PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah yang besar. Sekitar 70% luas negara
Indonesia merupakan laut yaitu seluas 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai kedua
terpanjang di dunia setelah Rusia yaitu sepanjang 95.181 km. Melihat kondisi geografis tersebut,
lautan Indonesia memiliki sumber daya yang sangat besar untuk dimanfaatkan. Sumber daya
tersebut dapat berupa kelimpahan alam seperti ikan, biota laut, maupun minyak dan gas. (Munaf
dan retno,2015).
Biota laut adalah berbagai macam tumbuhan dan hewan yang ada di laut, tidak heran jika
banyak jenis biota laut ditemukan di Indonesia. Salah satu pulau yang memiliki kelimpahan
alam yaitu Pulau Tabuhan yang terletak 20 km dari kota Banyuwangi, tepatnya secara
administrasi berada di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo. Luas Pulau Tabuhan kira-kira 5
hektare, pemandangan kebun dan lautnya sangat mengagumkan. Batu karang menjadi rumah dari
ribuan ikan, kerang, bunga karang, udang karang, dan tumbuhan laut sangat beragam. Butiran
pasir sangat putih dan desiran ombak yang tenang membuat pulau ini serasa berada di surga.
Satu-satunya sarana transportasi menuju pulau Tabuhan adalah perahu nelayan, dapat ditempuh
dalam waktu 25-30 menit dari pantai Kampe Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo
(Setiyawan,2017).
Ekosistem terumbu terumbu karang dewasa ini mengalami kemunduran dan ancaman
serius yang terjadi secara alami maupun akibat aktifitas manusia . Aktifitas manusia yang sering
merusak terumbu karang antara lain; pengeboman, penurunan jangkar kapal di sembarang
tempat, siltasi dan sedimentasi, serta faktor alami seperti kenaikan suhu secara drastis dan
predasi oleh biota-biota laut lainnya. Keanekaragaman makro invertebrata laut Indonesia
diperkirakan mencapai 1.800 spesies Jumlah filum ekhinodermata yang ada di Indonesia
diperkirakan berjumlah sekitar 745 spesies, krustasea 1.512 spesies, sponge 830 spesies, bivalvia
1.000 spesies, dan gastropoda 1.500 spesies ( Bahri dkk,2015)
1
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makrozoobenthos
Makrozoobentos memiliki peran yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar
perairan. Makrozoobentos merupakan salah satu biota dalam ekosistem perairan sehubungan
dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan. Selain itu tingkat
keanekaragaman makrozoobenthos di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai
indikator pencemaran karena hewan ini hidup menetap (sesile) dan daya adaptasinya
bervariasi terhadap kondisi lingkungan.
Makrozoobentos dapat hidup dan ditemukan pada berbagai jenis substrat, sedimen
maupun berdasarkan bentuk sedimentasi khususnya pada sedimen bar di suatu wilayah
intertidal. Daerah ini khususnya didominasi oleh substrat bioklastik (berupa pecahan atau
hancuran karang dan biota laut bercangkang dengan komunitas karang, alga dan berbagai
jenis yang hidup bersama dengan karang). Kecenderungan inilah, yang memungkinkan
adanya pengaruh terhadap distribusi makrozoobentos (Purba dkk, 2015).
a. Suhu
Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan
organisme di perairan. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang paling mudah untuk
diteliti dan ditentukan. Aktivitas metabolisme serta penyebaran organisme air banyak
dipengaruhi oleh suhu air (Hamuna dkk, 2018). Suhu juga sangat berpengaruh terhadap
kehidupan dan pertumbuhan biota air, suhu pada badan air dipengaruhi oleh musim, lintang,
waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman air. Kenaikan
suhu dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air, stratifikasi air ini dapat berpengaruh
3
terhadap pengadukan air dan diperlukan dalam rangka penyebaran oksigen sehingga dengan
adanya pelapisan air tersebut di lapisan dasar tidak menjadi anaerob. Perubahan suhu
permukaan dapat berpengaruh terhadap proses fisik, kimia dan biologi di perairan tersebut
(Kusumaningtyas et al., 2014).
b. Kecerahan
a. pH
Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion - ion
hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indikator baik buruknya
suatu perairan. pH suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang cukup
penting dalam memantau kestabilan perairan (Hamuna, 2018). Variasi nilai pH perairan
sangat mempengaruhi biota di suatu perairan. Selain itu, tingginya nilai pH sangat
menentukan dominasi fitoplankton yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer
suatu perairan dimana keberadaan fitoplankton didukung oleh ketersediaanya nutrien di
perairan laut (Megawati et al., 2014).
b. Salinitas
4
Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut
dimana salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi salinitas
maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya (Widiadmoko, 2013). Perbedaan
salinitas perairan dapat terjadi karena adanya perbedaan penguapan dan presipitasi
(Hamuna, 2018).
c. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah total jumlah oksigen yang ada
(terlarut) di air. DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Umumnya oksigen dijumpai
pada lapisan permukaan karena oksigen dari udara di dekatnya dapat secara langsung
larut berdifusi ke dalam air laut (Hamuna, 2018). Kebutuhan organisme terhadap
oksigen terlarut relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya
(Gemilang et al., 2017).
d. Nitrat
Nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan
bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah
yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian
dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. nitrat adalah senyawa yang paling sering
ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan (Emilia,
2019).
e. Nitrit
5
Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang hanya sebagian teroksidasi. Nitrit tidak
dapat bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara amoniak
dan nitrat. Nitrit tidak tetap dan dapat berubah menjadi amoniak atau dioksidasi menjadi
nitrat (Emilia, 2019). Diperairan alami, nitrit umumnya ditemukan dalam jumlah yang
sangat sedikit karena sifatnya yang tidak stabil akibat keberadaan oksigen. Sebagaimana
kita ketahui bahwa nitrit umumnya merupakan bentuk transisi antara amoniak dan nitrat
dan segera berubah menjadi bentuk yang lebih stabil yakni nitrat. Meskipun demikian
nitrit merupakan salah satu parameter kunci dalam penentuan kualitas air karena bersifat
racun ketika bereaksi dengan hemoglobin dalam darah yang menyebabkan darah tidak
dapat mengangkut oksigen (Putri dkk, 2019).
