Anda di halaman 1dari 3

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora)

atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam adalah perjanjian
internasional antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi sidang anggota World Conservation Union
(IUCN) tahun 1963. KonveZ ?
nsi bertujuan melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional spesimen
tumbuhan dan satwa liar yang mengakibatkan kelestarian spesies tersebut terancam. CITES menetapkan
berbagai tingkatan proteksi untuk lebih dari 33.000 spesies terancam.

CITES merupakan satu-satunya perjanjian global dengan fokus perlindungan spesies tumbuhan
dan satwa liar. Walaupun CITES mengikat para pihak secara hukum, CITES bukan pengganti hukum di
masing-masing negara. CITES hanya merupakan rangka kerja yang harus dijunjung para pihak yang
membuat undang-undang untuk implementasi CITES di tingkat nasional.

Pada tahun 2002 hanya terdapat 50% para pihak yang bisa memenuhi satu atau lebih persyaratan dari 4
persyaratan utama yang harus dipenuhi:
(1) keberadaan otoritas pengelola nasional dan otoritas keilmuan,
(2) hukum yang melarang perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi CITES,
(3) sanksi hukum bagi pelaku perdagangan,
(4) hukum untuk penyitaan barang bukti.

CITES terdiri dari tiga apendiks:

 Apendiks I: daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk
perdagangan internasional
 Apendiks II: daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila
perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan
 Apendiks III: daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam
batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya bisa dinaikkan ke dalam Apendiks II
atau Apendiks I.

Apendiks I - sekitar 800 spesies

Spesies yang dimasukkan ke dalam kategori ini adalah spesies yang terancam punah bila perdagangan
tidak dihentikan. Perdagangan spesimen dari spesies yang ditangkap di alam bebas adalah ilegal
(diizinkan hanya dalam keadaan luar biasa).

Satwa dan tumbuhan yang termasuk dalam daftar Apendiks I, namun merupakan hasil penangkaran atau
budidaya dianggap sebagai spesimen dari Apendiks II dengan beberapa persyaratan. Otoritas pengelola
dari negara pengekspor harus melaporkan non-detriment finding berupa bukti bahwa ekspor spesimen
dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas. Setiap perdagangan spesies dalam Apendiks
I memerlukan izin ekspor impor. Otoritas pengelola dari negara pengekspor diharuskan memeriksa izin
impor yang dimiliki pedagang, dan memastikan negara pengimpor dapat memelihara spesimen tersebut
dengan layak.

Satwa yang dimasukkan ke dalam Apendiks I, misalnya gorila, simpanse, harimau dan subspesiesnya,
singa Asia, macan tutul, jaguar cheetah, gajah Asia, beberapa populasi gajah Afrika, dan semua spesies
Badak (kecuali beberapa subspesies di Afrika Selatan).

Apendiks II - sekitar 32.500 spesies


Spesies dalam Apendiks II tidak segera terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila
tidak dimasukkan ke dalam daftar dan perdagangan terus berlanjut. Selain itu, Apendiks II juga berisi
spesies yang terlihat mirip dan mudah keliru dengan spesies yang didaftar dalam Apendiks I. Otoritas
pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan bukti bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut
tidak merugikan populasi di alam bebas.

Apendiks III - sekitar 300 spesies

Spesies yang dimasukkan ke dalam Apendiks III adalah spesies yang dimasukkan ke dalam daftar setelah
salah satu negara anggota meminta bantuan para pihak CITES dalam mengatur perdagangan suatu
spesies. Spesies tidak terancam punah dan semua negara anggota CITES hanya boleh melakukan
perdagangan dengan izin ekspor yang sesuai dan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin
(COO).

Anda mungkin juga menyukai