Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN KULIAH LAPANG

BIOLOGI LAUT

PENGAMATAN BIOTA LAUT DI PULAU BARRANG LOMPO

OLEH:
NAMA

: WA ODE UMRAWATI LATIF

NIM

H41112337

KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN

: ANWAR

LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MAKASSAR
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkatdan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan untuk mata
kuliah Biologi Laut. Dalam penyusunan laporan ini, penulis telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan laporan tersebut.

Namun sebagai

manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik darisegi
tekhnik penulisan maupun tata bahasa.
Demikian, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
parapembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai
pihak yang bersifat membangun.

Makassar, 13 November 2014


Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................3
Daftar isi .....................................................................................................4
BAB I

PENDAHULUAN...................................................................................5

I.I

LATAR BELAKANG......................................................................... 5

I.II

TUJUAN.......................................................................................... 5

I.III

WAKTU DAN TEMPAT....................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................7


BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN....................................................18
BAB IV HASIL KEGIATAN...................................................................21
IV.1 Lamun..................................................................................21
IV.2 Makroalgae...........................................................................25
IV.3 Echinodermata......................................................................33
IV.4 Karang.................................................................................40
IV.5 Cephalopoda........................................................................44
III.6 spons...................................................................................45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................47
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................49
LAMPIRAN............................................................................................50

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Laut seperti halnya daratan, dihuni oleh berbagai jenis biota yakni

tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Biota laut menghuni


hampir semua permukaan laut sampai dasar laut. Keberadaan ini sangat menarik
perhatian manusia bukan saja karena kehidupannya yang penuh rahasia tetapi juga
karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan manusia.
Pemanfaatan biota laut yang makin hari makin meningkat dibarengi oleh
kemajuan pengetahuan tentang kehidupan biologi yang tertampung dalam ilmu
pengetahuan alam laut yang dinamakan biologi laut (marine biology). Sedangkan
ilmu yang mempelajari hubungan antara biota laut dan lingkungannya dan antara
mereka sendiri dinamakan ekologi (ecology). Biota yang ada di laut diantaranya
terumbu karang, lamun, dan mangrove yang termasuk perpaduan antara laut dan
daratan kata lain perairan payau.
Biologi laut adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari organisme laut
dan interaksinya terhadap lingkungan. Biologi laut mempelajari hubungan antara
laut dengan distribusi dan adaptasi organisme. Salah satunya adalah adaptasi
terhadap kondisi kimiawi dan fisik lautan, ketersediaan cahaya di berbagai
kedalaman laut, pergerakan arus, dan komposisi dasar lautan.
Subjek biologi laut lainnya adalah rantai makanan laut, distribusi ikan dan
udang dari segi nilai ekonomis, serta efek polusi dan pencemaran laut.
Praktikum biologi laut merupakan aplikasi dengan kegiatan dari hasil
pembelajaran teori biologi laut, dengan rangkaian pembelajaran ini diharapkan
akan menjadi faktor pendukung dari pemanfaatan sumber daya kelautan Indonesia
yang saat ini belum terolah secara maksimal.
1.2

Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum lapangan biologi laut ini adalah :

1.

Untuk memenuhi kegiatan wajib dalam pembelajaran mata


kuliah biologi laut.

2.

Untuk mengaplikasikan hasil dari pembelajaran materi biologi


laut yang telah diberikan.

3.

Untuk mengetahui keadaan alam dalam ruang lingkup praktikum.


Menganalisis sebagian dari biota laut untuk kemudian dapat dimengerti dan
dipahami

I.3

Waktu dan Tempat


Kuliah lapangan Biologi Laut ini dilakukan pada hari Sabtu Minggu.

Tanggal 11 -12 Oktober 2014. Pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan di


Pulau Barrang Lompo, Makassar, Sulawesi Selatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Pulau Barang Lompo

Pulau Barrang Lompo termasuk wilayah Kecamatan Ujung Tanah, dan


berada di sebelah utara P. Barrang Caddi, dan berjarak 13 km dari Makassar.
Pulaunya berbentuk bulat, dengn luas 19 H a. Vegetasi yang umum tumbuh di
pulau ini adalah pohon asam, pohon pisang dan pohon sukun, sedangkan pohon
kelapa hanya disjumpai disisi timur dan barat pulau ini (Tahir, 2009).
Pulau Barrang Lompo merupakan pulau karang dari kelompok pulau
datar, dengan luas sekitar 20,58 ha dan ketinggian maksimum 200 cm di atas
permukaan laut, dan sebagian besar daratan Pulau Barrang Lompo berada pada
ketinggian antara 0-20 cm dan 21-40 cm. Kemiringan daratan Pulau Barrang
Lompo relatif kecil, yaitu 0-8 % yang mencakup areal seluas 20,06 ha. Pantai
Pulau Barrang Lompo didominasi oleh pantai berpasir dengan panjang total
2.809,11 m. Sebagian besar pantai telah dilindungi oleh bangunan pelindung
pantai khususnya pada sisi barat, timur, dan utara (Tahir, 2009).

II.2 Biologi Laut


Biologi kelautan adalah ilmu yang mempelajari kehidupan di laut (makhluk
hidup beserta interaksinya dengan lingkungan). Ada banyak alasan untuk
mempelajari biologi kelautan. Laut menyediakan sumber makanan, obat, bahan
dasar, rekreasi dan pariwisata. Biologi kelautan mencakup skala yang luas, dari
mikro seperti plankton dan fitoplankton sampai hewan besar seperti paus.
Walaupun laut menutupi 71% permukaan planet Bumi, karena kedalamannya laut
meliputi sekitar 300 kali volume yang ditinggali manusia (Kartawinata, K. dan
Soemodihardjo, 1976).
Lautan di dunia merupakan kesatuan ekosistem dimana serangkaian
komunitas dapat mempengaruhi faktor-faktor fisik dan kimia air laut di
sekelilingnya. Ekosistem yang besar ini dapat dibagi menjadi daerah-daerah kecil
dimana parameter fisika dan kimia mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
populasi dari daerah tersebut (Nybakken, 1998).
Pengertian Laut dalam adalah lapisan terbawah dari lautan, berada
dibawah lapisan thermocline pada kedalaman lebih dari 1828 m. Sangat sedikit
atau bahkan tidak ada cahaya yang dapat masuk ke area ini, dan sebagian besar
organisme bergantung pada material organik yang jatuh dari zona fotik.
Komunitas yang ada pada ekosistem laut dalam kemungkinan adalah hewanhewan saprovora, karnivora, dan detritivora. Karena terbatasnya sumber materi
dan energi, maka keanekaragaman jenis makhluk hidup pada ekosistem laut dalam
paling rendah dibandingkan ekosistem laut lainnya (Kartawinata, K. dan
Soemodihardjo, 1976).
Menurut Dahuri, R, (2003), Zona litoral banyak mendapat cahaya, zona ini
umumnya di huni oleh organisme dari berbagai komunitas seperti rumput laut,
padang lamun, terumbu karang dan lain-lain. Sedangkan menurut Effendi, M.I.
dan D.S. Syafei, (1976), Litoral memiliki daerah peralihan dari kondisi lautan
kekondisi daratan (ecoton) dan memiliki kenekaragaman hayati yang sangat tinggi
seperti estuaria. Baker (dalam Hakim, 1996), mengemukakan bahwa substrat
dasar perairan terdiri dari bermacam-macam tipe antar lain lumpur, pasir, liat
berpasir, kerikil dan berbatu.

Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbnagna antara asam dan basa


dalam air dn merupakan pengukuran dan konsaentrsi ion hidrogen dalam air,
adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat menaikkan bebasan air. Sementara
adanya sam-asam mineral bebas dan adanya asam karbonat menaikkan keasaman
pH air dapat mempengaruhi tersedianya unsur hara serta toksitas dari unsur-unsur
renik (Saeni dan Latifah, 1998). Hal-hal yang dapat mempngaruhi nilai pH antara
lain buangan-buangan industri dan runah tangga (Mahida dalam Adriman, 1995).
Menurut Welch (1984), semakin tinggi kecerahan maka semakin dalam
pula daya penetrsai cahaya matahari yang masuk kedalam suatu perairan. Mutan
padatan tersuspensi dalam perairan terdiri dari padatan yang tersuspensi dan
terlarut, berasal dari bahan organik dan anorganik. Adanya mutan padatan
tersuspensi dapat menyebabkan kematian bagi ikan dan organisme perairan
lainnya kerena menutupi insang. Pengaruh utama padatan tersuspensi perlahanlahan menutupi organisme makrozobenthos sehingga melapisi substrat air sebagai
habitatnya, mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk dan pada akhirnya
akan merubah komposisi jenis dan kelimpahan mempengaruhi rantai makanan
pada ekosistem perairan (Hawkes dalam Hakim, 1996).
Salah satu adaptasi infauna habitat estuari adalah membuat lubang ke
dalam substrat. Walaupun adaptasi ini sudah tentu bukan semata-mata berlaku
bagi fauna estuaria, karena juga terdapat pada berbagai invertebrata di lumpur
lunak di samudra. Jenis kepiting adalah hewan yang bergerak aktif atau
membenamkan diri dalam pasir (infauna) dan atau melekat pada beberapa substrat
padat seperti batuan yang terdapat di sepanjang daerah tersebut. Hewan-hewan
kecil pada kawasan intertidal (infauna) sangat aktif dan mempunyai semacam alat
pendeteksi untuk memastikan mereka aman dari gangguan hewan lain termasuk
manusia (Hawkes dalam Hakim, 1996).

II.2

Lamun

Lamun

(seagrass)

adalah

kelompok

tumbuhan

berbiji

tertutup

(Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara


permanen di bawah permukaan air laut. Lamun (seagrass) merupakan satusatunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki dan memiliki
rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut beradaptasi
secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di
dalam air, beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan
air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar,
serta berbiak dengan biji dan tunas (Pipit Fitriana,2007).
a.

Habitat Lamun
Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan

pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang
mati, dengan kedalaman 4 meter. Padang lamun terbentuk di dasar laut yang
masih ditembusi cahaya matahari yang cukup untuk pertumbuhannya.
Untuk hidupnya, lamun memerlukan sinar matahari, air yang jernih dan banyak
zat makanan. Itulah sebabnya lamun hidup di perairan dekat pantai yang berpasir
atau berlumpur (Kiki Anggraini,2008).
Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat
berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering
ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan
terumbu karang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri
dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass
ecosystem).Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan
sering juga dijumpai di terumbu karang (Kiki Anggraini,2008).
b.

Morfologi Lamun
Seperti tumbuhan pada umumnya, lamun memiliki morfologi antara lain

(Kiki Anggraini,2008): daun, batang dan rhizoma, serta akar.

Daun

10

Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem


basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun
memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi
khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi.
Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk
puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun
Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata
datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah
dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi
daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak
memiliki pelepah.
Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan
keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan
pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung
dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk
penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.

Batang dan Rhizoma


Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah

herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial)


yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada
habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup.
Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum
memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan
terumbu karang di pantai selatan Bali, yang merupakan perairan yang terbuka
terhadap laut Indian yang memiliki gelombang yang kuat.
Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi
tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan
akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di
dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama
pada reproduksi secara vegetatif. Dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif
merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena
11

lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60-80%


biomas lamun.
Akar
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis
lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti
Halophila dan Halodule memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut,
diameter kecil, sedangkan spesies Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan
berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar
dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa
penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang
sama dengan tumbuhan darat.
Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki
adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan
perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele
mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang
menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik
untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting
dalam penyaluran air.
Lamun sering ditemukan di perairan dangkal daerah pasang surut yang
memiliki substrat lumpur berpasir dan kaya akan bahan organik. Pada daerah yang
terlindung dengan sirkulasi air rendah (arus dan gelombang) dan merupakan
kondisi yang kurang menguntungkan (temperatur tinggi, anoxia, terbuka terhadap
udara, dll) seringkali mendukung perkembangan lamun. Kondisi anoksik di
sedimen merupakan hal yang menyebabkan penumpukan posfor yang siap untuk
diserap oleh akar lamun dan selanjutnya disalurkan ke bagian tumbuhan yang
membutuhkan untuk pertumbuhan.
Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan
oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun
melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar
oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar
sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher.

12

Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila


ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik
pada kondisi anoksik. Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen
ke akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal
akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun
dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan
kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat
memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan
demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi
yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini
merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat
yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat
untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di
jaringan akar relatif tinggi.
II.3 Echinodermata
Kelompok hewan ini biasanya mempunyai permukaan kulit yang berduri.
Duri-duri yang melekat di tubuhnya itu bermacam-macam ada yang tajam, kasar
dan atau hanya berupa tonjolan saja. Jenis yang termasuk kelompok
ekhinodermata adalah bintang laut (Linckia laevigata), bulu babi (Diadema
setosum), timun laut atau tripang (Holothuria nobilis), lili laut (Lamprometra sp),
bintang mengular (Ophiothrix fragilis), mahkota seribu atau mahkota berduri
(Acanthaster planci) (Lilley, 1999).
Permukaan Echinodermata umumnya berduri, baik itu pendek tumpul atau
runcing panjang.Duri berpangkal pada suatu lempeng kalsium karbonat yang
disebut

testa.Sistem

saluran

air

dalam

rongga

tubuhnya

disebut

ambulakral.Ambulakral berfungsi untuk mengatur pergerakan bagian yang


menjulur keluar tubuh, yaitu kaki ambulakral atau kaki tabung ambulakral.Kaki
ambulakral memiliki alat isap (Acanthaster planci)(Lilley, 1999).
Sistem pencernaan terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan
anus.Sistem ekskresi tidak ada.Pertukaran gas terjadi melalui insang kecil yang
merupakan

pemanjangan

kulit.Sistem

sirkulasi

belum

berkembang

13

baik.Echinodermata melakukan respirasi dan makan pada seloem (Acanthaster


planci) (Lilley, 1999).
Sistem saraf Echinodermata terdiri dari cincin pusat saraf dan cabang
saraf.Echinodermata tidak memiliki otak.Untuk reproduksi Echinodermata ada
yang bersifat hermafrodit dan dioseus.Reproduksi seksual pada anggota filum ini
umumnya melibatkan hewan jantan dan betina yang terpisah (dioecious) dan
pembebasan gamet dilakukan di air. Hewan dewasa yang radial berkembang dari
larva bilateral melalui proses metamorphosis (Acanthaster planci)(Lilley, 1999).
Filum echinodermata terbagi atas 5 (lima) kelas, yaitu (Acanthaster planci)
(Lilley, 1999) :