2.3 Lamun
Menurut Nybakken (1992) dalam Hartini dan Lestarini (2019) fungsi ekologis
padang lamun adalah: (1) sumber utama produktivitas primer, (2) sumber makanan bagi
organisme dalam bentuk detritus, (3) penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya
yang dapat menangkap sediment (trapping sediment), (4) tempat berlindung bagi biota laut,
(5) tempat perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), serta
sumber makanan (feeding ground) bagi biota-biota perairan laut, (6) pelindung pantai
dengan cara meredam arus, (7) penghasil oksigen dan mereduksi CO2 di dasar perairan.
Sedangkan fungsi ekonomisnya antara lain sebagai produsen ikan dan tujuan wisata.
Pertumbuhan dan kepadatan lamun sangat dipengaruhi oleh pola pasang surut, turbiditas,
salinitas dan temperatur perairan. Kegiatan manusia di wilayah pesisir seperti perikanan,
6
pembangunan perumahan, pelabuhan dan rekreasi, baik langsung maupun tidak langsung
juga dapat mempengaruhi eksistensi lamun (Tangke, 2010).
7
BAB III
METODE
8
A. Suhu
Pengukuran suhu perairan dengan menggunakan thermometer untuk
mengetahui kondisi suhu perairan, thermometer dimasukkan kedalam air sekitar 1-3
menit, setelah diketahui hasilnya kemudian mencatat hasil pengukuran suhu yang telah
didapatkan tanpa mengangkat thermometer dari perairan.
B. Kecerahan
Pengukuran Kecerahan dengan menggunakan secchi disk dengan cara
memasukkan secci disk kedalam perairan sampai pada titik hilang (tidak tampak)
kemudian diangkat secara perlahan sampai ditemukan titik tampak dan mengukur
jarak antara permukaan air dan titik tampak Pengukuran kecerahan ini dilakukan di 5
stasiun yang berbeda di lokasi Pantai Kampe, Wongsorejo, Banyuwangi.
B. DO (Dissolved Oxygen)
Menggunakan reagen DO dengan cara.
1. Mengocok botol reagen/kimia sebelum pemakaian.
2. Membersihkan tabung pengukur beberapa kali dengan air bersih. Kemudian
memasukkan sampel air ke dalam tabung pengukur hingga mencapai tanda 15 ml.
3. Tambahkan 5 tetes reagen 1 dan goyang sampai rata.
4. Tambahkan 5 tetes reagen 2 dan goyang sampai rata.
5. Tambahkan 5 tetes reagen 3 dan goyang sampai rata.
6. Letakkan tabung di atas bagan warna, bandingkan warna nya dari posisi atas melihat
ke bawah.
9
C. Nitrat (NO3)
Menggunakan reagen Nitrat dengan cara.
1. Mengocok botol reagen/kimia sebelum pemakaian.
2. Membersihkan tabung pengukur beberapa kali dengan air bersih. Kemudian isi air
dari akuarium ke dalam tabung pengukur hingga mencapai tanda 5 ml.
3. Tambahkan 6 tetes reagen 1 dan goyang sampai rata.
4. Tambahkan 6 tetes reagen 2 dan goyang sampai rata.
5. Tambahkan 6 tetes reagen 3 dan goyang sampai rata.
6. Bandingkan warna setelah 5 menit.
7. Letakkan tabung di atas bagan warna, bandingkan warna nya dari posisi atas melihat
ke bawah.
D. Nitrit (NO2)
Menggunakan reagen nitrit dengan cara.
1. Mengocok botol reagen/kimia sebelum pemakaian.
2. Membersihkan tabung pengukur beberapa kali dengan air bersih. Kemudian isi air
dari akuarium ke dalam tabung hingga mencapai tanda 5 ml.
3. Tambahkan 5 tetes reagen no.1 dan 5 tetes reagen no.2 ke dalamnya.
4. Tutup botol tabung dan kocokkan hingga warna stabil.
5. Setelah 5 menit, Letakkan tabung di atas bagan warna, bandingkan warna nya dari
posisi atas melihat ke bawah.
E. Fosfat (PO4)
Menggunakan reagen Amoniak dengan cara.
1. Mengocok botol reagen/kimia sebelum pemakaian.
2. Membersihkan tabung pengukur beberapa kali dengan air bersih. Kemudian isi air
dari akuarium ke dalam tabung pengukur hingga mencapai tanda 5 ml.
3. Tambahkan 3 tetes reagen 1 dan goyang sampai rata.
4. Tambahkan 3 tetes reagen 2 dan goyang sampai rata.
5. Tambahkan 3 tetes reagen 3 dan goyang sampai rata.
6. Bandingkan warna setelah 30 menit.
10
7. Letakkan tabung di atas bagan warna, bandingkan warna nya dari posisi atas melihat
ke bawah.
F. Amonia (NH3)
Menggunakan reagen Amoniak dengan cara.
1. Mengocok botol reagen/kimia sebelum pemakaian.
2. Membersihkan tabung pengukur beberapa kali dengan air bersih. Kemudian isi air
dari akuarium ke dalam tabung pengukur hingga mencapai tanda 5 ml.
3. Tambahkan 6 tetes reagen 1 dan goyang sampai rata.
4. Tambahkan 6 tetes reagen 2 dan goyang sampai rata.
5. Tambahkan 6 tetes reagen 3 dan goyang sampai rata.
6. Membandingkan warna setelah 5 menit.
7. Letakkan tabung di atas bagan warna, bandingkan warna nya dari posisi atas melihat
ke bawah.
