Anda di halaman 1dari 30

Pemodelan Gelombang dan Arus di Pelabuhan Ogoamas

2.1.1

Peramalan Gelombang

Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data angin.
Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang
telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi.
Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data
meteorologinya.
Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan yang
dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan
mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang berupa tinggi dan
perioda gelombang signifikan untuk setiap data angin. Pada pekerjaan ini, peramalan
gelombang akan dilakukan dengan menggunakan metoda SPM 1984, yang dikembangkan
oleh Coastal engineering research Center, Department of The Army USA. Data-data yang
dibutuhkan untuk meramal gelombang terdiri dari:
1

Panjang fetch efektif.

Data angin yang telah dikonversi menjadi wind stress factor (UA).

2.1.1.1

Perhitungan Fetch Efektif

Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan
arah angin yang relatif konstan. Penghitungan panjang fetch efektif ini dilakukan dengan
menggunakan bantuan peta topografi lokasi dengan skala yang cukup besar sehingga dapat
terlihat pulau-pulau/daratan yang mempengaruhi pembentukan gelombang di suatu lokasi.
Penentuan titik fetch diambil pada posisi laut dalam dari perairan yang diamati. Ini karena
gelombang laut yang dibangkitkan oleh angin terbentuk di laut dalam suatu perairan,
kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan
dekat pantai. Panjang fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan berdasarkan
rumus berikut:
Lf i

Lf .cos
cos
i

di mana:
Lfi

panjang fetch ke-i

sudut pengukuran fetch ke-i

jumlah pengukuran fetch

Jumlah pengukuran i untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-pengukuran
dalam wilayah pengaruh fetch (22,50 searah jarum jam dan 22,50 berlawanan arah jarum
jam). Panjang daerah pembentukan gelombang atau fetch ditentukan sebagai berikut:
1

Pertama ditarik garis-garis fetch setiap selang sudut lima derajat.

Tiap penjuru angin (arah utama) mempunyai daerah pengaruh selebar 22,5 derajat ke
sebelah kiri dan kanannya.
1

Panjang garis fetch dihitung dari wilayah kajian sampai ke daratan di ujung lainnya.
Jika sampai dengan 200 km ke arah yang diukur tidak terdapat daratan yang
membatasi maka panjang fetch untuk arah tersebut ditentukan sebesar 200 km.

Masing-masing garis fetch dalam daerah pengaruh suatu penjuru angin (arah utama)
diproyeksikan ke arah penjuru tersebut.

Panjang garis fetch diperoleh dengan membagi jumlah panjang proyeksi garis-garis
fetch dengan jumlah cosinus sudutnya.

Fetch angin perairan masing-masing lokasi studi dibuat dengan titik pusat yang
dianggap mewakili koordinat zona perairan laut dalam. Penggambaran fetch angin
untuk perairan masing-masing lokasi studi dapat dilihat pada gambar-gambar berikut
ini.

Gambar 2. 1 Fetch efektif Pelabuhan Ogoamas.

Panjang fetch efektif untuk masing-masing arah mata angin pada lokasi studi dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 2. 1

2.1.1.2

Panjang Fetch Efektif di Pelabuhan Ogoamas

Penentuan Wind Stress Factor (UA)

Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress factor
(UA). Adapun koreksi tersebut meliputi:
1

Koreksi elevasi
Data angin yang digunakan adalah data angin yang diukur pada elevasi 10 m dari
permukaan tanah. Apabila angin tidak diukur pada elevasi tersebut, maka harus
dikoreksi dengan persamaan:

10
u10 u z
z

1
7

di mana:

u10

kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/s)

uz

kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggian 10 m

elevasi alat ukur (m)

Koreksi durasi
Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan data
hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu
berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan hindcasting,
diperlukan juga durasi atau lama angin bertiup, di mana selama dalam durasi tersebut
dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi ini
dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin bertiup
yang diinginkan.
Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung kecepatan angin
rata-rata untuk suatu durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai berikut:
a.