Asteroide

Ophiupoidea

Echinoidea

Crinoidea

Holothuroide

II.4

Makroalgae
Alga (tumbuhan ganggang) merupakan tumbuhan thallus yang hidup di

air, baik air tawar maupun air laut, setidak tidaknya selalu menempati habitat
yang lembab atau basah. Alga yang hidup di air ada yang bergerak aktif, ada yang
tidak. Jenis-jenis yang hidup di air, terutama yang tubuhnya ber sel tunggal dan
dapat bergerak aktif merupakan penyusun plankton, tepatnya, fitoplankton.
Walaupun tubuh ganggang menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar,
tetapi semua selnya selalu jelas mempunyai inti dan plastida, dan dalam
plastidnya terdapat zat-zat warna derivat klorofil, yaitu klorofil a atau klorofil b
atau kedua - duanya selain derivat klorofil terdapat pula zat warna lain inilah yang
justru kadang-kadang lebih menonjol dan menyebabkan ganggang tertentu diberi
nama menurut warna tersebut. Zat warna tersebut berupa fikosianin (berwarna
biru), fikosantin (berwarna pirang), fikoeritrin (berwarna merah). Di samping itu
juga dapat ditemukan zat-zat warna santofil, dan karoten (Tjitrosoepomo, 2005).
Perkembangbiakan makroalga dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara
vegetatif dengan thallus dan secara generatif dengan thallus diploid yang

14

menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangkan dengan cara


setek, yaitu potongan thallus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru.
Sementara perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik
alamiah maupun budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zigot yang
selanjutnya

berkembang

menjadi

sporofit.

Individu

baru

inilah

yang

mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis


menjadi gametofit (Anggadiredja, 2009).

Chlorophyceae(Alga Hijau)
Kelompok ini merupakan kelompok dengan vegetasi terbesar dibanding

kelompok lainnya. Chlorophyceae disebut juga alga hijau yang tergolong ke


dalam divisi Chlorophyta. Sel-selnya memiliki kloroplas yang berwarna hijau
yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat tinggi karena mengandung pigmen
klorofil a dan b, karotenoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi
berupa tepung dan lemak. Perkembangbiakan terjadi secara aseksual dan seksual.
Secara aseksual dengan membentuk zoospora, sedangkan secara seksual dengan
anisogami. Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni
berbentuk benang bercabang-cabang atau tidak, dan menyerupai kormus
tumbuhan tingkat tinggi (Tjitrosoepomo, 1994).

Phaeophyceae (Alga Coklat)


Kelompok ini merupakan kelompok dengan vegetasi terbesar dibanding

kelompok lainnya. Chlorophyceae disebut juga alga hijau yang tergolong ke


dalam divisi Chlorophyta. Sel- selnya memiliki kloroplas yang berwarna hijau
yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat tinggi karena mengandung pigmen
klorofil a dan b, karotenoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi
berupa tepung dan lemak. Perkembangbiakan terjadi secara aseksual dan seksual.
Secara aseksual dengan membentuk zoospora, sedangkan secara seksual dengan
anisogami. Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni
berbentuk benang bercabang-cabang atau tidak, dan menyerupai kormus
tumbuhan tingkat tinggi (Tjitrosoepomo, 1994).

Rhodophyta (Alga Merah)

15

Rhodophyta adalah alga berwarna merah. Warna merah pada Rhodophyta


dikarenakan oleh cadangan fikorietrin yang lebih dominan, dibanding pigmen
lain. Rhodophyta juga memiliki pigmen lain yaitu klorofil, karotenoid dan pada
jenis tertentu terdapat fikosianin (Marianingsih, 2013).
Meskipun namannya seperti itu, tidak semua Rhodophyta berwarna merah.
spesies yang beradaptasi di kedalaman air yang berbeda, berbeda pula
perbandingan pigmen asesorisnya. Rhodophyta warnanya hamper hitam di laut
dalam, merah cerah pada kedalaman sedang, dan menjadi kehijauan pada air yang
sangat dangkal karena lebih sedikit pikoeritrin yang menutupi kehijauan klorofil.
beberapa spesies tidak memiliki semua pigmentasi tersebut dan berfungsi secara
heterotrof sebagai parasit pada alga merah lainnya (Marianingsih, 2013).
II.5

Mollusca
Moluska merupakan hewan yang bertubuh lunak, ada yang bercangkang

dan tidak bercangkang. Cangkangnya berfungsi untuk melindungi tubuhnya yang


lunak (Marwoto dan inthosari, 1999).
Kelas Cephalophoda, adalah kelompok yang mempunyai cangkang di
dalam yaitu cumi-cumi, sotong dan gurita. Cumi-cumi dan sotong akan
mengeluarkan alat bela diri yang berupa cairan hitam seperti tinta, apabila dalam
keadaan bahaya. Sedangkan yang memiliki cangkang di luar dalam kelas ini
adalah Nautilus. Nautilus memiliki kemampuan berubah warna sesuai dengan
kondisi lingkunganya, sehingga tidak terlihat oleh pemangsanya. Hal ini
disebabkan karena Nautilus mempunyai kemampuan mimikri (Romimohtarto dan
Yuwana, 1999).
II.6 Spons
Spons atau Porifera termasuk hewan multi sel yang mana fungsi jaringan
dan organnya masih sangat sederhana. Hewan ini hidupnya menetap pada suatu
habitat pasir, batu-batuan atau juga pada karang-karang mati di dalam laut. Dalam
mencari makanan, hewan ini aktif mengisap dan menyaring air yang melalui
seluruh permukaan tubuhnya. Hal ini dapat dicontohkan pada bentuk spons yang
memiliki kanal internal yang paling sederhana dimana dinding luarnya
(pinakodermis) mengandung pori-pori (ostia). Melalui ostia inilah air dan materimateri kecil yang terkandung di dalamnya dihisap dan disaring oleh sel-sel
16

berbulu cambuk atau sel kolar (choanocytes), kemudian air tersebut dipompakan
keluar melalui lubang tengah (oskulum). Sistim pengisapan dan penyaringan air
ini terjadi juga pada spons yang memiliki kanal internal yang lebih rumit, dimana
sistim aliran air tersebut melalui beberapa sel kolar sebelum keluar melalui
oskulum (Amir dan Agus, 1996).

