Anda di halaman 1dari 47

MODUL PRAKTIKUM

MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH

JURUSAN ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
KATA PENGANTAR

Modul praktikum ini disusun sebagai pegangan mahasiswa yang mengambil mata
kuliah keahlian Morfologi dan Klasifikasi Tanah di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak. Maksud penulisan modul ini untuk membantu
mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum mata kuliah Morfologi dan Klasifikasi
Tanah.
Pada dasarnya modul ini terdiri dari petunjuk pengamatan morfologi tanah,
pengambilan contoh tanah profil, penetapan epipedon/horizon penciri dan petunjuk cara
mengklasifikasikan suatu tanah dengan sistem taksonomi tanah, sistem USDA dan sistem pusat
penelitian tanah.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu
dalam penulisan modul ini, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa/i dan bagi
kita semua

Pontianak, 20

Tim penyusun

Matakuliah MKT

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 1

DAFTAR ISI..................................................................................................................... 2

PENGAMATAN MORFOLOGI TANAH ....................................................................... 3

JENIS DAN CARA PENGAMBILAN CONTOH TANAH ........................................... 31


KLASIFIKASI TANAH ................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 46

ii
1

ACARA PERTAMA
PENGAMATAN MORFOLOGI TANAH

PENDAHULUAN
Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapangan.
Sifat-sifat morfologi tanah berupa deskripsi sifat fisik tanah. Deskripsi morfologi tanah dapat
diamati pada profil, minipit dan boring.
Profil tanah adalah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri dari lapisan tanah
(solum) dan lapisan bahan induk. Solum tanah adalah bagian dari profil tanah yang terbentuk
akibat proses pembentukan tanah.
Sifat tanah berubah baik ke arah vertikal maupun lateral perubahan vertikal ditunjukkan
oleh perubahan susunan horison dalam profil tanah. Perubahan lateral adalah perubahan sifat-
sifat tanah kearah lain yang berbeda.
Pedon adalah volume terkecil yang dapat disebut tanah. Pedon mempunyai ukuran tiga
dimensi batas bawah antara tanah dengan bukan tanah sedang batas lateralnya (panjang dan
lebar) cukup luas untuk mempelajari sifat-sifat horison tanah. Luasnya berkisar antara 1-10 m2
tergantung dari keragaman horizon.
Polipedon adalah kumpulan lebih dari satu pedon yang sama atau hampir sama yaitu
semuanya mempunyai sifat yang memenuhi syarat untuk dikelompokkan kedalam satu seri
tanah. Luas polipedon minimum 2 m2(dua pedon) sedang luas maksimum tidak terbatas.

PENGAMATAN PROFIL TANAH

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengamatan profil tanah
diantaranya adalah:

a) Penampang harus bersih dan terang


b) Jika lubang berair, maka air harus dikeluarkan dengan ditimba dan dijaga agar
permukaan air tetap rendah.
c) Pengamatan tidak boleh dilakukan pada saat hujan atau intensitas matahari masih/sudah
lemah.
d) Lakukan penyemprotan profil bila tanah sangat kering agar lembab.
2

ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN DALAM PENGAMATAN PROFIL TANAH.

Alat-alat lapangan
a) Meteran
b) Pisau lapang
c) Sekop/dodos/cangkul/ember
d) Munsell soil colour chart
e) Kompas
f) Abney level
g) Altimeter
h) Bor (gambut/mineral)
i) Loup
j) Global positioning system (GPS)
k) Kantong plastik
l) Alat tulis menulis
Bahan kimia
a) Kertas lakmus / pH meter
b) HCL 10%
c) H2O2 (peroksida) 30 %
d) H2O (aquades)

DESKRIPSI MORFOLOGI TANAH


Hal-hal yang perlu diamati di lapangan
1) Nomor horizon
Nomor urut lapisan /horizon ditulis dengan angka Romawi dari atas ke bawah, jumlah
lapisan yang dapat dibatasi di lapangan sangat tergantung dari jenis tanah. Lapisan yang
sulit dibatasi dan jaraknya terlalu lebar, misalnya >50 cm, perlu dibagi menjadi 2 atau 3
lapisan.
2) Nama Horizon
Horizon yang diberi simbol adalah horizon genetik yaitu lapisan-lapisan di dalam tanah
yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah dan terbentuk sebagai akibat dari
proses pembentukan tanah.
3

Horison genetik tidak setara dengan horison penciri. Horison penciri merupakan horizon
khas yang digunakan dalam mengklasifikasi tanah.
Horison genetik mencerminkan jenis perubahan sifat tanah yang telah terjadi akibat dari
proses pembentukan tanah. Sedangkan horison penciri adalah horison yang mungkin
terdiri dari beberapa horison genetik yang sifat-sifatnya dinyatakan secara kuantitatif dan
digunakan sebagai penciri dalam klasifikasi tanah.
Ada enam horison (lapisan) gemetik utama dalam tanah yang masing-masing diberi simbol
dengan satu huruf besar yaitu (dari atas ke bawah): O, A, E, B, C dan R. (Soil Survey Staff,
1990).
Horison O : Horison atau lapisan yang didominasi oleh bahan organik, baik yang
(Nama lama Ao; Aoo) selalu jenuh air, drainasenya telah diperbaiki, ataupun yang tidak
pernah jenuh air.
Horison A : Horison mineral di bawah permukaan tanah atau di bawah horison O
dan mempunyai salah satu atau kedua sifat berikut:
(Nama lama A1)
(1) merupakan akumulasi bahan organik halus yang tercampur
dengan bahan mineral dan tidak didominasi oleh sifat horison E
atau B.
(2) menunjukkan sifat sebagai hasil pengolahan tanah.
Horison E : Horison mineral dengan sifat utama terjadi pencucian (Eluviasi) liat,
besi, alumunium, atau kombinasinya, bahan organik, dan lain-lain
(Nama lama A2)
sehingga tertinggal pasir dan debu, umumnya berwarna pucat. Warna
tersebut lebih terang dari pada horison A di atasnya atau horison B di
bawahnya.

Horison B : Horison yang terbentuk di bawah horison A, E, atau O dan


mempunyai salah satu atau lebih sifat berikut:
(Nama lama B2)
(1) terdapat penimbunan (illuviasi) liat, besi, alumunium, humus,
karbonat, gipsum atau silika (salah satu atau kombinasinya);
(2) ada bukti terjadinya pemindahan karbonat;
(3) penimbunan relatif (residual seskuoksida Fe2O3 dan Al2O3)
akibat pencucian silika;
(4) selaput seskuosida sehingga mempunyai warna dengan value
lebih rendah, kroma lebih tinggi dan hue lebih merah dari pada
horison di atas atau di bawahnya, tanpa adanya iluviasi besi;
4

(5) perubahan (alterasi) yang menghasilkan liat, atau membebaskan


oksida atau kedua-duanya dan yang mempunyai bentuk struktur
granuler, gumpal, atau prismatik bila perubahan volume
menyertai perubahan kelembaban tanah; atau
(6) mudah hancur atau rapuh (brittle) dan mempunyai bukti alterasi
lain seperti struktur prismaatik atau ada akumulasi liat iluviasi.
Horison atau lapisan C : Horison atau lapisan, tidak termasuk batuan keras, yang sedikit
dipengaruhi oleh proses pedogenik, dan tidak mempunyai sifat
(Nama lama)
horison O, A, E, atau B, bahan lapisan C dapat serupa ataupun tidak
serupa dengan bahan yang membentuk sollum diatasnya.

Termasuk lapisan C adalah bahan endapan, saprolit, batuan yang


tidak padu (unconsilidated) dan bahan geologi yang agak keras tetapi
pecahan kering udara atau lebih kering dapat hancur bila direndam
dalam air selama 24 jam, sedangkan bila lembab dapat digali dengan
cangkul.

Lapisan R: Batuan keras : Horison lapisan batuan yang keras, pecahan kering udara atau lebih
kering tidak dapat hancur bila direndam dalam air selama 24 jam, dan
(Nama lama R atau D)
batuan yang lembab tidak dapat digali dengan cangkul. Batuan ini
mungkin pecah-pecah tetapi jumlah retakan sedikit sehingga hanya
sedikit akar yang dapat menembus lewat retakan.

O = Horison bahan organik


A = horison pencampuran bahan organik dan
bahan mineral
E = horison pencucian (Eluviasi)
B = Horison penimbunan (Iluviasi)
C = bahan induk terlapuk
R = batuan
5

2 a. Horison Peralihan
Horison Peralihan diberi simbol dengan dua huruf besar dari masing-masing horison
utama yang beralih sifat.
Horison AB : Horison peralihan dari A ke B, tetapi lebih menyerupai A
(Nama lama A3)
Horison EB : Horison peralihan dari E ke B, tetapi lebih menyerupai E
(Nama lama A3)
Horison BA : Horison peralihan dari A ke B, tetapi lebih menyerupai B
(Nama lama B1)
Horison BE : Horison peralihan dari E ke B, tetapi lebih menyerupai B
(Nama lama B1)
Horison BC : Horison peralihan dari B ke C, tetapi lebih menyerupai B
(Nama lama B3)
Uraian di atas menunjukkan bahwa untuk simbol horison peralihan, maka horison utama
yang dominan selalu ditulis terlebih dahulu. Selain itu perlu dijelaskan bahwa simbol
horison peralihan tetap digunakan meskipun salah satu horison utamanya sudah tidak ada.
2 b. Horizon Organik (O)
Tumpukan serasah segar atau telah terurai dan sebagian tercampur dengan bahan mineral.
Dengan batasan sebagai berikut :
1. terbentuk di atas bagian mineral profil tanah mineral
2. tidak jenuh air lebih dari beberapa hari dalam setahun, dan mengandung > 35% bahan
organik di lapisan atas
3. jika kandungan liat > 50% maka kandungan bahan organik = 10%
4. jika tidak mengandung liat, maka kandungan bahan organik = 20%
5. jika kandungan liat antara 0-5%, maka kandungan bahan organik setara dengan 20 +
(0,2 x % liat)
O1 : horison organik yang terbentuk dari bahan tumbuhan atau hewan yang morfologinya
masih dapat dilihat secara kasat mata
O2 : horison organik yang bentuk bahan asalnya (tumbuhan atau hewan) sudah sulit untuk
dikenali secara kasat mata.
H : horison dari bahan organik pada lapisan atas yang selalu jenuh air.
6