Diketahui kecepatan angin sesaat adalah uf. Akan ditentukan kecepatan angin
dengan durasi t detik (ut).

t1
b.

1609
det
uf
3

c.

Menghitung u3600.

uf
u3600

u3600

uf
c

dengan:

45
c 1.277 0.296 tanh 0.9 log

t untuk 1 < t1< 3600 detik

c 0.15 log t1 1.5334 untuk 3600 < t1< 36000 detik


d.

Menghitung ut, t = durasi yang ditentukan.

ut
c
u3600
u3600

ut
c

dengan:

45
c 1.277 0.296 tanh 0.9 log

t untuk 1 < t1< 3600 detik

c 0.15 log t1 1.5334 untuk 3600 < t1< 36000 detik


di mana

uf =

kecepatan angin maksimum hasil koreksi elevasi (m/s)

ut =

kecepatan angin rata-rata untuk durasi angin yang diinginkan

durasi waktu yang diinginkan (detik)

Koreksi stabilitas
Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan angin
efektif dapat diperoleh dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai berikut:

u ut .Rt
di mana:
RT

rasio amplifikasi, diperoleh dari grafik pada Gambar 2.7

ut

kecepatan angin hasil koreksi durasi (m/s)

Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984 menyarankan
penggunaan RT = 1,1.

Gambar 2. 2 Grafik rasio amplifikasi


4

Koreksi lokasi pengamatan


Apabila pengukuran data angin dilakukan di atas daratan, maka perlu ada koreksi
lokasi untuk menjadikan data angin di atas daratan menjadi data angin hasil
pengukuran di laut. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan:

u ut .RL
di mana:
RL
=
rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan, diperoleh dari
grafik pada Gambar 2.8.
ut

= kecepatan angin hasil koreksi stabilitas (m/s)

Untuk pengukuran angin yang dilakukan di pantai atau di laut, koreksi ini tidak perlu
dilakukan (RL =1).

Gambar 2. 3 Grafik rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan.


5

Koreksi koefisien seret


Setelah data kecepatan angin melalui koreksi-koreksi di atas, maka data tersebut
dikonversi menjadi wind stress factor (UA) dengan menggunakan persamaan di bawah
ini:
5

U A 0.71U 1.23
di mana:
U

kecepatan angin hasil koreksi-koreksi sebelumnya (m/s)

UA

wind stress factor (m/s)

2.1.1.3

Perhitungan Gelombang Rencana

Untuk menentukan tinggi gelombang dan perioda gelombang, digunakan data hasil
hindcasting yang berupa Feff dan UA. Kedua parameter tersebut digunakan ke dalam tiga
persamaan berikut sesuai dengan prosedur peramalan gelombang dari SPM 1984:

H mo

0.0016 xU A
g

gxFeff

1
2

U 2
A

0.2857 xU A gxFeff

Tp
U 2
g
A

gxFeff
gxt

68.8 x
2
UA
U
A

2
3

1
3

7.15 x104

di mana:
Hmo

tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral (m)

TP

perioda puncak spektrum (detik)

percepatan gravitasi bumi = 9.81 (m/s2)

UA

wind stress factor (m/s)

Feff

panjang fetch efektif (m)

durasi angin yang bertiup (detik)

Adapun prosedur peramalan gelombang adalah sebagai berikut:


1

1.

Analisa perbandingan pada persamaan (3) di atas. Jika tidak memenuhi persamaan
tersebut, maka gelombang yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang
sempurna. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya menggunakan
persamaan-persamaan berikut:

H mo

0.2433 xU A

Tp

8.134 xU A
g

Jika hasil analisa perbandingan memenuhi persamaan (3) di atas, maka gelombang
yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang tidak sempurna. Pembentukan
gelombang tidak sempurna ini ada 2 (dua) jenis, yaitu pembentukan gelombang
6

terbatas fetch dan terbatas durasi. Untuk membedakannya perlu diketahui terlebih
dahulu durasi kritis (tc), sebagai berikut:

68.8 xU A gxFeff

tc
U 2
g
A

2.

