Anda di halaman 1dari 14

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pentingnya Pengukuran Parameter Perairan

Karakteristik perairan dipengaruhi oleh letak geografi dan kondisi

lingkungannya. Karakteristik perairan pantai yang jauh dari muara akan berbeda

dengan karakteristik perairan yang berada di dekat muara. Wilayah muara

merupakan salah satu wilayah yang memiliki kesensitifan yang cukup besar.

Lokasi penelitian perairan Pulau Wanamina berada di wilayah estuaria. Perairan

estuaria merupakan perairan semi tertutup dimana terjadi percampuran antara

perairan air asin di laut dengan air tawar dari sungai. Menurut Supriyadi (2002),

proses percampuran yang terjadi biasanya bervariasi tergantung tipe estuari

masing-masing wilayah. Tipe-tipe estuari dipengaruhi oleh kekuatan aliran sungai

dan tipe pasang surut. Oleh karena itu, muara menjadi filter material yang dibawa

dari sungai masuk ke laut. Perairan yang tenang menyebabkan material

terendam dan terakumulasi di dasar perairan, namun pada wilayah estuari terjadi

turbulensi yang ekstrim dan menyebabkan material di dalamnya ikut bercampur

mengikuti gerak air.

Perairan estuari dicirikan dengan karakteristik parameter yang ekstrim.

Disebutkan bahwa adanya fenomena salinitas, turbulen, pasang surut, dan

kekeruhan yang cukup tidak stabil. Perairan estuari juga terdapat fluktasi

musiman yang merupakan kombinasi dan pengaruh dari fenomena pasang surut,

arus pantai dan aliran sungai. Perairan estuari yang cenderung berlumpur

terdapat padatan tersuspensi yang cukup tinggi akibat sedimentasi yang terbawa

dari sungai dan mengalir mengikuti badan air yang bergerak ke arah perairan laut

(Rifardi, 2012). Hal ini juga sangat berpengaruh pada parameter fisika kimia yang

ada di perairan.

5
Beberapa proses di laut seperti absorpsi, konveksi, konduksi,

kondensasi, radiasi maupun evaporasi memberikan dampak yang besar pada

parameter fisika maupun kimia pada wilayah perairan. Beberapa hal yang telah

dijelaskan diatas membuktikan bahwa pada daerah estuari terjadi banyak

fenomena maupun proses yang disebabkan oleh alam, selain itu beberapa

kegiatan disekitar juga sangat mempengaruhi kondisi perairan. Banyak faktor

yang dapat ditemukan yang mengakibatkan perubahan sifat fisika maupun kimia

didalamnya. Maka pengukuran dan pemantauan parameter fisika dan kimia

sangat dibutuhkan di perairan

2.2 Parameter Perairan

Parameter perairan dapat diartikan atau didefinisikan sebagai ukuran

untuk menyatakan karakteristik suatu perairan, dalam hal ini dapat ditinjau baik

dari segi fisika (physical), kimia (chemical), maupun biologi (biological)

(Wibisono, 2005). Wilayah pesisir adalah sebuah ekosistem perbatasan antara

laut dan daratan yang terdapat faktor fisika, kimia maupun biologi di dalamnya.

Perairan pesisir merupakan ekosistem yang sensitif, hal ini disebabkan karena

ekosistem ini mendapatkan tekanan yang tinggi dari banyaknya aktivitas yang

terjadi di wilayah tersebut. Tekanan inilah yang akan memberikan perubahan

pada sistem perairan, baik pada parameter fisika, kimia maupun biologi

(Supriyadi, 2002).

Beberapa fenomena yang seperti arus, gelombang dan pasang surut

merupakan bagian dari hidrodinamika laut. Parameter hidrodinamika laut ini

merupakan bagian dari keseluruhan komponen fisika yang saling mengadakan

interaksi atau saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini satu parameter

dengan yang lain saling memiliki hubungan yang cukup kompleks, diantaranya

adalah yang menggambarkan sifat lingkungan laut dan berkaitan erat dengan

kondisi biologi atau kesuburan perairan yang mencakup sifat fisika kimia air

6
lautnya, seperti suhu, salinitas, densitas, kadar hara, serta kadar kimia lainnya,

produktivitas primer atau sekunder dan kecerahan (Wibisono, 2011).

