2.1.1
Peramalan Gelombang
Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data angin.
Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang
telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi.
Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data
meteorologinya.
Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan yang
dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan
mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang berupa tinggi dan
perioda gelombang signifikan untuk setiap data angin. Pada pekerjaan ini, peramalan
gelombang akan dilakukan dengan menggunakan metoda SPM 1984, yang dikembangkan
oleh Coastal engineering research Center, Department of The Army USA. Data-data yang
dibutuhkan untuk meramal gelombang terdiri dari:
1
Data angin yang telah dikonversi menjadi wind stress factor (UA).
2.1.1.1
Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan
arah angin yang relatif konstan. Penghitungan panjang fetch efektif ini dilakukan dengan
menggunakan bantuan peta topografi lokasi dengan skala yang cukup besar sehingga dapat
terlihat pulau-pulau/daratan yang mempengaruhi pembentukan gelombang di suatu lokasi.
Penentuan titik fetch diambil pada posisi laut dalam dari perairan yang diamati. Ini karena
gelombang laut yang dibangkitkan oleh angin terbentuk di laut dalam suatu perairan,
kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan
dekat pantai. Panjang fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan berdasarkan
rumus berikut:
Lf i
Lf .cos
cos
i
di mana:
Lfi
Jumlah pengukuran i untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-pengukuran
dalam wilayah pengaruh fetch (22,50 searah jarum jam dan 22,50 berlawanan arah jarum
jam). Panjang daerah pembentukan gelombang atau fetch ditentukan sebagai berikut:
1
Tiap penjuru angin (arah utama) mempunyai daerah pengaruh selebar 22,5 derajat ke
sebelah kiri dan kanannya.
1
Panjang garis fetch dihitung dari wilayah kajian sampai ke daratan di ujung lainnya.
Jika sampai dengan 200 km ke arah yang diukur tidak terdapat daratan yang
membatasi maka panjang fetch untuk arah tersebut ditentukan sebesar 200 km.
Masing-masing garis fetch dalam daerah pengaruh suatu penjuru angin (arah utama)
diproyeksikan ke arah penjuru tersebut.
Panjang garis fetch diperoleh dengan membagi jumlah panjang proyeksi garis-garis
fetch dengan jumlah cosinus sudutnya.
Fetch angin perairan masing-masing lokasi studi dibuat dengan titik pusat yang
dianggap mewakili koordinat zona perairan laut dalam. Penggambaran fetch angin
untuk perairan masing-masing lokasi studi dapat dilihat pada gambar-gambar berikut
ini.
Panjang fetch efektif untuk masing-masing arah mata angin pada lokasi studi dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 2. 1
2.1.1.2
Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress factor
(UA). Adapun koreksi tersebut meliputi:
1
Koreksi elevasi
Data angin yang digunakan adalah data angin yang diukur pada elevasi 10 m dari
permukaan tanah. Apabila angin tidak diukur pada elevasi tersebut, maka harus
dikoreksi dengan persamaan:
10
u10 u z
z
1
7
di mana:
u10
uz
Koreksi durasi
Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan data
hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu
berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan hindcasting,
diperlukan juga durasi atau lama angin bertiup, di mana selama dalam durasi tersebut
dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi ini
dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin bertiup
yang diinginkan.
Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung kecepatan angin
rata-rata untuk suatu durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai berikut:
a.
Diketahui kecepatan angin sesaat adalah uf. Akan ditentukan kecepatan angin
dengan durasi t detik (ut).
t1
b.
1609
det
uf
3
c.
Menghitung u3600.
uf
u3600
u3600
uf
c
dengan:
45
c 1.277 0.296 tanh 0.9 log
t untuk 1 < t1< 3600 detik
ut
c
u3600
u3600
ut
c
dengan:
45
c 1.277 0.296 tanh 0.9 log
t untuk 1 < t1< 3600 detik
uf =
ut =
Koreksi stabilitas
Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan angin
efektif dapat diperoleh dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai berikut:
u ut .Rt
di mana:
RT
ut
Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984 menyarankan
penggunaan RT = 1,1.
u ut .RL
di mana:
RL
=
rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan, diperoleh dari
grafik pada Gambar 2.8.
ut
Untuk pengukuran angin yang dilakukan di pantai atau di laut, koreksi ini tidak perlu
dilakukan (RL =1).