2 c. Horizon Mineral
Horizon mineral mempunyai ciri-ciri organis, antara lain :
1. jika tidak mengandung liat, kandungan C-organik < 12%
2. jika kandungan liat > 60%, kandungan C-organik > 18%
3. jika kandungan liat 0 - 60%, kandungan C-organik 12-18%.
A = horison tanah mineral dipermukaan yang memiliki bahan organik yang telah
terurai dan memenuhi persyaratan sebagai hasil pembentukan tanah.
A1 = horison mineral yang terbentuk pada atau berdekatan dengan permukaan tanah,
sebagai tempat bahan organik terhumifikasi.
A2 = horison mineral yang memperlihatkan kehilangan liat, besi atau almunium, dan
meningkatkan kandungan kuarsa dan mineral lapuk lainnya.
A3 = horison peralihan antara horison A dan B, serta didominasi oleh watak horison
A1 dan A2 di atasnya serta sejumlah watak sub-ordinat B di bawahnya.
AB = horison peralihan antara horison A dan B yang bagian teratas didominasi watak
horison A dan bagian bawah horison B, dan horison ini sulit dikatergorikan
sebagai horison A3 atau B.
A+B = horison yang mempunyai watak seperti horison A2, kecuali sebagian (<50%)
horison mempunyai watak seperti horison B.
B = horison mineral dengan menampilkan satu atau lebih watak berikut :
• tempat penimbunan liat silikat, besi, aluminium atau humus, baik secara
tunggal maupun kombinasinya sebagai hasil iluviasi (pengendapan).
• adanya peningkatan sisa-sisa seskuioksida (Fe2O3 dan Al2O3) atau liat silikat,
dibandingkan bahan induknya.
• merupakan hasil lapukan dengan pembentukan liat silikat dan oksida, atau
berstruktur prisma, gumpal atau remah.
B1 = horison peralihan antara horison B dan A1 atau antara horison B dan A2 yang
didominasi watak horison B2 di bawahnya dan mempunyai watak subordinat
horison A1 dan A2 diatasnya.
B+A = harison yang 50% volume horison ini merupakan horison peralihan, meluas
sampai mendekati horison A di atasnya atau berdekatan horison C dan R di
bawahnya.
7

B2 = horison B yang tidak menampakkan sifat-sifat horison B secara tegas yang


menunjukkan bahwa horison ini merupakan peralihan yang meluas sampai
horison A di atasnya atau berdekatan dengan horison C dan R.
B3 = horison peralihan antara horison B dan C atau R, yang memiliki sifat horison
B2 di atasnya terlihat jelas, tetapi berkaitan dengan ciri horison C atau R.
C = horison mineral yang terdiri dari bahan tidak pejal dan diperkirakan sebagai
bahan pembentuk tanah sedikit terpengaruh proses pedogenik dan kurang
memperlihatkan sifat-sifat horison A dan B.
R = suatu lapisan batuan sangat keras (batuan kukuh), dengan tingkat kekerasan
skala Mohs > 3.
2 d. Huruf Kecil
Pembagian lebih lanjut dari horison utama dan menunjukkan proses pembentukan tanah.
Penulisannya di belakang huruf besar, dan dapat mencantumkan lebih dari satu huruf.
a = bahan organik saprik
b = horison tertimbun
c = peningkatan bentuk konkresi
ca = penimbunan karbonat-karbonat alkali tanah, terutama kalsium
cs = penimbunan kalsium sulfat
cn = penimbunan konkresi-konkresi atau bintil keras yang banyak mengandung
seskuoksida dengan atau tanpa fosfor
e = bahan organik hemik
g = karatan besi dan mangan hasil proses oksida dan reduksi
h = peningkatan kadar bahan organik dalam tanah mineral
i = bahan organik fibrik
k = peningkatan kadar CaCO3
m = untuk lapisan yang tersementasi
n = penimbunan natrium
p = lapisan olah
q = aluminium silika
r = gejala reduksi yang kuat karena pengaruh air tanah
s = penimbunan seskuioksida
sa = penimbunan garam-garam lebih larut dari kalsium sulfat
si = penyemenan bahan bersilikat yang dapat larut dalam alkali.
t = iluviasi liat
8

w = tanda gejala pelapukan, berupa peningkatan kandungan liat, perubahan warna,


pembentukan struktur.
x = lapisan fragipan
y = akumulasi gyps
z = akumulasi garam yang lebih mudah larut dari pada gyps
2 e. Horison Penciri
Horison penciri yang digunakan dalam penetapan klasifikasi tanah terdiri dari horison A
(horison atas, epipedon) dan horison B (horison bawah permukaan).
• Horison A merupakan lapisan tanah permukaan setebal 25 cm atau kurang, berwarna
lebih gelap dibanding horison di bawahnya, dan banyak dipengaruhi oleh aktivitas
biologi. Beberapa epipedon yang umum ditemukan dan memiliki sifat-sifat penciri
sebagai berikut:
o Okrik : Ketebalan ≤ 18 cm atau berwarna cerah (value/chroma > 3).
o Umbrik : Ketebalan ≥ 18 cm, berwarna gelap (value/chroma ≤ 3), kadar C organik
> 2,5%, atau ≥ 0,6% lebih tinggi dari horison C, dan Kejenuhan Basa (KB) < 50%.
o Molik : Ketebalan ≥18 cm, berwarna gelap (value/chroma ≤ 3), kadar C organik ≥
2,5% atau ≥ 0,6% lebih tinggi dari horison C, dan KB ≥ 50%.
o Histik : Bahan tanah organik dengan ketebalan 20-60 cm, mengandung ≥ 75%
serat-serat spagnum atau ketebalan 20-60 cm dan berat volume (lembab) < 0,1
gr/cm3, atau ketebalan 20-40 cm; atau horison Ap dengan ketebalan sampai 25 cm,
kadar C organik ≥16% jika kadar liat > 60%, atau ≥ 8% tanpa kadar liat, atau 8
ditambah (persentase liat dibagi 7,5) persen atau lebih jika fraksi liat kurang dari
60%.
• Horison B merupakan lapisan di bawah epipedon, ketebalan 25 cm atau lebih dan
memiliki sifat-sifat penciri sebagai berikut:
o Kambik : Tidak mempunyai kenaikan liat secara nyata, dan Kapasitas Tukar Kation
(KTK) liat > 16 cmol(+)/kg.
o Oksik : Ketebalan ≥ 30 cm, tidak mempunyai kenaikan liat secara nyata, KTK liat
≤ 16 cmol(+)/kg.
o Argilik : Jika horison A mempunyai kadar liat ≤ 15%, maka kenaikan liat horison
B adalah 3% secara absolut (misal: 10% + 3% = 13%). Jika horison A mempunyai
kadar liat 15-40%, maka kadar liat horison B adalah 1,2 kali horison A (misal: 30%
+ 6% = 36%). Jika horison A mempunyai kadar liat > 40%, maka kenaikan liat
horison B adalah 8% secara absolut (misal: 40% + 8% = 48%).
9

o Natrik : Mengalami akumulasi liat dengan kandungan Na tinggi (≥15%).


o Kandik : Mempunyai KTK liat < 16 cmol(+)/kg, dan KTK efektif ≤ 12 cmol(+)/kg,
dan memiliki salah satu dari sifat-sifat berikut: Jika horison A mempunyai kadar
liat ≤ 20%, maka kenaikan liat horison B adalah 4% secara absolut (misal: 20% +
4% = 24%). Jika horison A mempunyai kadar liat 20-40%, maka kadar liat horison
B adalah 1,2 kali horison A (misal: 30% + 6% = 36%). Jika horison A mempunyai
kadar liat > 40%, maka kenaikan liat horison B adalah 8% secara absolut (misal:
40% + 8% = 48%).
o Albik : Mengalami pencucian liat dan unsur lainnya dari horison A (eluviasi),
warna kelabu putih.
o Sulfurik : Ketebalan ≥ 15 cm, mengandung asam sulfat, pH ≤ 3,5.
o Sulfidik : Ketebalan ≥ 15 cm, mengandung pirit 1,46%, pH buih (H2O2) < 2,5.
o Spodik : Ketebalan > 2,5 cm tersementasi kontinue oleh senyawa komplek organik
besi atau organik-aluminium, berpasir atau berlempung kasar.
o Kalkarik : Mengandung bahan kapur, membuih jika ditetesi larutan HCl 15%.
o Kalsik : Ketebalan ≥ 15 cm, mengandung kalsium karbonat (CaCO3) ≥ 15%, atau
≥ 5% lebih tinggi dari horison C.
o Gipsik : Ketebalan ≥ 15 cm, mengandung senyawa gipsum (MgCO3) ≥ 5% lebih
tinggi dari horison C.
o Duripan : Tersementasi Si kontinue secara lateral, padas keras, tidak pecah jika
direndam dalam air.
o Fragipan : Ketebalan ≥ 15 cm, horison tersementasi Si, padas tidak keras, pecah
jika direndam dalam air.
o Plintik : Mengandung kongkresi dan kerikil besi > 5% berdasarkan volume.
o Vertik : Mempunyai rekahan selebar >1 cm sedalam 50 cm.
o Ortoksik : Mempunyai KTK liat 16 – < 24 cmol(+)/kg.
3) Ketebalan / dalam lapisan / horizon
Tebal lapisan/horizon diukur dari titik teratas horizon sampai lapisan paling bawah, untuk
setiap lapisan/horizon ketebalannya dinyatakan dalam cm. Jika terdapat jenis horizon tidak
teratur, berombak dan terputus dinyatakan dalam 2 angka yang mana angka pertama
menunjukan lapisan horizon paling dangkal dan yang kedua paling dalam, contoh (0-
23/35) namun apabila horisonnya hanya datar cukup dengan 1 angka saja.
10

4) Batas dan kejelasan tofografi Horizon/Lapisan


Batas horizon dinyatakan dalam kejelasan dan batas topografi:
Kejelasan:
Abrupt (a) : sangat jelas, lebar peralihan < 2 cm.
Clear (c) : jelas, lebar peralihan 2-5 cm.
Gradual (g) : berangsur, lebar peralihan 2-5 cm.
Diffuse(d) : baur, lebar peralihan > 12 cm.
Bentuk topografi:
Smooth (s) : rata, lurus teratur.
Wavy (w) : berombak, berbentuk kantong.
Irreguler (I) : tidak teratur
Broken (b) : terputus, batas horizon tidak
dapat disambungkan dalam satu bidang datar.
5) Warna
Warna tanah merupakan cerminan kondisi tanah. Warna disusun oleh tiga variabel yaitu Hue,
Value, dan Khroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan, sesuai dengan panjang
gelombangnya. Value menunjukan gelap - terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang
dipantulkan. Khroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Warna gelap
mencerminkan kandungan bahan organik tinggi. Warna kelabu mencerminkan drainase buruk,
warna merah mencerminkan drainase baik.
Warna tanah ditentukan dengan sistem Munsell Soil Colour Chart yang meliputi Hue,
value, chroma. Misalnya 10 YR 3/2.
Warna-warna yang dicatat meliputi:
• Warna matriks
• Warna karatan, konkresi.
• Warna plintit
11

Dalam menentukan warna tanah harus diperhatikan:


• Tanah dalam keadaan lembab.
• Terlindung dari matahari langsung dan intensitas matahari cukup kuat.
• Tanah tidak boleh mengkilap akibat cungkilan.
• Bagian tanah tidak boleh yang telah tersentuh tangan
6) Tekstur
Di lapangan tekstur ditentukan dengan memijat tanah dengan jari-jari dan dirasakan kasar
halusnya tingkat kelekatan dan licin tidaknya tanah yang diamati sebagai berikut:
Pasir - Sangat kasar sekali,
- tidak membentuk bola dan gulungan
- serta tidak melekat.
Pasir berlempung - Sangat kasar
- membentuk bola yang mudah sekali hancur
- serta agak melekat.
Lempung berpasir - Agak kasar
- membentuk bola agak keras tetapi mudah hancur
- serta melekat.
Lempung - Rasa tidak kasar dan tidak licin,
- membentuk bola agak teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan
mengkilat,
- serta agak melekat.
Lempung berdebu - Licin, membentuk bola agak teguh,
- dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat,
- serta agak melekat.
Debu - Rasa licin sekali,
- membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan
mengkilat,
- serta agak melekat.
Lempung liat - Rasa halus dengan sedikit bagian agak kasar,
berpasir - membentuk bola agak teguh (kering),
12

- membentuk gulungan jika dipirid tetapi mudah hancur,


- serta melekat sedang.
Lempung liat - Rasa halus agak licin,
berdebu - membentuk bola teguh (kering),
- membentuk gulungan mengkilat,
- serta melekat.
Lempung berliat - Rasa licin jelas, gulungan mudah hancur
- membentuk bola agak teguh, membentuk gulungan jika dipirid
- Agak melekat.
Liat berpasir - Rasa halus, berat, terasa sedikit kasar,
- membentuk bola, mudah digulung,
- serta melekat sekali.
Liat berdebu - Rasa halus, berat, agak licin,
- membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung,
- serta melekat sekali.
Liat - Rasa berat,
- membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras,
- sangat melekat.

