Anda di halaman 1dari 6

LITERATUR BIOTA PERAIRAN DAN FAKTOR

FISIKA-KIMIA SERTA LINGKUNGANNYA


MATA KULIAH : EKOLOGI TUMBUHAN DAN HEWAN
Dosen Pengampu: Prof. Dr. rer. nat. Binari Manurung, M.Si.
Asisiten Laboratorium: Widya Sirait

Disusun Oleh :

NYIMAS SALSA HUMAIRAH (4193151003)

PENDIDIKAN IPA A 2019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
BIOTA PERAIRAN DAN FAKTOR
FISIKA-KIMIA SERTA LINGKUNGANNYA

Perairan terdapat kelompok organisme yang tidak toleran dan kelompok organisme yang
toleran terhadap bahan pencemar (Hawkes, 1979). Menurut Walker (1981), organisme yang
dapat dijadikan sebagai indikator biologi pada perairan tercemar adalah organisme yang dapat
memberikan respon terhadap sedikit-banyaknya bahan pencemar dan meningkat populasi
organisme tersebut. Organisme yang tidak toleran akan mengalami penurunan, bahkan akan
mengalami kemusnahan ataupun hilang dari lingkungan perairan tersebut.

Biota merupakan keseluruhan kehidupan yang mendiami suatu wilayah geografi tertentu
dalam suatu waktu tertentu untuk melakukan aktivitas seperti mempertahankan hidup,
berkembang, dan bertumbuh. Biota juga merupakan superdominan yang mencakup semua
kehidupan (makhluk hidup), seperti flora, fauna, dan fungi. Sedangkan air tawar merupakan air
yang tidak berasa, lawan dari air asin, air yang tidak banyak mengandung larutan garam dan
larutan mineral di dalamnya. Jadi biota air tawar merupakan makhluk hidup hidup di dalam
perairan tawar yang bertahan hidup, bertumbuh, dan berkembang

Salah satu biota perairan yang dapat digunakan sebagai indikator perairan adalah
kelompok bentos. Bentos dibagi menjadii tiga golongan yaitu, Makrozoobentos,
Mikrozoobentos, dan Fitobentos. Pada penelitian ini akan terfokus pada makrozoobentos sebagai
indikator air sungai. Hewan makrozoobentos invertebrata merupakan hewan yang tidak
bertulang belakang yang dapat dilihat oleh mata biasa dengan ukuran lebih besar dari 200µm –
500µm (Slack et al., 1973; Weber, 1973; Wiederholm, 1980; Suess, 1982 dalam Rosenberg dan
Resh, 1993). Hewan ini hidup pada dasar kolam, danau, dan sungai untuk seluruh atau sebagian
tahapan hidupnya. Mereka dapat hidup pada batuan, ataupun bergerak bebas pada ruang antar
batuan, pada runtuhan bahan organic (Rumahlatu, Dominggus., Abdul Gofur, Hedi S. 2008).

Perairan laut memiliki berbagai potensi sumberdaya hayati yang sangat tinggi antara lain,
sumber daya ikan, moluska, krustasea dan ekinodermata. Beberapa spesies yang memiliki nilai
ekonomis antara lain, kerang, siput (moluska), teripang, bulu babi (ekinodermata), udang,
kepiting (krustasea), dan ikan. Sumberdaya ikan termasuk sumberdaya yang dapat diperbaharui
sehingga dengan pengelolaan yang bijaksana, dapat terus dinikmati manfaatnya.
Karakteristik perairan baik dari segi fisika maupun kimia dipengaruhi oleh banyak faktor,
baik faktor eksternal maupun internal. Pengaruh eksternal berasal dari laut lepas yang
mengelilinginya antara lain arus, pasang surut, gelombang, suhu dan salinitas. Kondisi perairan
ini umumnya dipengaruhi oleh masukan-masukan yang bersumber dari aktivitas masyarakat
disekitar. Aktivitas masyarakat di sekitar perairan Pantai Apui menjadi faktor yang berpengaruh
terhadap keberadaan nutrien di perairan yang pada akhirnya memberi dampak terhadap kualitas
air untuk kepentingan hidup biota di perairan tersebut (Khairul, 2017).

