PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO) adalah peristiwa anomaly
pemanasan laut pasifik katulistiwa bagian timur, yang kemunculannya setiap
beberapa tahun sekali dan dinamakan sebagai El Nino oleh nelayan-nelayan dari
Peru. Fenomena ini menjadi perhatian besar para saintis pada beberapa dekade
belakangan ini karena dampaknya yang bersifat global. Kejadian tahun 1997/98, El
Nino dengan intensitas kuat mengakibatkan banjir yang katastropik di pesisir Peru
dan Ekuador, dan kekeringan di Peru, Bolivia, Brazil, Indonesia, dan Australia.
Kebakaran hutan terjadi sebagai akibat sampingan dari kekeringan berkepanjangan,
menyebarkan asap tebal di Asia Tenggara, dan berdampak pada sector aviasi
dengan ditutupnya bandara di Indonesia, Singapura dan Malaysia 1. Kejadian El
Nino 1997/98 juga memicu lonjakan interest riset mengenai fenomena El Nino.
Model terkopel fisis laut atmosfir berada pada hirarki paling atas dari
keseluruhan jenis model yang mendeskripsikan ENSO. Model tersebut bervariasi
dimulai dengan model intermediate dengan simplifikasi deskripsi fisis7,17, sampai
dengan General Circulation Model (GCM) yang terkopel18,19. Melalui berbagai usaha
dengan beragam pendekatan dan model-model, pada saat ini prediksi fenomena
ENSO dapat dilakukan. Pertanyaan selanjutnya adalah, seberapa predictable
ENSO, dan seberapa banyak adanya ruang untuk perbaikan dari model-model yang
sudah ada. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, perlu diketahui
dimana posisi kemajuan prediksi ENSO saat ini, kemudian apa yang menjadi dasar
fisis dari prediktabilitas ENSO dan terakhir bagaimana mengukur prediktabilitas.
2
Sejauh ini, ENSO telah menunjukan prediktabilitas tertinggi diantara climate
modes dari sistem iklim bumi yang telah diidentifikasi. Oleh karena ENSO memiliki
dampak yang luas, prediksi ENSO dan anomali SST Pasifik tropis menjadi basis dari
prediksi musim di dunia untuk temperature permukaan dan curah hujan.Prediksi
jangka panjang ENSO memiliki dasar interaksi laut dan atmosfir di lautan Pasifik
tropis, dengan peran yang krusial dari laut yang berubah secara perlahan (slowly-
varying) dalam interaksinya, dan sifat low-dimensionality dari sistem ini (evolusi /
variabilitas didominasi hanya oleh sejumlah kecil modes yang dominan). Dengan
demikian kunci penting dalam prediktabilitas ENSO adalah kekuatan kopel (coupling
strength) antara laut dan atmosfir pada daerah Pasifik tropis, yang menentukan
amplitudo, perioda, dan sustainabilitas ENSO 2.
B.Pokok Permasalahan
Interaksi laut dan atmosfir membentuk proses kopel di permukaan laut, yang
ditandai dengan terjadinya perpindahan energi dan masa. Perpindahan energi dan
masa dalam proses neraca energi terjadi dalam bentuk energi radiasi yang
menghasilkan energi panas dan momentum berupa friksi di permukaan.
