Anda di halaman 1dari 10

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Cabai Rawit: Teknik Budi Daya & Analisis Usaha Tani
Judul Materi : Faktor Pembatas Partumbuhan Tanaman
Nomor ISBN : 979-21-0519-0
Pengarang : Ir. Bambang Cahyono
Penerbit : Kanisius
Tahun Terbit : 2003
Edisi : Pertama
Banyak Halaman : 112 halaman

LAMPIRAN BUKU
RINGKASAN ISI BUKU II

SYARAT TUMBUH TANAMAN CABAI RAWIT

Kondisi Lingkungan sebagai tempat tumbuh tanaman sangat menentang pertumbuhan


tanaman dan produksi, baik dalam hal pendapatan maupun kualitas. Oleh karena itu, Kondisi
Lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman merupakan persyaratan utama usaha tani,
di samping faktor sifat-sifat tanaman itu sendiri dan teknik budi daya yang diterapkan.

Setiap lingkungan atau daerah berbeda-beda, sehingga produktivitas tanaman di setiap


daerah juga berbeda. Di daerah dengan kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan
tumbuhnya, tanaman akan menyebabkan penyakit fisiologis sehingga pertumbuhan terhambat
dan produktivitas rendah, bahkan mungkin tidak berproduksi sama sekali. Oleh karena itu,
lokasi untuk usaha tani cabai rawit harus dipilih daerah yang memiliki persyaratan lingkungan
sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman tersebut.

Keadaan iklim dan tanah merupakan dua hal pokok yang harus diperhitungkan dalam
menentukan lokasi usaha tani cabai rawit.

A. Keadaan Iklim

Keadaan iklim yang sangat bertentangan dengan pertumbuhan tanaman cabai rawit
adalah suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan cahaya matahari.

1. Suhu Udara

Setiap tanaman menghendaki kisaran suhu tertentu untuk tumbuh dan berkembang biak.
Kisaran suhu udara yang dikehendaki oleh tanaman cabai rawit berbeda dengan kisaran suhu
udara yang dikehendaki oleh tanaman cabai besar, Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
memberikan pe- ngaruh yang sama buruknya untuk pertumbuhan dan peningkatan tanam- an.
Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian pada tanaman,ngaruh yang sama
buruknya terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanam- an. Suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan kematian pada tanaman, diawali dengan gejala seperti terbakar, diikuti dengan
kematian jaringan daun. Pada Kondisi suhu tinggi, tanaman banyak cairan karena penguapan.
Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah juga menimbulkan kerusak- an pada tanaman, sehingga
menyebabkan nekrosis pada jaringan lamina daun berguguran dan pertumbuhan tanaman
terhambat.

Suhu sangat mempengaruhi proses tanaman dan pada akhirmya juga mempengaruhi
produksi (proses pembentukan buah cabai). Pada suhu tinggi yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah, buah cabai yang terbentuk kecil-kecil sehingga produksi rendah. Selain itu, suhu udara
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah juga menyebabkan perkecambahan biji (benih) yang buruk
sehingga menghasilkan benih yang jelek pula.

Agar dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tanaman cabai rawit
menyediakan suhu udara rata-rata tahunan antara 18 "C-30 C. Namun demikian, tanaman cabai
rawit memiliki penambahan yang tinggi terhadap suhu udara panas (dapat ditanam di daerah
kering) maupun Suhu udara dingin (dapat ditanam di daerah dengan curah hujan tinggi). Di
kedua daerah tersebut, produksi yang dihasilkan juga cukup baik, meskipun tidak sabaik
nroduleeina dihasilkan oleh na menghasilkanubu daerah tersebut, produksi yang dihasilkan juga
cukup baik, produksi tidak sesuai yang diproduksi di daerah yang memiliki suhu yang sesuai.
Hal ini disebabkan oleh kelebihan sifat cabai rawit yang tidak dimiliki oleh jenis cabai lain,
seperti cabai merah, cabai paprika, dan lain-lain.