Laut seperti halnya daratan, dihuni oleh biota, yakni tumbuh-tumbuhan,

hewan dan mikroorganisme hidup lainnya. Biota laut menghuni hampir semua

bagian laut, mulai dari pantai, permukaan laut sampai dasar laut maupun pada

daerah teluk. Keberadaan biota laut ini sangat penting bagi kelangsungan hidup

manusia maupun untuk ekosistemnya sendiri, karena biota laut merupakan salah

satu faktor biologi di laut yang penting dan besar pengaruhnya pada ekoosistem

dan proses yang terjadi dilaut baik komponen fisika maupun kimia.

Kehidupannya organisme laut juga memberi manfaatnya yang besar bagi

kehudupan manusia (Rommimohtarto, et al., 2009).

2.3 Parameter Fisika

Parameter fisika pada perairan merupakan salah satu aspek terpenting

yang perlu diperhatikan, hal ini disebabkan karena kondisi perairan suatu wadah

untuk menentukan kehidupan organisme maupun dinamika didalamnya.

Parameter fisika merupakan parameter yang dapat diamati berdasarkan

perubahan fisika air seperti cahaya, suhu, kecerahan, kekeruhan, warna,

padatan tersuspensi dan padatan terlarut.

2.3.1 Suhu

Suhu di laut adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan

organisme di laut. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun

perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut (Hutabarat dan Steward,

1985). Air mempunyai daya muat panas yang lebih tinggi dari daratan, maka

untuk menaikkan satu derajat suhu air memerlukan panas lebih banyak di

bandingkan dalam daratan. Dengan kata lain, dengan jumlah pemanasan yang

sama daratan akan lebih cepat panas dari pada lautan. Sinar matahari

7
kebanyakan diserap oleh lapisan permukaaon laut maka lapisan ini cenderung

lebih panas daripada lapisan di bawahnya (Kurniawan, 2006).

Menurut Brotowidjoyo, et al (1999), menyebutkan bahwa ikan dapat

menerima perubahan pada suhu kurang dari 0.10C. Perubahan terhadap

temperatur memberikan pengaruh terhadap metabolisme ikan serta

mempengaruhi masa air itu sendiri. Bahkan perubahan suhu yang terjadi dapat

menyebabkan perubahan ciri-ciri marestik, jumlah jari-jari sirip naik jika terjadi

penurunan pada suhu lingkungan. Selain itu suhu mempengaruh pola tingkah

laku ikan dalam mencari makan, oleh karena itu ikan tidak menyukai suhu

permukaan laut yang terlalu ekstrim. Ikan menyukai suhu yang optimum

untuknya dimana pada perairan yang terdapat gerakan vertikal, dan gerakan

horisontal yang berhubungan dengan musim.

2.3.2 Kecepatan Arus

Secara umum yang dimaksud dengan arus laut adalah gerakan massa

air laut kearah horizontal dalam skala besar. Walaupun ada unsur vertikal,

namun alasan ini hanya membahas arus horizontal saja. Tidak seperti pada arus

sungai yang searah dengan aliran sungai menuju ke arah hilir, dimana kecepatan

arus sungai dapat di ukur secara sederhana. Arus di laut di pengaruhi oleh

banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya arus, seperti tiupan angin musim.

Selain itu juga faktor suhu permukaan laut yang selalu berubah-ubah.di

Indonesia, seperti adanya dua musim yakni musim barat dan musim timur

dimana siklus perubahan tiap musim ditandai dengan adanya perubahan tekanan

udara sehingga menimbulkan arah tiupan angin yang berbeda pula (Wibisono,

2011).