3.4.3 Parameter biologi
A. Metode Transek
1. mempersiapkan 4 pipa paralon yang masing-masing ukuran panjang pipa paralon 1
meter
2. Menyusun 4pipa paralon menjadi berbentuk persegi yang menyelimuti suatu wilayah
3. Mengidentifikasi biota laut yang ada didalam transek
4. Membawa sampel yang di dapat untuk di dokumentasi dan di identifikasi
5. Mencatat hasil dari metode transek
11
BAB IV
Kelompok 1
Kelompok 2
12
1 1 1 ovalis 19 tricostata 19
Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
- Holothuria
13
fuscocinerea
1
Kelompok 6
Kelompok 7
14
Opiotrix sp. 3 Opiotrix sp. 4
Kelompok 8
Kelompok 1
stasiu )
n
I 10m 30oc 100% 8 36 0.1 0.2 4.0 0.3 12.5
5
o
II 10m 31 c 100% 8 35 0.1 0.2 4.0 0.3 12.5
5
III 10m 30 oc 100% 8 34 0.1 0.2 6.0 0.3 12.5
5
IV 10m 30 oc 100% 8 35 0.1 0.2 4.0 0.3 12.5
15
5
o
V 10m 30 c 100% 8 35 0.1 0.2 4.0 0.3 12.5
5
Kelompok 2
stasiu )
n
I 10 m 27 100% 8 37 0,1 0 4,0 0,3 12,
5
II 10 m 27 100% 8 36 0,1 0 4,0 0,3 12,
5
III 10 m 27 100% 8 37 0,1 0 4,0 0,3 12,
5
IV 10 m 27 100% 8 37 0,1 0,2 4,0 0,3 12,
5 5
V 10 m 25 100% 8 37 0,1 0,2 4,0 0,3 12,
5 5
Kelompok 3
stasiu )
n
I 10 m 30 100 % 8 39 ppt 0,1 0 4 0 12,
mg/ 5
l mg/
l
II 20 m 31 100 % 8 35 ppt 0,2 0 4 0 12,
5 mg/ 5
l mg/
16
l
III 30 m 30 100 % 8 35 ppt 0,2 0 4 0 12,
5 mg/ 5
l mg/
l
IV 40 m 30 100 % 8 31 ppt 0,1 0 4 0 12,
mg/ 5
l mg/
l
V 50 m 29 100 % 8 35 ppt 0,1 0 4 0 12,
mg/ 5
l mg/
l
Kelompok 4
stasiu )
n
I 10 31 0 cm 7 35 0,1 0 0,5 <0,1 12,5
3
II 20 30 0 cm 7 35 0,1 0 0,5 <0,1 12,5
3
III 30 30 0 cm 7 35 0,1 0 0,5 <0,1 12,5
3
IV 40 30 0 cm 7 35 0,1 0 0,5 <0,1 12,5
3
V 50 29 0 cm 7 36 0,1 0 0,5 <0,1 12,5
3
Kelompok 5
17
n antar u n H s 3 (O2 2 3
stasiu )
n
I 10 30oC 100% 7 30 0,1mg/ 0 4 0,3 12,
l mg/ mg/ mg/ 5
l l l mg/
l
II 10 30oC 100% 7 30 0,1 0 4 0,3 12,
mg/l mg/ mg/ mg/ 5
l l l mg/
l
o
III 10 30 C 100% 7 30 0,1 0 4 0,3 12,
mg/l mg/ mg/ mg/ 5
l l l mg/
l
o
IV 10 30 C 100% 8 30 0 mg/l 0 4 0,3 12,
mg/ mg/ mg/ 5
l l l mg/
l
o
V 10 30 C 100% 7 30 0 mg/l 0 4 0,3 0
mg/ mg/ mg/ mg/
l l l l
Kelompok 6
18
Mg/ 0,3
IV 40m 29˚C 100% 8 35 0,25 0 4,0 < 12,5
Mg/ 0,3
V 50m 29˚C 100% 8 35 0,1 0 4,0 < 12,5
Mg/ 0,3
Kelompok 7
stasiu )
n
I 10m 30°C 100% 8 30 2,0 0 4,0 0,3 12,
5
II 10m 30°C 100% 8 31 2,0 0 4,0 0,3 12,
5
III 10m 31°C 100% 8 30 2,0 0 4,0 0,3 12,
5
IV 10m 30°C 100% 8 34 2,0 0 4,0 0,3 12,
5
V 10m 31°C 100% 8 34 2,0 0 4,0 0,3 12,
5
Kelompok 8
stasiu )
n
I 10 m 29 100 8 30 0,25 0 4,0 <0, 12,5
mg/ mg/ 3 mg/
l l mg/ l
l
II 10 m 29 100 8 31 0,25 0 4,0 <0, 12,5
mg/ mg/ 3 mg/
19
l l mg/ l
l
III 10 m 29 100 8 35 0,25 0 4,0 <0, 12,5
mg/ mg/ 3 mg/
l l mg/ l
l
IV 10 m 29 100 8 36 0,25 0 6,0 <0, 12,5
mg/ mg/ 3 mg/
l l mg/ l
l
V 10 m 29 100 8 36 0,25 0 6,0 <0, 12,5
mg/ mg/ 3 mg/
l l mg/ l
l
Kelompok 1
20
(H’) Diadema - 0.07 - 0.77 0.77
sp.
Indeks Holothuri 0.99 0.23 0.99 0.98 0.56
Keseragaman (E) a sp.
Diadema - 0.23 - 0.98 0.98
sp.