Salah satu sumberdaya laut yang mengalami penurunan reproduksi adalah


Echinodermata. Penurunan reproduksi disebabkan karena kebiasaan masyarakat dalam
melakukan penangkapan secara terus-menerus dengan tidak memperhatikan umur dan besarnya
ukuran Echinodermata yang akan ditangkap (over fishing).

Peranan Echinodermata di perairan laut adalah sebagai pembersih limbah dan sampah.
Echinodermata mempunyai nilai ekonomis, beberapa jenis diantaranya dapat dimakan misalnya
teripang dan bulu babi. Sebagian besar masyarakat perairan pantai pada tiap desa di Kabupaten
Seram Bagian Barat memanfatkan perairan pantai dengan cara mencari berbagai jenis spesies
untuk dimanfaatkan sebagai makanan. Selain itu, Echinodermata juga dimanfaatkan sebagai
hiasan dinding ataupun hiasan meja (Suparna, 1993). Pertumbuhan biota laut di daerah pasang
surut sangat tinggi, disebabkan karena daerah ini merupakan tempat hidup, tempat berlindung,
dan tempat mencari makan. Selain itu, kondisi lingkungan pada daerah ini sangat
menguntungkan bagi pertumbuhan biota laut karena adanya dukungan dari faktor fisika, kimia,
dan biologis laut. Soemodhiharjo (1990) mengungkapkan bahwa faktor fisik-kimia laut meliputi
salinitas, pH, arus, suhu, dan kecerahan yang selalu berubah-ubah sangat berpengaruh terhadap
kehidupan organisme di daerah pasang surut (Melati, 2007).

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi

Menurut Hawkes (1979), faktor yang mempengaruhi kualitas air secara fisik dan kimia adalah
sebagai berikut :
a. Oksigen

Oksigen yang terarut dalam air dapat mencapai kejenuhan tergantung pada suhu air,
semakin tinggi suhu air maka semakin berkurang tingkat kejenuhan oksiget terlarut di dalamnya.
Kisaran kelarutan oksigen di dalam air biasanya mencapai 7-14 ppm. Kelarutan O2 di daerah
tropik, di dalam air udara terbuka biasanya mencapai 7-8 ppm, sedangkan untuk menghindari
kematian organisme air, biasanya diperlukan kadar oksigen terlarut di dalam air maksimum
adalah 4-6 ppm (Sugiharto, 1987).

b. CO2

Kandungan CO2 bebas di perairan dipengaruhi oleh organisme yang ada di perairan yang
melakukan respirasi. Karbondioksida ini sangat penting sebagai komponen yang

digunakan untuk fotosintesis tumbuhan air dan fitoplankton. Kadar total CO2 di perairan dapat
bertambah banyak karena penambahan ion karbonat dan bikarbonat. Karbondioksida dalam air
yang berada dalam bentuk ion bikarbonat disebut CO2 terikat. Karbondioksida terikat, dalam
kondisi asam berubah jadi CO2 bebas (Darsono, 1992).

c. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman digunakan sebagai ukuran kebasaan atau keasaman suatu larutan.
Konsentrasi pH pada kehidupan air yang normal biasanya berkisar antara 6,5 – 7,5 (Sugiharto,
1987). Bagi organisme-organisme yang merombak bahan organic biasanya mempunyai kisaran
pH yang sempit, berkisar antara 6,5 – 8,5 (Darsono, 1992). Menurut Liedy (1980), pH kurang
dari 5 dan lebih dari 10 masih dapat ditoleransi tetapi membutuhkan waktu yang relative lama
dan hanya spesies yang resisten saja yang mampu melakukannya.

d. Suhu

Suhu akan berpengaruh terhadap kadar oksigen terlarut didalam air dan proses pertukaran
zat makhluk hidup. Suu yang makin tinggi menyebabkan kelarutan oksigen di dalam air semakin
berkurang (Wardoyo, 1978 dalam Rini, 2008). Suhu di daerah tropic yang mendekati 30oC tidak
hanya menyebabkan terjadinya penurunan jumlah O2 terlarut tetapi juga menyebabkan
terjadinya penurunan oksigen bagi mikroorganisme dan sebaliknya akan terjadi penambahan
jumlah karbondioksida yang dikeluarkan oleh mikroorganisme itu snediri (Riyadi, 1984).