2. Kelembapan Udara

Agar dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tanaman cabai rawit juga
membutuhkan kelembapan udara tertentu. Udara yang sangat kering dapat menyebabkan
tanaman terserang klorosis dan antosianensis. Tingkat keringan yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan tajuk menjadi layu dan daun cabai gugur sebelum tiba. Selain itu, jika tidak
mendapat cukup kelembapan, tanaman dapat menyebabkan mati-mati (mati ujung) dan bunga
cabai menjadi layu sehingga proses pembuahan terhenti.

Sebaliknya, udara yang sangat lembap (ekstrem basah) juga mempengaruhi buruk
terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai karena dapat menyebabkan pembusukan
akar, yang pada akhimya menyebabkan kelayuan tanaman. Pembusukan akar yang disebabkan
oleh akumulasi nitrit hasil aktivitas anaerob di dalam tanah yang tergenang atau oleh adanya
aktivitas cendawan dan bakteri yang melawan akar yang telah rusak, yang kemudian
mempercepat pembusukan (Rahmat Rukmana dan Sugandi Saputra, 1997).
Kelembapan yang terlalu rendah juga berpengaruh terhadap proses penerapannya,
terutama nitrogen dan fosfor. Kelembapan tanah terkait dengan suhu tanah yang diperlukan oleh
tanaman akar dalam proses perpindahan tidak hara. Pada tanah yang kering, tanpa hara N dan P
tidak dapat diserap atau dimanfaatkan oleh tanaman maksimal pertumbuhan vegetatif
(pembenfukan batang, cabang, dan daun) dan pertumbuhan generatif (pembentukan bunga, buah,
dan biji-bijian) ) terhambat.

Demikian pula, pada kelembapan udara yang tinggi, guna tidak hara dalam tanah tidak
seimbang. Meskipun tidak dapat digunakan, namun tidak sulit, tetapi sulit untuk tumbuh,
pertumbuhan tanaman juga akan tetap sulit. Kelembapan udara yang cocok untuk tanaman cabai
rawit adalah 60% - 80%.

3. Curah Hujan

Tanaman cabai rawit tidak menghendaki curah hujan yang tinggi. Di daerah dengan
curah hujan yang tinggi, tanaman cabai rawit akan mudah terserang penyakit yang disebabkan
oleh cendawan atau bakteri, misalnya penyakit bercak daun (antraknosa), penyakit layu, dan
lain-lain.

Curah hujan barpengaruh terhadap pembungaan dan pembuahan. Pada saat berbunga dan
berbuah, tanaman cabai rawit tidak tahan terhadap curah hujan yang tinggi; melainkan
memerlukan iklim yang hangat dan kering. Hujan lebat yang berlangsung terus-menerus dapat
menyebabkan jatuh bunga jadi produksi buah rendah. Selain itu, curah hujan yang tinggi juga
dapat menyebabkan busuk buah. Meskipun demikian penanaman cabai rawit tetap dapat
dilakukan di daerah yang memiliki curah hujan tinggi, serta perluasan dengan drainase yang baik
dan jarak tanam yang lebih baik. Dengan teknik penanaman yang demikian, tanaman masih
dapat berproduksi cukup tinggi.

Keadaan curah hujan yang tinggi berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah.
Selanjutnya, kandungan air tanah akan menyebabkan tingkat kelembaban tanah meningkat dan
suhu meningkat sehingga tidak sesuai untuk tanaman cabai. Kondisi ini menyebabkan kematian,
tunas dan bunga, juga menyebabkan buah yang dihasilkan kecil-kecil. Lebih banyak, curah
hujan yang lebih rendah. Kondisi ini dapat menyebabkan terhambatnya pembuahan karena
tepung sari menjadi tidak bekerja. Selain itu, kondisi yang kering dan panas juga dapat
menyebabkan bunga dan buah hangus terbakar.

Agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, tanaman cabai rawit menyediakan
kondisi iklim dengan 0-5 bulan basah dan 4-6 bulan kering dalam satu tahun (tipe D3 / E3) dan
curah hujan antara 600mm - 1.250 mm per tahun.

4. Cahaya Matahari

Tanaman cabai rawit membutuhkan cahaya matahari yang cukup lama. Dalam proses
fisiologis tanaman, cahaya matahari memperoleh sumber energi dalam proses fotosintesis untuk
menghasilkan pertum- buhan vegetatif maupun generatif tanaman, misalnya: pertumbuhan
batang, cabang, dan daun; pembentukan bunga, buah, dan biji; serta zat-zat gizi dalam cabai
dan bagian-bagian tanaman yang lain.

Cahaya matahari sangat menentukan terhadap hasil panen cabai. Kekurangan cahaya
matahari menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Selain itu, tanam- akan menampakkan
gejala-gejala sakit, tumbuh memanjang (etiolasi), seimbang, lemah, pucat, mudah rebah, daun
berguguran, dan akhimya mati. Dengan demikian, pembentukan buah tidak terjadi.

Sebaliknya, intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi (ekstrem panas) juga
menyebabkan tanaman menampakkan gejala sakit, yaitu daun berubah klorosis, beberapa
jaringan berwarna cokelat mengering seperti jerami, buah cabai menjadi kering terbakar (gejala
terbakar matahari terbakar), dan warna buah cokelat seperti jerami padi.

Pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil-hasil tergantung


pada intensitas cahaya dan lama penyinaran pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Pada setiap
fase pertumbuhannya, tanam-sebuah cabai rawit membutuhkan intensitas penyinaran dan lama
penyinaran yang berbeda. Pada masa awal pertumbuhan, tanaman memerlukan cahaya mata-
hari dengan intensitas kecil. Penyinaran cahaya matahari secara langsung dengan intensitas
besar dapat menyebabkan kematian tanaman. Oleh karena itu, pada masa pertumbuhan awal,
tanaman cabai rawit harus diberi naungan. Saat menerima dewasa, tanaman cabai rawit meminta
sinar matahari penuh (tidak lagi meminta naungan).
B. Keadaan Tanah

Sebagai tempat atau media pertụmbnhan tanaman, tanah merupakan faktor yang sangat
menentukan proses produksi pertanian, di samping faktor iklim dan teknik budi daya. Kondisi
tanah yang tandus dan kering atau solum tanah yang dangkal dan banyak padas atau bebatuan
merupakan faktor penibatas yang dapat menyebabkan kegagalan, sedangkan faktor pendukung
mendukung dan teknik budi daya telah dilakukan dengan baik.

Pada dasarnya, jenis tanah yang paling cocok untuk budi daya cabai rawit adalah jenis
tanah mediteran dan aluvial, dengan tanah tanah yang memiliki solum tanah dalam, tidak
berpadas, dan memiliki sifat-sifat (fisik,Berlokasi tempat dari permukaan laut dan derajat
kemiringan tanah juga merupakan faktor kondisi tanah yang perlu mendapat perhatian juga
berkaitan dengan pertumbuhan tanaman dan teknik budi daya yang harus diterapkan.

1. Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah

Sifat fisik, kimia, dan biologi tanah memiliki keterkaitan dan saling mempengarubi untuk
menciptakan kondisi tanah (tingkat kesuburan tanah). Sifat fisik dan kimia tanah yang dapat
mendorong aktivitas tanah atau jasad renik tanah untuk menguraikan bahan tanah organik (hu-
mus) schingga meningkatkan sifat biologis tanah (kesuburan tanah). Sebalik- nya, sifat tanah
yang dapat memperbaiki sifat fisik, yaitu tanah menjadi berstruktur remah atau gembur, dan
dapat memperbaiki sifat kimia tanah, yaitu memperbaiki derajat keasaman tanah.

