Anda di halaman 1dari 27

FAKTOR FISIKA – KIMIA – BIOOGI

PADA PERAIRAN

KELOMPOK 1
 MUHAMMAD HARIS (NIM : 204181010005)
 SURYADI (NIM : 204181010005 )

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI


FAKULTAS PERTANIAN
PRODI BUDIDAYA PERAIRAN
TA 2021/2022
FAKTOR FISIKA-KIMIA-BIOLOGI PADA PERAIRAN

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perairan atau di sebut sebagi laut telah lama dikenal sebagai salah satu

ekosistem yang paling besar, paling kompleks dan paling dinamis di dunia.

Terdapat berbagai macam interaksi antara faktor-faktor penyusun komponen

lingkungan perairan yang berlangsung sangat cepat dan terus menerus sehingga

sangat menentukan kondisi ekosistem yang ada di lingkungan perairan

tersebut. Lebih dari 80% air yang yang berada di alam merupakan air laut.

Perairan atau laut menentukan iklim dan kehidupan di bumi. Sifat dari

lingkungan perairan adalah selalu berubah dan dinamik. Kadang-kadang

perubahan ini berlangsung dalam waktu yang relatif cepat maupun lambat.

Cepat atau lambatnya perubahan ini sama-sama mempunyai pengaruh, yakni

kedua sifat perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor

lingkungan.

Perubahan apapun yang terjadi ada yang akan berdampak positif baik bagi

suatu kehidupan dan negatif bagi kehidupan yang lain. Karena terus

berubahnya lingkungan, maka organisme yang menempati kemungkinan juga

akan berubah dan dapat merusak ekosistem tersebut. Oleh sebab itu diperlukan

pengkajian mengenai faktor-faktor lingkungan perairan atau laut sebagai

pembentuk ekosistem perairan.

1
Dengan memperhatikan komponen-komponen penyusun ekosistem

perairan setidaknya kita dapat mengurangi perubahan dan kerusakan

ekosistem yang terjadi. Namun, timbul beberapa permasalahan yang

dirumuskan sebagai berikut.

1) Fakto-faktor apa saja yang terdapat di lingkungan perairan yang

menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan dan

pembentukan ekosistem baru?

2) Bagaimana keterikatan hubungan antara faktor-

faktor tersebut?

1.3 Tujuan

Penulisan materi tentang faktor lingkungan perairan ini bertujuan untuk

mengetahui penyusun komponen ekosistem lingkungan perairan dan

mengetahui interaksi-interaksi yang terjadi di dalam.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem perairan merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai

komponen abiotik dan biotik yang berkaitan satu sama lain dan saling

berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen ini

secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi

perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut (misalnya

perubahan nilai parameter fisika-kimia perairan), maka akan menyebabkan

perubahan pada komponen lainnya (misalnya perubahan kualitatif dan

kuantitatif organismenya). Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi

keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun

dalam keseimbangannya. Kelangsungan suatu fungsi ekosistem dapat

menentukan kelestarian dari sumberdaya hayati sebagai komponen yang

terlibat dalam sistem tersebut. Dalam lingkungan perairan terdapat faktor-

faktor pembentuk suatu ekosistem yang sekaligus sebagai faktor penentu

perubahan ekosistem perairan. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi

menjadi 3 (tiga) yaitu faktor fisika, kimia, dan biologi pada perairan.

1. Faktor Fisika Lingkungan

Laut Faktor-faktor fisika yang terdapat di lingkungan meliputi suhu

air, kecerahan/kekeruhan, kecepatan arus, gelombang, dan pasang surut

(pasut) air laut.