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
Praktikum biologi laut yang di laksanakan di

pula Barrang Lompo,

sebuah pulau kecil di sebelah Barat dari Laut Makassar di provinsi Sulawesi
Selatan. Perjalanan ke pulau ini dapat ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit dari
17

kota Makkasar dengan menggunakan kapal penumpang. Hari itu Sabtu, tepat
tanggal 11 Oktober 2014 pukul 07 kami star dari kampus menuju pelabuhan Kayu
Bangkoang pada pukul 07.00 WITA. Sampai di tempat tujuan, sekitar pukul 10.00
WITA, kami diberi waktu istirahat sekitar satu jam. Sebenarnya waktu satu jam
tersebut belum cukup untuk melepaskan lelah selama perjalanan, namun tuntutan
jadwal yang padat mewajibkan kami untuk turun ke lapangan dan melakukan
pengambilan sampel.
Sekitar pukul 11.00 kami mulai turun ke lapangan dan menyusuri zona
lamun, karena materi pertama yang akan di bahas di laboratorium adalah lamun
dan alga. Tidak sulit mencari lamun pada zona ini, ada 6 jenis lamun yang kami
dapat di zona pasir. Ke enm jenis lamun tersebut mewakili 2 family lamun yaitu
hydrcaricaceae dan potamgetonaceae. Lamun-lamun yang kami dapat meliputi
Enhalus acroides, Cymodocea rotundata,
isotifolium, Halodule uninervis, dan

Halophila ovaris, Cyringodium

Halodule pinivolia. Untuk mengambil

sampel-sampel tersebut, tidak membutuhkan alat-alat khusus, dikarenakan zona


pengambilannya yang dangkal dan di dukung dengan keadaan air yang surut.
Diwaktu yang sama, kami juga mencari samper makro algae. Makro alga
tersebut meliputi Alga Hijau (chlophyceae), Alga Merah (rhodophyceae), dan
Alga Coklat (Phaephyceae). Cukup banyak sampel yang kami peroleh diantaranya
Turbinaria trikuetra, Lumbranchia optusa, Padina australis, Halymenia durfillae,
sargassum sp., Actino trisiafragilis, Turbinaria decurrens, Caulerpa semilata,
Turbinaria ornata, Halimeda ornata, Halimeda opuntia, Chlorodesmis fastigiata,
Cerratodiction spongiosum, dan Boergossiana ferbossi. Ada beberapa sampel
yang di dapakan di zona karang. Untuk pertama kalinya saya mngenakan
peralatan snorkeling untuk mengambil sampel-sampel tersebut. Rasa penasaranku
terjawab, bagaimana serunya menggunakan alat bantu untuk berenang dan itu
membuat saya semangat mencari sampel sambil menikmati pemandangan di
bawah laut (masih sekitaran zona pasir).
Kegiatan yang kami lakukan setelah beristirahat, makan dan sholat adalah
pengamatan di laboratorium. Sebelum pengamatan kami mendapatkan ocehan dari
asisten-asisten karena sumber referensi materi banyak yang sama dan hasil copy

18

paste. Sedikit kesal dalam hati, karena jujur saya berfikir apa masalahnya kalau
sama ? yang penting ada referensi untuk kami belajar terkait materi yang akan
dibahas,

lagipula

saya

dan

temanku

mencari

materi

bersama

untuk

mengefisienkan waktu. Tidak ada sedikitpun niat kami untuk berbuat curang atau
kalasi seperti yang dimaksud asisten. Sudah berusaha mencari referens sampai
begadang dan haslnya nihil. Saya hanya bias bergumam dalam hati sudahlah,
pasrah saja. Rasa jenuh mulai saya rasakan, karena waktu semakin larut dan
pengamatan sama sekali belum dimulai. Cuckup memakan waktu lama, barulah
pengamatan dimulai dam dilanjutkan dengan respon. Rasa lelah, mengantuk
bercampur saat responsi dilakukan, konsentrasi kami otomatis terpecah dan
hasilnya berefek pada hasil respon kami yang nlainya dbawah standar. Saat
pembagian hasil responpun rasanya saya malas untuk membukanya kerena saya
sudah bias menebak hasilnya.
Masuk hari kedua di pulau Barang Lompo, setelah sarapan pada pukul
08.00 kami turun ke lapangan untuk pengambilan sampel filum Echinodermata.
Jenis-jenis Echinodermata dapat ditemukan pada kedalaman satu hingga tiga
meter dan memperoleh beberapa sampel antara lain Protoreaster nodusus,
Tripneuster gratilla, Protoreaster spinosus, Culcita naeviguria, Diadema
setosum, Linchia levigata, acantaster branchi, arcaster tropicus, Ecirnortix
calamus, mespilia globulus, Echinometia matei, dan Ophiotrix fragilis.
Pengamatan dilapangan pada filum

Echinodermata di sambungan dengan

pengamatan tentang mollusca dengan sampel cui-cumi loligo sp. Saat


pengambilan sampel, saya lebih fokus menikmati snorkeling dan melihat
indahnya terumbu karang. Untuk pertamakalinya saya melihat ikan nemo
langsung di habitat aslinya. Kagum akan keindahan laut yang tidak akan bias saya
nikmati di daratan. Hal itulah yang sedikit menghibur saya saat kuliah lapangan
saat itu.
Pengamatan sampel Echinodermata dilakukan pada pukul 14.00 sampai
pukul 16.00 WITA. Setelah pengamatan, kami diundang untuk mengunjungi
tempat penangkaran biota laut di Hatchrey Marine Station Unhas. Banyak
informasi-informasi baru tentang biota laut yang saya peroleh di sana khususnya

19

tentang Kima. Warna-warna dan keindahan mereka membuat saya kagum dalam
hati, ternyata kehidupan laut itu sangat luar biasa dan betapa pentingnya biotabiota laut tersebut bagi ekosistem. Usai mengunjungi tempat tersebut, kami
kembali beristirahat d asrama dan melanjutkan kegiatan pengamatan tentang
Loligo sp. Keesokan harinya yaitu pada hari Senin tanggal 13 oktober kami
kembali ke makassar dengan menumpang kapal penyebrangan menuju ke
dermaga Kayu Bangkoang Makassar.

BAB IV
HASIL KEGIATAN

IV.1 Lamun

20

Jenis-jenis lamun yang ditemukan di Perairan pulau Barrang Lompo


adalah:
1. Lamun Tropik Enhalus acoroides

http://university.uog.edu
Deskripsi:
Spesies ini memiliki daun yang bulat dengan bentuk tanaman lurus, 2
sampai 5 daun muncul dari rimpang yang tebal dan kasar serta akar yang kuat.
Lamun ini ditemukan pada zona lamun bepasir dan biasa pada zona karang.
Fungsi ekologi lamun ini adalah sebagai pembersih pantai karena memiliki zat-zat
minyak pada daunnya dan pada jumlah banyak, lamun ini dapat meredam arus.

2. Cymodocea rotundata

21

symbiosis.nre.gov.my
Deskripsi:
Lamun ini memiliki rhizome atau batang yang menjalar, memiliki 3 daun
dalam satu tangkai (tegakan) dan pada daun tengahnya lebih kecil. Pada tiap tunas
daun terdapat akar. Ciri khas dari spesies ini adalah memiliki ujung daun yang
bulat sehingga disebut dengan nama Cymodocea rotundata artinya bulat. Habitat
lamun ini tumbuh pada zona pasir.
3. Lamun Sendok Halophila ovalis

walkerrant.wordpress.com

Deskripsi:

22

Ujung daun spesies ini lebih lebar daripada H. Minor. Ciri dari spesies ini
pada nodus terhadap 2 helaian daun, memiliki tulang daun sebanyak 8-12 dan
termasuk dalam lamun sejati. Habitat lamun spesies ini terdapat pada zona pasir.
4. Lamun jarum Syringodium isoetifolium

https://c1.staticflickr.com
Deskripsi:
Bangun daun seperti jarum atau silindris kecil, tiap percabngan daun
berdiri 1-3 daun dengan ujung daun runcing . Terdapat akar yang strukturnya
rambut halus, dengan rimpang ang memiliki banyak ruas. Panjang daun 7-30 cm,
serta bentuk adaptasinya dengan membentuk daun yang seperti jarum untuk
mengurangi tekanan air yang dapat merobek daun ketika arus deras.

