PENDAHULUAN
Kolam merupakan badan air tergenang buatan manusia yang memiliki ekologis
hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana budidaya berbagai macam
jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari waduk atau sungai yang dialirkan
ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik yang dibangun khusus untuk mengairi
kolam, maupun saluran irigasi yang dibangun untuk mememuhi kebutuhan air bagi
lahan pertanian secara umum. Kolam termasuk dalam sistem perairan lentik yang
dicirikan dengan air yang menggenang atau tidak berarus (Ningsih, 2013).
Sebagai sarana budidaya, kolam memiliki berbagai aspek yang harus dikontrol
agar menjamin kehidupan ikan maupun organisme yang ada didalamnya. Permasalahan
yang sering terjadi antara lain terjadinya eutrofikasi yang nantinya akan mempengaruhi
kualitas air baik dari segi fisika, kimia maupun biologinya. Kualitas air penting untuk
dikontrol dalam kolam budidaya ikan mengingat kolam merupakan suatu ekosistem
yang mudah mengalami perubahan baik dari segi fisika, kimia maupun biologi. Salah
satu parameter yang mendasar pada ekosistem kolam adalah sifat fisika.
Sifat fisika menjadi parameter penting mengingat sifat fisika merupakan sifat
yang mendasar dan nantinya akan memengaruhi sifat kimia maupun biologinya.
Analisis sifat fisika dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran dan pengamatan
parameter fisika kualitas air. Parameter fisika kualitas air menggambarkan kondisi yang
dapat dilihat secara visual/kasat mata yang meliputi suhu, kekeruhan, kandungan
I.2 Tujuan
1. Mengetahui sifat fisika air kolam pendederan ikan nila di BBI Pandak Baturraden
1
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisika air kolam pendederan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kolam
Kolam dalam pengertian teknis adalah suatu perairan buatan yang luasnya
terbatas, sengaja dibuat manusia dan mudah dikuasai. Mudah dikuasai dalam artian
mudah untuk dikeringkan, diisi air dan diatur menurut kita. Kolam pendederan
berfungsi untuk mendederkan atau membesarkan larva ikan menjadi bibit ikan yang
siap untuk dibesarkan (Susanto, 2008). Kolam pendederan termasuk dalam ekosistem
biasanya terdiri lebih dari satu kolam, yaitu kolam pendederan I, kolam pendederan II
yang subur agar pakan alami ikan dapat tumbuh, tekstur tanahnya liat berpasir dengan
pH 6-8. Kolam memiliki saluran inlet dan outlet, dimana inlet lebih tinggi daripada
outlet.
2.2.1. Suhu
Suhu merupakan suatu petunjuk yang berguna dari perubahan kondisi lingkungan.
Temperatur air, terutama lapisan permukaan, ditentukan oleh pemanasan matahari yang
intensitasnya senantiasa berubah terhadap waktu (Bhagawati et al., 2013). Suhu suatu
badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu
dan hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan perairan
3
Suhu mempunyai pengaruh yang nyata terhadap proses pertukaran atau
metabolisme mahluk hidup. Selain mempengaruhi proses pertukaran zat, suhu juga
berpengaruh terhadap kelarutan oksigen yang terlarut dalam air, juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan nafsu makan ikan (Pujiastuti et al., 2013 dalam Tokah et al.,
2017). Selain itu, suhu sangat berpengaruh terhadap tingkat kelarutan oksigen dalam air,
dimana semakin tinggi suhu semakin rendah tingkat kelarutan oksigen yang pada
2.2.2. Kecerahan
transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disc.
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan (Sayekti et al., 2015). Kemampuan
penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi
matahari disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang tidak larut
seperti debu, tanah liat maupun mikroorganisma air yang mengakibatkan air menjadi
keruh. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang utama bagi kehidupan jasad
Intensitas cahaya matahari merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan
laju produktivitas primer perairan, sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis
2.2.3. Kekeruhan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam
air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik yang tersuspensi
maupun terlarut seperti lumpur, pasir, bahan organik seperti plankton dan
4
mikroorganiasme lainnya (Irawan dan Lily, 2013). Mengukur kekeruhan berarti
menurunnya proses fotosinstesis oleh tumbuhan air sehingga suplai oksigen yang
diberikan oleh tumbuhan dari proses fotosintesis berkurang. Bahan-bahan terlarut dalam
air juga menyerap panas yang mengakibatkan suhu air meningkat sehingga jumlah
oksigen terlarut dalam air berkurang (Effendi, 2003 dalam Urbasa, 2015).