2
3

Periksa durasi data yang ditentukan (t), lalu bandingkan terhadap durasi kritis (tc).
a

Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang
bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan
dengan menggunakan persamaan (1) dan (2) di atas.

Jika t < tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang bertiup
tidak cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan
dengan menggunakan persamaan (1) dan (2) dengan terlebih dahulu mengganti
panjang Feff dengan Fmin berikut ini:

Fmin

2.1.1.4

U
A
g

gxt

68
.
6
xU
A

3
2

Analisa Frekuensi Gelombang

Penentuan tinggi gelombang rencana dengan periode ulang tertentu dapat dihitung
menggunakan metode analisa frekuensi. Beberapa metoda yang sangat dikenal antara lain
adalah Metoda Normal, Log Normal, Gumbell, Pearson Type III dan , Log Pearson Type III.
Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan melihat karakteristik distribusi
gelombang daerah setempat. Periode ulang yang akan dihitung pada masing-masing
metode adalah untuk periode ulang 5, 10, 25, 50 serta 100 tahun.
Tinggi gelombang maksimum setiap tahunnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. 2

Nilai Tinggi Gelombang Maksimum Tahunan

Dari tabel di atas, terlihat bahwa analisa frekuensi dengan menggunakan Metode Distribusi
Gumbel memberi hasil error yang terkecil untuk lokasi Pelabuhan Ogoamas.
-

Kesesuaian terdekat adalah dengan distribusi

: Gumbel

Dengan kesalahan relatif rata-rata

: 4.70 %
7

Analisis frekuensi dilakukan dengan metoda

: Gumbel

Oleh karena itu, hasil analisa frekuensi dengan metode ini yang akan digunakan dalam
analisa lebih lanjut.Dari analisa di atas, maka tinggi dan perioda gelombang berdasarkan
perioda ulang untuk lokasi Pelabuhan Ogoamasadalah sebagai berikut:
Tabel 2.3

2.1.2

Tinggi dan Perioda Gelombang berdasarkan perioda ulang

Pemodelan Gelombang Dengan Modul CGWave SMS 8.1

Pemodelan gelombang dilakukan untuk mengetahui karakteristik gelombang pada daerah


studi. Alat bantu yang digunakan adalah software SMS (Sea Surface Water Modelling),
dengan modul CGWAVE.
CGWAVE secara umum adalah sebuah software model prediksi gelombang yang paling
maju, hampir mendekati kondisi real lapangan. Software ini dapat digunakan untuk
mengestimasi medan gelombang di pelabuhan, pantai, inlet, sekitar pulau, dan sekitar
struktur/bangunan
Selain mensimulasikan gabungan efek refraksi-difraksi gelombang yang terdapat dalam
persamaan mild-slope, CGWAVE juga mensimulasikan efek dari disipasi gelombang akibat
gesekan, gelombang pecah, dispersi amplitude nonlinier, dan pengurangan energi
gelombang akibat memasuki struktur seperti kolam pelabuhan.
Solusi persamaan gelombang mild-slope 2-Dimensi dapat diterima dengan baik sebagai
metoda untuk memodelkan gelombang gravitasi permukaan di perairan pantai (Chen &
8

Houson, 1987; Chen, 1990; Xu & Panchang, 1993; Mei, 1983; Berkhoff, 1976; Kontense
dkk, 1986; Tsay dan Liu, 1983). Persamaan tersebut dapat ditulis :

. ( C C g ^ ) +

Cg 2
^
C

Dimana :

^ (x , y)

= fungsi kompleks elevasi permukaan


= frekuensi gelombang

C(x,y)

= Kecepatan fasa

C g (x , y)
n=

= Kecepatan grup

1
2 kd
1+
2
sinh 2kd

Dimana :

k(x , y)