5. Lamun Serabut Halodule uninervis


23

www.Arkive.com
Deskripsi:
Ciri khasnya terletak pada daun yang dapat terbagi menjadi 3 bagian
(trisula)karena tulang daunnya terlihat jekas pada bagian tengah dan tepi, ujung
daun dengan 2 gigi bagian sampig dan satu gigi di tengah yang berskhir dari
tulang daun.
6.

Lamun dugong Thalassia hemprichii

http://farm1.static.flickr.com

Deskripsi:

24

Ciri khasnya yaitu sisa daun yang membususk tidak terlepas dari
tangkainya sehingga kelihatan memiliki pelepah yang berwarna coklat atau
disebut juga ligula. Biasanya menjadi makanan utama dugong, sehingga
dinamakan lamun dugong.
IV.2
1.

Makroalga

a. Phaeophyceae
Turbinaria triquetra

Deskripsi :
Ciri khas pada bentuk filoidnya berbentuk turbin mengandung alginate
atau berbentuk segi tiga namun dengan tepi daun yang melengkung. Memiliki
organ reproduksi berupa resiptacel yang melekat padabagian bawah daun. Untuk
beradaptasi, spesies ini memanfatkan bluddre atau gelembung udara untuk
mengapung dan memiliki daun yang keras yang membantu memecah turbinitas air
sehingga tetap mempertahankan posisinya.
2.

Padina australis

Deskripsi :

25

Termasuk dalam kelompok phaeophyceae karena mengandung pigmen


fikosantin juga mengandung klorofil a dan klorofil c. Thallusnya berbentuk
lembaran-lembaran. Bersifat autotrof dapat membuat makanan sendiri yaitu dapat
berfotosintesis hasilnya berupa gula. Reproduksi secara aseksual yaitu dengan
zoospore. Cara seksual dengan oogami dan isogami.
3. Sargassum cristaefolium

Deskripsi :
Termasuk dalam kelompok phaeophyceae karena mengandung pigmen
fikosantin juga mengandung klorofil a dan klorofil c. Thallusnya seperti tumbuhan
tingkat tinggi, memiliki stalk, bluder, filoid dan rhizoid. Bluder berfungsi untuk
membantu algae mangapung di dalam air. Batang utama thallusnya agak gepeng
dengan permukaan thallus yang gepeng dan licin.
Habitat di terumbu karang. Kandungannya ; asam asetat, alanin, asam
aspartad dan glutamine. Sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan.
4. Turbinaria deccruens

Deskripsi ;

26

Termasuk dalam kelompok phaeophyceae karena mengandung pigmen


fikosantin juga mengandung klorofil a dan klorofil c. Percabangan berputar
disekeliling batang utama. Susunan filoid tidak beraturan, tekstur keras. Memiliki
gerigi pada filoidnya.
Hidup pada substrat karang atau dasar perairan. Memiliki reseptakel
didalam resptakel terdapat koseptakel yang didalamnya ada gamet. Sebagai alat
perkembangbiakan. Memiliki bentuk seperti turbin sehingga disebut turbinaria.
5. Turbinaria ornate

Deskripsi :
Ciri khasnya pada bentuk filoidnya berbentk turbin dan seperti ornament.
Bentuk adaptasi morfologi tepi strukturnya bergerigi untuk menghindari
mangsa. Beradaptasi dengan gelembung udara (bluder) agar memudahkan
mengapung.
b. Chlorophyceae
1. Chlorodesmis fasgiata

Deskripsi :
Termasuk kelas chlorophyceae karena mengandung pigmen klorofil Adan
klorofil b. Thallus berbentuk seperti benang dan tidak bercabang. Habitat : pada
kedalaman 0-2 meter dilaut. Bersifat epifalit yaitu melekat pada substrat. Sebagai
penghasil karbonat dan O2. Terdiri dari subtansi berbahan lunak dan berlendir.

27

Memiliki cakram (holdfast) untuk melekat pada substrat. Memiliki reseptakel


sebagai alat perkembangbiakan didalamnya terdapat konseptakel didalam
konseptakel terdapat gamet.
2. Boergessenia forbessi

Deskripsi :
Termasuk algae hijau Chlorophyceae karena mengandung klorofil a dan
klorofil b. Ciri khas berbentuk bulat seperti gelembung berisi air. Habitat di zona
terumbu karang. Manfaat thallus melakukan fotosintesis dan menyimpan makanan
penghasil O2 dilaut.
Holdfast atau cakram pelekat berfungsi sebagai alat pelekat pada substrat.
Adaptasi memiliki thallus yang berbentuk seperti gelmbung berisi air. Memiliki
fungsi ekologi sebagai indikator pencemaran suatu perairan.

3. Caulerpa serrulata

28

Deskripsi :
Termasuk algae hijau chlorophyceae karena mengandung klorofil a dan
klorofil b. Thallusnya panjang, pipih dengan pinggiran bergerigi atau
bergelombang. Di ujung tallusnya terdapat assimilator berwarna orange.
Tallusnya mengandung senyawa bioaktif.Memiliki batang semu yang
menjalar (stolen). Memiliki tungkai semu dan filoid yang banyak. Mengandung
senyawa caulerpin , caulerpisin dan lisin.
4. Halimeda macroloba

Deskripsi :
Termasuk algae hijau chlorophyceae karena mengandung klorofil a dan
klorofil

b. Thallus mengandung zat kapur, tingginya mencapai 23 cm.

Percabangan diktopomus atau trikotomus kompak dalam satu rumpun.


Holdfastnya membulat dengan diameter 10 mm dengan fungsi sebagai alat
perekat pada substrat serta mengikat partikel-partikel pasir atau lumpur. Tahan
terhadap kekeringan, sebagai sumber karbonat Bersifat empalik ciri khas thallus
berukuran besar dengan pinggiran yang bergelombang serta mengandung subtansi
zat kapur yang sangat tinggi.
Hidup pada kedalaman kurang dari 2 m. Pada zona berlumpur dan sering
berasosiasi dengan lamun. Thallus berukuran besar dengan pinggiran yang
bergelombang serta mengandung subtansi zat kapur yang sangat tinggi.
Reproduksinya dengan membentuk thallus dengan percabangan dua dan tumbuh
terus ke atas.
5.

Halimeda opuntia

29

Deskripsi
Termasuk algae hijau Chlorophyceae karena mengandung pigmen klorofil
a dan klorofil b. Thallusnya tebal bercabang dan menjalar dan membentuk tunas
baru yang berbentuk gepeng dan bergerombol. Kandungan algae mengandung
asam karbonat dan dapat mendepositkan za kapur. Bersifat epifalik.
Ciri khas bagian bawah segmen thallusnya memanjang. Hidup pada zona
karang ataupun pecahan-pecahan karang, batu dan pasir pada kedalaman 1-2 m.

c.

Rhodophyceae

1. Ceratodyction spongiosum

Deskripsi :
Termasuk algae merah Rhodophyceae karena mengandung fikoeritrin juga
klorofil a dan klorofil d.