1. Suhu

3
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Suhu merupakan

salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan

penyebaran organisme. Proses metabolisme hanya berfungsi di dalam kisaran

suhu yang relatif sempit, biasanya antara 0 – 40 0C, tetapi ada juga organisme

yang mampu mentolerir suhu sedikit di atas dan sedikit di bawah batas-batas

tersebut, misalnya ganggang hijau-biru yang hidup pada suhu 85 0C di sumber

air panas. Kebanyakan organisme laut telah mengalami adaptasi untuk hidup

dan berkembang biak dalam kisaran suhu yang lebih sempit daripada kisaran

total 0 – 40 0C. Sebaran suhu secara menegak (vertikal) diperairan Indonesia

terbagi atas tiga lapisan, yakni: a. Lapisan hangat di bagian teratas (epilimnion),

dimana pada lapisan ini gradien suhu berubah secara perlahan. b. Lapisan

termoklin, yaitu lapisan dimana gradien suhu berubah secara cepat sesuai

dengan pertambahan kedalaman. Pada lapisan termoklin memiliki ciri gradien

suhu yaitu perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0.1ºC untuk setiap

pertambahan kedalaman satu meter (Nontji,1987). c. Lapisan dingin di bawah

lapisan termoklin (hipolimnion), dimana suhu air laut konstan sebesar 4ºC.

Suhu merupakan faktor fisika yang sangat penting bagi suatu habitat.

Kenaikan suhu akan mempercepat reaksi-reaksi kimiawi,

4
menurut hukum Van’t Hoff kenaikan suhu 10°C melipat duakan

kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku (Nybakken, 1992).

Perubahan suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih

banyak mengenai daerah ekuator dibanding daerah kutub. Hal ini dikarenakan

cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas

sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan

berkisar antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum

sekitar 42°C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 1986). Suhu air

permukaan diperairan Indonesia umumnya berkisar antara 28-31˚C. Dilokasi

dimana penaikan air (upwelling) terjadi, misalnya di Laut Banda, suhu air

permukaan dapat turun sampai sekitar 25˚C ini disebabkan karena air yang

dingin pada lapisan bawah terangkat ke atas. Suhu air didekat pantai biasanya

sedikit lebih tinggi dari pada yang di lepas pantai. Pantai laguna yang dangkal

atau cekungan air yang tertangkap ketika air surut, suhu air mencapai lebih dari

35˚C. Air dengan densitas yang rendah akan berada dilapisan atas dan air

dengan densitas tinggi akan berada pada lapisan bawah.

2.1.2 Kecerahan / Kekeruhan

Tingkat kecerahan menyatakan tingkat cahaya yang diteruskan ke dalam

kolom air dan dinyatakan dalam persentase (%), dari

5
beberapa panjang gelombang yang ada yang jatuh agak lurus pada

permukaan air. Kemampuan penetrasi cahaya matahari dipengaruhi kekeruhan

air seperti suspensi dalam air (lumpur), planktonik (jasad renik) dan warna air.

1. Kecepatan Arus

Arus di permukaan merupakan pencerminan langsung dari pola angin

yang bertiup pada waktu itu. Jadi arus permukaan ini digerakan oleh angin dan

begitupun arus dibawahnya ikut terbawa. Arus dilapisi oleh permukaan laut

berbelok ke kanan dari arah angin dan arus dilapisan bawahnya akan berbelok

lebih ke kanan lagi dari arah arus permukaan. Hal ini disebabkan adanya gaya

cariolis (Cariolis Force), yaitu gaya yang diakibatkan oleh perputaran bumi.

Jika terjadi divergensi atau pembuyaran arus permukaan maka akan terjadi

upwelling, yakni naiknya massa air dari lapisan bawah laut kelapisan

permukaan dan jika terjadi konvergensi atau pemusatan arus permukaan, maka

akan menyebabkan downwelling, yakni turunnya massa air dari lapisan atas

kelapisan bawah.

2. Gelombang

Gerakan gelombang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

organisme dan komunitas dibandingkan dengan daerah laut lainnya.

Gelombang yang terhempas ke pantai akan

6
melepaskan energinya di pantai. Makin tingginya gelombang,

maka makin besar tenaganya memukul pantai.