Perpindahan energi dalam proses neraca masa terjadi dalam bentuk penguapan dan
hujan, perpindahan mineral dan gas. Gas-gas yang ada di permukaan mengabsorbsi
energi radiasi pada panjang gelombang tertentu, akibatnya terjadi peningkatan
temperatur atmosfir dan temperatur air laut. Dalam hal interaksi laut atmosfir,
hubungan antara lautan dan atmosfir terjadi dimana laut bertindak sebagai pensuplai
uap air terbesar bagi atmosfir. Penguapan terjadi akibat tidak jenuhnya atmosfir oleh
uap air serta akibat hangatnya temperatur muka laut. Sebaliknya atmosfir mensuplai
energi dan masa dalam bentuk curah hujan dan endapan yang juga melibatkan
transfer energi. Ketika permukaan laut mendingin, maka mekanisme di laut akan
meresponnya dengan menghasilkan gerak konveksi vertikal yang akan mensuplai
panas ke permukaan. Air hangat akan menyembul ke permukaan sedangkan air
dingin mengendap ke kedalaman. Proses perubahan temperatur di lautan terjadi
jauh lebih lambat daripada di atmosfir, akibatnya lautan cenderung bertahan hangat
meskipun titik nadir matahari telah menjauhi garis khatulistiwa. Sewaktu angin
bertiup di muka laut, energi di transformasikan dari angin ke permukaan laut.
Sebagian dari energi tersebut menjadi gelombang gravitasi permukaan yang
3
mengikuti pergerakan arus permukaan akibat pergerakan angin. Hal yang terakhir ini
yang menyebabkan terjadinya arus laut. Proses transfer energi yang terjadi di
permukaan laut pada dasarnya cukup kompleks, karena terkait dengan besaran
energi yang terpakai untuk proses terjadinya turbulensi dan besaran energi yang
dikonversi menjadi arus. Namun secara umum berlaku bahwa semakin kuat angin
bertiup, semakin besar friksi permukaan yang mendorong arus di bawahnya.
Pekerjaan angin yang mendorong arus laut ini disebut dengan wind stress.Peristiwa
dorongan angin terhadap arus laut lebih banyak terjadi pada skala kecil melalui
proses turbulensi. Peningkatan kecepatan arus laut dan sebaliknya lebih banyak
disebabkan oleh proses turbulensi permukaan. Turbulensi akan mendistribusikan
dan menghilangkan energi gerak dan merubahnya menjadi energi panas melalui
viskositas molekular. Hal terakhir inilah yang memberikan kontribusi terhadap suhu
muka laut. Selebihnya arus laut diatur oleh kondisi salinitas densitas, suhu dan
topograpi dasar laut.20
4
C. Maksud dan Tujuan Kegiatan
Kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti dampak ENSO terhadap
iklim Indonesia yang dipresentasikan oleh suhu muka laut. Sedangkan tujuan
penelitian ini adalah untuk melihat sensitivitas lokasi dan kedalaman terhadap
perubahan temporal suhu muka laut di Indonesia, serta untuk mendeteksi
kedatangan dampak El Nino paling dini.
D.Metodologi Pelaksanaan
1 Lokus Kegiatan
Pada kegiatan penelitian ini, lokus kegiatan berada di kawasan Indonesia
(kawasan Maluku) dan kawasan Pasifik Barat.
2 Fokus Kegiatan
Fokus kegiatan penelitian ini adalah sebagai Pendukung Sains Dasar.
3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu:
a. Penyusunan tim kegiatan.
b. Pembagian tugas pekerjaan penelitian meliputi: studi literature, pengumpulan
data, pengolahan dan analisis data, penentuan lokasi buoy dan kedalaman
yang paling sensitive terhadap suhu muka laut Indonesia, serta identifikasi
lead time terjauh untuk melihat dampak El Nino paling dini.
c. Diskusi dan penyimpulan rekomendasi.
4 Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan penelitian ini adalah pembangunan sistem pemodelan
prediksi dini dampak ENSO menggunakan data buoy kawasan pasifik barat. Selain
itu juga dilakukan perjalanan dinas di wilayah yang dekat dengan kawasan pasifik
barat.
