menghasilkan laju angin yang berbeda pada output model. Terjadinya angin tersebut
dipengaruhi oleh proses konveksi. Proses konveksi untuk tiap skema berbeda-beda dan
perbedaan tersebut terletak pada asumsi yang ada di dalam setiap skema. Untuk daerah
Sulawesi bagian selatan dengan kelembapan tinggi, skema yang baik digunakan adalah
skema parameterisasi kumulus BMJ dengan salah satu pemicu konveksi berupa kondisi
udara yang lembab.
kumulus terhadap output model, diharapkan dapat
diketahui parameterisasi kumulus yang cocok
digunakan untuk menjalankan model di wilayah
selatan Sulawesi.
Simulasi dilakukan dalam rentang waktu 15
Januari 2011 00 UTC sampai 17 Januari 2011 00
UTC. Media mengabarkan terdapat kejadian angin
kencang di wilayah Makassar pada waktu tersebut.
Kejadian angin kencang dikabarkan terjadi pada
pukul 11.00 WITA1 (03.00 UTC) dan merusakkan
sedikitnya 165 rumah di kota Makassar dan
sekitarnya.
1. Pendahuluan
WRF (Weather Reasearch and Forecasting)
Model merupakan salah satu model regional yang
saat ini banyak dikembangkan oleh kalangan
meteorologist. WRF dapat memodelkan kondisi
atmosfer di suatu wilayah sehingga dapat
membantu dalam mempelajari suatu kejadian
meteorologi dengan lebih baik.
Luasnya wilayah Indonesia dan beragamnya
topografi pulau yang ada di Indonesia
menyebabkan sulitnya menemukan pengaturan
model regional yang cocok digunakan di seluruh
wilayah Indonesia, khususnya untuk variabel angin.
Untuk daerah dengan topografi yang sangat
kompleks seperti Sulawesi, kajian tentang
pengaturan model yang baik ini sangat menarik
untuk dilakukan.
Simulasi angin kencang di wilayah selatan
Sulawesi, tepatnya Makassar, dengan model WRF
merupakan salah satu upaya untuk mengkaji
aplikasi model WRF dalam menggambarkan
kejadian angin yang terjadi di daerah tersebut.
Dengan meninjau sensitivitas parameterisasi
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Angin
Angin adalah gerakan horizontal udara yang
relatif terhadap permukaan bumi. Gerakan hasil
Loc.cit
a) Fungsi pemicu
Mulanya skema ini mengidentifikasi gaya
potensial pada lapisan sumber konveksi awan
(updrafts source layer), yaitu lapisan sumber
updraft (USL). Berawal dari permukaan kemudian
lapisan vertikal yang berbatasan dicampur sampai
kedalaman
campuran mencapai 60
hPa.
Karakteristik termodinamika rata-rata campuran ini
dihitung, bersama dengan temperatur dan
ketinggian dari parsel pada lifting condensation
level (LCL). Sebagai tebakan awal kemungkinan
konveksi, suhu parsel TLCL , dibandingkan dengan
suhu disekitarnya TENV. Biasanya suhu parsel lebih
dingin dari suhu lingkungan dengan kata lain
buoyant negatif. Parsel diberi gangguan suhu
dihubungkan dengan besarnya grid-resolved gerak
vertikal. Rumus untuk gangguan ini,
= ( (
anonim.2009.Geografis Makassar.
http://bahasa.makassarkota.go.id/index.php/component/c
ontent/article/85 (diakses pada 22 Mei 2011)
relaksasi
untuk
c) Asumsi akhir
Pada dasarnya, skema KF mengatur ulang
massa di kolom menggunakan updraft, downdraft,
dan fluks massa lingkungan sampai setidaknya 90%
dari CAPE (energi potensial konvektif yang
tersedia) dihapus. CAPE dihitung dengan cara
tradisional, menggunakan kenaikan parsel yang
tidak dicairkan (undiluted), dengan karakteristik
parsel seperti pada USL.
Skema memberi feed back pada kecenderungan
konvektif dari temperatur, mixing ratio uap air, dan
mixing ratio awan. Secara default, partikel
presipitasi konvektif hanya menumpuk di
permukaan tetapi terdapat code yang dapat
mengatur untuk mengaktifkan atau mematikan feed
back presipitasi pada saat tahap ini mulai bekerja.