2.2.4. Kedalaman
untuk kegiatan budidaya menggunakan karamba jaring apung adalah 2 meter dari dasar
banyak dijumpai pada kedalaman <1 m pada kedalaman tersebut merupakan daerah
transparasi matahari (Johan, 2011 dalam Murti, 2015). Perairan dangkal cenderung
memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perairan yang lebih
TDS (Total Dissolved Solid) adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik, misalnya garam dan sebagainya) yang terdapat pada sebuah larutan.
TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama
dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi di atas seharusnya
5
zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2
Semakin banyak sisa makanan ikan yang mencemari air maka semakin banyak
kualitas air tersebut. Total padatan terlarut (Total Dissolved Solid) merupakan salah
satu indikator tingkat pencemaran air yang sering dianalisis. Penyebab kenaikan nilai
TDS adalah padatan terlarut yang terkandung pada larutan, sementara nilai
konduktivitas listrik pada perairan dipengaruhi oleh jumlah ion yang terkandung pada
perairan tersebut. Semakin banyak jumlah padatan terlarut maka semakin banyak
jumlah ion pada suatu larutan, karena jumlah padatan terlarut mengandung ion-ion yang
tersusun menjadi senyawa pada padatan terlarut tersebut. Sehingga nilai TDS dan
2015).
2.2.6. Konduktivitas
air untuk meneruskan aliran listrik, oleh karena itu semakin banyak garam-garam
(mineral) terlarut yang dapat terionisasi semakin tinggi pula nilai DHLnya (Irawan dan
Lily, 2013). Besarnya nilai DHL bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik,
valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun relatifnya. Selain itu, besarnya daya hantar
listrik bergantung pada kandungan ion anorganik (TDS) yang disebut juga materi
tersuspensi.
Nilai konduktivitas erat kaitannya dengan TDS dan ion utama perairan, karena
semakin tinggi TDS dan ion utama makan daya hantar listrik atau konduktivitas dari air
tersebut juga semakin tinggi. Jumlah konduktivitas terlarut terkait dengan konsentrasi
total padatan terlarut dan ion utama. Konduktivitas untuk air tawar berkisar antara 10
6
sampai 1000 µmhos/cm, tetapi dapat melebihi 1.000 µmhos/cm, terutama di perairan
tercemar, atau perairan yang menerima jumlah run off yang besar dari tanah (Tassema,
2014).
Substrat dasar perairan merupakan salah satu potensi abiotik yang luar biasa.
Substrat berguna sebagai habitat, tempat mencari makan, dan memijah bagi sebagian
besar organisme akuatik (Susanto, 2000 dalam Ningsih et al., 2013). Selain itu dasar
perairan memiliki komposisi yang sangat kompleks mulai dari substrat berukuran kecil
2.2.8. Bau
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat.
Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami
al., 2015). Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh kehadiran organisme dalam air seperti
alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik dan oleh
2.2.9. Warna
Pengamatan terhadap warna air pada praktikum ini yaitu pengamatan secara
sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut.
Sedangkan warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan
terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Warna perairan juga dapat disebabkan oleh
7
III. MATERI DAN METODE
III.1 Materi
3.1.1 Alat
kedalaman
suhu
2016 kekeruhan
sampel
8
3.1.2 Bahan
III.2 Metode
3.2.1 Suhu
Termometer dengan bantuan tali nilon dicelupkan pada badan perairan yang akan
diteliti selama ±10 menit, kemudian setelah skala menunjukkan angka yang konstan data
dicatat.
3.2.2 Kecerahan
Alat secchi disk diturunkan ke suatu kedalaman air tertentu, yaitu sampai tepat
hilang dari pandangan, catat kedalamannya (X1). Setelah itu, turunkan secchi disk
sampai dasar perairan dan angkat kemballi secchi disk sampai batas awal keping terlihat
Rumus perhitungan
( X 1 ) +( X 2)
PC =
2
3.2.3 Kekeruhan
Turbidimeter dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan standar (0 NTU atau 100
NTU), setelah itu kuvet diisi dengan air sampel, diukur dan dicatat hasilnya.