5
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Studi literature
2 Pengumpulan data
3 Konversi data dari format netcdf
4 Pembuatan profil 3 dimensi
Pengelompokan data berdasarkan
5
seasonality
Identifikasi lokasi dan kedalaman
6 yang sensitive terhadap perubahan
SST
Identifikasi lead time terjauh untuk
7
identikasi dampak paling dini
Validasi (menggunakan training data
8
set)
9 Evaluasi akhir seluruh kegiatan
10 Laporan
6
2 Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan
Dalam pelaksanaan penelitian ditemui beberapa kendala dan hambatan
sebagai berikut:
a. Data buoy yang lengkap dan kontinue belum tersedia.
b. Data SST Indonesia yang lengkap, kontinue, dan mempunyai resolusi
tinggi masih kurang.
c. Referensi utama penelitian masih kurang (karena masih jarang dilakukan
penelitian yang sejenis).
B.Pengelolaan Administrasi Manajerial
1. Perencanaan Anggaran
Rencana anggaran dan biaya kegiatan Model Prediksi Dini Dampak ENSO
dengan Data Buoy Pasifik Barat dengan total dana penelitian sebesar Rp.
250.000.000,00. Sesuai dengan proposal awal kegiatan dialokasikan sebesar Rp.
150.000.000,00 (60%) untuk belanja gaji dan upah, Rp. 24.000.000,00 (9,6%) untuk
belanja bahan habis pakai/ ATK, Rp. 63.500.000,00 (25,4%) dana untuk belanja
perjalanan dan sebesar Rp. 12.500.000,00 (0,5%) diperuntukkan sebagai belanja
lain-lain yang meliputi biaya rapat, sewa ruang rapat, poster dan X-banner,
percetakan/penggandaan serta penjilidan (lihat tabel 2).
a. BIAYA PERSONIL
1) Gaji dan Upah
Tabel 2. Rencana Anggaran Belanja Honor
BIAYA SATUAN
No. PELAKSANA KEGIATAN VOLUME SATUAN JUMLAH (Rp)
(Rp)
Pelaksana 150,000,000
1 - Koordinator/ Peneliti utama 1 / 35 / 8 OJ/bln 60,000 16,800,000
2 - Peneliti muda 1 / 44 / 8 OJ/bln 40,000 14,080,000
3 - Peneliti 4 / 45 / 8 OJ/bln 35,000 50,400,000
4 - Peneliti non fungsional peneliti 1 / 49 / 8 OJ/bln 30,000 11,760,000
5 - Pembantu peneliti 5 / 49 / 8 OJ/bln 20,000 39,200,000
6 - Pembantu peneliti 2 / 48 / 8 OJ/bln 20,000 15,360,000
7 - Sekretariat 1 / 1 / 8 OJ/bln 300,000 2,400,000
7
b. BIAYA NON PERSONIL
1) Belanja Habis Pakai
Tabel 3. Rencana Anggaran Belanja Habis Pakai
BIAYA
JUMLAH
No. URAIAN VOLUME SATUAN SATUAN
BIAYA (Rp)
(Rp)
2). Perjalanan
3). Lain-lain
Tabel 5. Rencana Anggaran Belanja Lain-lain
BIAYA
JUMLAH
No. URAIAN VOLUME SATUAN SATUAN
BIAYA (Rp)
(Rp)
8
berkas penagihan pencairan dana tahap I. Pada pencairan dana tahap II BMKG
sudah melampirkan surat keterangan penegasan tidak dipungut pajak pada saat
penagihan termin II sehingga dana yang diterima 50% dari total dana penelitian
yaitu sebesar Rp. 125.000.000,00
a. Belanja honor
Belanja honor bulan Februari, Maret, April, Mei, dan Juni sebesar Rp.
89.175.000,00 atau sebesar 46,49% dari total penyerapan anggaran Tahap I
dan II.
d. Belanja lain-lain
Belanja lain-lain berupa rapat, konsinyering serta penggandaan dan penjilidan
total sebesar Rp. 8.543.950,00 atau sebesar 4,45% dari total penyerapan
anggaran Tahap I dan II.