U A 0.71U 1.23
di mana:
U
UA
2.1.1.3
Untuk menentukan tinggi gelombang dan perioda gelombang, digunakan data hasil
hindcasting yang berupa Feff dan UA. Kedua parameter tersebut digunakan ke dalam tiga
persamaan berikut sesuai dengan prosedur peramalan gelombang dari SPM 1984:
H mo
0.0016 xU A
g
gxFeff
1
2
U 2
A
0.2857 xU A gxFeff
Tp
U 2
g
A
gxFeff
gxt
68.8 x
2
UA
U
A
2
3
1
3
7.15 x104
di mana:
Hmo
TP
UA
Feff
1.
Analisa perbandingan pada persamaan (3) di atas. Jika tidak memenuhi persamaan
tersebut, maka gelombang yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang
sempurna. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya menggunakan
persamaan-persamaan berikut:
H mo
0.2433 xU A
Tp
8.134 xU A
g
Jika hasil analisa perbandingan memenuhi persamaan (3) di atas, maka gelombang
yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang tidak sempurna. Pembentukan
gelombang tidak sempurna ini ada 2 (dua) jenis, yaitu pembentukan gelombang
6
terbatas fetch dan terbatas durasi. Untuk membedakannya perlu diketahui terlebih
dahulu durasi kritis (tc), sebagai berikut:
68.8 xU A gxFeff
tc
U 2
g
A
2.
2
3
Periksa durasi data yang ditentukan (t), lalu bandingkan terhadap durasi kritis (tc).
a
Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang
bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan
dengan menggunakan persamaan (1) dan (2) di atas.
Jika t < tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang bertiup
tidak cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan
dengan menggunakan persamaan (1) dan (2) dengan terlebih dahulu mengganti
panjang Feff dengan Fmin berikut ini:
Fmin
2.1.1.4
U
A
g
gxt
68
.
6
xU
A
3
2
Penentuan tinggi gelombang rencana dengan periode ulang tertentu dapat dihitung
menggunakan metode analisa frekuensi. Beberapa metoda yang sangat dikenal antara lain
adalah Metoda Normal, Log Normal, Gumbell, Pearson Type III dan , Log Pearson Type III.
Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan melihat karakteristik distribusi
gelombang daerah setempat. Periode ulang yang akan dihitung pada masing-masing
metode adalah untuk periode ulang 5, 10, 25, 50 serta 100 tahun.
Tinggi gelombang maksimum setiap tahunnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. 2
Dari tabel di atas, terlihat bahwa analisa frekuensi dengan menggunakan Metode Distribusi
Gumbel memberi hasil error yang terkecil untuk lokasi Pelabuhan Ogoamas.
