Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ALAT UKUR VISIBILITY

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah


‘’ Pengukuran Udara Atas’’

Oleh Kelompok 5 :
Arif Nurkhamdi : 41.16.0038
Leo Gumalto Butarbutar : 41.16.0045
Maulida Apriana : 41.16.0047
Rafly Aditya Pratama : 41.16.0055

INSTRUMENTASI B 2016
PROGRAM SARJANA TERAPAN INSTRUMENTASI

TANGERANG SELATAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang ‘Alat Ukur Visibility’ ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Agustina Rachmawardani
selaku Dosen mata kuliah Peralatan Pengamatan Udara Atas STMKG yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Alat Ukur Visibility guna memudahkan
kita dalam pekerjaan di kemudian hari. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Tangerang Selatan, 27 April 2018

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................3-4

BAB I .....................................................................................................................5

PENDAHULUAN..................................................................................................5

1.1 Latar Belakang............................................................................................5

1.1 Rumusan Masalah.......................................................................................6

1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................6

1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................................6

BAB II .........................................................................................................7

PEMBAHASAN....................................................................................................7

2.1 Visibility............................................................................................................7

2..1.1 Visibbility dalam Penerbangan..................................................................7-8

2.1.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Visibility................................................8

2.1.3 Satuan............................................................................................................8

2.1.4 Benda Pedoman..........................................................................................8-9

2.1.5 Syarat Penglihatan Mendatar.........................................................................9

2.2 Runway Visual Range (RVR) ……………............………………........…9-10

2.3 Alat Ukur Visibility ………………………….........……………………..10

2.3.1 Transmissometer ………………………….....................……….....…10-11

2.3.2 Bagian-bagian Transmissometer…………..........…………………….12-13

2.3.3 Cara Kerja Transmissometer.....…………….......……………….........13-16

2.3.4 Pemasangan Transmissometer………………………..........……………..16


2.3.5 Pemeliharaan Transmissometer …………….....……………………...16

2.3.6 Kalibrasi Transmissometer …………………………………….……..17

BAB III............................................................................................................17

PENUTUP.......................................................................................................17

3.1 Kesimpulan...........................................................................................17

3.2 Saran.....................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini, keperluan manusia untuk berpindah tempat sangat tinggi,


salah satunya dengan menggunakan transportasi udara yaitu penerbangan.
Peningkatan keperluan untuk transportasi udara ini tidak akan
terselenggara tanpa adanya system penerbangan yang baik. Maka
penyelenggaraan penerbangan harus ditata dalam satu kesatuan sistem
transportasi yang mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang
seimbang dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan
yang menjamin keselamatan, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman,
dan efisien.
Jaminan keselamatan yang menjadi salah satu factor untuk
memenuhi system penerbangan yang baik ini tak luput dari
penyelenggaraan pengamatan untuk mengukur parameter cuaca dari udara
atas. Sehingga, semua Bandara akan dilengkapi dengan kantor BMKG,
yang biasa disebut Stasiun Meteorologi Penerbangan. Karena kegiatan
penerbangan memerlukan informasi meteorologi. Namun tidak semua
unsur-unsur meteorologi diperlukan untuk keperluan penerbangan, hanya
unsur-unsur tertentu saja, diantaranya : Arah dan kecepatan angin,
Visibility, Cloud ( Per awanan ), Present Weather, Suhu Udara, Tekanan
Udara, Suplemantary Element.
Visibility yang merupakan salah satu parameter pengukuran udara
atas digunakan dalam penerbangan untuk keperluan take off maupun
landing, ataupun on the route. Oleh karena itu pengamatan visibility perlu
dilakukan agar tercapai aspek keselamatan dari penerbangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum tentang visibility ?
2. Bagaimana alat ukur visibility dapat bekerja?
3. Bagaimana cara instalasi alat ukur visibility ?
4. Bagaimana cara kalibrasi dan pemeliharaan alat ukur visibility ?