Kelompok 2
Kelompok 3
21
Bulu
Babi 0.25 0,56
Kelimpahan Teripang 50% 75%
Relatif (Kr)
Timun 50%
Laut
Bulu
Babi 50% 75%
Indeks Teripang 0,07 0,16
Keanekaragaman
(H’) Timun
Laut 0,07
Bulu
Babi 0,07 0,16
Indeks Teripang 1,16 0,26
Keseragaman (E)
Timun 1,16
Laut
Bulu
Babi 1,16 0,26
Kelompok 4
22
ratondata
Linckia 0 0 0 0 0,02
laevigata
Kelimpahan 0 0 100 0 100
Relatif (Kr)
makrobenthos
Kelimpahan 0 100% 100 100 100
Relatif (Kr)
lamun
Indeks Luria 0 0 0,064 0 0
Keanekaragaman lurida
(H’)
Cymadece 0 -0,30 0,004 -0.301 -0,118
a
ratondata
Linckia 0 0 0 0 1,4
laevigata
Kelompok 5
-
Holothuria
0,0002
fuscocinere
0
a (1)
Kelimpahan - Asterias 0,014%
Relatif (Kr) sp. (1)
-
0,014%
Holothuria
23
fuscocinere
a (1)
Indeks - Asterias 0,0000
Keanekaragama sp. (1) 6
n (H’)
-
Holothuria
0,0000
fuscocinere
6
a (1)
Indeks - Asterias 0,0000
Keseragaman (E) sp. (1) 3
-
Holothuria
0,0000
fuscocinere
3
a (1)
Kelompok 6
Diadema setosum 0 0 0 0 1
Kelimpahan 1% 67% 0% 0% 0%
Relatif (Kr) Protoreaster nodosus
0% 67 0% 100% 0%
Actinopyga echinites
0% 0% 0% 0% 100
Diadema setosum
Indeks 0,3 0,13 0 0 0
Keanekaragama Protoreaster nodosus
n (H’)
0 0,13 0 0,3 0
Actinopyga echinites
24
0 0 0 0 0,3
Diadema setosum
Indeks Protoreaster nodosus 0,99 0,86 0 0 0
Keseragaman (E) Actinopyga echinites 0 0,86 0 0 2,98
Kelompok 7
Diadema 0,053
sp.
Protoreaste 0,625
r nodusus
Kelimpahan Holoturia 100%
Relatif (Kr) impatiens
Diadema 69%
sp.
0,25%
Protoreaste
r nodusus
Indeks Holoturia 0,031
Keanekaragama impatiens
25
n (H’)
Opiotrix sp. 0,226 0,028
Diadema 0,143
sp.
0,075
Protoreaste
r nodusus
Indeks Holoturia 0 0,1
Keseragaman impatiens
(E)
Opiotrix sp. 0,29 0
Diadema 0,031
sp.
0,249
Protoreaste
r nodusus
Kelompok 8
26
2. Thelenota 0 0 0 50% 100%
ananas
3. Holothuri 0 0 0 50% 0
a atra
Indeks 1. Linckia 0 0 0,3 0 0
Keanekaragaman laevigata
(H’) 2. Thelenota 0 0 0 0,07 0,3
ananas
3. Holothuri 0 0 0 0,07 0
a atra
Indeks 1. Linckia 0 0 1 0 0
Keseragaman (E) laevigata
2. Thelenota 0 0 0 0,23 1
ananas
3. Holothuri 0 0 0 0,23 0
a atra
Kelompok 1
27
Keanekaragaman hemprich
(H’) i
Indeks Thalassia 0.99 0.99 - - -
Keseragaman (E) hemprich
i
Kelompok 2
28
Halophila
tricostata 0 0
Indeks Thalassia 0,195 0,183 0,075 0,0108 0
Keanekaragaman hemprichi
(H’)
Syringodiu 0,0063 0,015 0,027 0,147 0,147
m
isoetikolium
0 0 0 0,0024 0,0097
Halophila
ovalis
0 0 0 0 0,0039
Halophila
tricostata
Indeks Thalassia 0,25 0,235 0,096 0,188 0
Keseragaman (E) hemprichi
Kelompok 3
29
hemprichi
i
Kelimpahan Lamun 50% 25% 50% 50% 25%
Relatif (Kr) Thallasia
hemprichi
i
Indeks Lamun 0,07 0,01 0,07 0,07 0,01
Keanekaragaman Thallasia
(H’) hemprichi
i
Indeks Lamun 1,16 0,01 1,16 1,16 0,01
Keseragaman (E) Thallasia
hemprichi
i
Kelompok 4
30
Indeks 1,079 1 1,13 1 2,35
Keseragaman (E)
Kelompok 5
Halophila 1 1
minor
Cymodece
a rotunda 1
Kelimpahan Thalassia 100% 0,971%
Relatif (Kr) hemprichii
Cymodece 100%
a rotunda
Indeks Thalassia 0,30 0,28
Keanekaragama hemprichii
n (H’)
Halophila 0,30 0,30
31
minor
Cymodece 0,30
a rotunda
Indeks Thalassia 0,16 0,15
Keseragaman (E) hemprichii
Cymodece 0,16
a rotunda
Kelompok 6
Kelompok 7
32
Cymodoce 0,227 0,026 1
a
rotundata
Kelimpahan Halodule 100% 44% 40%
Relatif (Kr) uninevis
Kelompok 8
33
Keanekaragama hemprichi
n (H’) i
Indeks Thalassia 0 0 0,019 0,025 0,043
Keseragaman (E) hemprichi
i
D = (n1/N)2
= (3/4) 2
4.2 Perhitungan = 0,5625
Fauna (1 Protoreaster nodosus)
4.2 Hasil Perhitungan D = (n1/N)2
= (1/4) 2
4.2.1 Indeks Dominasi = 0,0625
D = (n1/N)2
Keterangan :
D = Indeks Dominasi
n1 = Jumlah individu pada jenis ke i Stasiun 3
N = Jumlah Individu seluruh jenis Flora (11 Halodule uninervis)
D = (n1/N)2
Stasiun 1 = (11/25) 2
Fauna (Tidak ditemukan) = 0,0176
D = (n1/N)2 Flora (14 Cymodocea rotundata)
= (0/0) 2 D = (n1/N)2
=0 = (14/25) 2
Flora (Tidak ditemukan ) = 0,227
D = (n1/N)2
= (0/0) 2 Stasiun 4
=0 Fauna (4 Ophiothrix sp.)