9
3.2.4 Kedalaman
TDS meter dikalibrasi dengan larutan standar, setelah itu kuvet diisi dengan air
3.2.6 Konduktivitas
TDS meter dikalibrasi dahulu dengan larutan standar, lalu kuvet diisi dengan air
3.2.8 Bau
Pengamatan warna air menggunakan organoleptik. Sampel air yang akan diteliti
diambil dengan botol sampel lalu bau air ditentukan sedini mungkin setelah sampel air
diambil. Periksa botol sampel secara organoleptik dengan bantuan hidung (minimal 5
orang) untuk menentukan bau apakah spesifik atau tidak dan dicatat.
3.2.9 Warna
berupa coklat, merah, hitam, bening dan sebagainya dicatat. Pengamatan warna
Waktu pelaksanaan praktikum adalah pada hari Jumat, 31 Maret – 1 April 2017,
pengambilan sampel dilakukan selama 4 kali dengan interval waktu 6 jam sekali, yaitu
pukul 19.00 WIB, 01.00 WIB, 07.00 WIB dan 13.00 WIB. Tempat pelaksanaan di
10
3.4 Analisis Data
batang untuk mengetahui nilai parameter sifat fisik antar waktu dibandingkan dengan
11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Tabel 3. Sifat Fisika Kolam Pendederan Ikan Nila BBI Pandak Baturraden.
12
4.1 Pembahasan
4.2.1. Suhu
parameter salah satunya suhu air. Salah satu parameter yang penting adalah suhu air
kolam. Suhu air kolam ini sangat berpengaruh karena memiliki dampak terhadap
organisme yang ada dalam kolam. Suhu mempunyai dampak yang nyata terhadap
Suhu
40
35
35
30 28 27 26
25
Suhu (ºC)
20
15
10 Suhu Air Kolam
5
0
19:00 1:00 7:00 13:00
Waktu sampling (WIB)
Pandak Baturraden didapatkan hasil pada pukul 19.00 WIB suhu sebesar 28 0C, pada
pukul 01.00 WIB suhu sebesar 270C, pada pukul 07.00 suhu sebesar 260C dan pada
pukul 13.00 WIB suhu mencapai 350C. Pada umumnya suhu mengalami fluktuasi
dengan nilai terendah pada pukul 07.00 WIB yaitu sebesar 26 0C, dan suhu tertinggi
pada pukul 13.00 WIB sebesar 350C. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan
intensitas mahatari yang menyinari kolam. Pada pukul 19.00 WIB sampai pukul 07.00
WIB, suhu cenderung rendah karena menyesuaikan pula dengan suhu udara yang
13
rendah, karena tidak adanya intensitas cahaya matahari yang dapat menambah suhu air
kolam. Sementara pada siang hari pukul 13.00 WIB, matahari sedang berada
dipuncaknya, sehingga intensitas matahari yang masuk ke kolam lebih besar ditambah
lagi kedalam kolam yang dangkal dan tidak adanya vegetasi yang menutupi daerah
kolam sehingga cahaya matahari dapat langsung masuk dan mempengaruhi suhu air
kolam pendederan ikan nila. Hal ini sesuai dengan pendapat Yazwar, (2008) dalam
Bahri et al., (2015) yang menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi suhu di
perairan adalah intensitas cahaya matahari dan keberadaan vegetasi terrestrial sekitar
perairan.