7) Struktur
Struktur tanah merupakan susunan butir tanah secara alami membentuk agregat, antara
agregat-agregat tersebut dibatasi oleh suatu bidang belah alami yang disebut dengan
struktur. Struktur tersebut meliputi bentuk, ukuran dan perkembangan.
Bentuk-bentuk struktur tanah:
• Lempeng (platy) (pl) : sumbu bidang horizontal lebih panjang dari sumbu
vertikal.
• Prisma (prismatic) (p) : sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horizontal,
bidang-bidang membentuk sudut.
• Tiang (columnar) (cp) : seperti prisma, namun bidang-bidang membentuk sudut
membulat.
• Gumpal Bersudut : sumbu vertikal sama panjang dengan sumbu
(angular blocky) (ab) horinzontal, batas dua bidang membentuk sudut lancip.
• Kubus (blocky) (b) : seperti sudut, namun batas dua bidang membentuk
sudut tegak lurus.
• Gumpal Membulat : seperti kubus, batas bidang-bidang membentuk
(sub-angular blocky) (sb) sudut membulat.
• Remah (crumb) (cr) : seperti bola dengan ukuran agak besar, sangat berpori.
13

• Butir (granular)(g) : seperti bola, sedikit berpori, membentuk ped (butir


Struktur Tunggal).

Ukuran struktur: tergantung pada bentuk struktur seperti pada tabel berikut:

Kelas Ukuran Lempeng Prisma dan Kubus, Sudut dan Butir dan
Tiang Gumpal Remah
Sangat halus < 1 mm < 10 mm < 5 mm <1 mm
Halus 1 –2 mm 10 – 20 mm 5 – 10 mm 1 – 2 mm
Sedang 2 – 5 mm 20 – 50 mm 10 – 20 mm 2 – 5 mm
Kasar 5 – 10 mm 50 – 100 mm 20 – 50 mm 5 – 10 mm
Sangat kasar > 10 mm > 100 mm > 50 mm > 10 mm

Tingkat perkembangan struktur:


0 : tidak berstruktur (masive)
1 : lemah, kalau diremas jadi butir-butir.
2 : cukup, bentuk jelas, kalau diremas bentuknya satuan sebagian besar tetap.
3 : kuat, bentuk jelas, jika diremas bentuknya tetap.

8) Konsistensi
Konsistensi tanah merupakan manesfestasi gaya adhesi dan kohesi yang bekerja pada
massa tanah pada kondisi basah, lembab maupun kering yang diamati dengan cara
meremas, memijat atau memirid dengan tangan.
Konsistensi dalam keadaan basah (kadar air lebih dari kapasitas lapang) ditunjukan
oleh adanya kelekatan (derajat adhesi) dan plastisitas (derajat kohesi) yang ditentukan
dengan memijit atau memirid tanah diantara ibu jari dan jari telunjuk.

Derajat kelekatan
Tidak lekat (so) : Tidak ada tanah tertinggal
Tidak lekat Agak lekat
Agak lekat (ss) : Tanah tertinggal pada salah satu jari
Lekat (s) : Tanah tertinggal pada kedua jari
Sangat lekat (vs) : sukar untuk melepaskan kedua belah jari
Lekat Sangat lekat
Plastisitas
Tidak plastis (po) : tidak dapat terbentuk gelintir tanah, masa tanah mudah berubah
bentuk
14

Agak plastis (sp) : terbentuk gelintir tanah, masa tanah mudah berubah bentuk
Sangat plastis (vp) : dapat terbentuk grlintir tanah, tahan terhadap tekanan

Konsistensi dalam keadaan lembab (kadar air sekitar kapasitas lapang) ditentukan
dengan meremas masa tanah dengan telapak tangan

Lepas (l) : Butir-butir tanah tidak terikat, melekat bila ditahan


Sangat gembur (vf) : Dengan sedikit tekanan bisa bercerai, bila digenggam mudah
bergumpal, meleket bila ditekan
Gembur (f) : Bila diremas dapat bercerai, bila digenggam masa tanah
bergumpal, melekat bila ditekan
Teguh (t) : Masa tanah tahan terhadap remasan, hancur dengan tekanan
besar
Sangat teguh (vt) : Masa tanah tahan terhadap remasan, tidak mudah berubah
bentuk
Ekstrem teguh (et) : Masa tanah sangat tahan terhadap remasan, bila digenggam
bentuk tidak berubah
Konsistensi dalam keadaan kering (kadar air kurang dari titik layu permanen)
ditentukan dengan meremas/ menekan masa tanah dengan telapak tangan
Lepas (l) : butir-butir tanah lepas, satu dengan lainnya tidak terikat
Lunak (s) : dengan sedikit tekanan tanah bercerai menjadi butir
Agak keras (sh) : agak tahan terhadap tekanan, masa tanah rapuh
Keras (h) : tahan terhadap tekanan masa tanah dapat dipatahkan dengan
tangan (tidak dengan jari)
Sangat keras (vh) : masa tanah sukar dipatahkan dengan tangan
Ektrem keras (eh) : masa tanah tidak dapat dipatahkan dengan tangan

9) Karatan
Karatan adalah gejala kelainan warna pada tanah, akibat proses oksidasi dan reduksi.
Karatan dalam penampang tanah ditentukan berdasarkan beberapa kriteria pengamatan
diantaranya : jumlah, ukuran, bandingan, batas dan bentuknya.

JELAS
15

Jumlah
• Sedikit (sd) : < 2 % dari luas permukaan
• Biasa (bi) : 2-10 %
• Banyak (ba) : > 20 % matrik masih nampak jelas
Ukuran
• Kecil (k) : diameter < 0.5 cm
• Sedang (s) : diameter 0,5-1,5 cm
• Biasa (b) : diameter > 1,5 cm, matrik masih nampak jelas BAUR
Bandingan
• Baur (b) : warna matrik dan karatan hampir sama
• Jelas (d) : warna matrik dan karatan berbeda dalam hue dan kroma
• Nyata (n) : bintik-bintik karatan merupakan gejala utama dari horison
NYATA
Batas
• Jelas (j) : warna beralih tiba-tiba
• Sedang (s) : warna peralihan < 2 mm
• Kabur (k) : warna peralihan > 2 mm

JELAS
Bentuk
• Bintik (b) : hampir membulat, satu dengan yang lainnya tidak
bersambungan
• Bintik berganda (bs) : hampir membulat, satu dengan lainnya bersambungan
• Lidah (li) : memanjang kecil, mebujur dari atas ke bawah
• Api (ap) : lebar atau besar arahnya tidak menentu
• Pipa (pi) : bulat memanjang

10) Kandungan bahan kasar


Bahan kasar adalah masa dalam tanah berukuran 0,2-2 cm, terdiri dari konkresi-konkresi,
kerikil, gumpalan-gumpalan garam, yang berpengaruh terhadap penggunaan tanah dan
pertumbuhan tanaman.
Kandungan bahan kasar yang perlu dicatat adalah terdiri dari: jenis, ukuran, jumlah,
kekerasan dan penyebaranya dalam penampang
16

Jenis
• Fe : konkresi besi berwarna merah, coklat, umumnya berbentuk benjol atau bulat
• Mn : konkresi mangan mirip konkresi besi berwarna kehitamaan
• Ca : konkresi kapur, berwarna keputihan, umumnya membuih dengan HCl
• B : pecahan batu
Ukuran
• Kecil : 0,2-1 cm
• Besar : 1-2 cm
Jumlah
• Sedikit :<3%
• Sedang : 3-15 %
• Banyak : 15-50%
• Banyak Sekali : >50%
Kekerasan
• Lunak : dapat dipecah dengan ibu jari dan telunjuk
• Sedang : dapat dipecah dengan kuku, tidak pecah kalau dipijit
• Keras : baru pecah kalau dipukul dengan palu
Penyebarannya
• Tersebar rata dalam penampang
• Tersebar di sebagian tempat dalam penampang
• Merupakan suatu lapisan
11) Perakaran
Ditemukan ukuran, jumlah dan dalamnya akar-akar yang ada dalam penampang
Ukuran
• Halus : < 2 mm
• Sedang : 2-10 mm
• Kasar : > 10 mm
Jumlah
• Sedikit :<2%
• Sedang : 2-20 %
• Banyak : > 20 %
17

12) Kematangan tanah (nilai n):


Kematangan tanah menunjukan daya dukung tanah atau besarnya penurunan tanah akibat
drainase. Kematangan tanah berkaitan erat dengan kadar air di lapang, bahan organik
tanah, dan tekstur tanah.
Kematangan diukur dengan cara meremas tanah dengan kriteria sebagai berikut:

• U : Mentah/Lumpur
• NU : Agak mentah, sebagian besar tanah keluar bila diremas
• HR : Setengah matang, sebagian tanah keluar bila diremas
• NR : Agak matang, tanah sulit diremas
• R : Matang, tanah tertahan bila diremas, struktur kuat

KEMATANGAN TANAH

13) pH lapang
Dapat ditentukan menggunakan kertas lakmus, atau pH meter lapangan baik yang 2 digit
di belakang koma ataupun 1 angka di belakang koma (Hammer)

SIFAT-SIFAT LAIN

a) Lereng
Keadaan lingkungan diluar lingkungan solum yang sangat besar pengaruhnya terhadap
tanah. Lereng diukur kemiringannya dengan menggunakan Clinometer, Abney Level
ataupun Teodolit. Kemiringan lereng umumnya dinyatakan dalam persen (%).

Simbol Bentuk wilayah Lereng (%) Beda Tinggi (m)


L Datar sampai agak datar (level) 0-3 5
18

U/L Berombak agak datar 0-3 15


S/L Agak melandai (sloping) 0-3 15-50
U Berombak 3-8 5-15
R/U Bergelombang agak berombak 3-8 15-50
R Bergelombang 8-15 15-50
H/R Berbukit agak bergelombang 8-15 50-200
H/M Berbukit agak bergunung 8-15 >200
H Berbukit 15-30 50-200
M/H Bergunung agak berbukit 15-30 >200
M Bergunung >30 >200

LAHAN DEGAN KEMIRINGAN 15 - >30 LAHAN DENGAN KEMIRINGAN 0 - 15

b) Drainase
Drainase tanah menunjukkan keadaan tanah yamg menunjukkan lamanya dan seringnya
tanah jenuh air, yang mencakup drainase permukaan, drainase penampang dan
permeabilitas.

BAIK SEDANG AGAK BURUK BURUK


19

Pengelompokan kelas drainase dibedakan untuk tanah “bukan sawah” dan tanah yang
“:disawahkan”.