-
: Gumbel
: 4.70 %
7
: Gumbel
Oleh karena itu, hasil analisa frekuensi dengan metode ini yang akan digunakan dalam
analisa lebih lanjut.Dari analisa di atas, maka tinggi dan perioda gelombang berdasarkan
perioda ulang untuk lokasi Pelabuhan Ogoamasadalah sebagai berikut:
Tabel 2.3
2.1.2
Houson, 1987; Chen, 1990; Xu & Panchang, 1993; Mei, 1983; Berkhoff, 1976; Kontense
dkk, 1986; Tsay dan Liu, 1983). Persamaan tersebut dapat ditulis :
. ( C C g ^ ) +
Cg 2
^
C
Dimana :
^ (x , y)
C(x,y)
= Kecepatan fasa
C g (x , y)
n=
= Kecepatan grup
1
2 kd
1+
2
sinh 2kd
Dimana :
k(x , y)
= bilangan gelombang (
2 /L
melalui
hubungan dispersi linear
Persamaan (1) mensimulasikan refraksi, difraksi, dan refleksi gelombang dalam daerah
model. Persamaan mild-slope dapat dimodifikasi sebagai berikut untuk menyertakan efek
gesekan, disipasi, dan gelombang pecah:
. ( C C g ^ ) +
Cg 2
+i w +iC g ^ =0
C
dimana w adalah faktor gesekan dan g adalah parameter gelombang pecah. Berikut
merupakan bentuk faktor gesekan yang digunakan dalam CGWAVE:
( )[
2 n 2 f r
a k2
w=
k
3 ( 2 kd +sinh 2 kd ) sinh kd
dimana a = (H/2) merupakan amplitudo gelombang dan fr adalah koefisien gesekan yang
bergantung pada bilangan Reynolds dan kekasaran dasar dan dapat digunakan
berdasarkan Madsen (1976) dan Dalrymple dkk. (1984).
2.1.2.1
Skenario Pemodelan
Skenario model secara spesifik dapat dilihat pada tabel berikut ini :
10
2.1.2.3
No
1
Parameter
Waktu Simulasi
Solusi / Nilai
-
Persamaan dasar
Solusi teknik
Persamaan mild-slope
dapat dimodifikasi
sebagai berikut untuk
menyertakan efek
gesekan, disipasi, dan
gelombang pecah
Newton-Raphson
iteration
Kondisi arus
Angin
Gelombang pecah
Gesekan dasar
Nilai awal
10
Kondisi Batas 1
Batas tertutup
11
Kondisi Batas 2
Keterangan
SyaratBatas Model
Syarat batas yang digunakan seperti disebutkan pada tabel.2.6 terbagi menjadi dua jenis
batas, yaitu batas tertutup dan batas terbuka. Berikut merupakan batas yang digunakan
pada model. Syarat batas tertutup yaitu berupa area darat dan syarat batas terbuka yaitu
laut lepas pantai (open ocean).
11
Hasil pemodelan gelombang menggunakan SMS 8.1 mendapatkan hasil sebagai berikut :
Simulasi dengan tinggi gelombang datang menggunakan gelombang 50 tahunan sesuai
pada tabel 2.4 dan dilakukan sebanyak 3 kali. Masing masing simulasi menggunakan arah
datang gelombang datang yang berbeda, yaitu timur laut, utara, barat laut. Setelah simulasi
dilakukan selama 50 menit, kemudian nilai tinggi gelombang di daerah pembangunan
dermaga di gambarkan dalam bentuk grafik. Berikut merupakan hasil simulasi gelombang:
12
13
14
Gambar 2. 11 Tinggi gelombang disekitar dermaga dari arah timur laut (zoom)
Tinggi gelombang refraksi difraksi dari arah timur laut (periode ulang 50 tahunan) pada di
sekitar dermaga memiliki tinggi gelombang yaitu sekitar 1.7 meter 2 meter.
3. Gelombang dari Barat Laut
15
16
Gambar 2. 14 Tinggi gelombang disekitar dermaga dari arah barat laut (zoom)
Setelah mengalami refraksi dan difraki tinggi gelombang dari arah barat laut di sekitar
dermaga yaitu berkisar 2.1 meter 2.5 meter.
2.1.3
Pemodelan arus digunakan untuk memprediksi pola arus yang terjadi pada lokasi.
Pemodelan prilaku dinamik arus laut menggunakan perangkat lunak atau software.
Pemodelan arus laut menggunakan perangkat lunak SMS-8 dengan modul RMA2 sebagai
alat simulasi. Dengan pemodelan ini diharapkan prilaku dinamik arus yang terjadi dapat
teramati. Program ini dapat menghitung elevasi muka air dan kecepatan aliran untuk
masalah aliran perairan dangkal dan mendukung pemodelan keadaan langgeng (steady)
dan tidak langgeng (dinamis-berubah terhadap waktu).