Menurut Kurniawan (2006), arus adalah gerakan mengalir suatu massa

air ke arah tertentu. Arus terjadi disebabkan oleh tiga hal yaitu tiupan angin,

perbedaan densitas air laut, dan fenomena terjadinya pasang. Sedangkan

8
Brotowidjoyo, et al (1999), menyebutkan bahwa arus menimbulkan sebuah

medan geoelektris ysng dipergunakan ikan untuk perjalanan panjang. Selain itu

arus laut mentransport telur ikan, larva ikan dan ikan-ikan kecil dari suatu tempat

ke tempat lain. Adanya gangguan dalam transport tersebut menyebabkan

terjadinya variasi dalam jumlah ikan yang hidup dalam tahun dan dalam kawasan

tertentu.

2.3.3 Kedalaman

Kedalaman perairan laut terbentuk akibat sedimen, dimana setiap

perairan memiliki perbedaan kedalaman yang dipengaruhi oleh transport

sedimen didalamnya (Satriadi, 2012). Kegiatan migrasi ikan dipengaruhi oleh

intensitas cahaya pada waktu siang hari. Sedangkan termoklin dan gelombang

memberikan pengaruh pada distribusi ikan (Brotowidjoyo, et al.,1999).

Ikan dibedakan berdasarkan kedalamannya, yaitu ikan pelagik, ikan sub-

pelagik, ikan dasar laut atau ikan benthik. Ikan pelagik merupakan ikan yang

berada di atas daerah termokin. Ikan sub-pelagis merupakan hidup dibawah

daerah termoklin untuk bermigarasi pada malam hari, namun turun ke bawah

wilayah termoklin pada iang hari, sedangkan ikan benthik merupakan ikan yang

hidup didasar laut. Hal ini membeuktikan bahwa berbeda spesies berbeda pula

lapisan air laut pada habitatnya (Brotowidjoyo, et al.,1999).

2.3.4 Kecerahan

Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang dapat ditembus

oleh cahaya dan umumnya tampak secara kasatmata. Kecerahan air tegantung

pada warna dan kekeruhan. Kecerahan pada suatu perairan sangat erat

kaitannya dengan proses fotosintesis yang terjadi secara alami. Fotosintesis

hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga

lebih besar dari intensitas di suatu perairan (Nybakken, 1992).

9
Penyinaran matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin

tingginya kedalaman laut. Perairan yang dalam dan jernih pada proses

fotosintesis hanya dapat sampai kedalaman sekitar 200 m saja (Hutabarat dan

Steward, 1985). Sedangkan menurut Brotowidjoyo, et al (1999), cahaya

mempengaruhi migrasi ikan. Umumnya migrasi ikan dihubungkan dengan

perilaku diurnal ikan dengan siklus diurnal cahaya matahari. Intensitas cahaya

maksimum yang dapat diterima ikan 50 – 2 lux.

2.3.5 Pasang Surut

Pasang surut (pasut) pada umumnya dikaitkan dengan proses naik

turunnya paras laut (sea level) secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya

gaya tarik dari benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap

massa air di bumi. Proses pasut dapat dilihat secara nyata di daerah pantai,

mempengaruhi irama kegiatan manusia yang hidup di daerah pantai, seperti

pelayaran, dan penangkapan atau budidaya, serta kegiatan sumberdaya hayati

di perairan (Brotowidjoyo, et al.,1999).

Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya

pembangkit pasang surut, sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di

sepanjang pesisir. Menurut Kurniawan (2006), ada tiga tipe pasut yang dapat

diketahui, yaitu :

1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang

dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.

2. Pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang

dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.

3. Pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan

melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika

deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.

10
2.3.6 Gelombang

Gelombang adalah gerakan dari setiap partikel air laut berupa gerak

longitudinal dan orbital secara bersamaan. Pergerakan ini disebabkan oleh

transmisi energi serta waktu (momentum) dalam artian impuls vibrasi melalui

berbagai ragam bentuk materi yang berbentuk partikel air laut, seperti tiupan

angin, gerak rotasi bumi atau gerakan lapis sedimen bawah laut, dan gempa

tektonik (Wibisono, 2011).