Pada tanah “ bukan sawah” yang bila profilnya tidak nampak adanya gejala reduksi oleh
air sawah, pengelompokan kelas drainasenya adalah sebagai berikut:

Kelas 0: Sangat cepat; air sangat mudah lepasdari masa tanah, seperti pada tanah
bertektur sangat kasar, sangat berpori, berbukit dan ber lereng curam

Kelas 1: Cepat; air mudah lepas dari masa tanah, bertektur pasir, sangat berpori, daerah
melandai.

Kelas 2: Agak Cepat; air mudah meresap kedalam solum, masa tanah dalam keadaan
lembab, tidak pernah jenuh air, kadang-kadang ditemukan sedikit karatan di
horizon B bagian bawah atau di horizon C, daerah melandai atau berombak.

Kelas 3: Sedang; air ditahan olah masa tanah, penampang terlihat basah untuk
sementara waktu, ditemukan karatan di horizon B bagian bawah pada
kedalaman 80-120 cm, daerah daratan atau lereng bagian bawah.

Kelas 4: Agak Terhambat; tanah sering terlihat basah, karatan dan gejala reduksi di
seluruh profil, daerah datar/lereng bagian bawah.

Kelas 5: Terhambat; karatan Fe/Mn mulai di horizon Ap, sebagian profil direduksi ,
lereng bawah/lembah.

Kelas 6: Sangat Terhambat; karatan Fe/Mn sedikit, tanah dalam keadaan reduksi,
daerah lembah.

Pada tanah “disawahkan”, pembagian kelas drainase adalah sebagai berikut:

Kelas 1: Sedang; air mudah meresap ke dalam tanah, tetapi masa tanah hanya dalam
keadaan lembab, tidak pernah kenyang air.Karatan besi/mangan atau gejala
reduksi air hanya sedikit di lapisan atas meliputi kurang dari setengah
penampang; daerah landai atau berombak.

Kelas 2: Agak Terhambat; air sering ditahan oleh masa tanah, tanah kelihatan basah.
Karatan dan gejala reduksi di seluruh penampang.Daerah dataran atau leeng
bagian bawah.
20

Kelas 3: Terhambat; air lambat terlepas dari masa tanah, karatan mulai dari lapisan
atas/lapisan Ap. Gejala reduksi hanya di bagian atas, kurang lebih separoh
penampang. Daerah depresi atau lembah

Kelas 4: Sangat Terhambat; karatan Fe/Mn sedikit, tanah dalam keadaan reduksi,
daerah lembah.

c) Keadaan Batuan
Keadaan batu di dibedakan menurut jenisnya, jumlahnya dan letaknya dalam penampang.
1. Batu Kecil, ( 30 cm) – stone (s)
s1 (sedikit): 1% menutup permukaan, terserak dalam jarak 10-30 m, agak mengganggu
pengolahan tanah.
s2 (sedang): 1-3% menutup permukaan tanah, terserak dalam jarak 1,5-10 m, sangat
mengganggu pengelolaan tanah.

s3 (banyak): 3% menutup permukaan tanah, terserak dalam jarak 0,5 m, pengolahan


tanah hampir tidak dapat dilakukan.

2. Batu besar, (30 cm) – rock (r)


r1 (sedikit): 10% di permukaan, terserak dengan jarak 35-100 m, agak mengganggu
pengolahan tanah.

r2 (sedang): 10-25% di permukaan terserak dalam jarak 10-35 m,sangat mengganggu


pengolahan tanah.

r3 (banyak): 25% di permukaan, terserak dengan jarak 35-100 m, tanah hampir tidak
dapat diolah.

d) Padas
Padas adalah pengikatan kerikil, konkresi atau bagian-bagian tanah oleh bahan pengikat
seperti besi, aluminium, karbonat, silikat kecuali liat. Keadaannya tidak tergantung pada
kadar air.
• Lunak : Rapuh dan mudah dipecahkan dengan tangan, mudah ditembus bor tanah.
• Sedang : Keras, tahan tekanan mudah dipecah dengan palu, sukar ditembus bor
tanah.
• Keras : Sukar dipecah dengan palu, tidak dapat ditembus bor tanah.
21

e) Reaksi terhadap H2O2 (Uji Pirit):


Uji pirit dilakukan dengan menambahkan larutan H2O2 30 % pada contoh tanah dengan
perbandingan 1:4, kemudian diaduk, dibiarkan 15 menit dan diukur pH nya. Jika pH tanah
< 2,5 menunjukan tanah tersebut banyak mengandung pirit.

Selain itu untuk pengecekan awal cukup banyak atau tidaknya pirit dapat dilihat dari derajat
pembuihan seperti uraian berikut:

1.1 : tidak berbuih, tidak berbau


1.2 : tidak berbuih, berbau
2.1 : berbuih lambat, tidak berbau
2.2 : berbuih lambat, berbau
3.1 : berbuih cepat, tidak berbau (< 1 menit)
3.2 : berbuih cepat, berbau (< 1 menit)

Morfologi Tanah Gambut

Secara umum dalam klasifikasi tanah, Tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau
Histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam
keadaan lembab < 0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g
cm-3 dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff, 2003).
Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari
tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat
kematangannya, gambut dibedakan menjadi:
• Gambut Saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak
dikenali, berwarna Coklat Tua, Cokelat Kehitaman sampai Hitam, dan bila diremas kandungan
seratnya < 15%. (5 YR 2.5/1, 2.5/2, 3/1, 3/2, 3/3) (7.5 YR 2.5/1, 2.5/2, 2.5/3) (10 YR 2/1, 2/2)

• Gambut Hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya
masih bisa dikenali, berwarma coklat Tua sampai Cokelat kemerahan, dan bila diremas bahan
seratnya 15 – 75%. (2.5 YR 3/3, ¾, 2.5/3, 2.5/4) (5 YR 5/3, 5/4, 4/3, 4/4, 3/2, 3/3, ¾, 2.5/2)
(7.5 YR 3/2, 3/3, ¾, 2.5/2, 2.5/3)

• Gambut Fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa
dikenali, berwarna Coklat Kekuningan Muda, Cokelat Tua, atau Cokelat kemerahan dan bila
diremas >75% seratnya masih tersisa. (2.5 YR 4/3, 4/4, 3/2, 3/3, ¾, 2.5/2, 2.5/3, 2.5/4) (5 YR
4/3, 4/4, 3/2, 3/3,3/4)
22

Proses pembentukan gambut di daerah cekungan lahan basah: a. Pengisian danau dangkal oleh
vegetasi lahan basah, b. Pembentukan gambut topogen, dan c. Pembentukan gambut ombrogen
di atas gambut topogen (Noor, 2001 mengutip van de Meene, 1982).
Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas:
• Gambut Ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi
oleh air hujan
23

• Gambut Topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air
pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral dan lebih subur
dibandingkan dengan gambut ombrogen.
Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi:
• gambut dangkal (50 – 100 cm),
• gambut sedang (100 – 200 cm),
• gambut dalam (200 – 300 cm), dan
• gambut sangat dalam (> 300 cm)

Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi menjadi:


• gambut pantai adalah gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapat pengayaan
mineral dari air laut
• gambut pedalaman adalah gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh
pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan
• gambut transisi adalah gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah tersebut, yang secara
tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.

Ketebalan Bahan Tanah Organik (Penampang Kontrol Histosol = Gambut)

Untuk tujuan praktis, berdasarkan pertimbangan objektif suatu penampang kontrol


untuk klasifikasi histosol dan histel, tergantung dari jenis bahan tanah di dalam lapisan
permukaan, penampang kontrol mempunyai ketebalan 130 cm atau 160 cm dari permukaan
tanah
Penampang kontrol dari histosol dan histel dibagi kedalam tiga kriteria yang di sebut dengan
tier yaitu: Tier Permukaan, Tier Bawah dan, Tier Dasar.
• Tier Permukaan
Lapisan permukaan histosol atau histel meluas dari permukaan tanah sampai kedalam 30
cm dan 60 cm tergantung jenis dekomposisi bahan organic atau kadar serat atau BD lembabnya.
Kedalaman 30 cm jika bahan tanahnya adalah HEMIK, SAPRIK, atau Fibrik Dengan Serat
< ¾ Volume, Dan Bd Lembab ≥ 0,1 G/Cm3, sedangkan 60 cm jika bahan tanah adalah FIBRIK
dan ¾ volume serat sphagnum moss dengan BD lembab < 0,1cm3.

• Tier Bawah
Tier bawah permukaan normalnya adalah 60 cm tebalnya, tetapi jika bagian penentu
berakhir pada kedalaman yang lebih dangkal (pada kontak atau lapisan air atau permafrost),
24

maka tier bawah permukaan meluas dari batas bawah tier permukaan sampai batas bawah
bagian penentu. Ini termasuk lapisan permukaan yang tidak padu, yang mungkin ada di dalam
kedalaman tersebut.

• Tier Dasar
Tier bagian bawah tebalnya adalah 40 cm, kecuali bagian penentu mempunyai batas bawah
pada kedalaman yang lebih dangkal. Jadi kalau bahan tanah organik cukup tebal maka terdapat
dua kemungkinan ketebalan bagian penentu, tergantung pada ada atau tidak adanya mantel
permukaan lumut fibrik atau bahan organik lain yang mempunyai kerapatan limbak rendah (<
0,1 g/cm3 ).
Kemungkinan tersebut di atas, pertama, jika bahan fibrik meluas sampai kedalaman tersebut
(< ¾ volume), maka bagian penentu adalah 160 cm tebalnya, jika bahan fibrik tipis atau tidak
ada, maka bagian penentu meluas sampai kedalaman 130 cm.
25
26

Metode Uji Lapang dengan Menggunakan Skala Humifikasi Von Post

No Lambang Deskripsi
1 F1 Gambut yang sama sekali belum terdekomposisi yang bila diperas akan mengeluarkan
air yang hampir bening. Sisa-sisa tanaman dapat dengan mudah diidentifikasi. Tidak
ada bahan-bahan yang bersifat amorf.
2 F2 Gambut yang hampir seluruhnya belum terdekomposisi, yang bila diperas
mengeluarkan air yang bening atau kekuningan. Sisa-sisa tanaman masih dengan mudah
dapat diidentifikasi. Tidak ada bahan-bahan yang bersifat amorf.
3 F3 Gambut yang terdekomposisi sangat sedikit, yang bila diperas mengeluarkan air coklat
yang bersifat mirip lumpur. Ketika diperas tidak ada gambut yang lewat diantara jari-
jari tangan. Sisa-sisa tanaman masih dapat diidentifikasi dan tidak ada bahan-bahan
yang bersifat amorf .
4 H1 Gambut yang terdekomposisi ringan, yang bila diperas mengeluarkan air yang sangat
berlumpur dan berwarna gelap. Tidak ada gambut yang melewati sela-sela jari, tetapi
sisa-sisa tanaman sedikit bersifat seperti pasta dan telah kehilangan sebagian dari sifat-
sifatnya yang dapat diidentifikasi.
5 H2 Gambut yang terdekomposisi secara sedang, yang bila diperas mengeluarkan air yang
sangat berlumpur dengan adanya gambut granuler amorf (bersifat seperti butiran) dalam
jumlah yang sangat kecil yang lepas melewati sela-sela jari tangan. Struktur sisa-sisa
tanaman sangat tidak jelas meskipun masih dimungkinkan pengenalan sifat-sifat
tertentu. Residunya sangat lengket.
27