9
Tabel 6. Realisasi Penyerapan Anggaran Tahap I dan II
Persentase
berdasarkan
Realisasi Tahap I
Uraian Kegiatan Pagu Tahap I dan II Realisasi Tahap I Realisasi Tahap II total pagu
dan II
Tahap I dan
II
1. Belanja Honor Rp. 93.575.000 Rp. 33.300.000,00 Rp. 55.875.000 Rp. 89.175.000 46.49%
2. Belanja Bahan Habis Rp. 24.400.000 Rp. 9.599.150,00 Rp. 8.691.100 Rp. 18.290.250 9.54%
Pakai
3. Belanja Perjalanan Rp. 64.563.182 Rp. 28.835.000,00 Rp.34.585.000 Rp. 63.420.000 33.06%
4. Belanja lain-lain Rp. 9.280.000 Rp. 1.200.000,00 Rp. 7.343.950 Rp. 8.543.950 4.45%
Total Rp. 191.818.182 Rp. 72.934.150,00 Rp. 106.495.050 Rp. 179.429.200 93.54%
10
BAB III
METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
11
Gambar 2. Ilustrasi ketersediaan data temperature sub surface
2. Data temperature muka laut Indonesia (Gambar 3). Data yang akan digunakan
adalah data temperature muka laut pada model prediksi SST yang telah
operasional dan diolah pada server Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara-
BMKG dengan alamat http://192.168.8.48. Data pada model prediksi tersebut
bersumber dari sensor MODIS dari satelit Terra (http://podaac.jpl.nasa.gov/).
Wilayah yang diambil adalah wilayah Maluku dengan koordinat: 5 LS 5.75 LU;
125 133.25 BT (Gambar 4).
12
Gambar 4. SST Wilayah Maluku
Metode
Metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari beberapa
langkah, sebagai berikut:
a. Studi literature
Studi literature dimaksudkan untuk mengumpulkan, mengetahui, dan
mempelajari literature yang terkait dengan tema kegiatan yang berasal
dari berbagai sumber, seperti jurnal ilmiah, buku, dan internet.
b. Pengumpulan data;
- Download data sub surface dari TRITON buoy dari website
www.pmel.noaa.gov/tao, data suhu permukaan laut dari server
http://192.168.8.48 dengan sumber data dari sensor MODIS satelit
Terra dan perhitungan indeks Nino 3.4.
13
- Pengumpulan data dan informasi iklim lokal, pengecekan data buoy
dan data iklim laut di lokasi Indonesia yang berdekatan dengan wilayah
Pasifik Barat (Maluku & Halmahera).
14
e. Pengelompokan data berdasarkan seasonality
f. Penghitungan nilai korelasi dan signifikansi antara indeks Nino 3.4 dengan
data suhu subsurface dari buoy TRITON Pasifik Barat dan nilai korelansi
dan signifikansi antara indeks anomaly SST Wilayah Maluku dengan data
subsurface dari buoy TRITON Pasifik Barat. Rumus penghitungan nilai
korelasi sebagai berikut:
15
dimana dapat ditunjukkan bahwa yang meminimalkan problem diatas dipenuhi
pada kondisi berikut:
atau
16
2. Indikator Keberhasilan Pencapaian
Keberhasilan pencapaian target kinerja kegiatan peneltian ini didasarkan
pada indikator-indikator sebagai berikut:
- Diperoleh profil tiga dimensi subsurface temperatur menggunakan software
matlab dengan metode interpolasi tetrahedral mesh. Secara spesifik
menggunakan teknik irregularly spaced nodes (grid).
- Diperoleh model untuk menghitung korelasi antara data indeks nino3.4
dengan data suhu subsurface.
- Diketahui lokus buoy serta kedalaman yang paling sensitive terhadap
perubahan temporal distribusi suhu muka laut di Indonesia.
- Diketahui lead time terjauh untuk mendeteksi kedatangan dampak El Nino
paling dini.