Pemodelan arus menggunakan perangkat lunak SMS-8 dengan modul RMA2 sebagai alat
simulasi dinamika arus. RMA2 adalah program yang mengitung kecepatan berdasarkan
kedalaman (depth average velocity) dengan metode finite elemen 2D (dua dimensi).
Sebagai gaya pembangkit (generating force) digunakan data pasang surut dan debit sungai.
Modul RMA2 dikembangkan oleh CIRP (Coastal Inlets Research Program) dibawah
lembaga ERDC (U.S. Army Engineer Research and Development Center).
Modul RMA2 memecahkan persamaan kontinuitas dan momentum yang menyebabkan arus
menggunakan metode elemen batas (finite element). Persamaan kontinuitas dan
momentum tersebut adalah :
17
Dengan :
h
t
qx
qy
u&v
g
f
: Kedalaman perairan
: Elevasi muka air terhadap kedalaman perairan
: Waktu
: Aliran per unit lebar yang parallel denga sumbu x
: Aliran per unit lebar yang parallel denga sumbu y
: Kecepatan arus lateral rata-rata arah x dan y
: Percepatan gravitasi bumi
: Parameter Coriolis
bx dan by adalah gaya geser lateral pada dasar, yang dihitung menggunakan hukum
standar gesekan kuadratik
sx dan sy adalah tegangan pada muka air akibat gelombang
wx dan wy adalah tegangan pada muka air.
Komponen kecepatan u dan v diperoleh menggunakan persamaan :
Input data yang dimasukkan dan pengolahan data awal (post processing) dalam modul
RMA2 akan dijelaskan dalam subbab-subbab berikutnya.
2.1.3.1
Desain Pemodelan
A. Grid Model
Data batimetri mutlak diperlukan pada pengaplikasian perangkat lunak SMS 8.1. Data yang
diperlukan berupa peta situasi yang diperoleh dengan melakukan survey batimetri di lokasi.
Dari survey tersebut dapat dihasilkan data-data titik ketinggian dan kedalaman dari daerah
lokasi tersebut yang kemudian diolah menjadi peta kontur dengan menarik kontur yang
melewati titik yang memiliki elevasi yang sama dengan elevasi tertentu. Survey pemetaan
harus mencangkup seluruh gambar fisik lokasi yang ditinjau. Peta situasi ini dipergunakan
sebagai data dasar untuk membuat model.
Berdasarkan data batimetri didapatkan model mesh grid dibuat pada seluruh domain model.
Mesh grid dibangun oleh modul grid SMS 8.1, simulasi arus dilakukan dengan modul RMA18
19
2.1.3.2
Masukan kondisi batas di Ogoamas adalah berupa data pasang surut. Data pasang surut
digunakan dari pengukuran lapangan pada kondisi batas lepas pantai wilayah pemodelan.
Elevasi muka air pasang surut dijalankan dalam waktu 15 hari sehingga didapatkan tren
perubahan muka air pada saat pasang purnama, pasang perbani, surut purnama dan surut
perbani. Masukan pasang surut pada syarat batas disajikan pada Gambar 2.25.
Batas Model Laut
3
2.5
2
1.5
Naotide
1
0.5
0
2.1.3.3
Kalibrasi Model
Model RMA-2 menghitung perubahan tinggi muka air berdasarkan harga batas yang
diberikan pada pemodelan. Hasil data tersebut di validasi menggunakan data Naotide yang
ada.
Gambar 2.19 menunjukkan grafik validasi antara pasang surut yang dihasilkan model dan
pasang surut Naotide. Dari gambar tersebut dapat dilihat hasil pasang surut yang
dikeluarkan pemodelan mempunyai fasa yang sama dan tinggi muka air yang hampir sama
dengan pasang surut yang terjadi di lapangan dengan error yang terjadi tidak terlalu besar.