= bilangan gelombang (

2 /L

tergantung kedalaman d(x,y)

melalui
hubungan dispersi linear
Persamaan (1) mensimulasikan refraksi, difraksi, dan refleksi gelombang dalam daerah
model. Persamaan mild-slope dapat dimodifikasi sebagai berikut untuk menyertakan efek
gesekan, disipasi, dan gelombang pecah:

. ( C C g ^ ) +

Cg 2
+i w +iC g ^ =0
C

dimana w adalah faktor gesekan dan g adalah parameter gelombang pecah. Berikut
merupakan bentuk faktor gesekan yang digunakan dalam CGWAVE:

( )[

2 n 2 f r
a k2
w=
k
3 ( 2 kd +sinh 2 kd ) sinh kd

dimana a = (H/2) merupakan amplitudo gelombang dan fr adalah koefisien gesekan yang
bergantung pada bilangan Reynolds dan kekasaran dasar dan dapat digunakan
berdasarkan Madsen (1976) dan Dalrymple dkk. (1984).
2.1.2.1

Kondisi Lokasi Pemodelan

Lokasi pemodelan terletak di daerah Pelabuhan Ogoamas. Berikut merupakan gambar


lokasi pemodelan

Gambar 2. 4 Lokasi pemodelan


Secara geografis kejadian datangnya gelombang disimulasikan dari daerah timur laut, utara
dan barat laut domain model.
2.1.2.2

Skenario Pemodelan

Skenario model secara spesifik dapat dilihat pada tabel berikut ini :
10

Tabel 2. 4 Skenario spesifik pemodelan gelombang

2.1.2.3

No
1

Parameter
Waktu Simulasi

Solusi / Nilai
-

Persamaan dasar

Solusi teknik

Persamaan mild-slope
dapat dimodifikasi
sebagai berikut untuk
menyertakan efek
gesekan, disipasi, dan
gelombang pecah
Newton-Raphson
iteration

Kondisi muka air

Kondisi arus

Angin

Gelombang pecah

Gesekan dasar

Nilai awal

10

Kondisi Batas 1

Batas tertutup

11

Kondisi Batas 2

Batas terbuka (sumber)

Keterangan

Maksimal iterasi 100,


Toleransi RMS 1e-006,

Domain darat model


Tabel 2. 4 Tinggi dan
Perioda Gelombang
berdasarkan perioda ulang
(50 Tahunan)

SyaratBatas Model

Syarat batas yang digunakan seperti disebutkan pada tabel.2.6 terbagi menjadi dua jenis
batas, yaitu batas tertutup dan batas terbuka. Berikut merupakan batas yang digunakan
pada model. Syarat batas tertutup yaitu berupa area darat dan syarat batas terbuka yaitu
laut lepas pantai (open ocean).

11

Batas Model Laut

Batas Model Darat

Gambar 2. 5 Mesh model dan Syarat batas model


2.1.2.4

Hasil dan Analisis

Hasil pemodelan gelombang menggunakan SMS 8.1 mendapatkan hasil sebagai berikut :
Simulasi dengan tinggi gelombang datang menggunakan gelombang 50 tahunan sesuai
pada tabel 2.4 dan dilakukan sebanyak 3 kali. Masing masing simulasi menggunakan arah
datang gelombang datang yang berbeda, yaitu timur laut, utara, barat laut. Setelah simulasi
dilakukan selama 50 menit, kemudian nilai tinggi gelombang di daerah pembangunan
dermaga di gambarkan dalam bentuk grafik. Berikut merupakan hasil simulasi gelombang:
12

1. Gelombang dari Selatan

Gambar 2. 6 Hasil simulasi tinggi gelombang dari arah utara

Gambar 2. 7 Hasil simulasi phase gelombang dari arah utara

13

Gambar 2. 8 Tinggi gelombang disekitar dermaga dari arah utara (zoom)


Berdasarkan hasil pemodelan gelombang dengan arah datang dari utara (periode 50
tahunan), tinggi gelombang disekitar dermaga pelabuhan yaitu sekitar 1.7 meter 1.85
meter.
2. Gelombang dari Timur Laut