2.1.3. Grell-Devenyi
Berikut adalah asumsi yang digunakan
dalam skema Grell-Devenyi.
a. Awan konveksi dalam untuk semua grid.
b. Skema awal berasal dari fungsi cloud-work
Arakawa-Schubert untuk batasnya, tetapi
kemudian berubah menggunakan CAPE
sebagaimana Kain-Fritsch.
c. Tidak ada pencampuran langsung secara lateral
dengan lingkungan, kecuali pada level awal
atau akhir dair updraft/downdraft. Sehingga
fluks massa konstan menurut ketinggian.
d. Fraksi area yang menutupi updraft dan
downdraft dalam suatu kolom adalah kecil. Hal
ini memungkinkan skema untuk memperbaiki,
meskipun beberapa derajat range masih sangat
penting.
Skema
WSM6
ACM2
Kain-Fritcsh (KF)
Betts Miller Janjic (BMJ)
Grell Devenyi (GD)
Konfigurasi
parameterisasi
yang
tidak
disebutkan di atas menggunakan skema default
WRF. Pemilihan skema mikrofisik WSM6 didasari
oleh karakteristik awan di wilayah Sulawesi yang
dapat tumbuh tinggi karena pulau Sulawesi
merupakan daratan sempit yang diapit dua lautan.
Letak geografis ini berakibat pada besarnya
pengaruh angin lautt terhadap pulau Sulawesi.
Pertemuan angin laut dari barat maupun timur
pulau Sulawesi dapat menyebabkan konveksi yang
cukup besar dan menghasilkan awan tinggi yang
mengandung es. Skema WSM6 memperhitungkan
hal tersebut dalam pembentukan partikel penyusun
awan.
(d))
(b)
(c)
10 WITA
11 WITA
12 WITA
13 WITA
(a)
(b)
(c)
RH (%)
Gambar 4.4. Plot kelembapan relatif (%), vektor angin vertikal (m/s), dan kontur temperatur potensial ekivalen (K)
cross latitude (5,07 LS) pada bujur 119,3 119,8 BT untuk skema (a) KF, (b) BMJ, dan (c) GD. Ketinggian
ditunjukkan oleh sumbu-y dengan satuan km. Daerah dengan kotak hitam merupakan lokasi stasiun Makassar.
5. Kesimpulan
Penggunaan parameterisasi kumulus yang
berbeda akan menghasilkan laju angin yang
berbeda pada output model. Terjadinya angin
tersebut dipengaruhi oleh proses konveksi. Proses
konveksi untuk tiap skema berbeda-beda dan
perbedaan tersebut terletak pada asumsi yang ada di
7
Referensi
anonim.Wind Systems. National Wildfire Coordinating Group.
http://www.meted.ucar.edu/fire/s290/unit7/print.htm
(diakses pada 20 Mei 2011)
anonim. 2006. Convection and Wind. UAF Geophysical
Institute.
www.arcticclimatemodeling.org/lessons/acmp_58_Wind_C
onvectionandWInd.pdf (diakses pada 24 Mei 2011)
anonim.2009.Geografis Makassar.
http://bahasa.makassarkota.go.id/index.php/component/con
tent/article/85 (diakses pada 22 Mei 2011)
Fithra M.S., Zeki. 2009. KAJIAN PUTING BELIUNG
INDONESIA (Studi Kasus Simulasi Puting Beliung Kediri
Desember 2007 dengan menggunakan Model WRF),
Program studi Meteorologi, Tugas Akhir S1, FITB ITB,
Bandung.
Hatheway, Becca.2010.Wind.
http://www.windows2universe.org/earth/Atmosphere/wind.
html (diakses pada 20 Mei 2011)
Jumadi. 2011. Puting Beliung di Maros, Belasan Rumah
Hancur.
www.tempointeraktif.com/hg/makassar/2011/01/16/brk,201
10116-306563,id.html (diakses 2 Mei 2011)
Kadarsah. 2008. Beberapa Skema Parameterisasi Kumulus.
kadarsah.wordpress.com/2008/04/01/beberapa-skemaparameterisasi-awan-kumulus/ (diakses pada 2 Mei 2011)
Kirtsaeng, Sukrit , Somporn Chantara, and Jiemjai Kreasuwun.
2010. Mesoscale Simulation of a Very Heavy Rainfall Event
over Mumbai, Using the Weather Research and Forecasting
(WRF) Model. Environmental Science Program and Center
for Environmental Health, Toxicology and Management of
Chemicals, Faculty of Science, Chiang Mai University,
Chiang Mai 50200, Thailand.
Pielke, Roger. 2011. windstorm. Encyclopdia Britannica.
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1186291/wind
storm (diakses pada 3 Mei 2011)
Siti,
Djenar.
Puting
Beliung!.http://free-windowswallpapers.blogspot.com/2008/07/puting-beliung.html
(diakses pada 26 Mei 2011)