Ada tiga faktor yang menentukan besarnya gelombang yang disebabkan

oleh angin yakni kuatan hembusan, lamanya hembusan dan jarak tempuh

angin. Jarak tempuh angin ialah bentangan air terbuka yang dilalui angin.

Sekali gelombang telah terbentuk oleh angin maka gelombang itu akan terus

merambat sampai jauh.

1. Pasang Surut (Pasut) Air Laut

Pasang surut adalah naik dan turunnya air permukaan laut secara periodik

selama suatu interval waktu tertentu. Pasut merupakan bentuk gerakan air laut

yang terjadi karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi.

Ada 2 (dua) macam pasang surut yang terjadi, yakni:

1. Pasang Purnama, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut

tertinggi (besar). Pasang besar terjadi pada tanggal 1 (berdasarkan

kalender bulan)dan pada tanggal 14 (saat bulan purnama). Pada kedua

tanggal tersebut posisi bumi-bulan-matahari berada pada satu garis

(konjungsi)

sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan matahari berkumpul menjadi satu

menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang menghadap ke bulan

mengalami pasang naik besar.

7
2. Pasang Perbani, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan

pasang surut terendah (kecil).Pasang kecil ini terjadi pada tanggal

7 dan 21 kalender bulan. Pada kedua tanggal tersebut posisi

matahari – bulan – bumi membentuk sudut 90°.Gaya tarik bulan

dan matahari terhadap bumi berlawanan arah sehingga

kekuatannya menjadi berkurang (saling melemahkan).

1. Faktor Kimia Lingkungan Laut

Faktor-faktor kimia yang terdapat di lingkungan laut meliputi

salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), dan unsur hara

(nutrien).

1. Salinitas

Salinitas adalah banyaknya zat terlarut. Zat padat terlarut

meliputi garam-garam anorganik, senyawa-senyawa organik yang

berasal dari organisme hidup, dan gas-gas terlarut (Nybakken,

1992). Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram)

yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan

0/00 (permil, gram per liter) (Nontji, 1986). Ciri paling khas pada air

laut yang diketahui oleh semua orang ialah rasanya yang asin. Ini

disebabkan karena didalam air laut terlarut garam-garam yang

paling utama adalah natrium

8
klorida (NaCl) yang sering disebut garam dapur. Selain NaCl, di

dalam air laut terdapat pula MgCl2, kalium, dan kalsium.

Menurut teori, zat-zat garam berasal dari proses outgassing, yaitu

rembesan kulit bumi didasar laut berbentuk gas kepermukaan dasar laut. Hasil

kikisan kerak bumi terlarut dengan gas dari kulit bumi dasar laut dan air sehingga

menghasilkan garam di laut. Zat kimia terlarut yang membentuk garam yang

diukur sebagai salinitas adalah CI, Na, SO4, dan Mg yang merupakan komponen

utama sebesar 99,7% dari jumlah zat terlarut dalam air laut, sisanya 0,3% yang

walaupun jumlahnya sedikit dapat mempengaruhi kehidupan di laut dan

sebaliknya kepekatan zat ini ditentukan oleh aktifitas kehidupan laut.

Di perairan pantai karena terjadi pengenceran misalnya karena pengaruh

aliran sungai salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan

yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi. Air payau adalah istilah umum

yang digunakan untuk menyatakan air yang salinitasnya antara air tawar dan air

laut. Perairan estuari atau daerah sekitar kuala dapat mempengaruhi struktur

salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar

yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat juga pengadukan air sangat

menentukan (Nontji, 1986).

9
1. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan

tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air

tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi

oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya (Fardiaz, 1992).

Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana

jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan dari atmosfer

(udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas (Fardiaz,

1992). Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan

untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme.

Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari

suhu dan tekanan atmosfer (Fardiaz, 1992).

Oksigen merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk

hidup di dalam air. Kepekatan oksigen terlarut bergantung pada suhu,

kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya yang bergantung

kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, dan

jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang

mati atau limbah industri (Sastrawijaya, 2001).