30

Memiliki struktur seperti sponge. Di duga bersimbiosis dengan sponges. Terdapat


pori-pori seperti sponges Mampu mendefositkan senyawa dilaut. Bentuk ujung
dyctiota (bercabang dua). Berperan sebagai sumber karbonat dan penghasil O2 .
Tekstur keras karena mampu mendefositkan zat kapur dilaut, tekstur
bergerigi.

Bentuk ujung dyctiota (berujung dua). Habitat pada zona lamun 1-

3 meter dengan substrat pasir.


2. Laurencia optusa

Deskripsi :
Termasuk algae merah Rhodophyceae karena mengandung fikoeritrin juga
klorofil a dan klorofil d. Bentuk thallusnya bercabang cabang tidak beraturan.
Bersifat epilitik melekat pada substrat keras. Filoidnya berbentuk butiran-butiran.
Habitat pada zona karang dengan subtract yang keras. Memiliki holdfast
atau cakram pelekat yang berfungsi sebagai alat perekat pada substrat. Memiliki
fungsi ekologi yaitu dapat dijadikan indicator pencemaran suatu perairan. Ciri
khasnya yaitu tebal /rimbun, bercabang-cabang.
3. Halymenia durvillae

31

Deskripsi :
.
Ciri khas memiliki filoid berbentuk serabut memanjang. Tubuh berupa
serat-serat tipis yang memanjang dan berkumpul. Manfaat dapat dibuat sebagai
bahan agar-agar. Memiliki senyawa alginate yang bias digunakan sebagai bahan
kosmetik. Fungsi ekologisnya yaitu sebagai indicator pencemaran.
4. Actinotrisia fragilis

Deskripsi :
Termasuk algae merah Rhodophyceae karena mengandung fikoeritrin juga
klorofil a dan klorofil d.
Filoidnya seperti daun. Bentuknya seperti benag-benang kaku. Spesies ini
mendepresikan CaCo2. Setiap cabang terdiri dari 2-3 cabang. Memiliki cakram
pelekat atau holdfast untuk melekat pada substrat. Jika diangkat ke darat, thallus
akan cepat mongering dan menjadi rapuh. Tersusun dari percabangan yang tipis
dan rapuh.
IV.3

Echinodermata

1.

Linckia lavigata

32

Deskripsi :
Laevigata Linckia (kadang-kadang disebut "Linckia biru" atau Blue Star)
adalah jenis bintang laut di perairan dangkal tropis Indo-Pasifik. Morph warna
yang paling umum ditemukan adalah murni, gelap atau terang biru, meskipun
orang dapat menemukan aqua, variasi ungu atau oranye di seberang lautan.
Bintang laut dapat tumbuh sampai 30 cm diameter, dengan tips bulat pada setiap
lengan - beberapa individu mungkin beruang bintik terang atau gelap pada setiap
lengan panjang. Hal ini teguh dalam tekstur, dan memiliki lengan, sedikit tubular
memanjang umum untuk Ophidiasteridae sebagian besar lainnya, dan biasanya
memiliki pendek, kaki tabung kuning. Sebuah penghuni terumbu karang dan
padang lamun, spesies ini relatif umum dan jarang ditemukan di kepadatan
seluruh rentang. Mereka hidup subtidally, atau kadang-kadang intertidally, maka
(pasir) halus atau substrat keras.
2. Diadema setosum

Deskripsi :

33

Diadema setosum merupakan hewan yang memiliki tubuh bulat dan


memiliki duri-duri yang panjang dan terbagi atas 5 sekat lempengan. Diadema
setosummemiliki umur 7-15 tahun bahkan kadang ada yang mencapai 200 tahun.
Diadema setosum hidup pada daerah padang lamun dan bersembunyi di terumbu
karang.
Diadema setosum merupakan satu diantara jenis bulu babi yang terdapat di
Indonesia yang mempunyai nilai konsumsi. Diadema setosum termasuk dalam
kelompok echinoid beraturan (regular echinoid), yaitu echinoid yang mempunyai
struktur cangkang seperti bola yang biasanya sirkular atau oval dan agak pipih
pada bagian oral dan aboral. Permukaan cangkang di lengkapi dengan duri
panjang yang berbeda-beda tergantung jenisnya, serta dapat digerakkan.
3. Acanthaster planci

Deskripsi :
Acanthaster planci merupakan salah satu jenis bintang laut raksasa dengan
jumlah duri yang banyak sekali, sehingga di Indonesia lebih dikenal dengan nama
Bulu Seribu.
Struktur tubuh Acanthaster planci sama dengan struktur umum dari
Asteroidea, yaitu: Badan berbentuk radial simetris, dengan tubuh mirip cakram
bersumbu oral dan aboral yang mempunyai lengan-lengan. Bagian oral (mulut)
34

menghadap ke bawah sedangkan bagian aboral menghadap ke atas. Di bagian


aboral terdapat madreporit dan anus. Lubang madreporit berjumlah 6-13,
sedangkan lubang anus berjumlah 1-6 buah. Bintang laut Acanthaster planci
mempunyai lengan antara 8-21 buah. Duri-duri yang beracun berukuran 2-4 cm
menghiasi permukaan aboral tubuh cakram dan lengan-lengannya.
4. Protoreaster spinosus

Deskripsi :
Tubuh berbentuk bintang
dengan 5 lengan atau bagian radial.
Permukaan kulit tubuh pada bagian
dorsal atau aboral terdapat duri-duri
dengan berbagai ukuran. Pada sekitar dasar duri terdapat bentuk jepitan pada
ujungnya dan disebut pedicellariae. Pedicellariae berfungsi melindungi insang
dermal, mencegah serpihan-serpihan dan organisme kecil agar tidak tertimbun
dipermukaan tubuh, kecuali untuk menagkap makanan. Di tengah-tengah
tubuh sebelah dorsal terdapat lubang anus. Pada permukaan tubuh sebelah
ventral atau oral terdapat mulut yang dikelilingi oleh membran peristom
dengan 5 alur ambulakral pada lengan tubuh.

5. Echinothrix calamaris

35

Deskripsi :
Echinothrix calamaris dikenal juga dengan Banded urchin, Echinothrix
calamaris memiliki ciri khas berupa duri-duri, dimana terbagai atas dua duri
yaitu duri halus berwarna hitam kemerahan dan duri besar atau kasar berwarna
dasar putih di mana di balut warna hitam bermotif berupa cincin, jadi terlihat
belang-belang. Habitat pada daerah karang, serta lamun berpasir.
6. Mespilia globulus

Mespiilia globulus merupakan bulu babi biasa di keala dengan bulu babi
globe, hal ini dikarenakan bentuknya menyerupai globe. Mespilia globulus
memiliki sebutan nama latin yaitu Blue Tuxedo Urchin. Mespilia globulus
memiliki ciri khas berupa tubuh yang lebih kecil dari Tripneustes geratilla,
memiliki 5-10 celah tanpa duri sebanyak 5-10 dengan warna hitam atau biru

36

tua, memiliki duri berwarna merah coklat serta di celah-celah duri terdapat
kaki-kaki ambulakral. Pada sisang hari akan bersembunyi di celah-celah
bebatuan atau dibawah tanaman dengan substrat berpasir.
7. Echinometra mathei

Deskripsi
Echinometra mathei merupakan bulu babi yang masuk kedalam pencil
urcin, Echinometra mathei memiliki ciri-ciri berupa duri yang besar serta
padat serta agak panjang dengan ujung runcing, durinya berwarna cokelat
pada pangkal duri berwarna agak putih serta cangkangnya berwarna hitam
kemerahan. Habitatnya di daerah karang pada perairan yang dangkal.
8. Archaster typichus

37

Deskripsi :
Archaster typhicus merupakan bintang laut pasir atau biasa dikenal
dengan

bintang

pasir. habitat

pada

daerah

berpasir

dan

biasanya

membenamkan diri di dalam pasir. ciri khas bintang laut ini yaitu memiliki
tepi yang bergerigi di setiap lengannya serta memiliki warna abu-abu sedang
dengan bintik-bintik gelap.
9.