1.3 Tujuan

1. Taruna/i mengerti visibility dalam penganatan udara atas


2. Taruna/i memahami alat ukur visibility dan instalasinya

1.4 Manfaat
Dengan adanya laporan ini dapat menambah pengetahuan tentang visibility
pengamatan udara atas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Visibility

Visibility adalah jarak pandang mendatar, maksudnya jarak pandang


terjauh yang bisa dilihat oleh pengamat tanpa ada halangan apapun.

Definisi visibility pada siang hari dalam meteorologi adalah jarak terjauh,
dimana sebuah benda hitam dengan ukuran yang sesuai, dapat dilihat dan dikenal
terhadap kaki langit sebagai latar belakangnya. Yang dimaksud ukuran benda yang
sesuai yaitu harus membentuk sudut pada mata pengamat baik vertikal maupun
horizontal paling kecil 0,5o dan tidak lebih besar dari 5o.

Definisi visibility pada malam hari dalam meteorologi yaitu jarak terjauh
dimana benda hitam dengan ukuran yang sesuai dapat dilihat dan dikenal, jika
penerangan ditingkatkan hingga mencapai tingkat terang seperti sianghari. Benda
yang sesuai untuk menentukan visibility pada malam hari ialah sinar biasa (tidak
difokuskan), dengan intensitas sedang dan terletak pada jarak yang telah ditentukan.

Visibility ini diperlukan terutama untuk keperluan landing, karena pilot


harus bisa melihat landasan dari atas apabila pesawat akan landing, jika jarak
pandang buruk/jelek,maka biasanya pilot tidak berani landing, maka pesawat
berputar-putar di atas, atau balik ke bandara semula atau mencari bandara alternatif
lain yang terdekat. Jika sekiranya cuaca yang menyebabkan jarak pandang jelek
hanya sebentar maka pesawat akan berputar-putar di sekitar bandara sambil
menunggu visibility normal kembali.

2.1.1 Visibility dalam Penerbangan


Dalam penerbangan, jarak pandang mendatar didefinisikan sebagai :

1. Jarak terjauh dimana suatu obyek berwarna hitam dengan ukuran wajar
yang terletak di permukaan bumi bisa dikenali oleh pengamat yang
membelakangi latar yang terang.
2. jarak terjauh dimana cahaya setara 1000 lilin terletak di permukaan bumi
bisa dikenali oleh pengamat yang membelakangi latar yang terang.
Prevailing visibility adalah suatu nilai jarak pandang mendatar yang mencapai atau
melebihi setengah lingkar cakrawala atau setidaknya setengah bagian permukaan
lapangan terbang.

2.1.2 Faktor- Faktor yang mempengaruhi Visibility


Jarak pandang terganggu jika di udara terkandung partikel-partikel yang
mengurangi transpansi/ udara kabur. Kekaburan udara terjadi oleh karena:

Partikel yang mengambang :

a) Litometeor (asap; debu; pasir; volcanic ash);


b) Hidrometeo (fog dan/atau mist)
c) Presipitas (Hujan; hujan salju; hail)

2.1.3 Satuan
Untuk jarak pandang mendatar lebih dari 5000 meter dinyatakan dalam
satuan Kilometer (Km) dan jika jarak pandang mendatar 5000 meter atau
kurang dinyatakan dalam meter (m).

2.1.4 Benda Pedoman

 Benda pedoman untuk siang hari.


Benda pedoman yang baik untuk siang hari adalah benda yang berwarna hitam.
Jika tidak ada harus diusahakan benda-benda yang berwarna gelap.
Benda-benda pedoman tersebut sedapat mungkin harus dapat dilihat dengan
latar belakang langit. Ukuran benda pedoman yang baik adalah benda yang dapat
dilihat dengan latar belakang langit. Ukuran benda pedoman yang baik adalah
benda yang dapat dilihat dengan ukuran sudut penglihatan antara 0.50 s/d 50.
 Benda pedoman untuk malam hari.
Warna cahaya yang baik adalah warna merah atau hijau. Disamping itu,
remang-remang gunung dan lain sebagainya, yang ada di sekitar stasiun dan
diketahui jaraknya juga merupakan benda pedoman yang dapat membantu untuk
menentukan penglihatan mendatar