6 H3 Gambut-gambut yang terdekomposisi dengan taraf antara sedang sampai lanjut, yang
mempunyai struktur tanaman yang sangat tidak jelas. Ketika diperas, kira-kira 1/3
(70%) dari gambut tersebut lepas lewat sela jari tangan. Residunya sangat lengket, tetapi
menunjukan struktur tanaman secara lebih jelas dibanding sebelum pemerasan.
7 H4 Gambut yang sangat terdekomposisi. Mengandung banyak bahan-bahan amorf, dengan
struktur tanaman yang sangat sulit dikenal. Bila diperas, kira-kira separuh dari gambut
lepas lewat sela-sela jari. Air kalaupun ada, bila terlepas bersifat sangat gelap dan
hampir seperti pasta.
8 S1 Gambut yang sangat terdekomposisi dengan bahan amorf yang berjumlah besar dan
struktur tanaman yang sangat tidak jelas. Bila diperas, kira-kira 2/3 (60%) gambut akan
lepas lewat sela-sela jari. Sejumlah kecil air yang bersifat seperti pasta mungkin dapat
lepas. Bahan-bahan tanaman yang masih Tersisa di tangan terdiri dari residu-residu
seperti akar dan serat yang tahan terhadap dekomposisi.
9 S2 Gambut yang secara praktis telah terdekomposisi penuh, dimana hampir tidak ada
struktur tanaman yang dapat dikenal. Bila diperas gambut ini mirip pasta yang seragam.
10 S3 Gambut yang terdekomposisi sempurna tanpa ada struktur tanaman yang dapat dikenali.
Bila diperas, semua gambut basah akan lepas melewati antara jari-jari tangan.
Keterangan: Amorf adalah : Istilah untuk material padat yang susunannya tidak mempunyai struktur
atau tidak mempunyai bentuk atau bentuknya tidak jelas.

Penentuan tingkat kematangan tanah gambut dengan menggunakan Skala Humifikasi


Von Post dilakukan dengan cara mengambil segenggam tanah gambut kemudian diremas
dengan jari-jari sambil dirasakan dan dilihat bentuk dari tanah gambut tersebut kemudian
dicocokkan sesuai dengan tabel Skala Humifikasi Von Post.

SAPRIK HEMIK FIBRIK


28

Taraf Cairan Warna Tanah


No Sisa Perasan
Perombakan Terperas Setelah Perasan
1 H 1 (fibrik) Jernih Kelabu – Kuning Keseluruhan Berserat
2 H 2 (fibrik) Jernih, Berwarna Cokelat Muda Pucat Hampir Keseluruhan Berserat
3 H 3 (fibrik) Berlumpur Cokelat Muda Bagian Terbesar Berserat
4 H 4 (hemik) Kental Cokelat Muda Sebagian Berserat
5 H 5 (hemik) Sangat Kental Cokelat Masih Ada Serat
Masih Ada Serat, didominasi bahan
6 H 6 (hemik) Koloidal Cokelat
Organik Tanpa Struktur Makro
7 H 7 (hemik) Bahan Gambut Cokelat Tua Berserat Sedikit
Berserat Sedikit, Jumlah Sisa Tidak
8 H 8 (saprik) Tanpa Berlemak Cokelat Tua
Banyak
9 H 9 (saprik) Sukar terperas Cokelat Sangat Tua Serat Sedikit Sekali, Tampak Berlemak
10 H 10 (saprik) Tidak Terperas Hitam Tidak Berserat, Tampak Berlemak
29

ACARA KEDUA
JENIS DAN CARA PENGAMBILAN CONTOH TANAH

Pengambilan contoh tanah merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam
penelitian tanah khususnya dalam kegiatan survei dan pemetaan tanah. Contoh tanah yang
diambil harus dapat mewakili (representiative) satuan-satuan tanah. Dalam pengambilan
contoh tanah, refleksi dari satu titik pengamatan yang hanya diwakili oleh beberapa kilogram
tanah kredibilitasnya dianggap mewakili wilayah yang luasnya mencapai puluhan, ratusan atau
ribuan hektar, tergantung dari tingkat atau skala pemetaan tanah.
Di dalam pemetaan tanah, Horizon-Horizon (lapisan-lapisan) tanah yang dideskripsi
dari suatu profil tanah biasanya digunakan sebagai dasar untuk pengambilan contoh tanah.
Tetapi Horizon-Horizon yang terlalu tipis atau terlalu heterogen, Horizon peralihan, tidak perlu
diambil contohnya. Sebelum pengambilan contoh, penampang tanah dibersihkan terlebih
dahulu dari lapisan paling atas ke arah bawah. Alat-alat yang digunakan juga harus bersih dari
kotoran dan tidak berkarat. Tempat contoh atau kantong plastik yang digunakan sebaiknya
masih baru yang belum pernah dipakai untuk keperluan lain.
Untuk tujuan klasifikasi tanah dan evaluasi lahan, setiap Horizon cukup diambil contoh
tanahnya 0,5 sampai 1,0 kg. Tetapi untuk tanah bertekstur kasar (berpasir dan berkerikili),
contoh tanah yang diambil lebih banyak. Agar contoh tanah dari satu Horizon tidak
terkontaminasi dengan tanah dari Horizon lain, maka pengambilan contoh tanah harus dimulai
dari Horizon atau lapisan paling bawah, bukan dari Horizon paling atas. Selain contoh tanah
untuk tujuan klasifikasi tanah dan evaluasi lahan, terdapat contoh-contoh tanah yang bersifat
khusus, yaitu:
▪ Contoh clod dan ped atau contoh bongkah tanah asli dengan ukuran +10 ml volume.
Contoh tanah ini digunakan untuk penetapan kadar air pada berbagai pF, atau
pengamatan pori-pori tanah dengan menggunakan lensa binokuler. Agar contoh tanah
mudah dipindahkan atau dibawa dalam keadaan tidak terganggu, contoh diambil dalam
bentuk ring.
▪ Contoh tanah utuh atau undisturbed soil samples, yaitu contoh tanah yang diambil
menggunakan ring atau tabung, dari beberapa lapisan, untukpenetapan sifat fisik tanah
seperti bulk density (BD), permeabilitas, dan daya hantar hidraulik. Pengambilan
contoh tanah utuh ini dilakukan pada lahan potensial dengan lereng <25% yang
merupakan satuan tanah utama. Contoh tanah diambil pada dua kedalaman, yaitu pada
30

kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Setiap kedalaman diambil contoh ring lebih dari
sekali pengambilan sebagai ulangan.
▪ Contoh tanah utuh dalam kotak-kotak logam digunakan untuk pengamatan
mikromorfologi melalui irisan tipis (thin sections).
▪ Contoh tanah komposit, yaitu contoh yang dikumpulkan dari beberapa titik pengamatan
melalui pemboran yang dicampur merata menjadi satu contoh yang homogen,
digunakan untuk keperluan analisis status kesuburan tanah. Contoh tanah komposit ini
merupakan kumpulan dari contoh tanah mineral lapisan atas. Apabila terdapat lapisan
organik, maka lapisan tersebut tidak diikutsertakan dalam pengambilan. Pengambilan
dilakukan pada lahan potensial dengan kemiringan lereng <25%. Contoh diambil pada
kedalaman 0-20 cm dari 10 sampai 15 tempat dengan radius 50 m. Dari 10-15 contoh
ini kemudian dicampur dan diambil 1 kg.
▪ Pengambilan contoh tanah alami yang belum teroksidasi. Contoh ini dipakai untuk
menganalisis unsur-unsur dalam kondisi reduksi (tidak terpengaruh oksidasi), misalnya
senyawa pirit (FeS2). Cara pengambilannya yaitu contoh tanah alami yang masih dalam
kondisi reduksi tersebut sesegera mungkin dimasukkan ke dalam botol atau kantong
plastik berwarna gelap, kemudian segera mungkin ditutup dan disimpan dalam kondisi
tidak terkena sinar matahari secara langsung, agar contoh tanah tidak mengalami
oksidasi.
31

ACARA KETIGA
KLASIFIKASI TANAH

Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara membedakan sifat-sifat tanah
antara satu dan lainnya, dan mengelompokan tanah ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan
atas kesamaan sifat yang dimiliki.
Klasifikasi tanah dibedakan menjadi klasifikasi teknis dan klasifikasi alami klasifikasi
tanah yang ditujukan untuk keperluan khusus dinamakan.
1. Klasifikasi teknis: dibuat tidak untuk tujuan khusus tersebut.
2. Klasifikasi alami: dibuat untuk tujuan khusus tetapi atas dasar beberapa sifat alami yang
dimiliki oleh masing-masing individu.
Semua sifat tanah yang ada, terutama yang mempunyai covariant yang tinggi dapat digunakan
sebagai sifat penciri untuk memisahkan kelas-kelas tanah.
Indonesia saat ini dikenal tiga sistem klasifikasi tanah, yaitu sistem taksonomi tanah
FAO/UNESCO, USDA dan PPT. Namun dalam perkembangan penggunaan sistem klasifikasi
tanah, sistem taksonomi tanah akhirnya yang digunakan sebagai klasifikasi secara nasional.
KLASIFIKASI TANAH BERDASARKAN SOIL TAXONOMY
Salah satu sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan Amerika Serikat dikenal
dengan nama: Soil Taxonomy (USDA, 1975; Soil Survey Satff, 1999; 2003). Sistem klasifikasi
ini menggunakan enam (6) kateori, yaitu:
a. Ordo (Order)

b. Subordo (Sub-Order)

c. Grup (Great group)

d. Sub-grup (Sub group)

e. Famili (Family)

f. Seri.
32

CIRI PEMBEDA SETIAP KATEGORI:


a. KATEGORI ORDO TANAH:
Ordo tanah dibedakan berdasarkan ada tidaknya horison penciri serta jenis (sifat) dari
horison penciri tersebut.
Sebagai contoh: suatu tanah yang memiliki horison argilik dan berkejenuhan basa lebih
besar dari 35% termasuk ordo Alfisol. Sedangkan tanah lain yang memiliki horison argilik
tetapi berkejenuhan basa kurang dari 35% termasuk ordo Ultisol.
b. KATEGORI SUB-ORDO TANAH:
Sub-ordo tanah dibedakan berdasarkan perbedaan genetik tanah, misalnya: ada tidaknya
sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan pengaruh: (1) air, (2) regim kelembaban, (3)
bahan iduk utama, dan (4) vegetasi. Sedangkan pembeda sub-ordo untuk tanah ordo
histosol (tanah organik) adalah tingkat pelapukan dari bahan organik pembentuknya:
fibris, hemis, dan safris.
Contoh tata nama tanah kategori Sub Ordo: Udult
c. KATEGORI GREAT GROUP/GROUP TANAH:
Great Group tanah dibedakan berdasarkan perbedaan: (1) jenis, (2) tingkat perkembangan,
(3) susunan horison, (4) kejenuhan basa, (5) regim suhu, dan (6) kelembaban, serta (7) ada
tidaknya lapisan-lapisan penciri lain, seperti: plinthite, fragipan, dan duripan.
Contoh tata nama tanah kategori Great Group: Fragiudult.
d. KATEGORI SUB GROUP TANAH:
Sub Group tanah dibedakan berdasarkan: (1) sifat inti dari great group dan diberi nama
Typic, (2) sifat-sifat tanah peralihan ke: (a) great group lain, (b) sub ordo lain, dan (c) ordo
lain, serta (d) ke bukan tanah.
Contoh tata nama tanah kategori Sub Group: Aquic Fragiudult.
(keterangan: tanah tersebut memiliki sifat peralihan ke sub ordo Aquult karena kadang-
kadang adanya pengaruh air, sehingga termasuk sub group Aquic).
e. KATEGORI FAMILI TANAH:
Famili tanah dibedakan berdasarkan sifat-sifat tanah yang penting untuk pertanian dan atau
engineering, meliputi sifat tanah: (1) sebaran besar butir, (2) susunan mineral liat, (3)
regim temperatur pada kedalaman 50 cm.
Contoh tata nama tanah pada kategori Famili: Aquic Fragiudult, berliat halus, kaolinitik,
isohipertermik.
(keterangan: Penciri Famili dari tanah ini adalah: (1) susunan besar butir adalah berliat
halus, (2) susunan mineral liat adalah didominasi oleh mineral liat kaolinit, (3) regim
33