2. Derajat Keasaman (pH)

10
Nilai pH air yang normal atau netral yaitu antara pH 6

sampai pH 8 (Fardiaz, 1992). Air yang pH-nya kurang dari 7 bersifat asam,

sedangkan yang pH-nya lebih dari 7 bersifat basa. Tanah yang bersifat asam

akan mengakibatkan pelarutan dan ketersediaan logam berat yang berlebihan

dalam tanah (Darmono, 1995). Perubahan pH yang sangat asam maupun

basa akan mengganggu kelangsungan hidup organisme akuatik karena

menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi.

2.2.4 Unsur Hara (Nutrien)

Sebagian besar unsur-unsur kimiawi yang diperlukan oleh tumbuh-

tumbuhan dan binatang terdapat dalam air laut dalam jumlah lebih dari

cukup, sehingga kekurangannya tak perlu dipertimbangkan sebagai faktor

ekologi. Dalam beberapa hal kepekatan unsur “trace” menjadi penting, tapi

ini terjadi sangat jarang sekali dibanding dengan di darat. Fosfat dan nitrat

dalam kepekatan bagaimanapun selalu dalam rasio yang tetap. 15 at. N

: 1 at P. Rasio ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton. Hanya

dalam keadaan tertentu rasio dalam air berubah. PO4 : P

bisa berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Keduanya

dalam bentuk butiran dan larutan.

Dalam jaringan hidup terutama dalam bentuk senyawa organik dan

dilepaskan kembali ke air sebagai kotoran maupun

11
bangkai dalam bentuk butiran atau larutan. Dan untuk senyawa

NO3, samudera mendapatkan dari udara bukan saja N tetapi juga

NO3. Seperti halnya PO4, pertumbuhan dan fotosintesa dari

tumbuh-tumbuhan laut (fitoplankton dan alga bentik) dibatasi oleh

kepekatan NO3 dalam air. Selain unsur-unsur hara tersebut, diatom

juga mengambil sejumlah besar Si dari laut dan kekurangan

kandungan Si dapat menjadi faktor pembatas di perairan tertentu.

2.3 Faktor Biologi Lingkungan Laut

Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh biota yakni tumbuh-

tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Jumlah dan keanekaragaman

jenis biota yang hidup di laut sangat berlimpah. Biota laut hampir

menghuni semua bagian laut, mulai dari pantai, permukaan laut sampai

dasar laut yang terjeluk sekalipun (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Di

laut terdapat berbagai macam organisme mulai dari yang berupa jasad-jasad

hidup bersel satu yang sangat kecil sampai yang berupa jasad-jasad hidup

yang berukuran sangat besar seperti ikan paus. Sebagian besar wilayah

perairan terdapat banyak jenis biota laut yang saling berinteraksi, tetapi di

beberapa wilayah perairan yang lain hanya terdapat beberapa jenis biota

laut yang hidup dan berinteraksi karena kendala makanan dan kondisi

lingkungan (Romimohtarto & Juwana, 2001). Faktor biologi lingkungan

laut merupakan parameter dari mahluk

12
hidup yang menjadi faktor penting dalam komponen penyusun ekosistem

laut. Parameter biologi dapat berupa phytoplankton, zooplankton, benthos, nekton,

bakteri, dan virus. Dari berbagai jenis organisme tersebut ada yang berlaku sebagai

produsen, konsumen, dan pengurai (detritus).