D = (n1/N)2
Stasiun 2 = (4/13) 2
Fauna ( 1 Holothuria impatients) = 0,023
D = (n1/N)2 Fauna (9 Deadema sp)
= (1/1) 2 D = (n1/N)2
=1 = (9/13) 2
Flora (21 Halodule uninervis) = 0,053
D = (n1/N)2
= (21/21) 2 Flora (9 Halodule uninervis)
=1 D = (n1/N)2
= (9/23) 2
Stasiun 3 = 0,017
Fauna (3 Ophiothrix sp.) Flora (14 Cymodocea rotundata)
34
D = (n1/N)2 Kr = (ni/N) x 100 %
= (14/23) 2 = (1/4) x 100 %
= 0,026 =0,0625 %
35
= 0,226
4.2.3 Indeks Keanekaragaman Fauna (1 Protoreaster nodosus)
hi
H’ = −∑ ( ¿ )log 2 x ¿ ¿
hi N N
H’ = −∑ ( ¿ )log2 x ¿ ¿
N N 1 1
= −∑ ( ¿ )log 2 x ¿
Keterangan : 4 4
= 0,025
hi = Jumlah individu pada jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis Flora (11 Halodule uninervis)
t = Jumlah jenis hi
H’ = −∑ ( ¿ )log 2 x ¿ ¿
N N
Stasiun 1 11 11
= −∑ ( ¿ ) log 2 x ¿
Fauna (Tidak ditemukan ) 25 25
hi = 0,58
H’ = −∑ ( ¿ )log2 x ¿ ¿
N N Flora (14 Cymodocea rotundata)
0 0 hi
= −∑ ( ¿ )log 2 x ¿ H’ = −∑ ( ¿ )log 2 x ¿ ¿
0 0 N N
=0 14 14
= −∑ ( ¿ ) log 2 x ¿
Flora (tidak ditemukan) 25 25
hi = 0,094
H’ = −∑ ( ¿ )log2 x ¿ ¿
N N Stasiun 4
0 0 Fauna (4 Ophiothrix sp.)
= −∑ ( ¿ )log 2 x ¿
0 0 hi
H’ = −∑ ( ¿ )log 2 x ¿ ¿
=0 N N
Stasiun 2 4 4
= −∑ ( ¿ )log 2 x ¿
Fauna ((1 Holothuria impatients) 13 13
hi = 0,028
H’ = −∑ ( ¿ )log2 x ¿ ¿
N N Fauna (9 Deadema sp)
1 1 hi
= −∑ ( ¿ ) log 2 x ¿ H’ = −∑ ( ¿ )log 2 x ¿ ¿
1 1 N N
= 0,031 9 9
= −∑ ( ¿ )log 2 x ¿
Flora ((21 Halodule uninervis) 13 13
hi = 0,143
H’ = −∑ ( ¿ )log2 x ¿ ¿
N N Flora (9 Halodule uninervis)
21 21 hi
= −∑ ( ¿ ) log2 x ¿ H’ = −∑ ( ¿ )log 2 x ¿ ¿
21 21 N N
= 0,301 9 9
= −∑ ( ¿ ) log 2 x ¿
Stasiun 3 23 23
Fauna (3 Ophiothrix sp) = 0,45
hi Flora (14 Cymodocea rotundata)
H’ = −∑ ( ¿ )log2 x ¿ ¿ hi
N N
H’ = −∑ ( ¿ )log 2 x ¿ ¿
3 3 N N
= −∑ ( ¿ )log 2 x ¿
4 4
36
14 14 0
= −∑ ( ¿ ) log 2 x ¿ =
23 23 log 2.0
= 0,112 0
=
Stasiun 5 log 0
Fauna (Tidak ditemukan ) =0
hi
H’ = −∑ ( ¿ )log2 x ¿ ¿
N N Stasiun 2
0 0 Fauna (1 Holothuria impatients)
= −∑ ( ¿ )log 2 x ¿
0 0 H'
E=
=0 H maks
Flora (23 Cymodocea rotundata) 0,03
=
hi log 2.t
H’ = −∑ ( ¿ )log2 x ¿ ¿
N N 0,03
=
23 23 log 2.1
= −∑ ( ¿ ) log2 x ¿
23 23 0,03
=
= 0.301 log 2
4. Indeks Keseragaman = 0,1
Flora (21 Halodule uninervis)
H'
E= H'
H maks E=
H maks
Keterangan : 0,01
=
log 2.t
E = Indeks Keseragaman 0,01
=
H’= Indeks Keanekaragaman log 2.21
H maks = log 2t 0,01
=
log 42
Stasiun 1 = 0,185
Fauna (Tidak ditemukan)
H' Stasiun 3
E=
H maks Fauna (3 Ophiothrix sp)
0 H'
= E=
log 2.0 H maks
0 0,226
= =
log 2.0 log 2.t
0 0,226
= =
log 0 log 2.3
=0 0,226
=
log6
Flora (Tidak ditemukan) = 0,290
H' Fauna (1 Protoreaster nodosus)
E= H'
H maks E=
0 H maks
=
log 2.0
37
0,075 H'
= E=
log 2.1 H maks
0,075 0,143
= =
log2 log 2.9
0,075 0,143
= =
log2 log 2.9
0,143
=0,249 =
log 18
=0,114
Flora (11 Halodule uninervis) Flora (9 Halodule uninervis)
H' H'
E= E=
H maks H maks
0,58 0,045
= =
log 2.t log 2.t
0,58 0,045
= =
log 2.11 log 2.9
0,58 0,045
= =
log 22 log 18
= 0,432 = 0,036
Flora (14 Cymodocea rotundata) Flora (14 Cymodocea rotundata)
H' H'
E= E=
H maks H maks
0,094 0,112
= =
log 2.t log 2.t
0,094 0,112
= =
log 2.14 log 2.14
0,094 0,112
= =
log 28 log 28
=0,065 =0,078
Stasiun 4 Stasiun 5
Fauna (4 Ophiothrix sp) Fauna (tidak ditemukan )
H' H'
E= E=
H maks H maks
0,028 0
= =
log 2.t log 2.t
0,028 0
= =
log 2.4 log 2.0
0,028 0
= =
log 8 log 0
=0 =0
Fauna (9 Deadema sp) Flora (23 Cymodocea rotundata)
H'
E=
H maks
38
0,301
=
log 2.t
0,301
=
log 2.23
0,301
=
log 46
= 0,181
5. kelimpahan relative
Fauna
Stasiun 1 = Tidak produktif
Stasiun 2 =Sangat produktif
Stasiun 3 = Kurang produktif
Stasiun 4 = Tidak produktif
Stasiun 5 = Sangat produktif
Flora
Stasiun 1 = Tidak produktif
Stasiun 2 =Sangat produktif
Stasiun 3 = Kurang produktif
Stasiun 4 = Tidak produktif
Stasiun 5 = Tidak produktif
39
4.3 Pembahasan
1. Suhu
Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan
organisme di perairan. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang paling mudah
untuk diteliti dan ditentukan. Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari
dan gelombang arus. Aktivitas metabolisme serta penyebaran organisme air banyak
dipengaruhi oleh suhu air. (Hamuna, dkk., 2018). Pada umumnya suhu permukaan
umumnya berkisar antara 28℃-32℃. Kisaran suhu hasil pengukuran tersebut berada
dalam batas normal dan sesuai dengan kbutuhan untuk metabolisme biota laut dan
ekosistem pesisir laut (Hamuna, dkk., 2018). Suhu perairan mengalami penurunan dan
kenaikan dikarnakan suhu dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang jatuh
kepermukaan air. (Sambada, 2018).