Selain itu, Roza et al., (2015), menyatakan intensitas cahaya yang tinggi
disebabkan tidak adanya naungan sehingga akan menyebabkan suhu perairan akan
semakin tinggi. Johan dan Ediwarman (2011) dalam Roza et al., (2015) menjelaskan
bahwa keterbukaan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi suhu
permukaan perairan. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi suhu adalah letak
ketinggian dari air laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, musim, cuaca, waktu
pengukuran, kedalaman air dan kegiatan manusia di sekitar perairan (Sobur, 1990
metabolisme dalam sel mikroalga. Laju proses metabolisme akan meningkat seiring
suhu pada kolam pendederan ikan nila masih sesuai untuk kehidupan ikan seperti
menurut Effendi, (2003) dalam Yuliana et al., (2012) yang menyatakan bahwa suhu
yang sesuai berkisar antara 200-300C, kecuali pada siang hari yaitu pukul 13.00 WIB
14
4.2.2. Kecerahan
dengan menggunakan secci disk. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan
cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan ketelitian orang yang
2003). Parameter kecerahan dapat untuk mengetahui sampai dimana proses asimilasi
dapat berlangsung di dalam air. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak terlampau
Kecerahan
40
35
35
28
Penetrasi Cahaya (cm)
30
25
20 Penetrasi Cahaya
15
10
5
0 0
0
19:00 1:00 7:00 13:00
Waktu sampling (WIB)
Nilai penetrasi cahaya yang diukur yaitu pada pukul 07.00 WIB dan pukul 13.00
WIB karena pada waktu ini terdapat penetrasi cahaya matahari. Sedangkan pada pukul
19.00 WIB dan 01.00 WIB tidak ada penetrasi cahaya yang masuk. Nilai penetrasi
cahaya pada pukul 07.00 WIB sebesar 35 cm, dan pada pukul 13.00 WIB sebesar 28
cm. Pada pukul 07.00 WIB penetrasi cahaya lebih besar dibandingkan dengan pukul
13.00 WIB. Hal ini dikarenakan pada saat pukul 13.00 WIB terjadi blooming yang
15
yang dapat masuk ke perairan kolam. Sebagaimana menurut Sayekti et al., (2015) yang
yang akan berdampak pada proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme air
partikel tersuspensi di perairan baik berasl dari pertikel alga maupun non alga. Sisa-sisa
pakan yang tidak termanfaatkan oleh ikan pada kegiatan budidaya di danau dapat
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kecerahan pada kolam
pendederan untuk ikan nila masih sesuai dengan standar baku mutu menurut Kamal
4.2.3. Kekeruhan
penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi
proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kekeruhan menggambarkan sifat optik
air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan
anorganik baik yang tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir, bahan organik
16
Kekeruhan Batas
30 nilai
25 maksimu
20 m
kekeruhan(NTU)
15 Kekeruhan
10
5 7.77 9.14
5.2 5.53
0
19.00 01.00 07.00 13.00
Waktu sampling
kekeruhan sebesar 7.77 NTU, pada pukul 01.00 kekeruhan sebesar 5.2 NTU, pada pukul
07.00 WIB sebesar 5.53 NTU dan pada pukul 13.00 WIB sebesar 9.14 NTU. Scara
umum kekeruhan mengalami fluktuasi, dimana mengalami penurunan pada pukul 19.00
WIB ke pukul 01.00 WIB, lalu mengalami kenaikan hingga kekeruhan tertinggi didapat
pada pukul 13.00 WIB yaitu sebesar 9,14 NTU. Hal ini terjadi karena adanya perubahan
dinamika plankton serta zat yang terlarut didalamnya seperti sisa pakan yang akan
mempengaruhi warna dan juga kekeruhan. Pada pukul 13.00 WIB terjadi blooming
algae yang menyebabkan air kolam pendederan berwarna hijau pekat dan mengurangi
yang cukup signifikan. Menurut Kordi dan Tancung (2007) dalam Mas`ud (2014),
kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad jasad renik atau
plankton.
misalnya danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan
positif terhadap kekeruhan, dimana semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka nilai
17
kekeruhan juga akan semakin tiggi. Akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu
misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat
penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha
(Effendi, 2003 dalam Sayekti et al., 2015). Tingkat kekeruhanyang semakin meningkat
akan mempengaruhi pula besarnya penetrasi cahaya, dimana semakin tinggi kekeruhan
maka penetrasi cahaya yang masuk ke perairan akan semakin sedikit. Sebagaimana
perairan akan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya. Berdasar hasil yang didapat, nilai
kekeruhan pada kolam pendederan ikan nila masih dalam kisaran yang mendukung
4.2.4. Kedalaman
Kedalaman perairan merupakan ukuran jarak anatara permukaan air dengan dasar
perairan. Kedalaman suatu perairan akan memengaruhi jumlah jenis organisme biotik.
banyak dijumpai pada kedalaman <1 m pada kedalaman tersebut merupakan daerah
18
Kedalaman
40
35
Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman kolam, pada pukul 19.00 WIB sebesar
35 cm, pukul 01.00 WIB sebesar 35 cm, pukul 07.00 WIB sebesar 35 cm, dan pukul
13.00 WIB sebesar 28 cm. Secara umum kedalam kolam tidak mengalami penurunan.
Akan tetapi terjadi penurunan pada pukul 13.00 WIB sebesar 7 cm. Penurunan
kedalama pada pukul 13.00 WIB ini terjadi pada bagian inlet, tengah dan outlet kolam
dimana masing-masing turun sebesar 5 cm, yang mneyebabkan kedalaman kolam rata-
rata ikut turun menjadi 30 cm. Penurunan kedalaman ini diduga karena adanya
perpindahan substrat dari saluran inlet ke saluran outlet kolam oleh arus kolam.