1. Produsen

Produsen dalam lingkungan laut merupakan faktor utama yang

menentukan produktuvitas lautan. Yang bertindak sebagai produsen adalah

fitoplankton dan ganggang laut lainnya. Fitoplankton adalah tumbuh-

tumbuhan air yang berukuran kecil, ia melayang-layang di air dan

merupakan organisme laut yang menjadi makanan utama bagi ikan-ikan

laut berukuran sedang dan kecil. Ia mampu memproduksi makanannya

sendiri melalui proses fotosintesis (autotrof). Contoh plankton ini yaitu

Alga merah banyak terdapat di Laut Merah, Alga biru banyak terdapat di

Laut Tropik, Dinophysis, dan Navicula

2. Konsumen

Terdiri atas berbagai hewan air yang hidup di laut

seperti zooplankton, benthos, dan nekton (ikan). Zooplankton

adalah sebuah koloni (kelompok) yang terdiri dari berbagai-jenis hewan

kecil yang sangat banyak jumlahnya. Contoh zooplankton misalnya

Copepoda, Tomopteris, Arrow Wori, Jelly Fish (ubur-

13
ubur) dan beberapa jenis Crustacea. Bentos adalah organisme

yang hidup di dasar laut baik yang menempel pada pasir maupun

lumpur, beberapa contoh bentos antara lain kerang, bulu babi,

bintang laut, cambuk laut, dan terumbu karang. Sedangkan

nekton adalah hewan-hewan laut yang dapat bergerak aktif di

perairan seperti ikan-ikan laut, reptil laut, mamalia laut, dan

cumi-cumi. Semua organisme yang berlaku sebagai konsumen

tersebut merupakan organisme heterotrof di lingkungan laut.

2.3.3 Dekomposer

Organisme laut yang bertindak sebagai pengurai atau

pembusuk bahan-bahan organik dan anorganik seperti jenis

bakteri pengurai (Nitrobacter sp.) dan jamur. Peranan

mikroorganisme ini sangat vital dalam lingkungan laut karena

dengan kehadiran dekomposer yang sangat menentukan

perubahan lingkungan lautan.

14
III. PEMBAHASAN

1. Faktor Fisika Lingkungan Laut

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme

maupun perkembangbiakan dari organisme- organisme tersebut. Setiap

perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang

terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga

mempengaruhi biota secara keseluruhan (Hutabarat dan Evans, 1986). Suhu

yang terdapat di air laut sering kali berfluktuasi. Perubahan suhu disebabkan

oleh berbagai macam faktor diantaranya yaitu intensitas cahaya matahari yang

diterima, kedalaman air dan letak ketinggian dari permukaan laut. Hal tersebut

didukung oleh Hutabarat dan Evans (1986) yang menyatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari

permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim,

cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan.

Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam

suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya

intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Suhu mengalami perubahan

secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju

15
laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena

daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah

mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai

suhunya rendah dan stabil. Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter

cenderung hangat, hal ini dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh

permukaan. Sedangkan pada kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara

mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam. Pada

kedalaman melebihi 1000 meter suhu air laut relatif konstan dan biasanya berkisar

antara 2 – 4 0C (Sahala Hutabarat,1986).

Suhu secara tidak langsung juga mempengaruhi kehidupan flora dan fauna

laut, komposisi kimia air laut, sirkulasi massa air, dan cepat rambat gelombang

akustik. Naiknya suhu air akan menimbulkan akibat seperti menurunkan jumlah

oksigen terlarut di dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi kimia, mengganggu

kehidupan ikan dan hewan air lainnya, dan apabila batas suhu yang mematikan

terlampaui maka ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati (Kristanto, 2002).

3.1.2 Kecerahan/Kekeruhan

Tingkat kecerahan/kekeruhan yang berbeda pada laut selain disebabkan oleh

penetrasi cahaya yang masuk juga diakibatkan oleh tanaman yang hidup di

dasarnya seperti alga yang terdapat pada laut merah, dan endapan atau sedimen

yang terbawa didalam air. Seperti

16
warna coklat yang merupakan endapan yang terbawa aliran air sehingga

membuat warnanya nampak keruh. Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat

yang terlarut dalam air karena sifat air laut yang mengandung sejumlah besar

partikel dalam suspensi yang sering di sebut dengan kekeruhan.