temperatur adalah isohipertermik, yaitu suhu tanah lebih dari 22 derajat celsius dengan
perbedaan suhu tanah musim panas dengan musim dingin kurang dari 5 derajat celsius).
f. KATEGORI SERI TANAH:
Seri tanah dibedakan berdasarkan: (1) jenis dan susunan horison, (2) warna, (3) tekstur,
(4) struktur, (5) konsistensi, (6) reaksi tanah dari masing-masing horison, (7) sifat-sifat
kimia tanah lainnya, dan (8) sifat-sifat mineral dari masing-masing horison. Penetapan
pertama kali kategori Seri tanah dapat digunakan nama lokasi tersebut sebagai penciri seri.
Contoh tata nama tanah pada kategori Seri: Aquic Fragiudult, berliat halus, kaolinitik,
isohipertermik, Sitiung.
KLASIFIKASI TANAH BERDASARKAN FAO
A. Tingkat Ordo
1. Entisol (E) = Alluvial, Regosol (ENT = recent = baru) Tanah masih muda, baru tingkat
permulaan perkembangan tanah. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon Okrik, Albik
atau Histik.
2. Vertisol (V) = Grumusol, Margalit (ERT= verto = berubah) Tanah dengan kandungan liat
yang tinggi lebih dari 30 % pada seluruh horison, dengan sifat mengembang dan mengkerut.
Dimana pada saat kering tanah mengkerut menjadi pecah-pecah, dan sebaliknya saat basah
tanah mengembang dan lengket.
3. Inceptisol (I) = Alluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, (inceptum = permulaan) Tanah
muda yang lebih berkembang dari pada Entisol, yang memiliki horison kambik, sehingga tanah
ini cukup subur.
4. Aridisol (A) = Desert Soils (aridus = sangat kering) Tanah yang memiliki regim kelembaban
tanah Arid (sangat kering), dan epipedon Okrik serta kadang adanya horison penciri lainnya.
5. Mollisol (M) = (mollis = lunak) Tanah yang memiliki tebal epipedon lebih dari 18 cm
dengan warna tanah hitam gelap, serta agregasi tanah baik yang dicirikan tanah tetap
lunak/lembut dalam keadaan kering. Kandungan bahan organik cukup tinggi lebih dari 1 %,
dan kejenuhan basa lebih dari 50 %.
6. Spodosol (S) = Podzol (spodos = abu) Horison bawah terjadi iluviasi (pengendapan)
bahan-bahan humus serta Fe dan Al oksida yang ditunjukkan adanya horison Spodik,
sedangkan lapisan bawahnya terjadi eluviasi (pencucian) yang mengakibatkan warna tanah
pucat (Albik).
7. Alfisol (F) = Mediteran Merah Kuning, Latosol, Podsolik Merah Kuning Tanah yang
terdapat penimbunan liat di horison bawah (Argilik) dan mempunyai kejenuhan basa lebih dari
35 % pada kedalaman tanah 180 cm dari permukaan.
34

8. Ultisol (U) = Podsolik Merah Kuning, Latosol, Hidromorf Kelabu (ultimus = akhir) Tanah
yang terjadi penimbunan liat di horison bawah dan bersifat masam yang ditunjukkan nilai
kejenuhan basa kurang dari 35 % pada kedalaman 180 cm.
9. Oxisol (O) = Latosol Merah, Latosol Merah Kekuningan, Laterit, Podzolik MK Tanah tua
yang hanya meninggalkan sedikit sisa mineral yang mudah lapuk yang ditunjukkan nilai KTK
rendah ( < 16 me/100 g liat) dengan kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif. Di lapangan
menunjukkan batas lapisan yang tidak jelas yang banyak mengandung oksida Fe dan oksida
10. Histosol (H) = Gambut, Organosol, Tanah Organik (histos = jaringan) Tanah dengan
kandungan bahan organik > 20% pada tekstur pasir atau kandungan bahan organik > 30% untuk
tekstur liat. Lapisan bahan organik tersebut tebalnya lebih dari 40 cm.
B. Tingkat Sub-Ordo
1. ENTISOLS (ENT)
Aquents = tekstur sangat kasar berpasir, tidak ada epipedon okrik, permeabilitas baik
sampai berlebihan
Arents = ada bekas horison diagnostik yang rusak karena percampuran, dengan
permeabilitas baik
Fluvents = ada tanda-tanda sedimentasi , lereng < 25%, tekstur lapisan bawah pasir sangat
halus berlempung atau lebih halus, dengan bahan organik rendah
Orthents = tekstur sama dengan fluvent, dengan bahan organik rendah, permeabilitas baik,
serta suhu tanah dapat mencapai rata-rata setahun < 0o C (ada permafost).
2. VERTISOLS (ERT)
Torrerts = biasanya dalam keadaan kering dan mempunyai retakan sepanjang tahun
Uderts = biasanya dalam keadaan lembab, retakan tampak selama kurang dari 90 hari
kumulatif, atau kurang dari 60 hari berturut-turut
Usterts = retakan tampak selama 90 hari kumulatif atau lebih tetapi tidak sepanjang tahun,
dan iklim panas dengan rata-rata suhu tahunan 22o C atau lebih
Xererts = retakan tampak selama 60 hari berturut-turut atau lebih, suhu rata-rata tahunan
kurang dari 22o C.
3. INCEPTISOLS (EPT)
Andepts = terdiri dari mineral liat Allophane dimana struktur longgar (BJ < 0,85), kadang
mengandung zarah-zarah kaca volkan. Sebanyak 60% atau lebih dalam fraksi
debu atau fraksi diatas debu, memiliki permeabilitas baik dan tidak memiliki
epipedon plaggen
35

Aquepts = permeabilitas buruk yang ditunjukkan adanya gleisasi, kadang terdapat


epipedon histik/okrik, berbecak-becak, atau bersifat alkalin
Ochrepts = kadang terdapat padas, epipedon okrik terlalu merah cerah, dapat memiliki
epipedon umbrik/molik setebal < 25 cm
Plaggepts = memiliki epipedon plaggen Tropepts suhu sedang sampai panas sepanjang
tahun, terdapat epipedon umbrik/molik/okrik dengan endopedon kambik, nilai
KB < 50% dibawah molik
Umbrepts = suhu dingin sampai panas kurang dari 8 oC, memiliki epipedon umbrik/
antropik/molik dengan endopedon kambik dengan nilai KB < 50%, dan tebal
epipedon dapat > 25 cm, beriklim lembab sampai basah serta permeabilitas baik.
4. ARIDISOLS (ID)
Argids = mempunyai horison argilik/natrik/petrokalsik dangkal, dengan iklim lebih
kering dari pada Orthid
Orthids = aridisol khusus yang tidak mempunyai horison argilik/natrik, dapat mempunyai
horison petrokalsik/salik/gypsik/kalsik, umumnya kering, DHL sama atau
dibawah 2 mmhos
5. MOLLISOLS (OLL)
Albolls = terdapat horison Albik yaitu A2 pucat dibawah epipedon Molik atau diapit dua
horison Molik. Disamping itu terdapat endopedon Argilik/Natrik, adanya
tanda-tanda gleisasi dengan becak konkresi besi dan mangan dengan ukuran
diatas 2 mm, didalam horison endopedon mencakup tanah Solonchak, Solonet,
dan Planosol.
Aquolls = permeabilitas buruk (ada gleisasi), hidromorf nyata (ada becak), dapat
mempunyai epipedon Histik, dapat juga Kalsik, termasuk pada tanah glei
humus.
Burolls = suhu rata-rata setahun dibawah 8o C, dengan atau tanpa horison O, memiliki
horison Albik/Argilik/Natrik/Kalsik/Gypsik, banyak mempunyai krotovinas
dengan permeabilitas baik, meliputi Chernozem
Rendolls = suara berisik bila tanah liat bergamping berwarna tua, epipedon Molik sama atau
lebih tipis dari 50 cm tanpa endopedon Argilik dan Kalsik. Terdapat zarah-
zarah gamping kasar (diameter < 7,5 cm) didalam atau dibawah Molik,
mengandung kapur, seperti Renzina
36

Udolls = suhu rata-rata sama atau diatas 8 oC, mempunyai endopedon Albik/
Kambik/Argilik, nilai KB < 80%, memiliki horison Kalsik yang terletak
didalam, biasanya lembab, permeabilitas baik, meliputi Burnizem
Ustolls = kadang-kadang kering selama 90 hari kumulatif atau lebih, nilai KB sama atau
diatas 80%, dapat mempunyai horison Kambik/Argilik, suhu rata-rata terlalu
tinggi atau kroma terlalu tinggi untuk Buroll
Xerolls = kering selama 60 hari berturut-turut atau lebih, dapat mempunyai duripan
dangkal atau Natrik/Kalsik/Petrokalsik/Gipsik/Argilik, suhu rata-rata sama atau
diatas 8 oC
6. SPODOSOLS (OD)
Aquods = permeabilitas buruk (ada gleisasi) dapat memiliki epipedon Histik, dapat
mempunyai duripan dalam Albic, berbecak
Ferrods = permeabilitas baik, horison Spodik yang mempunyai nilai perbandingan Fe/C
diatas 6 (pengumpulan besi jauh lebih banyak dari humus)
Humods = pengumpulan humus terdispersi, dengan pengumpulan Al lebih banyak dari
pada Fe, permeabilitas baik
Orthods = horison Spodik dengan Fe/C sama atau kurang dari 6, permeabilitas baik,
pengumpulan Fe lebih banyak dari pada humus, dalam Spodik terdapat butiran-
butiran humus berukuran debu
7. ALFISOLS (ALF)
Aqualfs = permeabilitas buruk (gleisasi, berbecak, konkresi Fe dan Mn
Boralfs = suhu rata-rata dibawah 8o C, horison Albik dengan permeabilitas baik
Udalfs = mempunyai horison Agrik/Natrik/Argilik atau Fragipan, permeabilitas baik,
terdapat horison Albik terputus-putus dan berbentuk lidah-lidah yang menjulur
kedalam horison Argilik/Natrik, dengan suhu rata-rata tahunan diatas 8o C,
biasanya keadaan lembab, serta DHL < 1 mmho
Ustalfs = permeabilitas baik dan kadang kering selama 60 hari berurutan atau kurang
selama 90 hari kumulatif atau lebih, nilai KB sama atau diatas 80% dan DHL
diatas 1 mmho
Xeralfs = kering selama 60 hari berurutan atau lebih, suhu rata-rata tahunan 8-22oC,
permeabilitas baik

