Anda di halaman 1dari 5

PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 01 (2018), Hal.

34 - 38 ISSN: 2337-8204

Prediksi Curah Hujan Bulanan di Wilayah Kabupaten Ketapang dan


Mempawah Menggunakan Metode Principal Component Regression
Debiriyansaputri1*

1Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika


Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak
*Email : debi_met41@yahoo.com

Abstrak

Telah dilakukan prediksi curah hujan bulanan menggunakan metode principal component regression (PCR) di
wilayah Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Mempawah. Data yang digunakan adalah curah hujan bulanan
dan data ERSST (Extended Reconstructed Sea Surface Temperature) pada wilayah 14°LU – 6°LS dan 106°BT –
120°BT dengan periode tahun 1993 – 2014. Hasil prediksi curah hujan bulanan tahun 2014 di Kabupaten
Ketapang mendekatai pola observasinya, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,59 – 0,76. Sementara, hasil
prediksi curah hujan untuk Kabupaten Mempawah kurang sesuai dengan pola observasi, dengan koefisien
korelasi hanya sebesar 0,19 – 0,46. Hal ini diperkuat dengan nilai RMSE (Root Mean Squared Error) di
Kabupaten Ketapang berkisar antara 137,18 – 151,72. Sedangkan nilai RMSE untuk Kabupaten Mempawah
berkisar antara 132,9 – 236,74.

Kata Kunci: Principal component regression, curah hujan, koefisien korelasi

1. Latar Belakang PCR. Hasil prediksi tersebut diverifikasi untuk


Provinsi Kalimantan Barat berada di wilayah mengetahui tingkat keakuratan yang dihasilkan
Khatulistiwa. Hal ini menyebabkan wilayah ini untuk setiap bulannya, Penelitian ini dapat
memiliki tipe iklim ekuatorial yang dicirikan bermanfaat dalam penentuan awal musim tanam
dengan musim hujan sepanjang tahun dan disuatu wilayah.
memperoleh intensitas radiasi matahari yang
2. Metodologi
cukup besar. Intensitas radiasi matahari ini akan
2.1 Data dan Lokasi
menyebabkan adanya perubahan suhu
Dalam penelitian ini digunakan data sekunder
permukaan laut kemudian terjadi proses
yang berasal dari 5 lokasi yaitu 3 (tiga) titik di
penguapan. Selanjutnya akan mengalami
Kabupaten Ketapang (Stasiun Meteorologi Rahadi
kondensasi dan membentuk awan di atmosfer
Usman Ketapang, pos hujan Sungai Besar, dan pos
hingga pada keadaan tertentu akan
hujan Kendawangan) dan 2 (dua) titik di
mengakibatkan partikel air menjadi jenuh
Kabupaten Mempawah (Stasiun Klimatologi
kemudian jatuh dalam bentuk endapan ke
Mempawah dan pos hujan Sungai Pinyuh).
permukaan bumi.
Penelitian ini menggunakan data curah hujan
Proses terjadinya hujan di suatu wilayah
bulanan dengan periode tahun 1993 – 2014 yang
sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu permukaan
diperoleh dari Stasiun Klimatologi Mempawah
laut. Hendon[1] menyatakan bahwa variabilitas
yang digunakan sebagai prediktan. Kemudian data
suhu permukaan laut atau sea surface temperature
global berupa Suhu Permukaan Laut (ERSST
(SST) Nino 3.4 mempengaruhi 50% variasi curah
version 3b, 2ᵒ x 2ᵒ) yang bersumber dari NOAA
hujan seluruh Indonesia. Sedangkan variabilitas
yang diunduh dari IRI Data Library
SST di Samudera Hindia berpengaruh 10-15%.
(http://iridl.ldeo.columbia.edu/)[3] pada periode
Berikutnya, Estiningtyas, dkk[2] menyatakan
1993–2014 dengan format tsv (tab separated
bahwa SST wilayah Indonesia dapat digunakan
values). Domain data global yang dipilih adalah
sebagai indikator untuk menunjukkan kondisi
14°LU–6°LS dan 106°BT–120°BT yang kurang
curah hujan di suatu wilayah (kabupaten).
lebih dapat mewakili perairan di sekitar
Pada penelitian ini, prediksi curah hujan
Kalimantan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
bulanan telah dilakukaan menggunakan metode

34
PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 01 (2018), Hal. 34 - 38 ISSN: 2337-8204

pengaruh Suhu Permukaan Laut wilayah 2.3 Verifikasi


Kalimantan terhadap curah hujan di Kabupaten Proses verifikasi pada penelitian ini
Ketapang dan Kabupaten Mempawah. Data – data menggunakan koefisien korelasi (Tabel 1) dan
tersebut digunakan sebagai input dalam Root Mean Squared Error (RMSE) hasil dari luaran
pengolahan data untuk menghasilkan komponen prediksi.
utama dengan menggunakan perangkat lunak n