Sedangkan pada perairan estuari yang kekeruhannya tinggi,

produktivitasnya perairannya akan rendah. Hal ini mengakibatkan

terganggunya proses fotosintesis karena penetrasi cahaya matahari terhalang oleh

partikel-partikel yang disebabkan oleh kekeruhan tersebut. Terganggunya proses

fotosintesis menyebabkan fungsi utama fitoplankton sebagai produsen primer,

pangkal rantai makanan dan fundamen yang mendukung kehidupan seluruh biota

di estuari menjadi terganggu, sehingga kehidupan seluruh biota juga akan

terancam (Nontji, 1993).

Intesitas cahaya mempengaruhi pola sebaran organisme. Ada sebagian

organisme yang menyukai cahaya dengan intesitas cahaya yang besar, namun ada

juga organisme yang lebih menyukai cahaya yang redup. Pada bagian bawah laut,

cahaya matahari mempunyai pengaruh besar secara tidak langsung, yakni sebagai

sumber energi untuk fotosintesis tumbuh-tumbuhan air dan fitoplankton. Air laut

berwarna karena proses alami, baik yang berasal dari proses biologis maupun

non-biologis. Produk dari proses biologis dapat berupa humus,

17
gambut dan lain-lain, sedangkan produk dari proses non-biologis dapat

berupa senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn, dan

lain-lain.

Selain itu perubahan warna air laut dapat pula disebabkan oleh kegiatan

manusia yang menghasilkan limbah berwarna. Air laut dengan tingkat warna

tertentu/dapat mengurangi proses fotosintesa serta dapat menganggu

kehidupan biota akuatik terutama fitoplankton dan beberapa jenis bentos.

3.1.3 Kecepatan Arus

Arus mempunyai pengaruh positip maupun negatip terhadap kehidupan

biota perairan. Arus dapat mengakibatkan menurunnya jumlah jaringan-

jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam

suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar lumpur,

arus dapat mengaduk endapan lumpur- lumpuran sehingga mengakibatkan

kekeruhan air dan mematikan hewan air.

Kekeruhan yang diakibatkan juga bisa mengurangi penetrasi sinar

matahari dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fotosintesa. Manfaat

dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan

bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk jenis

algae yang kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi dengan adanya

sirkulasi air. Sedangkan bagi hewan air, CO2 dan

18
produk-produk sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga

memainkan peranan penting bagi penyebaran plankton, baik

holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan terakhir

yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan

ikan-ikan. Mereka mempunyai kesempatan menghindari persaingan

makanan dengan induk-induknya terutama yang hidup menempel seperti

teritip (Belanus sp.).

Arus sangat penting sebagai faktor pembatas terutama pada aliran

air. Di samping itu juga arus di dalam aliran air dapat menentukan

distribusi gas vital, garam dan organisme plankton (Anwar, 1984).

3.1.4 Gelombang

Secara ekologis gelombang paling penting di daerah pasang surut

(perairan dangkal). Di bagian laut agak dalam pengaruhnya menurun, dan

di perairan oseanik ia mempengaruhi pertukaran udara. Gelombang

ditimbulkan oleh angin, pasang-surut dan kadang-kadang oleh gempa

bumi dan gunung meletus (dinamakan tsunami). Gelombang mempunyai

sifat penghancur.

Biota yang hidup di daerah pasang surut harus mempunyai daya

tahan terhadap pukulan gelombang. Gelombang dengan mudah

menjebol alga-alga dari substratanya. Diduga, gelombang juga mengubah

bentuk karang-karang pembentuk terumbu. Gelombang

19
mencampur gas atmosfir ke dalam permukaan air sehingga memulai

proses pertukaran gas.