Sifat fisika tanah yang perlu dipertimbangkan dalam budi daya cabai rawit adalah tekstur
dan struktur tanah. Tanaman cabai rawit memerlukan tanah yang memiliki tckstur lempung
berpasir atau lempung berpasir, dengan struktur remah atau gembur. Selain itu, tanah harus
mudah mengikat udara atau udara udara (berpori), memiliki solum dalam (minimal I m),
memiliki daya tahan udara yang baik, tahan terhadap erosi, dan memiliki kandungan bahan
organik yang tinggi.

Namun demikian, tanaman cabai rawit masih toleran terhadap tanah yang memiliki
tekstur pasir sampai lempung atau liat, yang tergolong tanah berat. Agar dapat berproduksi
cukup baik, memasang cabai rawit di tanah berpasir atau berlempung (liat) atau tanah berat harus
diisi dengan pupuk petani atau pupuk organik (humus) dalam jumlah yang cukup banyak,
pengapuran, pengolahan tanah intensif, dan pembuatan drainase (selokan pembuangan air) yang
baik. Pada umumnya, tanah yang tergolong tanah berat memiliki daya serap udara rendah. Jika
tidak dilaku- kan penyiapan lahan maka tanah bergumpal (tidak gembur), dasar tanah yang
berlempung atau liat berat, dan mudah tergenang udara (becek) pada musim hujan. Air yang
menggenang akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan tanaman.

Sifat fisika tanah yang berkorelasi baik dengan pertumbuhan tanaman dan hasil panen.
Sifat fisika tanah yang dapat memperbaiki drainase tanah dapat meningkatkan genangan udara
dan meningkatkan kandungan oksigen dalam tanah. Oksigen sangat diperlukan dalam proses
pemafasan perakaran tanaman dan kehidupan (aktivitas) yang menguraikan bahan tanah organik
(humus) menjadi bahan (zat hara) yang tersedia dan dapat diserap oleh tanaman. Selain itu,
dapat meningkatkan pertumbuhan dan pertumbuhan perakaran tanam-, yang selanjutnya dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan pem- bentukan hasil.

Sifat kimia tanah yang perlu dipertimbangkan adalah derajat keasaman (pH) tanah dan
kadar garam (salinitas). Selain mengarahkan langsung terhadap pertumbuhan tanaman, derajat
keasaman tanah juga mempengaruhi terhadap kehidupan tanah sehingga mempengaruhi
kesuburan tanah dan menambah tidak tertentu. Misalnya, tanah yang sangat asam (pH <5,5)
temyata miskin tidak mengandung magnesium (Mg) dan molibdenum (Mo). Kondisi ini dapat
menyebabkan tanaman menimbulkan penyakit akibat gejala klorosis pada daun, daun kecil-kecil,
dan bagian daun berkerut. Selain itu, tanah yang mengandung asam dapat menyebabkan
tanaman keracunan uns mangan (Mn) atau aluminium (Al).

Sebaliknya, pada tanah yang sangat basa (pH> 7), tanaman sering menunjukkan masalah
kekurangan (Fe) dan kalium (K) karena serapan tidak kalium sangat rendah. Efek-gejala yang
ditimbulkan adalah daun menguning dan tanaman tumbuh kerdil. Dengan demikian, pH tanah
yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan produksi buah rendah.

Tanaman cabai rawit memerlukan derajat keasaman (pH) tanah antara 6,0-7,0 (pH
optimal 6,5). Untuk mengetahui derajat keasaman tanah yang akan ditanami secara tepat dapat
digunakan pH meter. Jika nilai pH tanah terlalu rendah (pH <6), dapat dilakukan pengapuran
untuk meningkatkannya, dengan menggunakan kapur dolomit. Pengapuran harus dilakukan
bersamaan dengan pengolahan tanah kedua (pada saat pembentukan bedengan). Pengapuran
yang dilakukan secara langsung (pada saat tanam) dapat menyebabkan kematian tanaman.
Sebaliknya, bila pH tanah terlalu tinggi (pH> 7), untuk menurunkannya dapat dilakukan
pelepasan belerang.