2. Manado
Perjalanan dinas ke Manado ditujukan untuk melakukan pengumpulan data
SST di wilayah Manado sebagai bahan perbandingan dalam perhitungan korelasi
sederhana antara data subsurface dengan SST di wilayah tersebut. Kegiatan
dilakukan selama 3 (tiga) hari pada tanggal 6 8 Agustus 2012 di Stasiun
Meteorologi Klas II Sam Ratulangi- Manado dan Stasiun Meteorologi Maritim Klas II
Bitung. Secara garis besar informasi yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Di Wilayah Manado pengamatan SST masih menggunakan metoda manual,
dimana setiap hari akan ada staf yang datang ke tepi laut untuk mengukur
SST dengan Termometer.
Termometer dicelupkan ke laut menggunakan tali yang diikatkan ke
Termometer tersebut. Pada awalnya panjang tali hanya 1 meter tetapi
kemudian ditambah menjadi 3 meter dengan lama pencelupan 3 menit.
Data SST tersebut di inventarisir dan dilaporkan ke Bina Operasi Maritim
Pusat setiap bulannya.
Data SST yang tersedia hanya 1 tahun, yaitu data tahun 2011.
Stasiun Maritim di Manado sangat berharap jika ada penelitian mengenai data
SST Indonesia real time dengan suatu model tertentu, sehingga dapat
menggantikan metode manual yang dianggap sangat tidak efisien, mengingat
jika cuaca buruk maka proses pengamatan akan terganggu.
18
3.2 Hasil Analisis Dampak ENSO
3.2.1.Profil tiga dimensi suhu subsurface
Profil tiga dimensi suhu subsurface pada kawasan Pasifik Barat
(9 LU - 8 LS, 137 BT 95 BB) pada kedalaman 1 hingga 500 meter, ditunjukan
pada Gambar 7-9.
Gambar 8. Profil temperatur subsurface pada garis lintang yang sama (2.5LS).
19
Gambar 9. Profil temperatur subsurface pada kedalaman yang sama.
20
3.2.2 Signifikansi antara data indeks nino3.4 dengan data suhu subsurface
Gambar 11 menunjukkan identifikasi Lokasi Buoy (60 Lokasi Buoy)
yang berpengaruh terhadap Indeks Nino 3.4 di berbagai kedalaman (0- >500meter )
serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan. Artinya, posisi 60 lokasi buoy yang
memiliki pengaruh yang signifikan dengan indeks Nino 3.4 serta memiliki konsistensi
lag 0 s.d 5 bulan dapat direspon dengan baik dan dapat dijadikan acuan jika terjadi
perubahan temperatur di daerah Nino3.4. Hasil yang lebih detail ditunjukkan dalam
lampiran yang menggambarkan identifikasi posisi buoy dalam tiap kategori
kedalaman buoy (Lampiran 4). Kedalaman buoy dibagi kedalam 10 klasifikasi
kedalaman (Tabel 8).
= 1-50 = 201-250
= 51-75 = 251-300
= 76-100 = 301-400
= 101-150 =401-500
= 151-200 = >500
Gambar 11. Identifikasi Lokasi Buoy (60 Lokasi Buoy) terhadap Indeks Nino 3.4 di berbagai
kedalaman (0 s.d > 500 m) serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan
21
Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa kedalaman 1-50 m
merupakan kedalaman dengan pengaruh yang kuat dibanding kedalaman lainnya.
Hal ini terjadi karena kedalaman 1-50 m merupakan bagian dekat permukaan laut
sehingga pengaruh dengan atmosfer sangat kuat (Gambar 12).