Gambar 2. 9 Hasil simulasi tinggi gelombang dari timur laut

14

Gambar 2. 10 Hasil simulasi phase gelombang dari arah timur laut

Gambar 2. 11 Tinggi gelombang disekitar dermaga dari arah timur laut (zoom)
Tinggi gelombang refraksi difraksi dari arah timur laut (periode ulang 50 tahunan) pada di
sekitar dermaga memiliki tinggi gelombang yaitu sekitar 1.7 meter 2 meter.
3. Gelombang dari Barat Laut

15

Gambar 2. 12 Hasil simulasi tinggi gelombang dari barat laut

Gambar 2. 13 Hasil simulasi phase gelombang dari arah barat laut

16

Gambar 2. 14 Tinggi gelombang disekitar dermaga dari arah barat laut (zoom)
Setelah mengalami refraksi dan difraki tinggi gelombang dari arah barat laut di sekitar
dermaga yaitu berkisar 2.1 meter 2.5 meter.

2.1.3

Pemodelan Arus Dengan Modul RMA-2

Pemodelan arus digunakan untuk memprediksi pola arus yang terjadi pada lokasi.
Pemodelan prilaku dinamik arus laut menggunakan perangkat lunak atau software.
Pemodelan arus laut menggunakan perangkat lunak SMS-8 dengan modul RMA2 sebagai
alat simulasi. Dengan pemodelan ini diharapkan prilaku dinamik arus yang terjadi dapat
teramati. Program ini dapat menghitung elevasi muka air dan kecepatan aliran untuk
masalah aliran perairan dangkal dan mendukung pemodelan keadaan langgeng (steady)
dan tidak langgeng (dinamis-berubah terhadap waktu).
Pemodelan arus menggunakan perangkat lunak SMS-8 dengan modul RMA2 sebagai alat
simulasi dinamika arus. RMA2 adalah program yang mengitung kecepatan berdasarkan
kedalaman (depth average velocity) dengan metode finite elemen 2D (dua dimensi).
Sebagai gaya pembangkit (generating force) digunakan data pasang surut dan debit sungai.
Modul RMA2 dikembangkan oleh CIRP (Coastal Inlets Research Program) dibawah
lembaga ERDC (U.S. Army Engineer Research and Development Center).
Modul RMA2 memecahkan persamaan kontinuitas dan momentum yang menyebabkan arus
menggunakan metode elemen batas (finite element). Persamaan kontinuitas dan
momentum tersebut adalah :

17

Dengan :
h

t
qx
qy
u&v
g
f

: Kedalaman perairan
: Elevasi muka air terhadap kedalaman perairan
: Waktu
: Aliran per unit lebar yang parallel denga sumbu x
: Aliran per unit lebar yang parallel denga sumbu y
: Kecepatan arus lateral rata-rata arah x dan y
: Percepatan gravitasi bumi
: Parameter Coriolis

bx dan by adalah gaya geser lateral pada dasar, yang dihitung menggunakan hukum
standar gesekan kuadratik
sx dan sy adalah tegangan pada muka air akibat gelombang
wx dan wy adalah tegangan pada muka air.
Komponen kecepatan u dan v diperoleh menggunakan persamaan :

Input data yang dimasukkan dan pengolahan data awal (post processing) dalam modul
RMA2 akan dijelaskan dalam subbab-subbab berikutnya.
2.1.3.1

Desain Pemodelan

A. Grid Model
Data batimetri mutlak diperlukan pada pengaplikasian perangkat lunak SMS 8.1. Data yang
diperlukan berupa peta situasi yang diperoleh dengan melakukan survey batimetri di lokasi.
Dari survey tersebut dapat dihasilkan data-data titik ketinggian dan kedalaman dari daerah
lokasi tersebut yang kemudian diolah menjadi peta kontur dengan menarik kontur yang
melewati titik yang memiliki elevasi yang sama dengan elevasi tertentu. Survey pemetaan
harus mencangkup seluruh gambar fisik lokasi yang ditinjau. Peta situasi ini dipergunakan
sebagai data dasar untuk membuat model.
Berdasarkan data batimetri didapatkan model mesh grid dibuat pada seluruh domain model.
Mesh grid dibangun oleh modul grid SMS 8.1, simulasi arus dilakukan dengan modul RMA18