Sifat biologis tanah yang perlu diperhatikan adalah jumlah bahan organik (humus) yang
terdapat di dalam tanah dan jumlah organisme (dan aktivitasnya) di dalam tanah. Kandungan
humus dan tanah yang sedikit mempengaruhi sifat tanah yang kurang baik. Lebih dari itu, tanah
yang dimiliki memiliki sifat yang berbeda yang mengandung humus dan tanah.

Tanah yang memiliki sifat hayati yang baik akan mengandung zat-zat hara yang
dibutuhkan tanaman. Selain itu, sifat biologis yang dapat membantu menguraikan atau
melarutkan bahan organik tanah atau zat-zat hara yang sulit terurai, menghemat zat hara,
membantu proses nitrifikasi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme patogen, mening-
katkan peredaran udara dalam tanah, menyuburkan tanah, dan meningkatkan pembuangan air
(drainase tanah).

2. Ketinggian Tempat (Letak Geografis Tanah)

Ketinggian tempat berhubungan dengan kondisi iklim daerah setempat (kondisi suhu dan
kelembapan) sehingga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, pertumbuhan hasil,
dan masa panen buah cabai rawit. Semakin tinggi letak geografis di suatu tempat, maka suhu
udara akan semakin rendah, dengan laju penurunan 0,5 °C untuk setiap kenaikan ketinggi-
sebesar 100 m dpl. Dengan demikian, semakin baik letak georafis tanah, udara akan semakin
dingin dan sejuk. Demikian pula faktor-faktor iklim yang lain, akan berbeda pada ketinggian
tempat yang berbeda.

Tanaman cabai rawit memiliki daya adaptasi yang luas sehingga dapat ditanam pada
berbagai ketinggian tempat. Namun, daerah yang paling cocok untuk budi daya tanaman cabai
rawit adalah daerah dataran rendah hingga dataran tinggi yang memiliki ketinggian antara 0 m-
500 m dpl. Di daerah (tempat) yang lebih tinggi, tanaman cabai rawit masih menyediakan hasil
yang cukup baik, tetapi waktu panen lebih lama dibandingkan dengan yang dilakukan di dataran
rendah sampai sedang.
3. Kemiringan Tanah (Topografi)

Pada umumnya, daerah dataran tinggi memiliki kondisi lahan yang berbukit-bukit dan
bergelombang Kondisi ini sangat mempengaruhi teknik budi daya yang diterapkan. Pada lahan
yang miring (berbukit atau berge-lombang), penyiapan lahan khusus dan berbeda pada setiap
kemiringan lahan.

Derajat kemiringan tanah perlu dilindungi dalam budi daya tanaman cabai rawit. Tingkat
kemiringan tanah terhadap teknik pembukaan, biaya pembukaan lahan, dan kelayakan lahan
untuk budi daya tanaman. Lahan yang memiliki tingkat kemiringan lebih dari 30% kurang layak
untuk budi daya tanaman karena kondisi lahan cukup curam.

Semakin miring (curam) suatu lahan, biaya pembukaan akan semakin besar. Pembukaan
lahan yang memiliki derajat kemiringan antara 10% 40% membutuhkan tenaga kerja antara 357-
1,334 HOK per hektar (Umi Haryati, dkk., 1993).

Lahan yang bertopografi miring harus dibuat teras-teras atau tanggul-tanggul, dengan
model yang bervariási menurut derajat kemiringan tanahnya. Tanah dengan derajat kemiringan
tanah 10% berarti berbeda tinggi sebesar 10 m pada setiap jarak 100 m.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Bambang. 2003. Cabai Rawit: Teknik Budi Daya & Analisis Usaha Tani. Yogyakarta:
Kanisius

Anda mungkin juga menyukai