8. ULTISOLS (ULT)
Aquults = permeabilitas buruk (gleisasi), berbecak, konkresi Fe dan Mn
37

Humults = tidak pernah jenuh air, warna lebih merah atau lebih cerah dari pada Aquult,
kandungan bahan organik sedang sampai tinggi (sama atau lebih dari 1,5%),
mempunyai horison Argilik
Udults = permeabilitas baik, warna lebih merah/cerah dari pada Aquult, dengan kadar
bahan organik dibawah 1,5% biasanya bersifat lembab berurutan kurang 90 hari
kumulatif dengan masa kering kurang dari 60 hari
Ustults = permeabilitas baik. lebih merah/cerah dari pada Aquult, kadar B.O. dibawah
1,5% dengan masa kering lebih dari 90 hari kumulatif atau lebih 60 hari
berurutan
Xerults = suhu rata-rata tahunan dibawah 22 oC, dengan masa kering > 60 hari, kadar B.O.
dibawah 1,5%, permeabilitas baik berwarna cerah dari pada Aquult
9. OXISOLS (OX)
Torrox = biasanya kering, epipedon Okrik dengan value lembab sama atau lebih tinggi
dari 4
Ustox = suhu rata-rata tahunan sama atau lebih tinggi 15 oC, biasanya lembab dengan
musim kering > 60 hari, serta warna value lembab kurang dari 4
10. HISTOSOLS (IST)
Folists = berasal dari penimbunan daun-daun dan ranting-ranting yang sangat lambat
proses dekomposisinya
Fibrists = paling rendah tingkat dekomposisi, sisa-sisa tumbuhan aslinya mudah disidik
asal botaninya
Hemists = bahan-bahan berada dalam tingkatan dekomposisi setengah jalan
Saprists = paling jauh tingkat dekomposisi, dengan jaringan asli tumbuhan penyusun
bahan organik tidak dapat disidik lagi
38

KLASIFIKASI TANAH BERDASARKAN USDA

IDENTIFIKASI KELAS TAKSONOMI SUATU TANAH


Dialih-bahasakan oleh Subagyo H. dan Markus Anda
Kelas taksonomi suatu tanah dapat ditetapkan dengan menggunakan kunci-kunci yang
terdapat dalam bab ini dan bab-bab selanjutnya. Diasumsikan bahwa pembaca telah terbiasa
dengan definisi-definisi horison dan sifat-sifat diagnostik yang diuraikan pada Bab 2 dan 3
publikasi ini, dan dengan istilah-istilah yang digunakan untuk mendeskripsi tanah seperti
diuraikan dalam Soil Survey Manual. Daftar indeks di bagian belakang publikasi ini
menunjukkan halaman-halaman yang definisinya telah diberikan. Kesepakatan cara
pembulatan yang baku, sebaiknya digunakan untuk menetapkan nilai-nilai numerik. Warna
tanah (hue, value warna, dan kroma) digunakan pada berbagai kriteria yang mengikutinya.
Warna tanah secara tipikal merubah value warna dan sebagian merubah hue dan kroma,
tergantung dari kandungan kelembaban tanah. Pada banyak kriteria-kriteria kunci, kondisi
kelembaban tanah disebutkan. Apabila kondisi kelembaban tidak disebutkan, tanah dianggap
memenuhi kriteria, apabila warna yang sama timbul jika lembab atau kering, atau dalam
keadaan lembab maupun kering. Semua kunci dalam taksonomi ini dirancang sedemikian
rupa, sehingga pengguna dapat menetapkan klasifikasi secara tepat dari suatu tanah, dengan
mengikuti urutan kunci secara sistematis. Pengguna harus memulai dari awal, dari “Kunci Ordo
Tanah”, dan menghilangkan satu demi satu, semua kelas dengan kriteria yang tidak cocok
dengan tanah yang sedang diklasifikasi. Tanah (yang sedang diklasifikasi) termasuk pada kelas
pertama yang sifat-sifatnya memenuhi semua kriteria yang diperlukan. Dalam mengklasifikasi
suatu tanah tertentu, pengguna taksonomi tanah memulai dengan melakukan pengecekan pada
seluruh “Kunci Ordo Tanah”, guna menetapkan nama dari ordo pertama, yang berdasarkan
kriteria tertulis, sesuai dengan tanah yang diklasifikasi. Langkah berikutnya, adalah mencari
halaman yang ditunjukkan, untuk memperoleh “Kunci Subordo” dari ordo yang bersangkutan.
Selanjutnya, pengguna secara sistematis mempelajari seluruh kunci untuk mengidentifikasi
subordo dari tanah yang diklasifikasi, yaitu pertama dijumpai dalam daftar, semua kriteria yang
diperlukan dipenuhi oleh tanah yang diklasifikasi. Prosedur yang sama digunakan untuk
mengidentifikasi kelas grup dari tanah yang diklasifikasi, yang terdapat dalam “Kunci Grup”
dari subordo yang telah ditemukan sebelumnya. Dengan cara yang sama, mempelajari seluruh
“Kunci Subgrup”, pengguna memilih nama subgrup yang tepat, yaitu nama takson pertama
39

yang semua kriteria yang diperlukan telah dipenuhi oleh tanah yang diklasifikasi. Dengan cara
seperti di atas, famili tanah diidentifikasi,

sesudah nama subgrup ditetapkan. Sebagaimana pengguna akan menggunakan kunci-kunci


yang lain di dalam taksonomi ini, bab 17 dapat dipakai untuk menetapkan komponen
komponen mana yang merupakan bagian dari famili tanah. Walaupun begitu, famili tanah
secara umum mempunyai lebih dari satu komponen, dan oleh karena itu keseluruhan bab harus
digunakan. Kunci penampang kontrol pada berbagai kelas, digunakan sebagai komponen
famili tanah, harus dipakai untuk menetapkan penampang kontrolnya, sebelum kunci-kunci
untuk berbagai kelas digunakan. Deskripsi dan definisi setiap seri tanah secara individual tidak
tercakup dalam naskah ini. Definisi tentang seri tanah dan tentang penampang kontrolnya
diuraikan dalam Bab 17. Dalam Kunci Ordo Tanah dan berbagai kunci lain yang mengikutinya,
horison dan sifat-sifat diagnostik yang disebutkan, tidak mencakup horison dan sifat diagnostik
lain yang berada di bawah sebarang kontak densik, litik, paralitik, atau petroferik. Sifat-sifat
tanah tertimbun dan sifat-sifat suatu tutupan permukaan menjadi bahan pertimbangan yang
mendasari benar atau tidaknya tanah memenuhi pengertian istilah tanah tertimbun sebagaimana
diuraikan dalam Bab 1. Apabila suatu tanah mempunyai tutupan permukaan dan bukan
merupakan tanah tertimbun, maka batas atas lapisan permukaan yang asli, dianggap sebagai
“permukaan tanah” untuk menetapkan kedalaman dan ketebalan horison-horison diagnostik,
dan sebagian besar sifat-sifat tanah diagnostik yang lain. Sifat-sifat yang hanya
dipertimbangkan dari tutupan permukaan adalah suhu tanah, kelembaban tanah (termasuk
kondisi akuik), dan sebarang sifat-sifat andik atau vitrandik. Apabila suatu profil tanah
termasuk tanah tertimbun, permukaan tanah yang ada (saat ini) digunakan untuk menetapkan
kelembaban dan suhu tanah, demikian juga kedalaman dan ketebalan horison-horison
diagnostik, serta sifat-sifat tanah diagnostik yang lain. Horison-horison diagnostik tanah
tertimbun tidak digunakan dalam memilih taksa, kecuali kriteria yang terdapat dalam kunci
secara spesifik menunjukkan horison-horison tertimbun, seperti pada subgrup Thapto-Histic.
Sebagian besar sifat-sifat diagnostik lain dari tanah tertimbun tidak dipertimbangkan, tetapi
karbon organik berumur Holosen, sifat-sifat tanah andik, kejenuhan basa, dan semua sifat-sifat
yang dipakai untuk menetapkan famili tanah dan penempatan seri tanah tetap digunakan.
40

Kunci Ordo
A. Tanah yang mempunyai: 1. Permafrost (lapisan tanah beku) di dalam 100 cm dari
permukaan tanah; atau
2. Bahan-bahan gelik di dalam 100 cm dari permukaan tanah dan permafrost di dalam 200 cm
dari permukaan tanah. Gelisols, hlm. 159
B. Tanah lain yang: 1. Tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60 persen atau lebih
ketebalan di antara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm, atau di antara permukaan tanah
dan kontak densik, litik, atau paralitik, atau duripan, apabila lebih dangkal; dan 2. Memiliki
bahan tanah organik yang memenuhi satu atau lebih sifat berikut: a. Terletak di atas bahan-
bahan sinderi, fragmental, atau batu apung dan/atau mengisi celah-celah di antara batu-batuan
tersebut, dan 1 langsung di bawah bahan-bahan tersebut terdapat kontak densik, litik, atau
paralitik; atau b. Apabila ditambahkan dengan bahan-bahan sinderi, fragmental, atau batu
apung yang berada di bawahnya, maka total ketebalannya sebesar 40 cm atau lebih, di antara
permukaan tanah dan kedalaman 50 cm; atau c. Menyusun dua pertiga atau lebih dari ketebalan
total tanah sampai ke kontak densik, litik, atau paralitik, dan tidak mempunyai horison mineral
atau memiliki horison mineral dengan ketebalan total 10 cm atau kurang; atau d. Jenuh air
selama 30 hari atau lebih, tiap tahun pada tahun-tahun normal (atau telah didrainase),
mempunyai batas atas di dalam 40 cm dari permukaan tanah, dan memiliki ketebalan total salah
satu berikut: (1) Apabila tiga perempat bagian volumenya atau lebih terdiri dari serat-serat
lumut, atau apabila berat jenisnya, lembab, sebesar kurang dari 0,1 g/cm³, 60 cm atau lebih;
atau (2) Apabila terdiri dari bahan saprik atau hemik, atau bahan fibrik yang kurang dari tiga
perempat (berdasarkan volume) terdiri dari serat-serat lumut dan berat jenisnya, lembab,
sebesar 0.1g/cm³ atau lebih, 40 cm atau lebih. Histosols, hlm. 169