2. O2
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah total jumlah oksigen yang ada
(terlarut) di air (Hamuna, dkk., 2018). DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Umumnya oksigen
dijumpai pada lapisan permukaan karena oksigen dari udara di dekatnya dapat secara
langsung larut berdifusi ke dalam air laut (Hamuna, dkk., 2018). Berdasarkan
pengamatan, kandungan O2 di perairan Pulau Tabuhan adalah 4 mg/l, hal tersebut adalah
konsentrasi O2 yang umum di perairan. Kandungan oksigen dalam perairan yang ideal
adalah 3-7 mg/l. (Kodim, dkk.m 2017). Kadar oksigen dalam perairan dipengaruhi oleh
meningkatnya bahan-bahan organik yang masuk kedalam perairan disamping faktor-
faktor lainnya diantaranya yaitu kenaikan suhu, salinitas, respirasi biota laut, adanya
lapisan diatas air, senyawa yang mudah teroksidasi dan tekanan atmosfir (Patty, 2018).
3. PO4
40
Pantai pulau Tabuhan memiliki kandungan fosfat 2,0 mg/l. Kadar fosfor dalam
bentuk fosfat untuk kepentingan perikanan tidak boleh lebih dari 1 mg/l Fosfor
merupakan suatu komponen penting sekaligus sering menimbulkan permasalahan
lingkungan dalam air (Achmad, 2004 dalam Agustiningsih, 2012). Di perairan laut, fosfat
berada dalam bentuk anorganik dan organik terlarut seta partikulat fosfat. Fosfat
merupakan zat hara yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan metabolisme
fitoplankton dan organisme laut lainnya dalam menentukan kesuburan perairan,
kondisinya tidak stabil karena mudah mengalami proses pengikisan, pelapukan dan
pengenceran. Kandungan fosfat pada perairan pantai semakin tinggi, karena menurut
Agustiningsih (2012) distribusi fosfat dari daerah lepas pantai ke daerah pantai
menunjukkan konsentrasi yang semakin tinggi menuju ke arah pantai. fosfor menjadi
faktor pembatas yang sangat penting di perairan produktif dan tidak produktif, fosfor
memainkan peranan penting dalam determinasi jumlah fitoplankton.
4. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut,
dimana salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi salinitas
maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya (Hamuna, dkk., 2018). Berdasarkan
pengamatan, salinitas di perairan Pulau Tabuhan berkisar antara 30-34 mg/l. Salinitas air
laut umumnya berkisar antara 30-37 ppt dan berubah-ubah berdasarkan waktu dan ruang.
Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh suplay air tawar ke laut, curah hujan, nutrisi,
topografi, pasang surut dan evaporasi (Amirta, 2011).
5. NO3
Nitrat (NO3-N) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah
satu nutrient senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan.
Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersedian nutrient. Nitrifikasi
yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang
penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Berdasarkan baku
41
mutu kandungan nitrat di perairan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 51 tahun 2004, maka kandungan nitrat di perairan Pulau Tabuhan sebagian besar
telah melebihi baku mutu, dimana standar baku mutu konsentrasi nitrat untuk biota laut
adalah 0,008 mg/l. Konsentrasi nitrat pada perairan Pulau Tabuhan adalah 12,5 mg/l.
Kondisi ini sangat membahayakan biota laut, karena menurut Hamuna et al (2018) bahwa
konsentrasi nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya
eutrofikasi (pengayaan) perairan dan selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan
tumbuhan air secara pesat (blooming).
6. pH
7. Kecerahan
Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat diamati secara visual
menggunakan secchi disk (Hamuna, dkk., 2018). Fluktuasi kenaikan dan penurunan suhu
di sebabkan oleh intensitas cahaya matahari dan juga pada substrat yang ada di dasar
perairan. Kecerahan sangat ditentukan oleh adanya benda-benda halus yang tersuspensi,
jasad-jasad renik serta warna air yang antara lain di timbulkan oleh zat-zat kolonial yang
berasal dari daun-daun tumbuhan yang terurai secara alami dalam perairan (Rasjid,
2017). Berdasarkan pengamatan kecerahan di pulau Tabuhan adalah 100%, hal tersebut
dikarenakan merupakan zona fotik yang mana intensitas cahaya dapat masuk secara
penuh hingga ke dasar perairan (Hamuna et al, 2018).