2. Model hidrodinamika menggunakan grid elemen hingga tidak terstruktur berbentuk


segiempat dan segitiga dengan masukan garis pantai dari pengukuran topografi.

Gambar 2. 15 Grid elemen hingga


B. Kedalaman Perairan dan Garis Pantai
Peta kedalaman perairan laut (batimetri) Ogoamas yang digunakan sebagai daerah model
diperoleh dari survey pengukuran kedalaman perairan.
Dari data survey pengukuran batimetri di Ogoamas, didapatkan kedalaman yang cukup
dalam (0 m 27 m terhadap LWS).

19

Gambar 2. 16 Kedalaman perairan di Pelabuhan Ogoamas

Gambar 2. 17 Kedalaman perairan di Kolam Pelabuhan Ogoamas


20

2.1.3.2

Syarat Batas Pemodelan

Masukan kondisi batas di Ogoamas adalah berupa data pasang surut. Data pasang surut
digunakan dari pengukuran lapangan pada kondisi batas lepas pantai wilayah pemodelan.
Elevasi muka air pasang surut dijalankan dalam waktu 15 hari sehingga didapatkan tren
perubahan muka air pada saat pasang purnama, pasang perbani, surut purnama dan surut
perbani. Masukan pasang surut pada syarat batas disajikan pada Gambar 2.25.
Batas Model Laut

Batas Model Darat

Gambar 2. 18 Penentuan syarat batas pemodelan arus

3
2.5
2
1.5

Naotide

1
0.5
0

Gambar 2. 19 Syarat batas data pasang surut Ogoamas


21

2.1.3.3

Kalibrasi Model

Model RMA-2 menghitung perubahan tinggi muka air berdasarkan harga batas yang
diberikan pada pemodelan. Hasil data tersebut di validasi menggunakan data Naotide yang
ada.
Gambar 2.19 menunjukkan grafik validasi antara pasang surut yang dihasilkan model dan
pasang surut Naotide. Dari gambar tersebut dapat dilihat hasil pasang surut yang
dikeluarkan pemodelan mempunyai fasa yang sama dan tinggi muka air yang hampir sama
dengan pasang surut yang terjadi di lapangan dengan error yang terjadi tidak terlalu besar.

3
2.5
2
Naotide

1.5

Model RMA-2

1
0.5
0

Gambar 2. 20 Perbandingan elevasi pasang surut di Ogoamas

22

2.1.3.4

Hasil dan Analisis

Hasil permodelan hidrodinamika dapat dilihat pada Gambar 3.20 dan Gambar 3.24. Dari
kecepatan arus, kondisi kecepatan arus pada saat pasang dan surut baik pada kondisi
perbani ataupun purnama memperlihatkan variasi yang berbeda beda. Kecepatan arus
pada saat pasang purnama (step 56) bergerak dari timur laut ke arah barat laut dan berkisar
antara 0.0017 0.015 m/s.

Gambar 2. 21 Pola arah dan kecepatan arus pada saat menuju pasang purnama (step
56)

23

Kecepatan arus pada saat kondisi surut purnama (step 70) bergerak ke arah barat laut
berkisar antara 0.0032 0.011 m/s.

Gambar 2. 22 Pola arah dan kecepatan arus pada saat menuju surut purnama (step
70)

24

Kemudian, kecepatan arus pada saat pasang perbani (step 233) berkisar antara 0.0032
0.01 m/s.