Ophiotrix sp

Deskripsi
Ophiotrix sp. disebut juga bintang ular, berasal dari kata
ophis (ular), oura (ekor) dan eidos (bentuk). Tubuhnya memipih, seperti
bintang atau pentamerous dengan lengan yang ramping, fleskibel.
Tidak mempunyai kaki amburakral dan anus, sehingga sisa makanan
dikeluarkan lewat

mulut.

Lekukan

ambulakral

tertutup

dan

kaki

tabung tanpa sucker. Madreporit tertapat pada permukaan oral, tidak


mempunyai pediselaria. Habitatnya banyak dijumpai pada zona litoral
yang berkarang.

10.

Culcita novaeguineae

38

Deskripsi :
Bintang laut berbentuk sepertibantal, meninggi, tebal dan berat, warna
sangat beragam. Apabila bintang laut ini terjebak air surut maka kandungan air
yang terkumpul di dalam tubuhnya akan dikeluarkan sehingga tubuhnya menjadi
pipih dengan tujuan agar tubuhnya dapat terendam dalam air.Tubuh yang berat
menyebabkan Culcita novaeguineae sangat lamban menghindari jebakan air surut
pada siang hari
Jenis hewan ini berbentuk bintang dengan lima lengan. Di permukaan kulit
tubuhnya terdapat duri-duri dengan berbagai ukuran. Hewan ini banyak dijumpai
dipantai. Ciri lainnya adalah alat organ tubuhnya bercabang ke seluruh lengan.
IV.4

Karang
Jenis-jenis karang yang terdapat di Kawasan pulau Barrang Lompo yaitu:

1. Stylophora sp.

(Suharsono, 2008)
Deskripsi:

39

Koloni bercabang (branching) dengan bercabangan yang ramping dan


lebih panjang dengan ujung tumpul. Koralit nyata agak tenggelam memberi kesan
lebih halus, tersebar secara tidak teratur. Septa berjumlah enam buah dan menyatu
dekat kolumela. Konesteum berbintil halus. Tentakel sering mengembang pada
siang hari. Warna Kuning cerah dengan ujung memutih atau sering berwarna
ungu.
Distribusi, biasanya hidup dekat tubir atau ditempat yang dangkal, namun
bila dijumpai pada suatu lokasi biasanya populasinya sangat melimpah dan
mendominasi daerah tersebar di Indonesia bagian timur.

2. Fungia sp.

http://www.poppe-images.com/ coral// favide


Deskripsi:
Merupakan karang yang berbentuk seperti jamur, bisanya berkoloni dan
berkembang ke samping. Terdapat skeleton yang dibuat oleh epidermis. Tubuh
radial simetris dengan warna putih keruh. Dingding rongga anteron memgadakan
pelipatan secara konsentris yang biasa disebut septe. Lapisan mesoglea bersifat
seluler, letek mulut tidak langsung berhubungan kerongkongan sebelah dalam.

40

Gonad berasal dari lapisan gastrodermal. Habitat hidup di air laut hangat dan
jernih dengan melatkkan diri pada suatu obyek yang terdapat pada dassar laut.
3. Pachyseris rugosa

(Suharsono, 2008)
Deskripsi:
Koloni berupa lembaran atau berupa pilar-pilar yang tegak (foliose).
Koralit merupakan seri yang saling bersambungan satu sama lain yang
membentuk alur yang sejajar dengan tepi koloni. Septokosta sangat nyata dan
sangat teratur dan membentuk pematang yang kompak.
Warna coklat ke abu-abuan, mudah dikenali karena bentuknya yang tidak
teratur. Mudah dijumpai di tempat yang agak dalam di lereng terumbu atau tempat
yang relatif tenang. Tersebar di perairan Indonesia.
4. Pseudosiderastrea sp.

41

(Suharsono, 2008)
Deskripsi:
Koloni massive (bentuk padat) relatif kecil, koralit cereoid (dinding koralit
saling menyatu) bersudut banyak. Septa menuju ketengah saling bersatu
membentuk kipas, permukaan septa bergranula dengan kolumela membentuk
bintik-bintik. Warna Kadang abu-abu kehitaman atau kuning kecoklatan. hidup
ditempat yang dangkal dengan dasar pasir campur lumpur.
5. Acropora sp.

http://www.poppe-images.com/ coral// favide


Deskripsi :
Memiliki ciri-ciri yaitu : memiliki mulut pada setiap polyp, polypnya
terlihat seperti batang, memiliki tentakel seperti duri, melekat pada substrat,
hidupnya berkoloni.
Acropora sp adalah genus karang scleractinian di phylum coelenterata.
Beberapa spesies yang dikenal sebagai meja karang dan bercabang Elkhorn
karang. Dalam praktikum ini dapat diketahui bahwa bagian-bagian dari Acropora

42

sp, yaitu dari morfologinya merupakan koloni yang sangat umum dijumpai dalam
bentuk bercabang, meja dan bersemak-semak. Bentuk mengerak (encrusting) dan
submasif jarang ditemukan. Memiliki dua tipe korait yaitu : axial koralit dan
radial koralit. Tidak memiliki kolumela. Dinding koralit terpisah dengan
konestum (koralit memilki dinding masing-masing). Polip hanya muncul di
malam hari. Acropora Kebanyakan coklat atau hijau tetapi beberapa berwarna
cerah dan mereka karang langka dihargai oleh aquarists.
6. Acropora carvicornis

wordpress.com/species/menurut-jenis/
Deskripsi :
Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens,
tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa dengan aksial
koralit

dapat

dibedakan.

Warna

spesies

ini

adalah

Coklat

muda.

Habitatnya di lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang
jernih.
IV.5

Cephalopoda

Cumi-cumi Loligo sp.

43

anggafabanyo.blogspot.com
Deskripsi :
Cumi-cumi adalah kelompok hewan Cephalopoda atau jenis moluska yang
hidup di laut. Nama Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti kaki kepala, hal
ini karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari
kepala. Seperti semua Cephalopoda, cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki
kepala yang berbeda.
Cumi-cumi (Loligo sp.) memiliki badan bulan dan panjang, bagian
belakang meruncing dan dikiri kanan terdapat sirip berbentuk segitiga yang
panjangnnya kurang lebih 2/3 panjang badan. Sekitar mulut terdapat 8 tangan
yang agak pendek dengan 2 baris lubang penghisap ditiap tangan dan 2 tangan
yang agak panjang dengan 4 baris lubang penghisap. Terdapat tulang di bagian
dalam dari badan, warna putih dengan bintik-bintik merah kehitam-hitaman
sehingga kelihatan berwarna kemerah-merahan, panjang tubuh dapat mencapai
12-16 inci atau 30-40 cm. Badan Cumi-cumi licin dan tidak bersisik sehingga
praktis seluruh tubunya dapat dimakan.