e. Kekeruhan (TDS)

Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur
keadaan sungai (Sugiharto, 1987). Terjadinya kekeruhan pada dasarnya disebabkan oleh adanya
partikel-partikel kecil dan zat-zat koloid (zat yang terapung serta terurai secara halus), yang
berukuran 10 nm – 10 m. Partikel-partikel kecil dan koloid ini tidak lain adalah tanah liat dan
sisa tanaman (Alaerts dan Santika, 1987). Kekeruhan menyebabkan berkurangnya penetrasi
cahaya karena seringkali cahaya akan dihalangi oleh zat-zat tersebut sehingga zona fotosintesis
terbatas pada tingkat tertentu saja. Bila kekeruhan ini oleh organisme, ukuran kekeruhan ini akan
menjadikan suatu indikasi bagi produktifitas.

f. Kecepatan Arus Air

Menurut Ward (1992), distribusi organisme di dalam air sangat dipengaruhi oleh
kecepatan arus air, karena kecepatan arus air akan terus memodifikasi habitat sungai.
Sastrawijaya (1991), membagi kecepatan arus menjadi beberapa kriteria dan menunjukan bahwa
kecepatan arus dapat mempengaruhi sifat dasar sungai.

g. Substrat

Substrat dasar perairan secara langsung dan tidak langsung dapat di pengaruhi oleh
kecepatan arus, selanjutnya keadaan susbstrat dasar merupakan faktor yang sangat menentukan
pola distribusi atau penyebaran serangga dalam suatu perairan (

Metode yang digunakan

Suhu air laut diukur dengan menggunakan termometer. Suhu diukur dengan cara
memasukan termometer ke dalam air laut selama 5 menit, kemudian suhu yang teramati dicatat.
Kecepatan arus diukur menggunakan current drouge. Pengukuran kecepatan arus dilakukan
dengan cara;
(1) Ujung tali current drouge diikatkan pada perahu,
(2) dimasukkan ke laut dan ulur tali sampai panjang bentangan 5 m,
(3) tanda tali 5 m pertama dipegang dan siapkan stop watch atau jam tangan,
(4) tanda tali pertama (5 m) dilepaskan bersamaan dengan menekan stop watch start dan
selanjutnya tanda tali ke dua dipegang,
(5) ulur tali nilon tersebut agar mudah terurai,
(6) hentikan stop watch setelah tanda tali pertama dan kedua terbentang lurus,
(7) berapa detik waktu yang diperlukan untuk membentang tali dari tanda tali pertama sampai
tanda tali ke dua (dalam jarak tempuh 5 m) dicatat.

Alat yang digunakan untuk mengukur salinitas air laut adalah Refraktometer. Langkah-
langkah dalam pengukuran salinitas adalah sebagai berikut;
(1) refraktometer dibersihkan dengan air steril (akuades),
(2) air sampel diteteskan di bagian depan refraktometer,
(3) angka yang ada pada refraktometer diamati, angka yang merupakan kadar salinitas yaitu
angka yang ditunjukkan dengan batasan warna biru dan putih.

Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan pH meter elektrik ke


dalam air, ditunggu sesaat, besaran pH dicatat. Oksigen terlarut dalam perairan diukur dengan
menggunakan Dissolved Oxygen (DO) Meter. Cara penggunaan hanya dengan mencelupkan alat
DO ke dalam sampel air lalu dilihat hasil skala yang sudah tertera pada layar DO Meter.
Penangkapan ikan dilakukan dengan melemparkan jala ke dalam air selama 30 menit dan
menariknya. Kemudian jaring diangkat ke perahu untuk disortir ikan yang peroleh. Sampel ikan
yang diperoleh dimasukan ke dalam kantong plastic (Mainassy, Meillisa Carlen. 2017.)

Anda mungkin juga menyukai