menurut Wetzel (2001) dalam Murti (2015) yang menyatakan bahwa perairan dangkal
yang lebih dalam (Wetzel, 2001 dalam Murti, 2015). Kedalaman kolam pendederan
ikan nila ini masih sesuai dengan standar yaitu >25 cm (Mas`ud, 2014).
TDS (Total Dissolved Solid) adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik, misalnya garam dan sebagainya) yang terdapat pada sebuah larutan.
19
TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama
dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi di atas seharusnya
zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2
10 TDS Nilai
00
60 standar
maksim
59.5 um
59
58.5
58
TDS
TDS(mg/L)
57.5 59.6
57
56.5 57.3 57.3 57
56
55.5
19.00 01.00 07.00 13.00
Waktu sampling
Nilai TDS pada pukul 19.00 WIB sebesar 57,3 mg/L, pukul 01.00 WIB sebesar
57,3 mg/L, pukul 07.00 WIB sebesar 59,6 mg/L dan pukul 13.00 WIB sebesar 57 mg/L.
Nilai TDS terendah pada pukul 13.00 WIB sebesar 57 mg/L dan tertinggi pada pukul
59,6 mg/L. Secara umum nilai padatan terlarut mengalami fluktuasi. Nilai TDS tertinggi
terdapat pada pukul 07.00 WIB. Hal ini dikarenakan meningkatnya padatan yang
terlarut dalam kolam, seperti pakan ikan yang diberikan pada pagi hari, sehingga nilai
TDS pada pukul 07.00 WIB mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sementara
pada siang harinya padatan yang terlarut baik berupa pakan maupun plankton menurun
karena adanya aktivitas makan dari ikan yang berada dalam kolam. Pemberian pakan
diduga juga dapat menaikkan konsentrasi ion yang terlarut dalam air. Menurut Nicola
(2015), TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa
20
karena nilai TDS menunjukkan banyaknya ion-ion terlarut. Semakin banyak garam-
garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL (Nicola, 2015).
pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik berupa limbah
organik dan industri). Effendi menambahkan, nilai TDS biasanya di sebabkan oleh
bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan seperti Sodium
Konsentrasi TDS di perairan alami tidak bersifat toksik akan tetapi dalam
menghambat masuknya cahaya matahari ke kolom air yang akan mempengaruhi proses
fotosintesis di perairan (Suryono dan Badjoeri, 2013). Selain itu, nilai TDS yang tinggi
fisiologis organisme di dalam perairan air tawar (Kazi et al., 2009 dalam Bahri et al,
konduktivitas air bergantung kepada kehadiran ion-ion bahan non organik dan garam
terlarut (Owen, 1979 dalam Miefrhawati, 2014). Nilai TDS pada kolam pendederan
ikan nila ini masih berada pada standar baku mutu kelas II untuk kegiatan budidaya
4.2.6. Konduktivitas
aliran listrik yang ditunjukkan dengan adanya garam mineral yang terkandung dalam air
(Suryono dan Badjoeri, 2013). Konduktivitas (Daya Hantar Listrik) adalah gambaran
numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik, oleh karena itu semakin
banyak garam-garam (mineral) terlarut yang dapat terionisasi semakin tinggi pula nilai
21
DHLnya (Irawan dan Lily, 2013). Besarnya nilai DHL (Konduktivitas) bergantung
pada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu serta konsentrasi total maupun
Konduktivitas
90
70
Konduktivitas (µmHos/cm)
Nilai konduktivitas pada pukul 19.00 WIB sebesar 86,3 µmHos/cm, pukul 01.00
WIB sebesar 85,7 µmHos/cm, pada pukul 07.00 sebesar 89 µmHos/cm, dan pada pukul
13.00 WIB sebesar 86 µmHos/cm. Nilai konduktivitas terendah yaitu pada pukul 01.00
WIB sebesar 86,7 µmHos/cm dan tertinggi pada pukul 07.00 sebesar 89 µmHos/cm.