2.1.5 Syarat Penglihatan Mendatar

1. Sedapat mungkin pengamatan dilakukan pada tempat di mana Observer


dapat melihat seluruh cakrawala.
2. Pengamatan harus dilakukan pada ketinggian yang tidak terlalu tinggi dari
permukaan bumi.
3. Jika matahari bersinar, posisi matahari sedapat mungkin berada di samping
atau di belakang Observer.
4. Harus dihindarkan memandang benda pedoman melawan matahari
terbenam atau matahari terbit.
5. Menentukan penglihatan mendatar pada malam hari harus dilakukan pada
saat terakhir setelah pengamatan unsur cuaca lainnya di luar gedung
observasi dilakukan.
6. Penglihatan mendatar diamati dalam segala jurusan.
7. Jarak penglihatan mendatar yang diambil dan harus dilaporkan adalah jarak
penglihatan mendatar yang terdekat.

2.2 Runway Visual Range (RVR)

RVR adalah rentang jarak dimana seorang penerbang yang sedang dalam
kokpit pesawat – diatas centre line landasanpacu dapat melihat marka-marka
dipermukaan landaspacu atau sinar-sinar yang menandai landaspacu atau
mengenali centre line landaspacu. Pengukuran RVR mulai dilakukan saat jarak
pandang mendatar kurang dari 1500 meter.
RVR tidak dapat diukur tepat sebagaimana para penerbang didalam kokpit
di landaspacu, dengan rata-rata tinggi mata 5 meter, atau rata-rata 10 meter pada
pesawat sangat besar. RVR dapat dianggap sesuai dengan kebutuhan para
penerbang, dengan mengukur/ memasang sensor-sensor di tepi landaspacu pada
ketinggian 2,5 meter.
RVR harus diinformasikan ke unit ATS jika terjadi perubahan RVR
melampaui skala yang ditentukan. Transmisinya hanya 15 detik sejak waktu
terjadinya perubahan, untuk melapor perubahan tersebut ke ATS. Alat yang lazim
digunakan, yaitu transmisometer dan forward scatter meter.

2.3 Alat Ukur Visibility

2.3.1 Transmissometer

Transmissomeyer adalah alat atau instrumen yang pada umumnya dipasang


di lapangan pesawat terbang, berfungsi untuk mengukur jarak pandangan mendatar.
Alat ini menolong untuk mengetahui berapa jauh orang dapat melihat pandangan
ke depan di daerah sepanjang landasan kapal terbang. Dari pabrikan Vaisala
terdapat 5 transmissometer sebagai sensor visibilitas yaitu tipe: LT31, FS11, LM21,
PWD50, dan PWD10/20(W).

Transmissometer merupakan alat ukur visibilitas yang memanfaatkan


sebaran atau hamburan cahaya pada suatu volume udara. Atenuasi cahaya di
atmosfer disebabkan oleh hamburan dan penyerapan hal tersebut dapat mengurangi
visibilitas. Faktor yang mengurangi visibilitas dapat dianggap dengan koefisien
scatter, dan instrumen untuk mengukur variabel tersebut digunakan untuk
memperkirakan MOR. Alat ini terdiri dari emitter/transmitter dan detector/receiver
yang terpasang secara monolitik. Karena memanfaatkan sebaran atau hamburan,
alat ini juga disebut Scattermeter.

1.
2.3.2 Bagian-bagian Transmissometer

Secara umum bagian-bagian transmissometer sebagai berikut :

Gambar bagian-bagian transmissometer


 FDCU (Field Data Collection Unit)

1. Transmissometer terdiri dari satu sumber cahaya atau satu set alat penerima.
(transmitter dan reciever).
2. FDCU (Field Data collection Unit), yang berfungsi sebagai kontrol, tempat
power, dan juga loggernya.
3. Terdapat pelindung pada area sekitar optik transmissometer yang berguna
untuk melindungi optik dari berbagai gangguan.
4. Tampilan

2.3.3 Cara Kerja Transmissometer/Scattermeter

Cara kerjanya adalah alat memancarkan gelombang cahaya dari transmitter


kemudian diterima oleh receiver. Cahaya tersebut kemudian diubah menjadi
koefisien atenuasi berkas. Cara menghitungnya :

c = ln (T) / z

T : sebagian kecil dari cahaya yang ditransmisikan

z : panjang jalan instrument

Tingkat terang-gelapnya sumber cahaya yang dapat diterima bergantung


pada keadaan udara yang dilewati cahaya, misalnya terhalang kabut, hujan, atau
gelap di malam hari. Dengan membandingkan terangnya sumber cahaya dengan
terangnya lampu standar, dapat ditentukan jauh pandangan.