42
8. NO2
Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang teroksidasi. Nitrit biasanya tidak bertahan lama
dalam perairan dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara amonia dan
nitrat (Diana, 2017). Nilai rata-rata pengamatan terhadap kandungan nitrit pada perairan
Pulau Tabuhan adalah sebesar 0,3 mg/l memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan
kandungan nitrit di perairan laut (0,054mg/l) (Diana,2017). Nilai tersebut jauh lebih
rendah apabila dibandingkan dengan nilai kandungan nitrat. Sebagaimana dijelaskan nitrit
biasa ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil
daripada nitrat, karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen. Senyawa nitrit juga
berasal dari hasil ekskresi fitoplankton, terutama pada saat timbulnya ledakan populasi
fitoplankton
Hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan menghitung jumlah flora dan fauna
menggunakan metode transek diperoleh 6 jenis individu yang didapat dari stasiun 1 hingga
stasiun 5. 6 individu tersebut terdiri dari fauna berupa Holothuria impatients, Ophiothrix sp.,
Protoreaster nodosus dan Deadema sp., dan flora berupa lamun jenis Halodule uninervis dan
Cymodocea rotundata. Secara kuantitatif dari stasiun 1 hingga stasiun ke-5 diperoleh indeks
dominasi berkisar 0-1 indeks dominasi, kelimpahan relative yang didapat berkisar 0-100%,
indeks keanekaragaman yang didapat berkisar 0-0,45, indeks keseragaman berkisar 0-0,43 dan
kelimpahan relative yang diperoleh berbeda beda setiap stasiun. Menurut Yusron, 2016 Hal ini
dapat disebabkan oleh berbagai berbagai faktor, antara lain jumlah jenis atau jumlah individu
yang didapat, adanya beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah yang melimpah,
homogenitas substrat dan kondisi dua ekosistem penting di daerah pesisir (padang lamun dan
terumbu karang) sebagai habitat dari fauna perairan.
Lamun yang ditemukan dalam perhitungan metode transek adalah jenis Halodule
uninervis dan Cymodocea rotundata, di stasiun 1 tidak ditemukan jenis lamun, sedangkan di
stasiun 2 ditemukan jenis lamun Halodule uninervis, pada stasiun 3 dan 4 ditemukan dua jenis
lamun yaitu Halodule uninervis dan Cymodocea rotundata dan pada stasiun 5 ditemukan
43
lamun Cymodocea rotundata Lamun memegang fungsi yang utama dalam daur berbagai zat
hara dan elemen- elemen langka di lingkungan laut. Sebagai contoh akar Zostera dapat
mengambil fosfat yang keluar dari daun yang membusuk yang terdapat pada celah-celah
sedimen. Zat hara tersebut secara potensial dapat digunakan oleh epifit apabila mereka berada
dalam medium yang miskin fosfat.
Cymodocea rotundata memiliki tepi daun halus atau licin, tidak bergerigi, tulang daun
sejajar, akar pada tiap nodusnya terdiri dari 2-3 helai, akar tidak bercabang, dan tidak
mempunyai rambut akar. Akar tumbuh pada bagian rhizoma yang menjalar mendatar dan
memanjang, batang berwarna coklat. Tumbuh-tumbuhan ini terdapat tepat di bawah air surut
rata-rata pada pasang surut purnama pada pantai pasir dan pantai lumpur(Wirawan, 2014)
Klasifikasi Cymodocea rotundata menurut Den Hartog (1970) dan Menez et al. (1983)
dalam Wirawan (2014) :
Divisi: Anthophyta
Kelas :Angiospermae
Ordo : Potamogetonales
Famili : Cymdoceaceae
Genus :Cymodocea
Spesies : Cymodocea rotundata
Halodule uninervis memiliki ujung daun yang berbentuk gelombang menyerupai huruf W,
jarak antara nodus kurang lebih 2 cm, dan rimpangnya berbuku-buku. Setiap nodusnya berakar
tunggal, banyak dan tidak bercabang. Selain itu juga setiap nodusnya hanya terdiri dari satu
tegakan, dan tiap tangkai daun terdiri dari 1 sampai 2 helaian daun (Nontji, 1993 dalam
Wirawan,2014)
Klasifikasi Cymodocea rotundata menurut Den Hartog (1970) dan Menez et al. (1983)
dalam Wirawan (2014)
Divisi : Anthophyta
Kelas :Angiospermae
Ordo :Potamogetonales
Famili :Cymdoceaceae
Genus :Halodule
Spesies :Halodule uninervis
44
Persebaran lamun pada setiap stasiun ini dipengerahui oleh beberapa faktor, antara lain
jumlah jenis atau jumlah individu yang didapat, adanya beberapa jenis yang ditemukan dalam
jumlah yang melimpah, homogenitas substrat dan kondisi dua ekosistem penting di daerah
pesisir (padang lamun dan terumbu karang) sebagai habitat dari fauna perairan(Yusron,2016).
Ophiothrix sp. sesuai pengamatan yang dilakukan dengan menghitung menggunakan
metode transek pada setiap stasiun, distasiun 1,2,5 Ophiothrix sp. tidak ditemukan, Ophiothrix
sp. Ditemukan pada stasiub 3 dan 4 Ophiothrix sp. Yang ditemukan memiliki lengan yang
panjang seperti cambuk, setiap lengan terlapisi oleh duri-duri halus. Kelima lengan
ophiuroidea menempel pada cakram pusat yang disebut dengan calyx, , bagian ventral
ditemukan mulut dan kaki tabung atau amburakal berfungsi sebagai pergerakan yang terletak
disetiap lengannya, madreporitnya terdapat di permukaan oral dan juga terdpat anus pada
bagian dorsal, madreporit adalah sejenis lubang yang mempunyai saringan dalam
menghubungkan air laut demgan system pembuluh air dan lubang kelamin. Selain berfungsi
sebagai lokomosi (pergerakan) kaki tabung juga berfungsi sebagai sirkulasi tempat keluar
masuknya air dari lingkungan kedalam tubuhnya (Fitriana, 2010)
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Ophiuroidea
Order : Amphilepidida
Suborder : Gnathophiurina
Family : Ophiotrichidae
Genus : Ophiothrix
Spesies : Ophiothrix sp ( Muller and Trosckel,1840 dalam Fitriana,2010)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan menghitung menggunakan metode
transek pada setiap stasiun, distasiun 3 ditemukan Protoreaster nodosus. Protoreaster nodosus
yang ditemukan memiliki warna yang paling dominan yaitu berwarna orange dan memiliki duri-
duri tumpul yang berwarna hitam diatas tubuhnya Spesies ini hidup di daerah berpasir, lamun,
dan terumbu karang. Saat penelitian P. nodosus selalu menempati daerah yang tergenang air.