3
2.5
2
Naotide
1.5
Model RMA-2
1
0.5
0
22
2.1.3.4
Hasil permodelan hidrodinamika dapat dilihat pada Gambar 3.20 dan Gambar 3.24. Dari
kecepatan arus, kondisi kecepatan arus pada saat pasang dan surut baik pada kondisi
perbani ataupun purnama memperlihatkan variasi yang berbeda beda. Kecepatan arus
pada saat pasang purnama (step 56) bergerak dari timur laut ke arah barat laut dan berkisar
antara 0.0017 0.015 m/s.
Gambar 2. 21 Pola arah dan kecepatan arus pada saat menuju pasang purnama (step
56)
23
Kecepatan arus pada saat kondisi surut purnama (step 70) bergerak ke arah barat laut
berkisar antara 0.0032 0.011 m/s.
Gambar 2. 22 Pola arah dan kecepatan arus pada saat menuju surut purnama (step
70)
24
Kemudian, kecepatan arus pada saat pasang perbani (step 233) berkisar antara 0.0032
0.01 m/s.
Gambar 2. 23 Pola arah dan kecepatan arus pada saat pasang perbani (step 220)
Kecepatan arus pada saat surut perbani berkisar antara 0.0017 0.0125 m/s.
25
Gambar 2. 24 Pola arah dan kecepatan arus pada saat surut perbani (step 233)
26
2.1.4
Arus yang bergerak sepanjang garis pantai akan memberikan sedimentasi lateral pada
pantai yang ditinjau. Pergerakan sedimen ini dapat mempengaruhi struktur yang berada di
sekitar pantai. Pergerakan sedimen ini dapat dimodelkan dengan menggunakan modul
SED2D pada program SMS ini. Persamaan pengatur yang digunakan dalam modul SED2D
adalah sebagai berikut.
Dimana :
C
= Konsentrasi (kg/m3)
= Waktu (detik)
Dx
Dy
2.1.4.1
Masukan kondisi batas di daerah sungai adalah berupa debit sungai (100 m3/s) dengan
konsentrasi sedimen 0.001 kg/m3, sementara di daerah laut adalah berupa pasang surut.
Data debit sungai didapatkan dari data sekunder. Data pasang surut digunakan dari luaran
model NAO-Tide (National Astronomical Observation-Japan) pada kondisi batas utara dan
selatan wilayah pemodelan. Elevasi muka air pasang surut dijalankan dalam waktu dua
bulan sehingga didapatkan tren perubahan muka air pada saat pasang purnama, pasang
perbani, surut purnama dan surut perbani.
2.1.4.2
Hasil pemodelan dari Modul SED2D ini adalah konsentrasi sedimen pada suatu lokasi dari
waktu ke waktu serta perubahan kedalaman perairan akibat sedimentasi. Pada pemodelan
awal akan dilakukan skenario pemodelan dengan asumsi supply sedimen dari sungai
(gambar 2.26). Sebaran konsentrasi sedimen di sekitar kolam pelabuhan Ogoamas kecil
dengan konsentrasi berkisar antara 0.0001 kg/m3 0.00033 kg/m3. Sebaran konsentrasi
terbesar berada pada aliran sungai yang berada di timur pelabuhan Ogoamas, dimana
konsentrasi berkisar antara 0.0004 kg/m3 0.0011 kg/m3.
27
28
Perubahan dasar laut hasil pemodelan SED2D pada Pelabuhan Ogoamas skenario
eksisting. Perubahan batimetri pada lokasi kolam pelabuhan sangat kecil. Adapun grafik
perkiraan rate perubahan batimetri pada lokasi titik tinjau yaitu depan pelabuhan Ogoamas
adalah sebagai berikut ini.
Kenaikan dasar laut selama simulasi sedimen adalah 0.000225 m, apabila di terjadi selama
1 tahun bisa mencapai 0.08 meter (asumsi debit aliran sungai banjir sepanjang tahun). Hasil
ini perlu di validasi dengan perbandingan hasil batimetri historis dengan batimetri eksisting.
30