Pada alat ini, bagian emitter/transmitter memancarkan cahaya berupa infra


merah atau cahaya tampak tergantung pada merk scatter yang digunakan secara
tidak langsung ke receiver, yaitu ke suatu volume udara yang ditentukan. Receiver
hanya menangkap hamburan cahaya dari volume udara tersebut, kemudian
merepresentasikannya menjadi data visibilitas melalui visibility controller board.
Sensor scatter menggunakan pengukuran tidak langsung. Instrument ini
mengirimkan seberkas cahaya dan mengukur sebagian kecil dari cahaya tersebar
dari balok. Pada dasarnya, jenis sensor mencoba untuk memperkirakan intensitas
cahaya dialihkan dari balok. Atenuasi kemudian dapat dihitung dari estimasi ini.

Pengukuran scatter didasarkan pada asumsi bahwa fraksi diukur dari cahaya
tersebar mewakili semua cahaya yang hilang. Sayangnya, hal ini tidak sepenuhnya
benar dalam segala kondisi cuaca. pengukuran scatter membuat sulit untuk
menghasilkan sensor forward scatter yang akurat. Tidak ada standar visibilitas,
karena kondisi cuaca alam tidak bisa direproduksi di laboratorium. Respon dari
sensor forward scatter harus diverifikasi terhadap transmissometer referensi di
bawah berbagai kondisi cuaca yang berlaku. Ini disebut kalibrasi awal desain sensor
pencar ke depan.

Instrumen yang digunakan untuk melakukan pengukuran koefisien scatter


dibagi menjadi 3, yaitu :

a) Back Scatter
Pada model ini sinar cahaya terkonsentrasi pada volume
udara kecil di depan transmitter, sedangkan receiver berada di
bawah transmitter dimana receiver ini menerima cahaya yang
terbelah oleh volume sampel udara. Beberapa peneliti telah
mencoba untuk menemukan hubungan antara visibilitas dan
koefisien back scatter, namun secara umum diterima bahwa korelasi
tersebut tidak memuaskan. Gambar dibawah mengilustrasikan back
scatter yang digunakan.
b) Forward scatter
Pada model ini, instrumen terdiri dari transmitter dan
receiver, membentuk sudut antara menjadi 20 sampai 50°.
Pengaturan lain melibatkan penempatan setengah diafragma separuh
jalan antara transmitter dan receiver atau dua diafragma masing-
masing dari transmitter atau receiver. Gambar dibawah
mengilustrasikan dua konfigurasi yang telah digunakan.

c) Scatter over a wide angel


Pada model ini biasanya disebut integrating nephelometer,
berdasarkan prinsip pengukuranya, scatter over a wide angel ini
ideal untuk sudut antar 0 – 180 derajat. Namun dalam praktiknya
hanya sekitar 0-120 derajat saja. Receiver diposisikan tegak lurus
terhadap sumbu sumber cahaya yang memberikan cahaya pada
sudut yang lebar. Meskipun, secara teori, instrumen semacam itu
harus memberikan perkiraan koefisien scatter yang lebih baik
daripada instrumen yang mengukur jarak dari sudut hamburan,
namun dalam kenyataanya lebih susah memodifikasi alat ini. Alat
ini tidak banyak digunakan untuk mengukur MOR namun alat ini
lebih banyak digunakan untuk mengukur polutan. Gambar dibawah
adalah contoh model dari scatter over a wide angel.
2.3.4 Pemasangan Transmissometer