Gambar 12. Identifikasi Lokasi Buoy (39 Lokasi Buoy) yang signifikan (99%) terhadap
Indeks Nino 3.4 di kedalaman 1-50 m serta memiliki konsistensi lag sampai 5
bulan
300
250
200
150
125
100
75
50
25
1
0 1 2 3 4 5
Lag Time (Bulan)
Gambar 13. Identifikasi lokasi Buoy 5N-147E yang signifikan (99%) terhadap Indeks Nino
3.4 di kedalaman 0-750 m serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan
22
Identifikasi pada tiap lokasi buoy dengan mengkorelasikan temperatur pada
tiap kedalaman dengan Indeks Nino3.4 telah dilakukan untuk melihat dan
menemukan kedalaman yang paling kuat seperti yang ditunjukkan Gambar 12.
Salah satu contoh hasilnya adalah Gambar 13 yang merupakan lokasi buoy dengan
posisi 5N 147 E. Analisis terhadap Gambar 13 menunjukkan bahwa pengaruh yang
signifikan terjadi pada kedalaman 200 meter sampai dengan permukaan laut dengan
lag yang kosisten sampai lag 5 bulan.Lokasi kedalaman temperatur yang memiliki
pengaruh signifikansi bervariasi pada tiap-tiap lokasi buoy.
3.2.3 Hasil Analisis Dampak ENSO terhadap Suhu Muka Laut Maluku
Gambar 14. Identifikasi Lokasi Buoy (67 Lokasi Buoy) terhadap SST Maluku di berbagai
kedalaman (0 s.d > 500 m) serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan
23
Gambar 15. Identifikasi Lokasi Buoy (41 Lokasi Buoy) yang signifikan (99%) terhadap SST
Maluku di kedalaman (51-75 m) serta memiliki konsistensi lag sampai 5 bulan
400
300
200
100
50
25
1
0 1 2 3 4 5
Lag Time (Bulan)
Gambar 16. Identifikasi Lokasi Buoy 8N 137 E yang signifikan (99%) terhadap SST Maluku
di berbagai kedalaman (0 -750 m) serta memiliki konsistensi lag sampai 5
bulan
24
Salah satu contoh hubungan pengaruh pada tiap kedalaman di suatu lokasi
buoy tertentu (8N 137 E) ditampilkan dalam Gambar 16. Dalam Gambar 16 tersebut
terlihat bahwa pengaruh yang signifikan terjadi pada kedalaman sampai 300 meter
dengan lag yang konsisten dari 0-5 bulan. Artinya bahwa lokasi buoy pada posisi
tersebut memiliki pengaruh yang kuat antara temperatur pada kedalaman 0-300m
dengan SST di Maluku.
3.Rekomendasi
Menggunakan model prediksi dampak ENSO untuk memprediksi kejadian
ENSO di Indonesia dengan mempertimbangkan posisi dan kedalaman buoy di
Pasifik Barat. Posisi buoy yang dapat digunakan relatif banyak tetapi kedalaman
yang sesuai untuk model prediksi sangat sedikit oleh karena itu peningkatan
kemampuan model harus terus ditingkatkan.
25
BAB IV
SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
26
B.Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
1.Kerangka dan Strategi Pemanfaatan
Output yang dihasilkan dari kegiatan penelitian ini yaitu terbentuknya model
prediksi dini dampak ENSO terhadap variabilitas iklim di Indonesia khususnya di
wilayah yang terpengaruh kuat terhadap kejadian tersebut, diharapkan model yang
akan dibangun mampu mendeteksi kejadian El-Nino dan La Nina lebih dini,
sehingga dampak kejadian tersebut juga dapat diketahui lebih dini. Informasi dini
tersebut sangat bermanfaat dalam penentuan awal musim hujan dan kemarau,
kejadian banjir dan kekeringan di wilayah Indonesia dimana kejadian La Nina
membawa dampak wilayah Indonesia menjadi lebih basah dan sebaliknya menjadi
lebih kering ketika El nino lebih kuat. Kejadian El nino atau La Nina secara tidak
langsung juga berdampak pada sektor pertanian dimana faktor air sangat berperan
untuk produktivitas pertanian. Selain itu sektor lain yang juga berpengaruh terhadap
kejadian El Nino adalah sektor kehutanan dimana El Nino mampu memicu
kebakaran hutan terutama di hutan yang mudah terbakar seperti hutan gambut.
