Anda di halaman 1dari 3

Kesehatan tanah ialah integrasi dan optimasi sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi)

yang bertujuan untuk peningkatan produktivitas dan kualitas tanah, tanaman, dan lingkungan
(Idowu, et al. 2008a,b, Gugino et al., 2007). Degradasi tanah menyebabkan kesehatan tanah
menurun sehingga produktivitas tanah rendah, dan akhirnya produksi pertanian dan hewan
juga rendah.
Indikator kinerja tanah adalah sifat tanah yang dapat diukur dan memberikan tanda
bahwa tanah menjalankan fungsinya dengan baik. Tanah mempunyai fungsi sangat strategis
sebagai tempat produksi pertanian, pengatur asupan dan mutu air, habitat anekaragam hayati,
dan mendaur-ulang bahan organik, unsur hara, dan penyaring bahan polutan (Romanya,
Serrasolses, Vallejo, 2008, Riwandi, 2007).
Tanah yang sehat dicirikan dengan tanah gembur, berpori-pori, kaya bahan organik,
dan kaya jasad hidup renik tanah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menilai kesehatan tanah
dengan cepat menggunakan
pendekatan indikator kinerja tanah, dan (2) memperoleh kelas kesehatan tanah.

Karakteristik lahan di gumuk pasir wilayah ini adalah tanah bertekstur pasir, struktur berbutir
tunggal, daya simpan lengasnya rendah, status kesuburannya rendah, evaporasi tinggi dan tiupan
angin laut kencang. Menurut Sudihardjo (2000), berdasarkan kriteria CSR/FAO 1983 kesesuaian
aktual lahan pasir Pantai Selatan DIY termasuk kelas Tidak Sesuai atau Sesuai Marginal untuk
komoditas tanaman pangan dan sayuran. Mereka telah mengetahui bahwa kendala tanah di lahan
pasir pantai adalah kesuburan dan daya menyimpan air rendah, dengan demikian penambahan
tanah lempung dan pupuk kandang telah menjadi perlakuan penting untuk memperbaiki tanah
agar mampu mendukung kehidupan tanaman budidaya.
Beberapa penelitian secara parsial telah membuktikan potensi lahan pasir pantai Selatan di
Yogyakarta beserta beberapa alternatif perlakuan yang dapat diterapkan untuk mendukung
keberhasilan budidaya tanaman di lahan tersebut (Sudihardjo, 2000; Suhardjo et al., 2000;
Sukresno et al., 2000; Ambarwati & Purwanti, 2002;). Tujuan penelitian ini adalah (1)
Menghitung indeks kualitas tanah pada berbagai petak budidaya dengan umur penggunaan lahan
yang berbeda, (2) Mempelajari hubungan antara lama waktu pemanfaatan lahan dan indeks
kualitas tanah. penilaian kelestarian sumberdaya tanah telah banyak mengalami perkembangan
dengan melibatkan berbagai fungsi tanah secara holistik; tidak hanya aspek produktivitas
pertanian saja. Salah satu tolok ukur penilaian tersebut adalah kualitas tanah. Doran & Parkin
(1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam
batas-batas ekosistem untuk melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan,
serta meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997) mengusulkan bahwa
kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan dengan kebutuhan satu atau beberapa
spesies atau dengan beberapa kebutuhan hidup manusia
Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator-indikator kualitas
tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah. merupakan
indeks yang dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah. Indikator-
indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan kapasitas fungsi tanah.
Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus (1) menunjukkan
proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, (2) memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan
proses biologi tanah, (3) dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai
kondisi lahan, (4) peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim,
dan (5) apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada data dasar
tanah.
Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator kualitas tanah harus
mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan fungsinya yaitu:
1. Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis
2. Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya
3. Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan anorganik dan organik,
meliputi limbah industri dan rumah tangga serta curahan dari atmosfer.
4. Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.
5. Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan arkeologis terkait dengan
permukiman manusia.
Berdasarkan fungsi tanah yang hendak dinilai kemudian dipilih beberapa indikator yang
sesuai. Pemilihan indikator berdasarkan pada konsep minimum data set (MDS), yaitu sesedikit
mungkin tetapi dapat memenuhi kebutuhan. Penelitian ini mendasarkan pada MDS menurut
Mausbach & Seybold (1998).
Peran penting tanah sebagai faktor produksi diantaranya sebagai media tumbuh perakaran dan
penyedia unsur hara bagi tanaman. Selain berfungsi sebagai faktor produksi, tanah juga berperan
penting dalam meningkatkan dan menjaga kualitas lingkungan baik di tingkat lokal maupun di
tingkat global melalui kemampuan tanah menyaring bahan-bahan pencemar sehingga sumber air
tidak tercemar, mengontrol pelepasan air ke badan-badan air seperti sungai atau danau, dan
menyimpan karbon untukmengurangi emisi gas rumah kaca (Adhikari dan Hartemink 2016).
Dampak lanjutan dari kegiatan penambangan, jika tidak dilakukan upaya reklamasi, adalah erosi
tanah, polusi air dan udara, keracunan, kehilangan potensi sumberdaya hayati, dan kehilangan
potensi ekonomi (Wong 2003, Sheoran et al. 2008). Kegiatan reklamasi diperlukan untuk