3.1.5 Pasang Surut (Pasut) Air Laut

Pengaruh pasang surut yang paling jelas terhadap organisme dan

komunitas daerah litoral yang menyebabkan terkena udara terbuka secara

periodik dengan kisaran parameter fisik cukup besar. Lamanya terkena udara

terbuka merupakan hal yang paling penting karena pada saat itulah organisme

laut akan berada dalam kisaran suhu terbesar dan memungkinkan mengalami

kekeringan (kehilangan air). Semakin lama terkena udara, semakin besar

kehilangan air diluar batas kemampuan dan semakin kecil kesempatan untuk

mencari makan dan mengakibatkan kekurangan energi. Pasang surut air laut

juga mempengaruhi kadar garam yang ada di perairan tersebut serta partikel-

partikel suspensi lainnya.

1. Faktor Kimia Lingkungan Laut

1. Salinitas

Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad

hidup akuatik melalui pengendalian berat jenis dan

keragaman tekanan osmotik. Jenis-jenis biota air ditakdirkan untuk

mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang berat jenisnya

mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis yang hidup di

20
dasar laut (bentos) mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air

laut di atasnya. Salinitas dapat menimbulkan tekanan-tekanan osmotik.\

Umumnya, kandungan garam dalam sel-sel biota laut cenderung

mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Jika sel-sel tersebut berada di

lingkungan dengan salinitas yang berbeda maka suatu mekanisme osmoregulasi

diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dan lingkungannya.

Pada kebanyakan biota air, penurunan salinitas biasanya bersamaan dengan

penurunan salinitas dalam sel. Suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah

ada penurunan salinitas yang nyata. Kemampuan untuk menghadapi fluktuasi

yang berasal dari salinitas terdapat pada kelompok-kelompok binatang beraneka

ragam dari protozoa sampai ikan. Biota estuarina biasanya mempunyai toleransi

terhadap variasi salinitas yang besar (eury-halin) contohnya seperti ikan bandeng.

Salinitas yang tak sesuai dapat menggagalkan pembiakan dan menghambat

pertumbuhan biota air.

3.2.2 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan

akuatik untuk proses pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteria maupun

beberapa binatang dapat hidup tanpa oksigen (anaerobik) sama sekali, lainnya

dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya sebentar tetapi memerlukan

penyediaan oksigen yang berlimpah setiap kali.

21
Kebanyakan dapat hidup dalam keadaan kandungan oksigen yang

rendah sesekali tapi tak dapat hidup tanpa oksigen sama sekali. Sumber oksigen

terlarut dari perairan adalah dari udara di atasnya, proses fotosintese dan glycogen

dari binatang itu sendiri. Air yang tidak mengandung oksigen terlarut jarang

terdapat disamudera.

Oksigen dihasilkan oleh proses fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan

air dan fitoplankton dan diperlukan untuk pernafasan bagi biota air.

Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan

oksigen oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan biota tersebut

untuk hidup normal dalam lingkungannya. Kadar oksigen terlarut di perairan

Indonesia berkisar antara 4,5 dan 7.0 ppm.

3.2.3 Derajat Keasaman (pH)fgd

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk

mencegah perubahan pH. Perubahan pH yang sedikit saja dari pH alami akan

memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat

menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat

membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan

di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5.

Perubahan pH dapat berakibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan,

burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi

22
produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas

zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat

memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.

3.2.4 Unsur Hara (Nutrien)

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, fitoplankton membutuhkan

banyak unsur nutrien. Menurut Michael (1985), fosfat

dan nitrogen merupakan unsur hara makro yang dimanfaatkan oleh

fitoplankton sebagai nutrien sehingga dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan

fitoplankton di perairan.

Umumnya kekurangan fosfat dalam laut akan mempengaruhi proses

fotosintesa dan pertumbuhan yang sama besarnya. Adapun nitrat yang dapat digunakan

untuk menentukan tingkat kesuburan perairan laut. Perairan oligotropik memiliki

kandungan nitrat 0 - 0,1 mg/liter, perairan mesotropik sebesar 0,1 - 0,5 mg/liter dan

perairan eutropik 0,5 - 5 mg/liter (Wetzel, 1982).

3.3 Faktor Biologi Lingkungan Laut

Keberadaan masing-masing organisme dalam lingkungan laut dapat memberikan

informasi kualitas lingkungan di mana biota tersebut hidup.