Berikut ini merupakan tahap instalasi pemasangan transmissometer :


1. Gunakan kabel yang sesuai untuk instalasi bawah tanah.
dan gunakan perlindungan tambahan pada kabel (paralon).
2. Jarak antara alat dengan landasan 120- 150 m.
3. Siapkan fondasi untuk tiang penyangga RVR Transmissometer.
4. Dipasang setinggi +/- 2,685 m diatas permukaan tanah.
5. Alat dipasang dengan cara di-cor.
6. Dipasang di kedua ujung runway.
7. Dipasang secara berhadap-hadapan satu sama lain.
8. Hubungkan kabel dari transmissometer ke FDCU

2.3.5 Pemeliharaan Transmissometer

Berikut ini merupakan tahapan pemeliharaan transmissometer :


1. Bersihkan bagian-bagian alat jika ditemukan benda-benda yang dapat
menganggu kerja alat terutama pada bagian optiknya.
2. Periksa blower pada alat, dan lakukan pembersihan jika sudah kotor.
3. Lakukan restart jika terjadi error pada alat.
4. Lakukan kalibrasi pada alat sesuai waktu yang telah ditetapkan.
5. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan kalibrator kit yang sudah
disediakan sepaket dengan alat dan mengikuti manual kalibratornya.
6. Lakukan pengecekan terhadap alat secara rutin
2.3.6 Kalibrasi Transmissometer

Kalibrasi merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi dari


suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang
digunakan dalam akurasi tertentu. Kalibrasi transmissometer dilakukan 1 tahun
sekali. Transmissometer memiliki sistem auto kalibrasi dan dapat dikalibrasi
menggunakan kalibrator kit.

Pada kalibrasi ini menggunakan sebuah kertas putih yang sudah ditentukan
kadar persennya yang biasanya dibuat dari pabrikan. Kertas tersebut diletakkan
pada bagian antara receiver dan transmitter pada saat melakukan proses kalibrasi.
Kertas ini sudah mempunyai kadar intensitas tersendiri sesuai manual book yang
ditentukan. Jika hasil pembacaan pada alat melampaui range yang disediakan maka
alat tersebut dikatakan rusak.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam dunia penerbangan diperlukan pengamatan terhadap visibility (jarak


pandang mendatar) untuk keperluan take off dan landing. Transmissometer
merupakan alat ukur visibilitas dengan prinsip kerja memanfaatkan cahaya tampak
yang dihamburkan untuk didapatkan nilai koefisien atenuasi yang dapat mewakili
jarak pandang yang umumnya digunakan untuk informasi penerbangan terkait
mengudara maupun mendaratnya suatu pesawat terbang. Karena memanfaatkan
cahaya yang dihamburkan, alat ini juga disebut scattermeter.

Secara umum bagian dari alat terdiri dari transmitter dan receiver, FDCU,
dan tampilan. Untuk pemeliharaan dan kalibrasi alat dapat dikatakan mudah dan
tertera pada manual book dari alat secara lengkap. Data yang dihasilkan oleh alat
sudah keluaran yang dapat langsung dipergunakan.
3.2 SARAN

Dengan menambahkan informasi dari sumber yang kredibel, makalah ini


dapat diperbaiki sehingga dapat digunakan sebagai pustaka terkait peralatan MKG-
I khususnya pada bidang pengukuran visibility. Untuk makalah ini hanya
membahas sedikit alat pengukuran pabrikan Vaisala, sedangkan untuk instrument
ini sendiri tidak hanya pabrikan Vaisala saja.
DAFTAR PUSTAKA
 https://id.wikipedia.org/wiki/Transmissometer (Diakses pada 18 April 2018)
 https://www.slideshare.net/VineethSundar1/rvr-transmissometer (Diakses pada
18 April 2018)
 http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/peraturan-penerbangan-
mainmenu-81/28-casr1/243-visibility-rvr-dan-konversi-rvr-ke-visibility
(Diakses pada 18 April 2018)
 http://www.cuacajateng.com/visibility.htm(Diakses pada 18 April 2018)
 WMO No.8 edisi ke 7, diperbarui tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai