
paling dini.

3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian


3.1 Hasil Pelaksanaan Penelitian
Perjalanan Dinas
Pada kegiatan penelitian ini, juga dilakukan perjalanan dinas ke wilayah
wilayah yang berdekatan dengan kawasan Pasifik Barat untuk mengetahui sejauh
mana pengamatan dampak ENSO di wilayah tersebut termasuk Suhu Permukaan
Laut, dan untuk mengetahui kondisi cuaca/iklim lokal terkait dengan kejadian ENSO
hasil pengamatan UPT BMKG daerah setempat. Lokasi perjalanan dinas tersebut
yaitu Maluku dan Manado.
1. Maluku
Di wilayah Maluku, perjalanan dilakukan ke Stasiun Meteorologi Pattimura di
Ambon dan Stasiun Klimatologi Kairatu. Perjalanan dinas bertujuan untuk
mengumpulkan data dan informasi iklim lokal hasil pengamatan kedua stasiun
tersebut. Lokasi kepulauan Maluku dipilih atas pertimbangan kedekatannya dengan
wilayah Pasifik Barat dan diduga terpengaruh kuat terhadap dampak ENSO.
Perjalanan dinas tersebut dilakukan selama 3 (tiga) hari, pada tanggal : 26 April 28
April 2012. Berdasarkan hasil diskusi dengan stasiun iklim di wilayah Maluku secara
garis besar diperoleh beberapa informasi terkait kondisi iklim lokal Maluku, sebagai
berikut:
- Di wilayah Maluku, belum ada stasiun maritim yang ditujukan untuk
pemantauan cuaca dan iklim maritim di wilayah Maluku.
17
- Kondisi radar belum bisa dimanfaatkan secara maksimal sehingga informasi
yang dihasilkan dari radar juga belum maksimal untuk dapat digunakan
sebagai sumber data tambahan dalam pemantauan cuaca.
- Pemantauan ENSO dan parameter iklim laut belum tersedia, sehingga belum
bisa diketahui kejadian ENSO yang berpengaruh terhadap variabilitas iklim di
Maluku. Atas dasar ini, sistem prediksi ENSO sangat dibutuhkan.

2. Manado
Perjalanan dinas ke Manado ditujukan untuk melakukan pengumpulan data
SST di wilayah Manado sebagai bahan perbandingan dalam perhitungan korelasi
sederhana antara data subsurface dengan SST di wilayah tersebut. Kegiatan
dilakukan selama 3 (tiga) hari pada tanggal 6 8 Agustus 2012 di Stasiun
Meteorologi Klas II Sam Ratulangi- Manado dan Stasiun Meteorologi Maritim Klas II
Bitung. Secara garis besar informasi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Di Wilayah Manado pengamatan SST masih menggunakan metoda manual,
dimana setiap hari akan ada staf yang datang ke tepi laut untuk mengukur
SST dengan Termometer.
Termometer dicelupkan ke laut menggunakan tali yang diikatkan ke
Termometer tersebut. Pada awalnya panjang tali hanya 1 meter tetapi
kemudian ditambah menjadi 3 meter dengan lama pencelupan 3 menit.
Data SST tersebut di inventarisir dan dilaporkan ke Bina Operasi Maritim
Pusat setiap bulannya.
Data SST yang tersedia hanya 1 tahun, yaitu data tahun 2011.
Stasiun Maritim di Manado sangat berharap jika ada penelitian mengenai data
SST Indonesia real time dengan suatu model tertentu, sehingga dapat
menggantikan metode manual yang dianggap sangat tidak efisien, mengingat
jika cuaca buruk maka proses pengamatan akan terganggu.

18
3.2 Hasil Analisis Dampak ENSO
3.2.1.Profil tiga dimensi suhu subsurface
Profil tiga dimensi suhu subsurface pada kawasan Pasifik Barat
(9 LU - 8 LS, 137 BT 95 BB) pada kedalaman 1 hingga 500 meter, ditunjukan
pada Gambar 7-9.

Gambar 7. Profil temperatur subsurface pada garis Bujur yang sama

Gambar 8. Profil temperatur subsurface pada garis lintang yang sama (2.5LS).

19
Gambar 9. Profil temperatur subsurface pada kedalaman yang sama.

Profil tiga dimensi temperatur subsurface menunjukkan profil penurunan


temperatur air laut dengan bertambah kedalaman. Dari profil tersebut, dicari lokasi
dimana perubahan suhu secara vertikal berubah paling cepat (gradien suhu berubah
tajam). Lokasi tersebut ditetapkan sebagai thermocline, yaitu lokasi (kedalaman) di
dalam laut dimana laju penurunan temperatur terhadap kedalaman adalah yang
paling maksimum. Garis thermocline tidak sejajar dengan kedalaman namun
berbentuk kubah (Lihat Gambar 10). Hal ini menunjukkan daerah Warm Pool di
Lautan Pasifik Barat.