Gambar 2. 23 Pola arah dan kecepatan arus pada saat pasang perbani (step 220)

Kecepatan arus pada saat surut perbani berkisar antara 0.0017 0.0125 m/s.
25

Gambar 2. 24 Pola arah dan kecepatan arus pada saat surut perbani (step 233)

Gambar 2. 25 Time series data arus di depan Pelabuhan Ogoamas

26

2.1.4

Pemodelan Arus Dengan Modul Sed-2D

Arus yang bergerak sepanjang garis pantai akan memberikan sedimentasi lateral pada
pantai yang ditinjau. Pergerakan sedimen ini dapat mempengaruhi struktur yang berada di
sekitar pantai. Pergerakan sedimen ini dapat dimodelkan dengan menggunakan modul
SED2D pada program SMS ini. Persamaan pengatur yang digunakan dalam modul SED2D
adalah sebagai berikut.

Dimana :
C

= Konsentrasi (kg/m3)

= Waktu (detik)

= Kecepatan arus arah x (m/s)

= Submu utama arah aliran (m)

= Kecepatan arus arah y (m/s)

= Sumbu tegak lurus sumbu x (m)

Dx

= Koefisien difusi arah x (m2/detik)

Dy

= Koefisien difusi arah y (m2/detik)

2.1.4.1

Syarat Batas Pemodelan

Masukan kondisi batas di daerah sungai adalah berupa debit sungai (100 m3/s) dengan
konsentrasi sedimen 0.001 kg/m3, sementara di daerah laut adalah berupa pasang surut.
Data debit sungai didapatkan dari data sekunder. Data pasang surut digunakan dari luaran
model NAO-Tide (National Astronomical Observation-Japan) pada kondisi batas utara dan
selatan wilayah pemodelan. Elevasi muka air pasang surut dijalankan dalam waktu dua
bulan sehingga didapatkan tren perubahan muka air pada saat pasang purnama, pasang
perbani, surut purnama dan surut perbani.
2.1.4.2

Hasil dan Analisis

Hasil pemodelan dari Modul SED2D ini adalah konsentrasi sedimen pada suatu lokasi dari
waktu ke waktu serta perubahan kedalaman perairan akibat sedimentasi. Pada pemodelan
awal akan dilakukan skenario pemodelan dengan asumsi supply sedimen dari sungai
(gambar 2.26). Sebaran konsentrasi sedimen di sekitar kolam pelabuhan Ogoamas kecil
dengan konsentrasi berkisar antara 0.0001 kg/m3 0.00033 kg/m3. Sebaran konsentrasi
terbesar berada pada aliran sungai yang berada di timur pelabuhan Ogoamas, dimana
konsentrasi berkisar antara 0.0004 kg/m3 0.0011 kg/m3.

27

Gambar 2. 26 Sebaran konsentrasi sedimen setelah simulasi 15 hari (Step 359)

28

Perubahan dasar laut hasil pemodelan SED2D pada Pelabuhan Ogoamas skenario
eksisting. Perubahan batimetri pada lokasi kolam pelabuhan sangat kecil. Adapun grafik
perkiraan rate perubahan batimetri pada lokasi titik tinjau yaitu depan pelabuhan Ogoamas
adalah sebagai berikut ini.

Gambar 2. 27 Perubahan batimetri setelah simulasi 15 hari (Step 359)

Gambar 2. 28 Kenaikan dasar laut pada titik tinjau Pelabuhan Ogoamas


Dari gambar di atas dapat kita dapat melihat kenaikan dasar laut pada titik tinjau. Terlihat
sungai pembawa sedimen ikut mempengaruhi hingga ke arah dermaga Pelabuhan.
29

Kenaikan dasar laut selama simulasi sedimen adalah 0.000225 m, apabila di terjadi selama
1 tahun bisa mencapai 0.08 meter (asumsi debit aliran sungai banjir sepanjang tahun). Hasil
ini perlu di validasi dengan perbandingan hasil batimetri historis dengan batimetri eksisting.

30

Anda mungkin juga menyukai