Umumnya gelombang yang kita amati di laut disebabkan oleh

hembusan angin. Ada tiga faktor yang mempengaruhi besarnya gelombang yang

disebabkan oleh angin yakni kuatnya hembusan, lamanya hembusan dan jarak

tempuh angin (fetch). Setiap gelombang mempunyai tiga unsur yang penting

yakni panjang, tinggi, dan periode. Panjang gelombang ialah jarak mendatar

antara dua puncak yang berurutan, tinggi gelombang adalah jarak menegak

antara puncak dan lembah, sedangkan periode gelombang adalah waktu yang

diperlukan oleh dua puncak yang berurutan untuk melalui suatu titik. Ukuran

besar kecilnya gelombang umumnya ditentukan berdasarkan tinggi gelombang

(Nontji,1993). Gelombang laut menentukan arah migrasi pada ikan-ikan pelagik.

Hal ini perlu diketahui oleh para nelayan untuk mengoptimalkan

penangkapannya.

2.4 Parameter Kimia

Parameter kimia perairan merupakan parameter perairan yang terukur

akibat adanya reaksi kimia di perairan, seperti pertukaran ion-ion terlarut dalam

air. Selain parameter fisika, parameter kimia juga sangat berpengaruh dalam

perairan. Berikut adalah beberapa contoh parameter kimia di perairan:

2.4.1 pH

pH adalah suatu skala atau ukuran untuk mengukur keasaman atau

kebasahan suatu larutan. Nilai dari suatu pH bervariasi, antara 0-14 dengan

11
batas normal ada pada nilai 7. Perubahan nilai pH yang demikian berpengaruh

terhadap kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap kehidupan

biota di dalamnya (Tatangindatu, et al., 2013).

pH air laut umunya berkisar antara 7.6 – 8.3 dan berpengaruh terhadap

ikan. Nilai pH biasanya dipengaruhi oleh laju fotosintesa, buangan industri serta

limbah rumah tangga. Kisaran pH dalam perairan alami sangat dipengaruhi oleh

konsentrasi karbondioksida yang merupakan substansi asam. Fitoplankton dan

vegetasi perairan lainya menyerap karbondioksida dari perairan selama proses

fotosintesa berlangsung sehingga pH cenderung meningkat pada siang hari dan

menurun pada malam hari. Tetapi menurunya pH oleh karbondioksida tidak lebih

dari 4-5 (Apridayanti, 2008).

2.4.2 Salinitas

Salinitas adalah kadar garam yang terlarut dalam air. Satuan salinitas

adalah per mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang

terkandung dalam 1000 gram air laut (Wibisono, 2011). Salinitas dipengaruhi

oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu

perairan. Akibatnya, salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan

perairan lainnya, misalnya perairan darat, laut dan payau. Kisaran salinitas air

laut adalah 30-35‰, estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰ (Nybakken, 1992).

Variasi salinitas pada perairan yang jauh dari pantai akan relatif kecil

dibandingkan dengan variasi salinitas di dekat pantai, terutama jika pemasukan

air sungai. Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku

ikan atau distribusi ikan tetapi pada perubahan sifat kimia air laut (Brotowidjoyo

et al, 1999). Secara umum, salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata

berkisar antara 32-34‰ (Dahuri et al., 1996).

12
2.4.3 Oksigen Terlarut (DO)

DO merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan berperan penting dalam

pernafasan makhluk hidup. Secara alami kelarutannya dalam air laut cukup untuk

membuat ikan dan biota hidup di dalamnya. Penurunan konsentrasi oksigen ini

biasanya disebabkan oleh terjadinya perubahan kualitas perairan sebagai akibat

banyaknya bahan pencemar yang mengalir ke dalam perairan. Jika kadar

oksigen rendah maka terjadi peningkatan stres pada ikan karena ikan tidak dapat

mengikat oksigen pada jaringan tubuhnya (Tatangindatu, et al., 2013).

Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air dapat menghambat aktivitas

ikan. Oksigen diperlukan untuk pembakaran dalam tubuh. Kebutuhan akan

oksigen di antara tiap spesies tidak sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan

struktur molekul sel darah ikan yang mempunyai hubungan antara tekanan

partial oksigen dalam air dengan keseluruhan oksigen dalam sel darah

(Brotowidjoyo, et al., 1999). Oleh karena itu, pentingnya pengukuran parameter

untuk dilakukan.