Gambar 10. Garis thermocline

20
3.2.2 Signifikansi antara data indeks nino3.4 dengan data suhu subsurface
Gambar 11 menunjukkan identifikasi Lokasi Buoy (60 Lokasi Buoy)
yang berpengaruh terhadap Indeks Nino 3.4 di berbagai kedalaman (0- >500meter )
serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan. Artinya, posisi 60 lokasi buoy yang
memiliki pengaruh yang signifikan dengan indeks Nino 3.4 serta memiliki konsistensi
lag 0 s.d 5 bulan dapat direspon dengan baik dan dapat dijadikan acuan jika terjadi
perubahan temperatur di daerah Nino3.4. Hasil yang lebih detail ditunjukkan dalam
lampiran yang menggambarkan identifikasi posisi buoy dalam tiap kategori
kedalaman buoy (Lampiran 4). Kedalaman buoy dibagi kedalam 10 klasifikasi
kedalaman (Tabel 8).

Tabel.8. Klasifikasi kedalaman buoy yang dibagi dalam rentang kedalaman

Total semua kedalaman

= 1-50 = 201-250

= 51-75 = 251-300

= 76-100 = 301-400

= 101-150 =401-500

= 151-200 = >500

Gambar 11. Identifikasi Lokasi Buoy (60 Lokasi Buoy) terhadap Indeks Nino 3.4 di berbagai
kedalaman (0 s.d > 500 m) serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan

21
Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa kedalaman 1-50 m
merupakan kedalaman dengan pengaruh yang kuat dibanding kedalaman lainnya.
Hal ini terjadi karena kedalaman 1-50 m merupakan bagian dekat permukaan laut
sehingga pengaruh dengan atmosfer sangat kuat (Gambar 12).

Gambar 12. Identifikasi Lokasi Buoy (39 Lokasi Buoy) yang signifikan (99%) terhadap
Indeks Nino 3.4 di kedalaman 1-50 m serta memiliki konsistensi lag sampai 5
bulan

Lokasi Buoy 5n147e


750
1-p
< 0.80
0.80 - 0.90
0.90 - 0.95
0.95 - 0.99
> 0.99
500
Kedalaman (m)

300
250
200
150
125
100
75
50
25
1
0 1 2 3 4 5
Lag Time (Bulan)

Gambar 13. Identifikasi lokasi Buoy 5N-147E yang signifikan (99%) terhadap Indeks Nino
3.4 di kedalaman 0-750 m serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan

22
Identifikasi pada tiap lokasi buoy dengan mengkorelasikan temperatur pada
tiap kedalaman dengan Indeks Nino3.4 telah dilakukan untuk melihat dan
menemukan kedalaman yang paling kuat seperti yang ditunjukkan Gambar 12.
Salah satu contoh hasilnya adalah Gambar 13 yang merupakan lokasi buoy dengan
posisi 5N 147 E. Analisis terhadap Gambar 13 menunjukkan bahwa pengaruh yang
signifikan terjadi pada kedalaman 200 meter sampai dengan permukaan laut dengan
lag yang kosisten sampai lag 5 bulan.Lokasi kedalaman temperatur yang memiliki
pengaruh signifikansi bervariasi pada tiap-tiap lokasi buoy.

3.2.3 Hasil Analisis Dampak ENSO terhadap Suhu Muka Laut Maluku

Selanjutnya dilakukan analisis korelasi dan signifikansi antara temperatur


pada tiap kedalaman lokasi buoy dengan temperatur di daerah yang didefinisikan
atau dipilih yaitu dalam contoh kasus ini adalah Maluku ( 5 LS 5.75 LU; 125
133.25 BT, Gambar 14). Hasilnya ditunjukkan Gambar 14 untuk keseluruhan
kedalaman temperatur.

Gambar 14. Identifikasi Lokasi Buoy (67 Lokasi Buoy) terhadap SST Maluku di berbagai
kedalaman (0 s.d > 500 m) serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan

23
Gambar 15. Identifikasi Lokasi Buoy (41 Lokasi Buoy) yang signifikan (99%) terhadap SST
Maluku di kedalaman (51-75 m) serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan

Analisis menunjukkan bahwa lokasi buoy yang berjumlah 67 memiliki


pengaruh yang sangat signifikan dengan konsistensi lag sampai 5 bulan bervariasi
pada tiap kedalaman. Kedalaman temperatur pada tiap buoy bervariasi dengan
kedalaman yang paling signifikan terjadi pada kedalaman 51-75 m (Gambar 15).
Gambar 15 menunjukkan lokasi buoy mana saja dengan kedalaman 51-75 memiliki
pengaruh yang sangat kuat dengan SST di sekitar Pulau Maluku.

Lokasi Buoy 8n137e


750
1-p
< 0,80
0,80 - 0,90
600 0,90 - 0,95
0,95 - 0,99
> 0,99
500
Kedalaman (m)

400

300

200

100
50
25
1
0 1 2 3 4 5
Lag Time (Bulan)

Gambar 16. Identifikasi Lokasi Buoy 8N 137 E yang signifikan (99%) terhadap SST Maluku
di berbagai kedalaman (0 -750 m) serta memiliki konsistensi lag sampai 5
bulan

24
Salah satu contoh hubungan pengaruh pada tiap kedalaman di suatu lokasi
buoy tertentu (8N 137 E) ditampilkan dalam Gambar 16. Dalam Gambar 16 tersebut
terlihat bahwa pengaruh yang signifikan terjadi pada kedalaman sampai 300 meter
dengan lag yang konsisten dari 0-5 bulan. Artinya bahwa lokasi buoy pada posisi
tersebut memiliki pengaruh yang kuat antara temperatur pada kedalaman 0-300m
dengan SST di Maluku.

B. Potensi Pengembangan Ke Depan

1.Kerangka Pengembangan Ke Depan

Rencana pengembangan penelitian ini di masa depan antara lain hasil


penelitian ini akan dijadikan sebagai bahan rekomendasi pemasangan buoy sistem
peringatan dini di wilayah perairan Indonesia, terutama di ujung batas Pasifik Barat.
Selain itu, akan dilakukan analisis lanjutan untuk Cold Surge (Seruak Dingin) di
wilayah Laut Cina Selatan yang juga berpengaruh terhadap variabilitas iklim di
Indonesia.

2.Strategi Pengembangan Ke Depan


Untuk strategi pengembangan kegiatan ke depan, model diimplementasikan
untuk menunjang kegiatan operasional BMKG, dan dilakukan diseminasi hasil
penelitian melalui website BMKG. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian lanjutan
terkait dengan rekomendasi pemasangan buoy untuk sistem peringatan dini iklim
dan analisis lanjutan untuk cold surge (seruak dingin).

3.Rekomendasi
Menggunakan model prediksi dampak ENSO untuk memprediksi kejadian
ENSO di Indonesia dengan mempertimbangkan posisi dan kedalaman buoy di
Pasifik Barat. Posisi buoy yang dapat digunakan relatif banyak tetapi kedalaman
yang sesuai untuk model prediksi sangat sedikit oleh karena itu peningkatan
kemampuan model harus terus ditingkatkan.

25
BAB IV
SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN

A.Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program


1.Kerangka Sinergi Koordinasi
Penelitian ini dilaksanakan secara intern di dalam kelembagaan Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Data-data yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan data open source yang dapat didownload secara free (data
temperature sub surface), dan menggunakan data yang telah operasional di dalam
server PIKU-BMKG (Data SST). Oleh karena itu tidak dilakukan koordinasi dengan
lembaga lain dalam pembangunan model prediksi ini. Namun, hasil model prediksi
yang dibangun, dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan operasional BMKG
dan memperkuat data dukung informasi dan prediksi ENSO dan SST. Selain itu,
hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh lembaga lembaga terkait, seperti
universitas, Kementerian Perikanan dan Kelautan, BMKG daerah, dan sebagainya.
Strategi pelaksanaan koordinasi dalam kelembagaan dapat dilakukan melalui
pelaksanaan rapat dan pertemuan ilmiah guna mendapatkan masukan terhadap
hasil penelitian dan sinkronisasi hasil penelitian untuk pemanfaatannya dalam
operasional meteorologi dan klimatologi (terutama untuk Climate Early Warning
System)

2.Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi


Keberhasilan sinergi koordinasi di dalam kelembagaan BMKG dapat diukur
dengan pemanfaatan hasil penelitian untuk menunjang kegiatan operasional BMKG
dalam hal prediksi dini dampak ENSO di wilayah Indonesia.

3.Perkembangan Sinergi Koordinasi


Sinergi koordinasi dalam kelembagaan belum menjadi bagian dalam kegiatan
penelitian ini. Sinergi koordinasi dapat dilakukan setelah diperoleh hasil penelitian
yang telah tervalidasi.