mengembalikan kondisi lahan/tanah mendekati kondisi seperti sebelum kegiatan penambangan.
Lahan bekas penambangan yang sudah direklamasi umumnya dicirikan oleh kesuburan tanah
dan kandungan bahan organik yang rendah, masalah pemadatan tanah, struktur tanah yang masif,
perakaran dangkal, retensi air rendah dan kemasaman tanah yang tinggi (Akala dan Lal 2001,
Haridjaja 1995, Mc Sweeney dan Jansen 1984).
Evaluasi terhadap kualitas tanah sebagai akibat kegiatan penambangan di suatu daerah dilakukan
untuk mengetahui intensitas perubahan sifat-sifat tanah yang secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Dan juga dimanfaatkan sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan yang
berkaitan dengan rencana pengguna lahan.
Peluang untuk mendapatkan keuntungan ekonomi atau sebaliknya kerusakan ekosistem tanah
sehingga tanah tidak berfungsi optimal sangat tergantung pada bagaimana manusia mengelola
sumberdaya tersebut. Pengelolaan yang sifatnya eksploitatif menyebabkan tidak berfungsinya
seluruh atau sebagian fungsi tanah tersebut. Tanah dengan kandungan bahan organik rendah
menyebabkan tanah menjadi kurus, keras, kapasitas menyimpan air rendah dan mudah tererosi.
Kualitas tanah dapat didefinisikan sebagai “the capacity of a specific kind of soil to function,
within natural or managed ecosystem boundaries, to sustain plant and animal productivity,
maintain or enhance water and air quality, and support human health and habitation” (Doran
dan Parkin 1994, Karlen et al. 1997, Arshad dan Martin 2002) yang diterjemahkan secara bebas
sebagai kemampuan suatu tanah untuk berfungsi, dalam batas ekosistem alami atau diolah,
dalam mempertahankan produktivitas tanaman dan hewan, memelihara dan meningkatkan
kualitas air dan udara, dan menunjang kesehatan manusia dan lingkungannya. Dari definisi
tersebut terdapat 3 fungsi utama tanah yang dapat menjadi indikator kualitas tanah secara umum
yaitu fungsi produksi, lingkungan dan kesehatan. Doran et al. (1996) menggambarkan tiga cara
bagai-mana tanah secara langsung mempengaruhi kualitas lingkungan, pertumbuhan tanaman
dan kesehatan hewan dan manusia.
Cara pertama adalah Terdapatnya logam berat atau bahan beracun lainnya dalam konsentrasi
tinggi dalam tanah dapat terjadi karena aktivitas manusia (anthropomorphic event) seperti
kegiatan penambangan atau karena proses geologi. yang dapat langsung mempengaruhi kualitas
air, meracuni tanaman, hewan, dan/atau manusia. Konsentrasi bahan beracun ini melebihi
kemampuan tanah dalam menyaring atau mengadsorbsi sehingga menjadi bebas atau tidak
terikat oleh partikel tanah. Cara kedua adalah tanah berfungsi sebagai penyaring berbagai bahan
polutan dari air yang melewati profil tanah, sehinggga air yang dimanfaatkan oleh hewan dan
manusia terbebas dari polutan yang berbahaya. Dan sebagai agen pengikat yang mengadsobsi
bahan-bahan kimia, khususnya kation, dari air yang melewati profil tanah sebelum menjadi air
tanah. Cara ketiga adalah tanah menyediakan media tumbuh yang mengandung unsur hara bagi
pertumbuhan tanaman. Tanah yang baik dan sehat adalah tanah yang menyediakan unsur hara
esensial maupun non-esensial dalam jumlah yang optimum dan seimbang bagi tanaman sehingga
hasil tanaman optimal dan sehat.
Keberlanjutan (sustainability) sistim pertanian Berbagai masalah yang berkaitan dengan
keberlanjutan ini berkaitan erat dengan kualitas tanah. diperlukan metode yang secara cepat dan
akurat mengukur perubahan kondisi tanah dari waktu ke waktu sehingga sustainabilitas sistim
dapat dipertahankan. Perubahan kondisi tanah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang
bersumber dari proses-proses yang terjadi dalam tanah itu sendiri maupun dari luar sebagai
akibat penggunaan lahan. Perumusan indikator kunci ditekankan pada fungsi tanah yang menjadi
obyek evaluasi dan dampak pengelolaan terhadap sistim yang lebih luas (Andrews et al. 2002).
tidak hanya dalam kaitannya dengan produktivitas tanaman tetapi juga opsi pengelolaan,
sehingga mencakup aspek yang lebih luas termasuk kualitas lingkungan yang mendukung
keberlanjutan usahatani.
Doran dan Parkin (1996) mengusulkan lima kriteria yaitu:
1. Mudah diukur oleh siapa saja, tidak hanya oleh seorang yang ahli di bidang tersebut.
2. Mempunyai korelasi yang baik dengan proses yang terjadi dalam ekosistem.
3. Dapat digunakan untuk memprediksi nilai parameter tanah lainnya yang sulit diukur.
4. Mudah berubah sebagai respon terhadap berbagai bentuk penggunaan lahan.
5. Salah satu parameter dalam sistim database tanah.
mengevaluasi kualitas tanah pada lahan bekas tambang batubara yang sudah direklamasi di
negara bagian Indiana, AS, Seybold et al. (2004) menggunakan enam parameter tanah yaitu
kandungan organik C, kapasitas tukar kation (KTK), kapasitas air tersedia (AWC), berat isi tanah
(BD), dan indeks morpologi (struktur dan rupture resistance) tanah. Sifat tanah lainnya seperti
kandungan bahan organik, KTK, dan pH tanah umumnya hampir sama dengan kondisi sebelum
penambangan. Dari beberapa literatur tersebut, terlihat bahwa penetapan indikator kunci kualitas
tanah berbeda tergantung dari karakteristik lokasi dan tujuan dari evaluasi yang akan dilakukan.
Indikator kunci kualitas tanah untuk masing-masing jenis penambangan akan berbeda-beda,
namun disarankan enam indikator yaitu kandungan bahan organik tanah (SOM), reaksi tanah
(pH), berat isi tanah (BD), kapasitas air tersedia (AWC), agregasi (WSA), dan respirasi tanah.

Anda mungkin juga menyukai