2.4.4 Fosfat

Fosfat berasal dari hasil dekomposisi organisme yang sudah mati.

Fosfat adalah salah satu senyawa nutrien. Fosfat dalam perairan di absorbsi oleh

fitoplankton dan menjadi bagian dari rantai makanan. Fosfat Juga merupakan

faktor penting dalam fotosentesis (Supriyadi, 2002). Kadar fosfat yang cukup

tinggi dalam perairan akan menyebabkan kesuburan yang berebihan

(eutrofikasi), hal ini dapat menyebabkan blooming. Dengan adanya blooming

dapat menyebabkan perairan bersifat aerob dan mengakibatkan biota di perairan

mati (Tatangidatu, 2013).

2.4.5 Nitrat

Nitrat terbentuk akibat dari reaksi antara amoniak dengan oksigen pada

perairan. Umumnya nitrat digunakan sebagai acuan dalam klasifikasi peringkat

13
kesuburan pada suatu perairan. Sebagai contohnya pada perairan oligotrofik

memiliki kadar nitrat 0-1 mg/l, perairan eutrofik dengan kadar nitrat 5-50 mg/l,

sedangkan kadar nitrat pada perairan mesotrofik yaitu1-5 mg/l (Piranti, 2016).

Siklus nitrat (N) pada perairan dipengaruhi oleh sikus fosfat (P). Zooplankton

mendapatkan makanan dari fitoplankton yang mengandung N-organis dan N-

anorganis yang kemudian di ekskret dalam bentuk amonium (NH3) atau N-

anorganis yang larut dalam air. Fitoplankton dapat mengambil NH3 dan ion nitrit

(NO2-) serta ion nitrat (NO3-) pada Nitrosomonas sp dan Nitrobacter yang ada

dalam air. Bakteri memegang penting siklus N sebab dapat membentuk N-

molukuler yang dapat merubah N-organik yang larut yang dihasilkan fito dan

zooplankton, kemudian mati membentuk amoniak (Brotowidjoyo, et al., 1999).

Unsur N pada suatu perairan merupakan bagian darai unsur hara

(Nutrien). Zat-zat hara ini dibutuhkan untuk fitoplankton maupun tanaman untuk

dapat bertahan hidup di perairan. Oleh karena itu Nitrat yang mempengaruhi

pengembangan perikanan karena merupakan faktor kimia yang mempengaruhi

suburnya suatu perairan. Apabila suatu perairan memiliki fitoplankton yang baik,

maka ikan dapat mengkomsumsinya dengan baik (Edward dan Tarigan, 2003).

2.5 Perikanan Tangkap Daerah Estuari

Daerah estuari merupakan wilayah perairan yang berada di hilir sungai.

Daerah muara sungai pada umumnya memiliki luas yang lebih lebar, bertebing

curam dan landai, seain itu memiliki ciri badan air dalam, turbulensi yang tinngi

menyebabkan perairan keruh. Populasi biota pada daerah muara umumnya

memiliki jenis yang kurang bervariasi (Kordi dan Andi, 2010). Menurut Fischer

dan Bianchi (1984), terdapat beberapa jenis ikan yang mampu hidup di wilayah

estuari (payau), seperti jenis ikan dari spesies suku Ariida, Mugil, Lanjanus.

Faktor fisika kimia pada perairan memberikan pengaruh yang besar

terhadap ikan, sedangkan ikan memiliki sifat-sifat fisika kimia pada lingkungan

14
hidupnya. Keduanya saling berinteraksi dan memberikan pengaruh terhadap

perilaku, gerakan, serta kelangsungan hidup mereka. Intensitas dan frekuensi

interaksi itu sendiri pada waktu ke waktu memberikan pengaruh terhadap

distribusi dan kelimpahan ikan dalam suatu kawasan (Brotowidjoyo, et al., 1999).

Oleh karena itu perlu adanya upaya studi mengenai parameter fisika dan kimia

pada perairan sebagai rujukan dalam pengoptimalan pengembangan kegiatan

perikanan tangkap pada suatu kawasan.