Hal ini terjadi karena pada pukul 07.00 WIB nilai TDS menunjukkan nilai tertinggi,
dimana nilai TDS erat kaitannya dengan nilai konduktivitas. Sebagimana menurut
Owen (1979) dalam Miefthawati (2014), yang menyatakan peningkatan TDS akan
kehadiran ion-ion bahan non organik dan garam terlarut. Selain itu, konduktivitas juga
mempunyai hubungan yang erat dengan beberapa parameter lain seperti suhu, nilai pH,
alkalinitas, kesadahan total, kalsium, total padatan, total padatan terlarut, COD, klorida
dan konsentrasi besi di air (Navneet dan Sinha, 2010 dalam Rahmawati dan
Retnaningdyah, 2015).
22
Tingginya nilai konduktivitas ini akan menyebabkan tingginya nilai DHL, yang
mana jika dalam kondisi yang berlebihan akan menyebabkan kekeruhan meningkat
sehingga dapat menghambat masuknya cahaya matahari ke kolom air yang akan
konduktifitas di kolam pendederan ikan nila masih dalam tahap aman bagi kehidupan
biota akuatik sebagaimana menurut Boyd (1988) dalam Suryono dan Badjoeri (2013)
bahwa nilai konduktivitas sebesar 20 – 1500 µS/cm masih dalam kisaran perairan alami.
Substrat dasar perairan merupakan salah satu potensi abiotik yang luar biasa.
Substrat berguna sebagai habitat, tempat mencari makan dan memijah bagi sebagian
besar organisme akuatik (Susanto, 2000 dalam Ningsih et al., 2013). Selain itu dasar
perairan memiliki komposisi yang sangat kompleks mulai dari substrat berukuran kecil
Berdasarkan hasil pengamatan, substrat pada pukul 19.00 WIB sampai 13.00 WIB
tidak mengalami perubahan yaitu berupa tanah berlumpur dengan didominasi tanah. Hal
ini dikarenakan substrat yang ada tersusun atas feses ikan serta sisa-sisa pakan ikan
yang tidak termakan. Organisme perairan yang mati serta daun-daun yang dapat masuk
dan mengalami pembusukan di dasar kolam dapat membentuk substrat ini. Selain itu
tidak adanya penambahan materi dari luar kolam sehingga tidak adanya perubahan
substrat dasar kolam. Hal ini karena tidak adanya penambahan materi dari luar kolam.
Substrat pada kolam pendederan ini kurang sesuai dengan substrat yang seharusnya,
4.2.8. Bau
Bau merupakan salah satu indikator tercemarnya air. Bau dapat memberikan
informasi berupa bahan yang terlarut dalam air. Air yang baik memiliki ciri tidak
23
berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung
Berdasarkan pengamatan bau air secara organoleptik, didapatkan hasil pada pukul
19.00 WIB air kolam berbau pupuk kandang, pada pukul 01.00 WIB air berbau amis,
pada pukul 07.00 WIB air berbau amis, dan pada pukul 13.00 WIB berbau dedaunan.
Perbedaan bau ini disebabkan karena perubahan kualitas air maupun dinamika plankton
yang ada pada kolam. Bau pupuk kandang pada pukul 19.00 WIB diduga disebabkan
karena adanya sisa-sisa pupuk kandang, sementara abu amis pada pukul 01.00 WIB dan
07.00 WIB dikarenakan sisa pakan yang masih ada dan bau dedaunan pada pukul 13.00
WIB dikarenakan blooming alga. Sebagimana menurut Munfiah et al., (2013) yang
warna, bau dan rasa dan kekeruhan dalam air. Zat organik dalam air berasal dari alam
(tumbuh tumbuhan, alkohol, sellulosa, gula dan pati), sintesa (proses-proses produksi)
dan fermentasi. Sumber utama zat organik adalah limbah rumah tangga, limbah industri,
limbah pertanian, peternakan dan pertambangan. Air yang baik memiliki ciri tidak
berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung
air (Santoso, 2010 dalam Rusdiana et al., 2015). Berdasarkan pengamatan, bau yang
ada dikolam tidak sesuai dengan standar baku mutu yang ada yaitu tidak berbau