Semakin beraneka jenis biota dan jumlah yang banyak ditemukan dalam perairan

dapat mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan tersebut masih baik. Peranan dan

kedudukan masing-masing organisme di laut digambarkan dalam piramida makanan di laut.

Dasar piramida ditempati oleh organisme

23
produser atau organisme autotrop yang mampu merubah bahan anorganik

menjadi bahan organik dengan memanfaatkan energi matahari.

Energi matahari dimanfaatkan oleh organisme autotroph untuk membentuk

bahan organik yang akan dimanfaatkan oleh organisme herbivora. Fitoplankton

merupakan organisme autotroph utama dalam kehidupan di laut. Melalui proses

fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu menjadi sumber energi bagi

seluruh biota laut lewat mekanisme rantai makanan. Walaupun memiliki ukuran yang

kecil namun memiliki jumlah yang tinggi sehingga mampu menjadi pondasi dalam

piramida makanan di laut. Di samping menjadi makanan utama ikan, tumpukan

bangkai plankton di laut dangkal juga merupakan bahan dasar bagi terbentuknya

mineral-mineral laut.

Lain halnya dengan bentos dan nekton, dimana organisme-organisme ini

merupakan hewan heterotrof yang tidak dapat memproduksi makanan sendiri sehingga

membutuhkan kehadiran organisme lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Namun keberadaan benthos dan nekton di lingkungan laut dapat mengontrol kualitas

perairan (mencegah terjadinya blooming algae) Benthos merupakan hewan air laut

yang hidupnya di dasar laut seperti jenis kekerangan.

Tubuh bentos banyak mengandung mineral kapur. Batu-batu karang yang biasa

kita lihat di pantai merupakan sisa-sisa rumah atau kerangka benthos. Sedangkan

nekton merupakan hewan air yang aktif bergerak dalam melakukan aktivitas

kehidupan sehari-harinya seperti jenis ikan dan ampibi

24
laut. Satu lagi organisme yang sangat berperan dalam pembemtukan

ekosistem lautan yaitu organisme pengurai (dekomposer) seperti jenis bakteri

dan jamur. Peranan mereka sangat vital dalam mengatur ekosistem di lautan,

karena dengan kehadirannya, bahan-bahan organik dan anorganik dilautan

dapat diuraikan menjadi unsur-unsur hara (nutrien) yang dapat dimanfaatkan

oleh organisme autotrof (fitoplankton) untuk melakukan proses fotosintesis.

25
IV. PENUTUP

1. KESIMPULAN

Melihat berbagai macam ulasan mengenai faktor-faktor pembentuk dan

sekaligus penyebab terjadi perubahan di lingkungan laut maka dapat

diambil kesimpulan bahwa fakor yang menyebabkan terjadinya perubahan

tersebut terdiri atas faktor fisika, kimia, dan biologi lingkungan laut. Faktor

fisika meliputi temperatur atau sahu perairan laut, kecerahan/kekeruhan

(tingkat penetrasi cahaya), kecepatan arus, gelombang dan daerah pasang

surut air laut. Kemudian faktor kimia meliputi salinitas, oksigen terlarut

(DO), derajat keasaman (pH), dan beberapa unsur hara (nutrien).

Sedangkan faktor biologi meliputi produsen (fitoplankton dan

ganggang laut lainnya), konsumen (zooplankton, benthos, dan nekton) dan

dekomposer (bakteri dan jamur). Masing-masing faktor tersebut memiliki

keterkaitan hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya

sehingga membentuk suatu lingkungan perairan laut (ekosistem lautan).

2. SARAN

Semoga makalah ini bisa diterima dengan baik dan apa bila masih terdapat

kesalahan, baik dari penulisan dan susunan dalam makalah ini kami terima

baik kritik mau saran yang bersifat membangun untuk kebaikan bersama.

26

Anda mungkin juga menyukai