Climate Predictability Tool (CPT)14 [4].  ( X  X )(Y  Y )


rxy  i 1
……………(1)
n n
2.2 Pengolahan Data  ( X  X )  (Y  Y )
2 2

Data curah hujan yang berasal dari 5 titik pos i 1 i 1

hujan dibentuk dalam format data input CPT Keterangan :


berupa time series tiap bulan dari tahun 1993- rxy = koefisien korelasi antara dua nilai yang
2014 menggunakan aplikasi spreadsheet yang dibandingkan
kemudian disimpan dengan ekstensi tab separated X = data observasi
X = rata rata data observasi
values (tsv). Data hujan bulanan dari tahun 1993-
Y = output permodelan
2013 ini digunakan dalam proses pembuatan Y = rata rata data estimasi
model. Model ini menggunakan kondisi data lag 1
bulan yaitu data prediktor yang digunakan satu Tabel 1 Nilai koefisien korelasi [6]
bulan lebih awal dari data prediktan. Dalam Interval Koefisien Tingkat Hubungan
melakukan principal component analysis (PCA) ini 0,000 – 0,199 Sangat Rendah
langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai 0,200 – 0,399 Rendah
berikut 0,400 - 0,599 Cukup Kuat
0,600 – 0,799 Kuat
1. Mencari nilai variance dengan dimensi 0,800 – 1,000 Sangat Kuat
matriks n x K (n=banyak tahun; K=banyak
grids) dari data prediktor awal (pa) pada Setelah diperoleh nilai korelasi, selanjutnya
bulan tertentu. menghitung nilai RMSE. Semakin kecil nilai RMSE
2. Mencari eigen vector, dimana yang paling maka tingkat kesesuaian antara nilai prediksi
banyak berada diantara sebaran data awal dengan hasil observasi dilapangan makin tinggi.
merupakan eigen vector terpilih. Eigen vector
yang terpilih inilah yang kita gunakan untuk n

menghitung komponen utama.  (y  Y ) t t


2

3. Untuk mengetahui banyaknya komponen


RMSE  t 1
……………(2)
n
utama yang diperlukan untuk membangun Keterangan :
model ini kita pilih nilai persentase
kumulatif variance nya yang ≥75% . yt = nilai curah hujan observasi
4. Pada tahap membangun model nilai Yt = nilai prakiraan curah hujan bulanan
komponen utama yang diperoleh dilakukan n = jumlah data
validasi silang dengan mempertimbangkan
Goodness Index untuk mengoptimalkan
jumlah komponen utama yang akan di
gunakan.
5. Hasil komponen utama yang diperolah
kemudian diregresikan dengan data curah
hujan bulanan sehingga membentuk
persamaan model PCR[5].

35
PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 01 (2018), Hal. 34 - 38 ISSN: 2337-8204

3. Hasil dan Pembahasan Eigen % Cum.%


Bulan Mode
Value Variance Variance
3.1 Penentuan Data 1 51,1 75 75
Data curah hujan bulanan di wilayah 2 9,5 14 89
Juni 3 3,8 6 94
Kabupaten Ketapang diperoleh dari Stasiun
4 1,7 3 97
Meteorologi Rahadi Usman Ketapang, Pos Hujan 5 0,7 1 98
Sungai Besar, dan Pos Hujan Kendawangan. 1 53,9 79 79
2 6,9 10 89
Sedangkan di wilayah Kabupaten Mempawah data Juli 3 4,3 6 95
bersumber dari Stasiun Klimatologi Mempawah 4 1,0 2 97
dan Pos Hujan Sungai Pinyuh. Periode data 5 0,9 1 98
1 51,5 75 75
diambil dari tahun 1993 – 2013. Data yang 2 7,8 11 87
diperoleh merupakan data sekunder. Untuk Agustus 3 4,6 7 93
memperoleh komponen utama digunakan data 4 1,4 2 95
5 1,2 2 97
SST yang bersumber dari NOAA pada periode 1 54,6 80 80
yang sama. 2 6,9 10 90
September 3 2,9 4 94
3.2 Komponen Utama 4 1,3 2 96
Hasil pengolahan data SST di wilayah sekitar 5 0,9 1 97
1 47,8 70 70
Kalbar menggunakan PCA menunjukan bahwa 2 13,3 20 89
dari data awal yang terdiri dari 88 titik grid dapat Oktober 3 2,6 4 93
4 2,1 3 96
dibentuk menjadi 5 komponen utama (Tabel 2)
5 1,0 1 98
untuk masing-masing bulan. Komponen utama ini 1 38,9 57 57
memiliki lebih dari 75% total varians. Hal ini, 2 14,5 21 78
November 3 7,1 10 88
menunjukkan bahwa luaran komponen tersebut 4 3,0 4 93
sudah dapat digunakan untuk membangun model. 5 2,0 3 96
1 49,6 73 73
2 12,1 18 90
Tabel 2 Nilai eigen, persentase varians, dan Desember 3 2,4 4 94
kumulatif varians untuk 5 komponen 4 1,8 3 96
utama bulan Januari-Desember. 5 0,7 1 97