(Effendi, 2004)
4.2.9. Warna
dipengaruhi oleh adanya padatan terlarut dan padatan tersupensi (Sastrawijaya, 2000
dalam Pujiastuti, 2013). Berdasarkan hasil pengamatan, warna kolam pada pukul 07.00
24
dan 13.00 WIB adalah hijau. Pengamatan warna air dilakukan pada waktu pagi dan
siang hari karena pada malam hari tidak ada cahaya yang masuk sehingga akan
menyebabkan warna sulit untuk diamati. Warna hijau kolam pada pukul 13.00 WIB
lebih hijau dibanding pada pukul 07.00 WIB. Warna hijau yang pekat ini diduga karena
menurut Munfiah et al., (2013) yang menyatakan adanya bahan-bahan organik dalam
air akan menyebabkan timbulnya warna dalam air. Zat organik dalam air berasal dari
alam (tumbuh tumbuhan, alkohol, sellulosa, gula dan pati), sintesa (proses-proses
warna pada perairan pada umunya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negatif
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan analisis sifat fisik air kolam pendederan ikan nila
1. Sifat fisika air kolam pendederan ikan nila di BBI Pandak Baturraden yaitu Suhu,
2. Faktor yang mempengaruhi sifat fisik air kolam pendederan ikan nila di BBI
Pandak Baturraden antara lain intensitas cahaya matahari yang masuk, keadaan
lingkungan sekitar kolam seperti ada tidaknya vegetasi, serta adanya dinamika
V.2 Saran
Pengamatan dan pengambilan sampel untuk sifat fisik kolam perlu dilakukan
secara cermat dan teliti. Kurangnya ketelitian dalam pengamatan dan pengambilan
26
DAFTAR PUSTAKA
Agustira, Riyanda., Kemala Sari Lubis., Jamilah. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air,
Fisika Air dan Debit Sungai Pada Kawasan DAS Padang Akibat Pembuangan
Arlindia I., dan Afdal. 2015. Analisis Pencemaran Danau Maninjau dari Nilai TDS dan
Bahri, Saiful., Firdaus, Ramadhan., Indhina, Reihannisa. 2015. Kualitas Perairan Situ
Bhagawati, B., MN Abulias., A. Amurwanto. 2013. Fauna Ikan Siluiformes dari Sungai
112 – 122.
Hasim, Koniyo Y., dan Kasim F. 2015. Parameter Fisik-kimia Perairan Danau Limboto
Haslinda, S. 2013. Sistem Pakar Penentuan Jenis Budidaya Ikan Air Tawar
56 hal.
Irawan, Aditya., Lily Inderia Sari. 2013. Karakteristik Distribusi Horizontal Parameter
27
Kusumaningrum, A., Sudarsono., Suhartini. 2017. Struktur Komunitas Plankton Pada
Miefthawati, Nanda Putri. 2014. Analisa Penentuan Kualitas Air Tasik Bera di Pahang
Munfiah, S., Nurjazuli., Onny, S. 2013. Kualitas Fisik dan Kimia Air Sumur Gali dan
Murti, Novita Sari. 2015 Hubungan Total Dissolved Solid, Nitrat, Dan Ortofosfat
Nicola, Fendra. 2015. Hubungan Antara Konduktivitas, TDS (Total Dissolved Solid)
Dan TSS (Total Suspended Solid) dengan Kadar Fe2+ dan Fe Total Pada Air
Ningsih, Ellis N., Freddy, Supriyadi., Syarifah, Nurdawati. 2013. Pengukuran dan
Analisis Nilai Hambur Balik Akustik Untuk Klasifikasi Dasar Perairan Delta
Mahakam.
Pujiastuti, P., Bagus, I., Pranoto. 2013. Kualitas dan Beban Pencemaran Perairan
28
Rahmawati, Rani., Retnaning, Catur. 2015. Studi Kelayakan Kualitas Air Minum
Rusdiana., Danang, B., Gt. Chairuddin., Aziwi, I. 2015. Optimasi Peningkatan Kualitas
Air Sumur Gali Menjadi Bahan Baku Air Minum Dengan Menggunakan
Sayekti, Rini Wahyu., Emma, Yuliani., Mohammad, Bisri., Pitojo, Tri Juwono., Linda,
Prasetyorini., Fauzia, Sonia., Ayu, Pratama Putri. 2015. Studi Evaluasi Kualitas
dan Status Trofik Air Waduk Selorejo Akibat Erupsi Gunung Kelud untuk
Sofiah, F., Chusharini, C., Sriyanti. 2016. Kajian TDS dan DHL untuk Menentukan
2(1) : 297-306.