C. Tanah lain yang tidak mempunyai epipedon plagen atau horison argilik atau kandik di atas
horison spodik, dan memiliki satu atau lebih sifat berikut:
1. Horison spodik, horison albik pada 50 persen atau lebih dari setiap pedon, dan rejim suhu
tanah cryik; atau 2. Horison Ap mengandung 85 persen bahan spodik atau lebih; atau 3. Horison
spodik dengan semua sifat berikut: a. Satu atau lebih sifat berikut: (1) Ketebalan 10 cm atau
lebih; atau (2) Terdapat horison Ap yang berada di atasnya; atau (3) Tersementasi sebesar 50
persen atau lebih pada setiap pedonnya; atau (4) Memiliki kelas besar-butir berlempung kasar,
skeletal-berlempung, atau kelas besar-butir lain yang lebih halus dan mempunyai rejim suhu
tanah frigid; atau (5) Memiliki rejim suhu tanah cryik; dan b. Batas atasnya di dalam salah satu
41

kedalaman berikut, diukur dari permukaan tanah mineral: (1) Kurang dari 50 cm; atau (2)
Kurang dari 200 cm, apabila tanah mempunyai kelas besar-butir berpasir, sekurang-kurangnya
pada sebagian tanah di antara permukaan tanah mineral dan horison spodik; dan c. Batas
bawahnya sebagai berikut: (1) Pada kedalaman 25 cm atau lebih di bawah permukaan tanah
mineral, atau pada batas atas duripan atau fragipan, atau pada kontak densik, litik, paralitik,
atau petroferik, mana saja yang paling dangkal; atau (2) Pada sebarang kedalaman, (a) Apabila
horison spodik mempunyai kelas besar-butir berlempung kasar, skeletal-berlempung, atau
kelas besarbutir lain yang lebih halus dan tanah memiliki rejim suhu frigid; atau (b) Apabila
tanah mempunyai rejim suhu cryik; dan d. Salah satu sifat berikut: (1) Langsung terdapat
horison albik yang berada di atasnya dalam 50 persen atau lebih pada setiap pedonnya; atau (2)
Tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60 persen atau lebih ketebalan salah satu berikut:
(a) Di dalam 60 cm dari permukaan tanah mineral atau dari batas atas lapisan organik dengan
sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih dangkal, apabila tidak terdapat kontak densik, litik,
atauBa han-bahan yang memenuhi definisi bersinder, fragmental, atau ber-1 batuapung
memiliki rongga-rongga lebih dari 10 persen, tetapi terisi dengan bahan tanah organik,
dianggap sebagai bahan tanah organik. paralitik, duripan, atau horison petrokalsik pada
kedalaman tersebut; atau (b) Di antara permukaan tanah mineral atau batas atas lapisan organik
dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih dangkal, dan kontak densik, litik, atau
paralitik, duripan, atau horison petrokalsik. Spodosols, hlm. 261

D. Tanah lain yang mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60 persen atau lebih dari
ketebalannya, salah satu sifat berikut: 1. Di dalam 60 cm dari permukaan tanah mineral atau
dari batas atas suatu lapisan organik dengan sifatsifat tanah andik, mana saja yang lebih
dangkal, apabila tidak terdapat kontak densik, litik, atau paralitik, duripan, atau horison
petrokalsik pada kedalaman tersebut; atau 2. Di antara permukaan tanah mineral atau batas atas
suatu lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih dangkal, dan kontak
densik, litik, atau paralitik, duripan, atau horison petrokalsik. Andisols, hlm. 85

E. Tanah lain yang mempunyai salah satu berikut: 1. Horison oksik yang mempunyai batas atas
di dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral, dan tidak terdapat horison kandik yang
memiliki batas atas di dalam kedalaman tersebut; atau 2. Kandungan liat sebesar 40 persen atau
lebih (berdasarkan berat) dalam fraksi tanah halus di antara permukaan tanah mineral dan
kedalaman 18 cm (setelah dicampur) dan horison kandik yang memiliki sifat-sifat mineral
dapat-lapuk horison oksik yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral.
Oxisols, hlm. 245
42

F. Tanah lain yang mempunyai: 1. Satu lapisan setebal 25 cm atau lebih, dengan batas atas di
dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidangkilir atau ped berbentuk
baji yang sumbu-sumbu panjangnya miring 10 sampai 60 derajat dari arah horisontal; dan 2.
Rata-rata tertimbang kandungan liat dalam fraksi tanah-halus sebesar 30 persen atau lebih, di
antara permukaan tanah mineral dan kedalaman 18 cm atau di dalam horison Ap, mana saja
yang lebih tebal, dan sebesar 30 persen atau lebih, kandungan liat dalam fraksi tanah-halus
pada keseluruhan horison yang terletak di antara kedalaman 18 cm dan 50 cm atau di antara
kedalaman 18 cm dan kontak densik, litik, atau paralitik, duripan, atau horison petrokalsik,
apabila terletak lebih dangkal; dan 3. Rekahan-rekahan yang terbuka dan tertutup secara 2
periodik. Vertisols, hlm. 293

G. Tanah lain yang: 1. Mempunyai: a. Rejim kelembaban tanah aridik; dan b. Epipedon okrik
atau antropik; dan c. Pada batas atas di dalam 100 cm dari permukaan tanah memiliki satu atau
lebih sifat berikut: horison kambik yang batas bawahnya 25 cm atau lebih; rejim suhu cryik
dan horison kambik; horison kalsik, gipsik, petrokalsik, petrogipsik, atau salik; atau duripan;
atau d. Horison argilik atau natrik; atau 2. Mempunyai horison salik; dan a. Jenuh dengan air
pada satu lapisan atau lebih di dalam 100 cm dari permukaan tanah selama satu bulan atau
lebih, dalam tahun-tahun normal; dan b. Penampang kontrol kelembabannya tergolong kering
pada sebagian atau seluruh bagian selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal; dan c.
Tidak terdapat horison sulfurik yang batas atasnya di dalam 150 cm dari permukaan tanah
mineral. Aridisols, hlm. 107

H. Tanah lain yang mempunyai salah satu berikut: 1. Horison argilik atau kandik, tetapi tanpa
fragipan, dan kejenuhan basa (berdasarkan jumlah kation) sebesar kurang dari 35 persen pada
salah satu kedalaman berikut: a. Apabila seluruh epipedon mempunyai kelas besar-butir
berpasir atau skeletal-berpasir: (1) Pada kedalaman 125 cm di bawah batas atas horison argilik
(tetapi tidak lebih dari 200 cm di bawah permukaan tanah mineral), atau 180 cm di bawah
permukaan tanah mineral, mana saja yang lebih dalam; atau (2) Pada kontak densik, litik,
paralitik, atau petroferik, apabila lebih dangkal; atau b. Yang paling dangkal dari kedalaman
berikut: Rekahan adalah suatu pemisahan di antara bongkahan-bongkahan2 polihedron
berukuran besar. Apabila permukaan tanah sangat kuat membentuk mulching yaitu suatu masa
granules, atau apabila tanah diolah ketika rekahan-rekahan dalam keadaan terbuka, rekahan
akan terisi sebagian besar oleh bahan-bahan granuler dari permukaan, tetapi rekahan-rekahan
tersebut tetap terbuka dalam pengertian bahwa bongkahan polihedronnya terpisah. Suatu
rekahan dianggap terbuka apabila rekahan tersebut mengatur infiltrasi dan perkolasi air pada
43

suatu tanah berliat, yang kering. (1) Pada 125 cm di bawah batas atas horison argilik atau
kandik; atau (2) Pada 180 cm di bawah permukaan tanah mineral; atau (3) Pada kontak densik,
litik, paralitik, atau petroferik; atau 2. Fragipan dan kedua sifat berikut: a. Horison argilik atau
kandik yang berada di atas, di dalam, atau di bawahnya, atau memiliki lapisan liat tipis setebal
1 mm atau lebih pada satu subhorisonnya atau lebih; dan b. Kejenuhan basa (berdasarkan
jumlah kation) sebesar kurang dari 35 persen pada kedalaman paling dangkal berikut: (1)
Kedalaman 75 cm di bawah batas atas fragipan; atau (2) Kedalaman 200 cm di bawah
permukaan tanah mineral; atau (3) Pada kontak densik, litik, paralitik, atau petroferik. Ultisols,
hlm. 271

I. Tanah lain yang mempunyai kedua sifat berikut: 1. Salah satu sifat berikut: a. Epipedon
molik; atau b. Kedua berikut ini, yaitu suatu horison permukaan yang memenuhi semua
persyaratan epipedon molik kecuali ketebalan setelah tanah dicampur sampai kedalaman 18
cm, dan terdapat satu subhorison setebal lebih dari 7,5 cm, pada bagian atas horison argilik,
kandik atau natrik, yang memenuhi persyaratan warna, kandungan karbon-organik, kejenuhan
basa dan struktur epipedon molik, tetapi terpisah dari horison permukaan oleh horison albik;
dan 42 . Kejenuhan basa (dengan NH OAc) sebesar 50 persen atau lebih pada keseluruhan
horison baik di antara batas atas horison argilik, kandik, atau natrik dan kedalaman 125 cm di
bawah batas tersebut, atau di antara permukaan tanah mineral dan kedalaman 180 cm, atau di
antara permukaan tanah mineral dan kontak densik, litik, atau paralitik, mana saja yang
kedalamannya paling dangkal. Mollisols, hlm. 201

J. Tanah lain yang tidak mempunyai epipedon plagen dan yang memiliki salah satu berikut: 1.
Horison argilik, kandik, atau natrik; atau 2. Fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal
1 mm atau lebih di beberapa bagiannya. Alfisols, hlm. 39

K. Tanah lain yang mempunyai salah satu sifat berikut: 1. Satu atau lebih sifat berikut: a.
Horison kambik yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral dan batas
bawahnya pada kedalaman 25 cm atau lebih di bawah permukaan tanah mineral; atau b.
Horison kalsik, petrokalsik, gipsik, petrogipsik, atau placik, atau duripan, yang batas atasnya
di dalam kedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral; atau c. Fragipan, atau horison
oksik, sombrik, atau spodic, yang batas atasnya di dalam 200 cm dari permukaan tanah mineral;
atau d. Horison sulfurik yang mempunyai batas atas di dalam 150 cm dari permukaan tanah
mineral; atau e. Rejim suhu cryik dan horison kambik; atau 2. Tidak terdapat bahan sulfidik di
dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral; dan kedua sifat berikut: a. Satu horison atau lebih
di antara kedalaman 20 dan 50 cm di bawah permukaan tanah mineral, baik memiliki nilai n
44

0,7 atau kurang, atau kandungan liat dalam fraksi tanah-halus kurang dari 8 persen; dan b. Satu
atau kedua sifat berikut: (1) Terdapat horison salik atau epipedon histik, molik, plagen, atau
umbrik; atau (2) Pada 50 persen atau lebih lapisan-lapisan yang terletak di antara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 50 cm, persentase natrium dapat-tukar sebesar 15 persen atau
lebih (atau rasio adsorpsi natrium 13 atau lebih), yang berkurang seiring bertambahnya
kedalaman di bawah 50 cm, dan juga terdapat air tanah di dalam 100 cm dari permukaan tanah
mineral pada sebagian waktu selama setahun ketika tanah tidak membeku di beberapa
bagiannya. Inceptisols, hlm. 175

L. Tanah yang lain.


Entisols, hlm. 137

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanah. 2004. Pusat Penelitian Dan Pengembanagn Tanah Dan Agroklimat .
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Petunjuk Teknis
Pengamatan Tanah. Agro Inovasi. Bogor.
Beny Harjadi. Departemen Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Balai
Penelitian Kehutanan Solo, Buku Praktis Operasional K E T A N Klasifikasi Estimasi
Tanah Artikan Nama, Peneliti Bpk Solo.Solo
Rayes M.L. 2006. Deskripsi Profil Tanah Di Lapangan. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Soil Survey Staf 1951.Soil survey manual. USDA. Agricultur hand book NO.18. Washington,
DC
Staf pemetaan kelembagan penelitian tanah. 1969. Pedoman Pengamatan Tanah Di
Lapangan.Lembaga Penelitian Tanah. Bogor. No 4/1969

Anda mungkin juga menyukai