Eigen % Cum.%
Bulan Mode Varians pada masing – masing mode tiap
Value Variance Variance
1 42,6 62 62 bulan menunjukkan seberapa besar sebaran data
2 15,8 23 85
Januari 3 5,1 7 93 yang terwakili oleh komponen utama tersebut.
4 2,2 3 96 Pada bulan Januari di mode 1 nilai variansnya
5 0,8 1 97 sebesar 62% yang menunjukkan bahwa nilai pada
1 46,5 68 68
2 14,0 21 89 mode 1 tersebut sudah mewakili sebaran data
Februari 3 3,9 6 94 SST. Jika digunakan mode 1 sampai dengan mode
4 1,6 2 97
5 maka total sebaran data yang terwakili pada
5 0,8 1 98
1 49,2 72 72 bulan Januari adalah sebesar 97%. Nilai ini sudah
2 12,4 18 90 memenuhi syarat minimal 75% total varians.
Maret 3 3,9 6 96
4 1,0 1 97
Secara umum bisa dilihat bahwa eigen value
5 0,6 1 98 ke-1 sampai ke-5 nilainya mengecil. Pola ini
1 49,2 72 72 diikuti juga oleh nilai varians data ke-1 sampai ke-
2 12,0 18 90
April 3 4,0 6 95 5. Hal ini terjadi karena mode ke-1 inilah yang
4 0,9 1 97 menjelaskan banyaknya sebaran data yang
5 0,6 1 98
diperoleh kemudian dilengkapi oleh mode ke-2,
1 48,8 71 71
2 9,3 14 85 dan seterusnya sampai mode ke-5. Bulan Februari
Mei 3 5,7 8 93 sampai Desember sebaran data SST awal juga
4 1,5 2 96
5 1,2 2 97
sudah terwakili oleh mode ke-1 sampai mode ke-5
dengan kumulatif variansnya di atas 75%.

36
PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 01 (2018), Hal. 34 - 38 ISSN: 2337-8204

3.3 Penerapan Model PCR keterangan :


Setelah nilai komponen utama diperoleh y =prediktan atau variabel tak bebas
maka dilakukan validasi silang terhadap seluruh (curah hujan bulanan).
am =koefisien regresi dari komponen utama
data tersebut. Validasi silang yang digunakan ialah
ke-m.
Goodness Index. Goodness index ini bertujuan b =konstanta (rata–rata curah hujan bulanan
untuk memperoleh nilai komponen utama yang selama periode persiapan 20 tahun).
terbaik dalam membangun model. Dari hasil
validasi silang tersebut akan diperoleh variasi Dari Tabel 3 bisa diketahui bahwa pada
bentuk persamaan model PCR pada tiap bulannya, bulan Januari dan Juli hanya komponen utama (a)
sebagaimana terlihat pada Tabel 3. yang pertama saja yang digunakan dalam
persamaan model PCR. Pada bulan Mei dan
Tabel 3 Persamaan Model PCR bulanan September komponen utama yang digunakan
Bulan Persamaan Regresi yang pertama dan kedua. Untuk bulan Maret, Juni,
Januari y= -1,10 a1 + b Agustus, Oktober dan Desember komponen utama
yang digunakan yang pertama, kedua dan ketiga.
Februari y= -2,11 a1 + 3,19 a3 + 0,70 a5 +b
Bulan Februari komponen utama yang digunakan
Maret y= -3,56 a1 + 0,76 a2 - 2,71 a3 +b yang pertama, ketiga dan kelima. Bulan April
April y= 4,59 a1 + 1,45 a4 + 1,80 a5 +b komponen utama yang digunakan yang pertama,
keempat dan kelima. Kemudian untuk bulan
Mei y= 14,71 a1 - 3,38 a2 +b
November komponen utama yang pertama, ketiga,
Juni y= 7,37 a1 - 0,95 a2 - 0,83 a3 +b keempat, dan kelima yang digunakan dalam
Juli y= 0,50 a1 + b persamaan model PCR.
Agustus y= 2,24 a1 + 0,38 a2 - 0,94 a3 +b 3.4 Verifikasi Hasil Forecast tahun 2014
September y= 2,76 a1 + 2,44 a2 +b
Hasil prediksi curah hujan bulanan di 5 titik
pos hujan untuk tahun 2014 menggunakan model
Oktober y= 6,04 a1 + 0,12 a2 + 0,11 a3 +b
PCR dengan prediktor berupa SST dengan kondisi
November y= 8,23 a1 + 0,06 a3 - 0,92 a4 - 0,49 a5 +b lag 1 bulan dapat dilihat pada Gambar 1.
Desember y= -0,38 a1 + 3,93 a2 - 2,71 a3 +b