Suryono, Tri., Badjoeri, Muhammad. 2013. Kualitas Air pada Uji Pembesaran Larva
Susanto, H. 2008. Kolam Ikan + Ragam Pilihan dan Cara Membuatnya. Penebar
Swadaya : Jakarta.
chemical Water Quality of Bira Dam Bati Wereda Amhara Region Ethiopia.
Tokah C., L. Suzanne, Undap, Longdon S.N.J. 2017. Kajian kualitas air pada area
budidaya kurungan jaring tancap (KJT) di Danau Tutud Desa Tombatu Tiga
29
Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Budidaya
Umiatun, Siti., Carmudi., Christiani. 2017. Hubungan Antara Kandungan Silika dengan
Urbasa P.A., Suzanne, Undap, Rompas R.J. 2015. Dampak Kualitas Air Pada Budi
Yuliningsih, E. H. 2013. Sebaran Logam Berat Hg, Pb, Cd Pada Air Di Waduk
Yumame R.Y., Rompas R., dan Pangemanan N.P.L. 2013. Kelayakan kualitas air kolam
30
LAMPIRAN
Data Perhitungan:
A. Pukul 19.00
1. Kekeruhan
Pengulangan 1: 7,63
Pengulangan 2: 8,23
Pengulangan 3: 7,44
23,33
x= =7,77
3
2. TDS
pengulangan 1: 58
pengulangan 2: 57
pengulangan 3: 57
172
x= =57,3
3
3. DHL
Pengulangan 1: 87
Pengulangan 2: 86
Pengulangan 3: 86
259
x= =86,3
3
4. Kedalaman
Inlet : 30 cm
Tengah : 35 cm
Outlet : 40 cm
Rata-rata = 35 cm
31
5. Suhu
Air :
Inlet : 28oC
Tengah : 28oC
Outlet : 28oC
Rata-rata = 28oC
B. Pukul 01.00
1. Kekeruhan
Pengulangan 1: 5.12
Pengulangan 2: 5.17
Pengulangan 3: 5.30
15.59
x= =5.2
3
2. TDS
pengulangan 1: 58
pengulangan 2: 57
pengulangan 3: 57
172
x= =57,3
3
3. DHL
Pengulangan 1: 86
Pengulangan 2: 86
Pengulangan 3: 85
257
x= =85,7
3
32
4. Kedalaman
Inlet : 30 cm
Tengah : 35 cm
Outlet : 40 cm
Rata-rata = 35 cm
5. Suhu
Air :
Inlet : 27oC
Tengah : 27oC
Outlet : 28oC
Rata-rata = 27.3ºC
C. Pukul 07.00
1. Kekeruhan
Pengulangan 1: 4,99
Pengulangan 2: 5,48
Pengulangan 3: 6,12
16,59
x= =5,53
3
2. TDS
pengulangan 1: 59
pengulangan 2: 60
pengulangan 3: 60
179
x= =59,6
3
33
3. DHL
Pengulangan 1: 88
Pengulangan 2: 90
Pengulangan 3: 89
267
x= =89
3
4. Kedalaman
Inlet : 30 cm
Tengah : 35 cm
Outlet : 40 cm
Rata-rata = 35 cm
5. Suhu
Air :
Inlet : 26oC
Tengah : 26oC
Outlet : 27oC
Rata-rata = 26.3oC
6. Penetrasi cahaya
Inlet : 30 cm
Tengah : 35 cm
Outlet : 40 cm
Rata-rata = 35 cm
D. Pukul 13.00
1. Kekeruhan
34
Pengulangan 1: 8,98
Pengulangan 2: 9,29
Pengulangan 3: 9,16
27,43
x= =9,14
3
2. TDS
pengulangan 1: 57
pengulangan 2: 57
pengulangan 3: 57
171
x= =57
3
3. DHL
Pengulangan 1: 86
Pengulangan 2: 86
Pengulangan 3: 86
258
x= =86
3
4. Kedalaman
Inlet : 25 cm
Tengah : 30 cm
Outlet : 35 cm
Rata-rata = 30 cm
5. Suhu
Air :
Inlet : 35oC
35
Tengah : 35oC
Outlet : 35oC
Rata-rata = 35oC
6. Penetrasi cahaya
Inlet : 25 cm
Tengah : 25 cm
Outlet : 35 cm
Rata-rata = 28 cm
Foto
36
37
38