2.6 Baku mutu Perairan

Setiap biota laut memiliki habitat kesesuaian pada lingkungan hidup mereka

masing-masing. Hal ini berdasarkan toleransi kondisi suatu biota terhadap

lingkungannya. Baku mutu merupakan batas atau kadar makhluk hidup, zat atau

energi atau komponen lain yang ada unsur pencemar namun memiliki batas

sesuai dengan peruntukannya. Dalam hal ini dapat dikaitkan oleh kondisi

lingkungan yang ditinjau dari parameter fisika dan kimia. Berikut adalah baku

mutu yang digunakan sebagai acuan penelitian ini:

Tabel 1. Baku mutu perairan

Parameter Satuan Baku mutu Referensi


Parameter Fisika
0
Suhu C 28-32 Tataningdatu (2013)
Kecepatan Arus cm/s - -
Kedalaman M - -
Kecerahan M >5 KepMen LH No.51 Tahun 2004
Gelombang M - -

Parameter Kimia
Ph 7.6 – 8.3 Apridayanti (2008)
0
Salinitas /00 5-35‰ Nybakken (1992)
Oksigen Terlarut mg/l 5-6 KepMen LH No.51 Tahun 2004
Fosfat mg/l 0.015 KepMen LH No.51 Tahun 2004
Nitrat mg/l 0.008 KepMen LH No.51 Tahun 2004

15
2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu digunakan sebagai referensi atau rujukan dalam

penelitian yang akan dilakukan. Merupakan bagian dari data sekunder dalam

penelitian. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan

penelitian yang dilakukan (Tabel 1):

16
Tabel 1. Penelitian terdahulu

No. Nama Pengarang Judul Latar Belakang Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan
1. Supriyadi (2002) Kondisi Perairan Muara Sungai Bengawan Metode diskriptif Muara Sungai Bengawan Solo
Muara Solo merupakan wilayah memiliki karakter fisika kimia
Berdasarkan perairan estuari yang yang menunjukkan adanya
Parameter Fisika memiliki banyak aktivitas fluktuasi dari waktu ke waktu
Kimia Di Muara yang dapat mempengaruhi dan terdapat perbedaan dari
Bengawan Solo parameter pada perairan wilayah satu ke yang lainnya.
Ujung Pangkah Hal ini disebabkan oleh
Kabupaten Gresik, percampuran massa air tawar
Jawa Timur dan air laut.
2. Sri Mulyani, Ambo Hubungan Dalam penolahan rumput laut Penelitian ini Parameter fisiska kimia air
Tuwo, Rajuddin Parameter Fisika hal yang menentukan menggunakan laut memiliki korelasi yang
Syamsuddin dan Kimia Air Laut kualitas adalah kekuatan gel, metode observasi kuat (89,4%) terhadap
(2015) Denfan Kekuatan oleh karena itu penelitian ini langsung yang kekuatan gel pada rumput laut
Gel Rumput Laut bertujuan untuk mengetahui kemudian analisis jenis Kappaphycus Alvarezii di
Kappaphycus hubungan antara parameter data menggunakan perairan teluk Laikang
Alvarezii Di fisika dan kimia air laut analisis regresi Kabupaten Jeneponto.
Perairan Teluk dengan kekuatan gel rumput linier berganda
Laikang Kabupaten laut Kappaphycus Alvarezii metode backward.
Jeneponto
3. Halida Nuriya, Analisis Parameter Perairan Sumenep Pengukuran Dari parameter yang diuji,
Zainul Hidayah, Fisika Kimia di merupakan perairan yang parameter fisiska parameter klorofil-a
Achmad Fachrudin Perairan Sumenep memiliki aktifitas pelayaran kimia dengan citra mempunyai tingkat
Syah (2010) Bagian dengan yang cukup tinggi, oleh Landsat 5 lalu keakuratan yang paling baik
Menggunakan Citra karena dibutuhkan penelitian dibandingkan dibandingkan kecerahan dan
Landsat TM5 kondisi perairan berdasarkan tingkat error data padatan tersuspensi
parameter fisika kimia untuk dengan hasil
mengetahui kondisi perairan pengukuran lapang

17
24

Anda mungkin juga menyukai