Gambar 1. Perbandingan Forecast dan Observasi curah hujan bulanan (a) Mempawah, (b) Sungai Pinyuh
, (c) Ketapang, (d) Sungai Besar, dan (e) Kendawangan.

37
PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 01 (2018), Hal. 34 - 38 ISSN: 2337-8204

Pada Gambar 1a hingga 1b terlihat bahwa nya berkisar 132,9 – 236,74. Dengan demikian
pola curah hujan hasil forecast tidak dapat metode PCR secara umum lebih cocok digunakan
mengikuti pola curah hujan observasi. Pada pada wilayah Kabupaten Ketapang.
Gambar 1c hinggga 1e terlihat sebaliknya. Secara
umum, diseluruh pos hujan hasil forecast tidak
5. Daftar Pustaka
bisa mengikuti pola puncak hujan observasi. Hal
[1] Hendon HH. Indonesian Rainfall Variability :
ini menunjukan bahwa model kurang dapat
Impacts of ENSO and Local Air-Sea Interaction.
menggambarkan nilai – nilai ekstrim dari curah American Meteorological Society. 2003; 16.
hujan bulanan yang mungkin terjadi. Tahap
[2] Estiningtyas W, Ramadhani F, Aldrian E.
selanjutnya melakukan analisis korelasi dan RMSE Analisis Korelasi Curah Hujan dan Suhu
antara nilai forecast curah hujan bulanan dengan Permukaan Laut Wilayah Indonesia, Serta
curah hujan observasi pada tiap pos hujan. Implikasinya Untuk Prakiraan Curah Hujan :
Adapun hasilnya adalah sebagai berikut : Studi Kasus Kabupaten Cilacap. Jurnal Agromet
Indonesia. 2007; 21(2).
Tabel 4 Nilai Koefisen korelasi dan RMSE pada pos [3] http://iridl.ldeo.columbia.edu/ diakses pada
hujan di lokasi penelitian. tanggal 5 mei 2016.
[4] https://iri.columbia.edu/ourexpertise/
Pos Hujan Koef.Korelasi RMSE (mm) climate/tools/cpt/ diakses tanggal 2 mei 2016.
Siantan 0,19 236,74 Yudha IWA. Prediksi Curah Hujan Bulanan
Sungai Pinyuh 0,46 132,9 [5] Menggunakan Principal Componen Regression
dan SST EOF Indonesia di Stasiun Klimatologi
Ketapang 0,76 151,72 Negara Bali. Jurnal Meteorologi Klimatologi dan
Sungai Besar 0,59 137,18 Geofisika. 2015; 2(2).
Kendawangan 0,69 151,05 [6] Riduwan. Rumus dan Data Dalam Analisis
Statistika Bandung: Alfabeta; 2005.
Berdasarkan Tabel 4 untuk pos hujan
wilayah Mempawah dan Sungai Pinyuh termasuk
dalam kategori sangat rendah dan cukup kuat
dengan nilai koefisien korelasinya sebesar 0,19
dan 0,46. Sedangkan untuk wilayah pos hujan
Ketapang, Sungai Besar dan Kendawangan nilai
koefisien korelasinya termasuk kategori cukup
kuat hingga kuat sebesar 0,59 sampai dengan
0,76. Untuk nilai RMSE nya berkisar 132,90 mm
sampai dengan 236,74 mm, dimana nilai RMSE
yang kecil menunjukan nilai forecastnya baik.
Sebaliknya jika nilai RMSE besar menunjukkan
nilai forecast kurang baik.

4. Kesimpulan
Hasil prediksi curah hujan bulanan dengan
menggunakan metode PCR tahun 2014 Kabupaten
Ketapang sesuai dengan nilai observasinya,
dengan nilai koefisien korelasinya sebesar 0,59 –
0,76. Serta nilai RMSE di Kabupaten Ketapang
berkisar antara 137,18 – 151,72. Sebaliknya, hasil
prediksi Kabupaten Mempawah kurang sesuai
dengan nilai observasi, dengan koefisien
korelasinya sebesar 0,19 – 0,46 dan nilai RMSE

38

Anda mungkin juga menyukai