26
B.Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
1.Kerangka dan Strategi Pemanfaatan
Output yang dihasilkan dari kegiatan penelitian ini yaitu terbentuknya model
prediksi dini dampak ENSO terhadap variabilitas iklim di Indonesia khususnya di
wilayah yang terpengaruh kuat terhadap kejadian tersebut, diharapkan model yang
akan dibangun mampu mendeteksi kejadian El-Nino dan La Nina lebih dini,
sehingga dampak kejadian tersebut juga dapat diketahui lebih dini. Informasi dini
tersebut sangat bermanfaat dalam penentuan awal musim hujan dan kemarau,
kejadian banjir dan kekeringan di wilayah Indonesia dimana kejadian La Nina
membawa dampak wilayah Indonesia menjadi lebih basah dan sebaliknya menjadi
lebih kering ketika El nino lebih kuat. Kejadian El nino atau La Nina secara tidak
langsung juga berdampak pada sektor pertanian dimana faktor air sangat berperan
untuk produktivitas pertanian. Selain itu sektor lain yang juga berpengaruh terhadap
kejadian El Nino adalah sektor kehutanan dimana El Nino mampu memicu
kebakaran hutan terutama di hutan yang mudah terbakar seperti hutan gambut.
Manfaat lain yang dapat diperoleh dari kegiatan ini yaitu model dapat
digunakan untuk membantu kegiatan operasional BMKG dalam pemantauan ENSO
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi variabilitas iklim di Indonesia.
Dalam rangka pemanfaatan hasil kegiatan penelitian ini, model akan
digunakan untuk mendeteksi lebih dini kejadian ENSO melalui analisis pantauan
kejadian ENSO menggunakan data SST yang telah operasional pada server PIKU
(Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara). Hasil ini akan dimanfaatkan untuk
menunjang kegiatan operasional BMKG dalam pemantauan ENSO.

2.Indikator Keberhasilan Pemanfaatan


Indikator keberhasilan hasil kegiatan penelitian adalah diperolehnya informasi
dini kejadian ENSO di wilayah pasifik barat dimana dampaknya berpengaruh
terhadap variabilitas iklim di Indonesia. Selain itu juga, dampak kejadian ENSO
seperti kekeringan dan kebakaran hutan dapat diketahui lebih awal.

3.Perkembangan Pemanfaatan
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menunjang tugas operasional
BMKG dalam mendeteksi kejadian El-Nino atau La-Nina sebagai salah satu indikator
penentuan musim hujan dan musim kemarau.
27
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran
Rincian pelaksanaan kegiatan telah dilakukan sesuai dengan tahapan
kegiatan menurut pembagian kerja yang sudah dilaksanakan oleh para
peneliti yang terlibat dalam penelitian ini. Realisasi anggaran sampai
dengan Tahap II telah mencapai 93,54% dari total anggaran Tahap I dan II.
Tidak ada kendala dan hambatan dalam pengelolaan administrasi
manajerial dalam penelitian ini.

2. Metode Pencapaian Target Kinerja


Metode pencapaian target kinerja telah dilakukan sesuai dengan
metode yang direncanakan pada awal kegiatan. Target kinerja telah
tercapai dengan hasil sebagai berikut :
a. Profil tiga dimensi suhu subsurface pada kawasan Pasifik Barat (9LU -
8LS, 137 BT 95BB) pada kedalaman 1 hingga 500 meter.
b. Pembangunan model dengan software matlab untuk menghitung
korelasi dan pengaruh signifikansi antara data indeks nino3.4 dengan
data suhu subsurface serta data indeks SST Indonesia dengan data
suhu subsurface.
c. Lokus buoy serta kedalaman yang paling sensitive terhadap
perubahan temporal distribusi suhu muka laut di Indonesia.
d. Lead time terjauh untuk mendeteksi kedatangan dampak El Nino
paling dini.
e. Rekomendasi lokasi penempatan buoy di wilayah Indonesia untuk
deteksi dini kedatangan ENSO.

3. Potensi Pengembangan Ke Depan


Pengembangan penelitian ini di masa depan yaitu sebagai bahan
rekomendasi pemasangan buoy sistem peringatan dini di wilayah perairan
Indonesia dan analisis lanjutan untuk Cold Surge (Seruak Dingin) di

28
wilayah Laut Cina Selatan yang juga berpengaruh terhadap variabilitas
iklim di Indonesia.

4. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program


Sinergi koordinasi dilakukan setelah diperoleh hasil penelitian yang
telah tervalidasi. Aset yang dihasilkan akan digunakan untuk mendukung
kegiatan operasional BMKG.

5. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa


Model digunakan untuk mendeteksi lebih dini kejadian ENSO dalam
rangka menunjang kegiatan operasional BMKG dalam pemantauan
ENSO.

B. Saran
1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan
Agar pemanfaatan hasil kegiatan ini bisa lebih berlanjut maka
disarankan lebih menyempurnakan hasil penelitian ini dengan melakukan
penelitian lanjutan untuk Cold Surge (Seruak Dingin) di wilayah Laut Cina
Selatan yang juga berpengaruh terhadap variabilitas iklim di Indonesia.

2. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek


Sangat diharapkan keberlanjutan dukungan sarana dan prasarana
terhadap program riset di tahun mendatang untuk mengembangkan
penelitian lebih lanjut mengenai model prediksi dini dampak ENSO.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. M.A. Cane, The evolution of El Nino, past and future, Earth Planet. Sci. Lett.
164 (2004) 110.

2. S.E. Zebiak, M.A. Cane, A model El Nino-Southern oscillation, Mon. Wea.


Rev. 115 (1987) 22622278.

3. D.S. Battisti, A.C. Hirst, Interannual variability in a tropical atmosphereocean


model: influence of the basic state, ocean geometry,and nonlinearity, J.
Atmos. Sci. 46 (1989) 16871712.

4. M.A. Cane, M. Munnich, S.E. Zebiak, A study of self-excited oscillations of the


tropical oceanatmosphere system. Part 1: linear analysis, J. Atmos. Sci. 47
(1990) 15621577.

5. F.F. Jin, An equatorial ocean recharge paradigm for ENSO. Part I: conceptual
model, J. Atmos. Sci. 54 (1997) 811829.

6. M.A. Cane, S.E. Zebiak, A theory for El Nino and the Southern oscillation,
Science 228 (1985) 10851087.

7. M.A. Cane, S.E. Zebiak, S.C. Dolan, Experimental forecasts of El Nino,


Nature 321 (1986) 827832.

8. N.E. Graham, J. Michaelsen, T.P. Barnett, An investigation of the El Nino-


Southern oscillation cycle with statistical models. 2. Model results, J.
Geophys. Res. 92 (1987) 1427114289.

9. J.S. Xu, H. Storch, Principal oscillation patterns prediction of the state of


ENSO, J. Clim. 3 (1990) 13161329.

10. M. Inoue, J.J. OBrien, A forecasting model for the onset of El Nino, Mon.
Wea. Rev. 112 (1984) 23262337.
11. T.P. Barnett, N.E. Graham, N.A. Cane, S.E. Zebiak, S.C. Dolan, J.J. OBrien,
D.M. Legeler, On the prediction of the El Nino of 19861987, Science 241
(1988) 192196.

12. A.G. Barnston, C.F. Ropelewski, Prediction of ENSO episodes using


canonical correlation analysis, J. Clim. 5 (1992) 13161345.

13. F.T. Tang, W.W. Hsieh, B. Tang, Forecasting the equatorial Pacific sea
surface temperature by neural network models, Clim. Dyn. 13 (1997) 135
147.

30
14. Y. Xue, A. Leetmaa, M. Ji, ENSO prediction with Markov models: the impact
of sea level, J. Clim. 13 (2000) 849871.

15. T.P. Barnett, M. Latif, N.E. Graham, M. Flugel, S. Pazan, W. White, ENSO
and ENSO-related predictability, I, Prediction of equatorial Pacific sea surface
temperature with a hybrid coupled oceanatmosphere model, J. Clim. 6
(1993) 15451566.

16. J.D. Neelin, A hybrid coupled general circulation model for El Nino studies, J.
Atmos. Sci. 47 (1990) 674693.

17. R. Kleeman, A simple model of the atmospheric response to ENSO sea


surface temperature anomalies, J. Atmos. Sci. 48 (1991) 318.

18. M. Ji, A. Kumar, A. Leetmaa, An experimental coupled forecast system at the


National Meteorological Center: some early results, Tellus 46A (1994) 398
418.

19. B.P. Kirtman, J. Shukla, B. Huang, Z. Zhu, E.K. Schneider, Multiseasonal


predictions with a coupled tropical ocean global atmosphere system, Mon.
Wea. Rev. 125 (1997) 789808.

20. Arifian, Jon. 2008. Variabilitas Thermohaline dan Arus Laut di Jalur Arlindo dan
Hubungannya dengan El-Nio Southern Oscillation (ENSO). Thesis. Program Pasca
Sarjana Ilmu Kelautan. Universitas Indonesia.

31

Anda mungkin juga menyukai