Manfaat lain yang dapat diperoleh dari kegiatan ini yaitu model dapat
digunakan untuk membantu kegiatan operasional BMKG dalam pemantauan ENSO
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi variabilitas iklim di Indonesia.
Dalam rangka pemanfaatan hasil kegiatan penelitian ini, model akan
digunakan untuk mendeteksi lebih dini kejadian ENSO melalui analisis pantauan
kejadian ENSO menggunakan data SST yang telah operasional pada server PIKU
(Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara). Hasil ini akan dimanfaatkan untuk
menunjang kegiatan operasional BMKG dalam pemantauan ENSO.
3.Perkembangan Pemanfaatan
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menunjang tugas operasional
BMKG dalam mendeteksi kejadian El-Nino atau La-Nina sebagai salah satu indikator
penentuan musim hujan dan musim kemarau.
27
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran
Rincian pelaksanaan kegiatan telah dilakukan sesuai dengan tahapan
kegiatan menurut pembagian kerja yang sudah dilaksanakan oleh para
peneliti yang terlibat dalam penelitian ini. Realisasi anggaran sampai
dengan Tahap II telah mencapai 93,54% dari total anggaran Tahap I dan II.
Tidak ada kendala dan hambatan dalam pengelolaan administrasi
manajerial dalam penelitian ini.
28
wilayah Laut Cina Selatan yang juga berpengaruh terhadap variabilitas
iklim di Indonesia.
B. Saran
1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan
Agar pemanfaatan hasil kegiatan ini bisa lebih berlanjut maka
disarankan lebih menyempurnakan hasil penelitian ini dengan melakukan
penelitian lanjutan untuk Cold Surge (Seruak Dingin) di wilayah Laut Cina
Selatan yang juga berpengaruh terhadap variabilitas iklim di Indonesia.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. M.A. Cane, The evolution of El Nino, past and future, Earth Planet. Sci. Lett.
164 (2004) 110.
5. F.F. Jin, An equatorial ocean recharge paradigm for ENSO. Part I: conceptual
model, J. Atmos. Sci. 54 (1997) 811829.
6. M.A. Cane, S.E. Zebiak, A theory for El Nino and the Southern oscillation,
Science 228 (1985) 10851087.
10. M. Inoue, J.J. OBrien, A forecasting model for the onset of El Nino, Mon.
Wea. Rev. 112 (1984) 23262337.
11. T.P. Barnett, N.E. Graham, N.A. Cane, S.E. Zebiak, S.C. Dolan, J.J. OBrien,
D.M. Legeler, On the prediction of the El Nino of 19861987, Science 241
(1988) 192196.
13. F.T. Tang, W.W. Hsieh, B. Tang, Forecasting the equatorial Pacific sea
surface temperature by neural network models, Clim. Dyn. 13 (1997) 135
147.
30
14. Y. Xue, A. Leetmaa, M. Ji, ENSO prediction with Markov models: the impact
of sea level, J. Clim. 13 (2000) 849871.
15. T.P. Barnett, M. Latif, N.E. Graham, M. Flugel, S. Pazan, W. White, ENSO
and ENSO-related predictability, I, Prediction of equatorial Pacific sea surface
temperature with a hybrid coupled oceanatmosphere model, J. Clim. 6
(1993) 15451566.
16. J.D. Neelin, A hybrid coupled general circulation model for El Nino studies, J.
Atmos. Sci. 47 (1990) 674693.
20. Arifian, Jon. 2008. Variabilitas Thermohaline dan Arus Laut di Jalur Arlindo dan
Hubungannya dengan El-Nio Southern Oscillation (ENSO). Thesis. Program Pasca
Sarjana Ilmu Kelautan. Universitas Indonesia.
31