IV.6

Spons

1. Haliclona sp.

44

www-user.zfn.uni-bremen.de
Deskripsi:
Spons ini memiliki ciri khas pada warna yang dihasilkan yaitu warna biru
sehingga disebut juga blue spons, warna tersebut berasal dari zooxanthellae
yang bersimbiosis dengan spons. Dapat ditemukan pada zona terumbu karang
(zona intertidal). Memiliki saluran tipe leucon yang memiliki saluran-saluran yang
bercabang-cabang, saluran tersebut berfungsi untuk sirulasi air dan proses
pengangambilan makanan (filter feeder). Dapat menghasilkan senyawa anti
mikroba yang merupakan hasil dari metabolit sekunder yang dikeluarkanya.
2. Callyspongia aerizusa

www.flickr.com
Deskripsi:
Ciri khasnya yaitu badan berwarna abu-abu coklat-kuning dengan struktur
luar kasar seperti bentuk spina (duri), silendris dengan menyempit pada bagian
pangkal dan lebar pada bagian oskulum. Spesies ini dapat ditemukan pada zona

45

intertidal (pasang surut). Hidupnya sesil (menetap), spons ini dapat mengeluarkan
senyawa metabolit yang menimbulkan rasa tidak enak dan gatal.
3. Xetespongia sp.

en.wikipedia.org
Deskripsi:
Spons ini memiliki serat-serat kerangka isotropik, memiliki ciri khas yaitu
rongga yang mendalam di pusat sehingga mereka uumnya berbentuk seperti vase
atau gentong. Bagian dalam rongga memiliki tekstur tidak rata dan kasar, bagian
luar bergelombang. Warnanya merah tua atau merah muda dan bukaan colum
berwarna putih pucat. Xestospongia sp. yang ditemukan di zona intertidal,
berukuran 10-20 cm dan diameter 10-20 cm, adapun yang ditemukan di laut
dalam tumbuh hingga lebih dari 1 cm.

BAB V
46

KESMPULAN DAN SARAN

V.I

Kesimpulan
Biologi laut adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari organisme laut

dan interaksinya terhadap lingkungan. Subjek biologi laut lainnya adalah rantai
makanan laut, distribusi ikan dan udang dari segi nilai ekonomis, serta efek polusi
dan pencemaran laut.
Praktikum biologi laut merupakan aplikasi dengan kegiatan dari hasil
pembelajaran teori biologi laut, dengan rangkaian pembelajaran akan menjadi
faktor pendukung dari pemanfaatan sumber daya kelautan.
Pada kuliah lapangan yang dilakukan, terdapat 27 spesies di Pulau Barrang
lompo yang terbagi atas 5 kelompok yang ditemukan pada 3 zona yaitu zona pasir,
zona lamun, dan zona karang. Pada kelompok bintang laut terdapat 3 spesies, pada
kelompok bulu babi terdapt 3 spesies, pada kelompok lamun terdapat 5 spesies,
pada kelompok makroalgae terdapat 12 spesies, dan pada kelompok sponges
terdapat 4 spesies. Diantara semua zona yang dijelajahi, zona yang memiliki
jumlah spesies terbanyak ialah zona karang.
V.2

Saran
Sebaiknya kuliah lapangan ini memilih waktu yang tepat

sehingga jadwal tidak terlalu padat karena semua berefek pada


fisik mahasiswa. Selain itu, biota laut yang dijadikan sampel
sebaiknya jangan terlalu banyak, agar tidak terjadi kerusakan
pada biota-biota laut tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

47

Amir, I. dan A. Budiyanto, 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae)


Secara Umum . Jurnal Oseana, Volume
XXI, Nomor 2, 1996:15-31.
www.oseanografi.
lipi.go.id
Anggraini, Kiki.2008. Mengenal ekosistem perairan.Jakarta:Grasindo.
Anggadiredja, T. Jana. (2009). Rumput Laut ;Pembudidayaan, Pengolahan, &
Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Depok : Penebar Swadaya.
BAKER (dalam HAKIM, 1996) Budidaya Rumput Laut dan Cara
Pengembangannya. Brahta, Jakarta.
Dahuri, R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia melalui Sektor
Perikanan dan Kelautan. LISPI. Jakarta.
Fitriana, Pipit.2007. Hewan Laut; Buku Pengayaan Seri Flora dan Fauna.
Jakarta: Ganeca Exact.
Kartawinata, K., S. Adisoemarto, S. Soemodihardjo dan I. G. M. Tantra 1979.
Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia Pros. Sem. Ekos. Hutan
Mangrove: 21-39.
Lilley, G.R., 1999. Buku Panduan Pendidikan Konservasi. Terumbu Karang
Indonesia. Direktorat Jenderal
Perlindungan dan Konservasi Alam,
Natural
Resources Management Program, USAID, Yayasan Pustaka
Alam Nusantara dan The Nature Conservacy.
Mahida, U.N dan Soemodiharjo, 1995. Pencemaran Air dan Pemanfaatan
Limbah Industri. Jakarta: C.V. Rajawali.
Marianingsih, Pipit dkk. 2013. Inventarisasi dan Identifikasi makroalga di
Perairan Pulau Untung Jawa. Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung.
Romimoharto , K dan S.Juwana, 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang
BiotaLaut.Puslitbang Osenologi-Lipi. Jakarta
Tahir. 2009. Pulau Barang Lompo. http.tahir_udin.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 10 November 2014, pada pukul 11.35 WITA di Makassar.
Tjitrosoepomo, Gembong. 1994. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press
A.Lampiran Foto Kegiatan Praktek Lapangan

48

Identifikasi Padang Lamun

Pengarahan Materi

Praktikum

Identifikasi Bahan

B. Lampiran Sampel Praktikum


IV.1 Lamun
49

Syringodium isoetifolium (lamun jarum)

Thalassia hemprichi (lamun dugong)

Enhalus acoroides (lamun tropika)

Halophila ovalis (lamun sendok)

Cymodocea rotundata

Halodule uninervis (lamun serabut)


www.Arkive.com

IV.2 Algae
IV.2 Algae

50

Caulerpa serulata
Halimeda opuntia

Halimeda macroloba
Chlorodesmis fastigiata

Ceratodyction spongiosum

Boergesiana forbesi

Turbinaria

51

Turbinaria ornata

Padina australis

Lawrencia optusa

Turbinaria triquetra

Sargassumcristaefolium

Halimenia durvillaei
52

Galaxaura oblongata
IV.3 Echinodermata

Archaster typicus

Protoreaster spinosus

Protoreaster nodusus

Achantaster

blanci

53

Linckia laevigata

Echinometra matei

Diadema sitosum

Culcita novaeguinae

Echinotrix calamaris

Mesphilia globulus

Tripneustes gratilla
IV.4 Karang

54

Stylophora subseriata

Pseudosiderastrea tayami

Fungia sp.

Pachyseris rugosa

(Suharsono, 2008)

Acropora sp.

Acropora cervicornis

55

IV.5 Spons

Xestospongia sp.

Calyspongia aerizusa

Halyclona sp.
IV.6 Cumi-cumi Loligo sp.

56

Anda mungkin juga menyukai