Saat penelitan spesies P. nodosus ada yang ditemukan sementara berjalan. Jumlah individu yang
45
sedikit dikarenakan kedua spesies tersebut sangat sulit ditemukan di lokasi penelitian dan juga
cara hidup kedua spesies tersebut soliter atau hidup sendiri (Binambuni dkk,2019).
Klasifikasi Protoreaster nodosus menurut (Gray, 1840).
Kingdom :Animalia
Phylum :Echinodermata
Subphylum :Asterozoa
Class :Asteroidea
Order : Valvatida
Family :Oreasteridae
Genus : Protoreaster
Spesies :Protoreaster nodosus
Kingdom : Animalia
Phylum :Echinodermata
Class :Echinoidea
Order :Diadematoida
Family :Diadematidae
Genus :Diadema
Spesies :Diadema sp
46
Holothuria impatients sesuai pengamatan yang dilakukan dengan menghitung
menggunakan metode transek pada setiap stasiun, distasiun 2 ditemukan Holothuria
impatients. Secara morfologi dan anatomi, masing-masing jenis teripang memiliki perbedaan.
Perbedaan yang tampak secara nyata dapat dilihat langsung dari bentuk, warna dan corak warna
yang dimiliki oleh teripang. Jenis Holothuria impatiens memiliki penampang tubuh bulat, sisi
ventral cenderung datar, dan lubang anus bulat. Warna tubuh adalah abu-abu dengan belang
berwarna hitam di punggungnya. Tubuhnya lunak dan tipis. Tipe spikula yang ditemukan di
bagian dorsal (Elfidasari dkk,2012).
47
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa makrozoobenthos di pulau
Tabuhan banyak ditemukan diantaranya Opiothrix sp., Diadema sp., Holoturia impantiens,
dan Proteaster nodosus. Sedangkan jenis lamun yang ditemukan adalah spesies jenis
Halodue uninervis dan Cymodocea rotundata. Parameter kimia pada pulau Tabuhan
memiliki kondisi standar umum perairan laut.
5.2 Saran
Praktikan memberi saran pada praktikum sebaiknya peralatan praktikum lebih
diperhatikan kelayakannya, agar praktikan dapat lebih mudah menggunakannya
48
49
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih, D. (2012). Kajian Kualitas Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal
Dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai (Doctoral Dissertation,
Program Magister Ilmu Lingkungan Undip).
Alfarizi,A.2017. Struktur Anggota Kelas Bulu Babi (Echinoidea)di Zona Intertidal
Pantai Batu Lawang Taman Nasional Alas Purwo. Skripsi. Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Umiversitas Jember.
Jember.hal: 8-13
Bahri, S., E. Rudi dan I. Dewiyanti. 2015. Kondisi Terumbu Karang Dan Makro
Invertebrate Di Perairan Ujong Pancu, Kecamatan Peukan Bada, Aceh
Besar. Jurnal Depik. 4(1): 1-7.
Chow, S., Kajigaya, Y., Kurogi, H., Niwa, K., Shibuno, T., Nanami, A. & Kiyomoto,
S. (2014). On the Fourth Diadema Species (Diadema-sp) from Japan. PLoS
ONE. 9(7): e102376.
50
Diyanti, K. 2017. From Marine Biota As Source Of Idea In Making Metal Souvenirs
Tourism Pasir Putih Beach Situbondo District. Jurnal Seni Rupa. 5(3): 526-
536.
Emilia, I. 2019. Analisa Kandungan Nitrat Dan Nitrit Dalam Air Minum Isi Ulang
Menggunakan Metode Sprektrofotometri UV-Vis. Jurnal Indobiosains. 1(1):
32-39.
Gray, J.E. (1840). XXXII. A synopsis of the genera and species of the class
Hypostoma (Asterias, Linnaeus). Annals of the Magazine of Natural History.
6: 275-290
Hamuna, Baigo, et al. "Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan
Parameter Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura." Jurnal Ilmu
Lingkungan 16.1 (2018): 35-43.
Hansson, H.G. (2001). Echinodermata, in: Costello, M.J. et al. (Ed.) (2001).
European register of marine species: a check-list of the marine species in
Europe and a bibliography of guides to their identification. Collection
Patrimoines Naturels,. 50: pp. 336-351
51
Hartini, H. dan Y. Lestarini. 2019. Pemetaan Padang Lamun Sebagai Penunjang
Ekowisata Di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Biologi Tropis. 19(1): 1-7.
Juliasih, N.L.G.R., D. Hidayat, M.P. Ersa dan Rinawati. Penentuan Kadar Nitrit Dan
Nitrat Pada Perairan Teluk Lampung Sebagai Indicator Kualitas Lingkungan
Perairan. Jurnal Analit: Analitycal And Environmental Chemistry. 2(2): 45-53.
Kusumaningtyas, M.A., Bramawanto, R., Daulat, A., dan Pranowo, W.S. 2014.
Kualitas perairan Natuna pada musim transisi. Depik. 3(1), 10-20.
Kodim, M.K., Pasisingi, N. Dan Paramata, A.R. 2017. Kajian Kualitas Perairan Teluk
Gorontalo Dengan Menggunakan Metode Storet. Jurnal Depik. Vol 6(3). Hal
235-241.
Manurung, B., Nira Wati, 2016. Kajian Ekologi Tumbuhan Liana di Hutan Primer
Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Kecamatan Besitang
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.Program Studi Biologi, Universitas
Negeri Medan.Medan
Megawati, C., Yusuf, M., dan Maslukah, L. 2014. Sebaran Kualitas Perairan Ditinjau
Dari Zat Hara, Oksigen Terlarut Dan Ph Di Perairan Selatan Bali Bagian
Selatan. Jurnal Oseanografi, 3(2), 142-150.
Patty, S.I. 2018. Oksigen Terlarut Dan Apparent Oxygen Utilization Diperairan Selat
Lembeh, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. Vol 6(1). Hal 54-60.
52
Timbul Sloko Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Diponegoro journal of
maquares. 4(4): 57-65.
Widiadmoko, W. 2013. Pemantauan Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia di Perairan
Teluk Hurun. Bandar Lampung: Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung.
53
54