Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN

“Pengukuran Faktor Abiotik Ekosistem Perairan”

Nama : Ayu Septiawan


Nim : 1110095000004
Kelompok : I
Asisten Dosen : Siti Huzaifah
Tanggal Praktikum : 20 Maret 2012
Tanggal Pengumpulan : 27 Maret 2012

BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Faktor lingkungan merupakan aspek penting dalam pembentukan suatu
ekosistem. Faktor lingkungan abiotik dapat mempengaruhi pertumbuhan,
distribusi organisme serta menjadi faktor pembatas suatu ekosistem. Danau
situ gintung merupakan daerah ekosistem akuatik dimana memiliki beberapa
faktor abiotik yang dapat diukur seperti salinitas, kandungan oksigen
terlarutnya, kandungan karbondioksida bebas terlarut, pH, temperatur, dan
penetrasi cahaya.
Danau merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai yang sangat
penting ditinjau dari segi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini
berkaitan dengan fungsi danau Situ Gintung sebagai habitat berbagai jenis
organisme air. Kegiatan manusia sebagai bentuk kegiatan pembangunan akan
berdampak pada ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dampak yang tidak langsung akan dirasakan sebagai adanya kerusakan pada
ekosistem. Pengukuran faktor abiotik di danau situ gintung dapat
menggambarkan bagaimana keadaan lingkungan ekosistem perairan didaerah
tersebut.

1.2 Tujuan
 Mengetahui faktor-faktor lingkungan abiotik ekosistem perairan
 Mengetahui alat-alat apa saja yang digunakan dalam pengukuran
faktor abiotik ekosistem perairan
 Mengetahui prinsip kerja alat yang digunakan dalam pengukuran
faktor abiotik ekosistem perairan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem perairan

Ekosistem air tawar menurut (Leksono, 2007) pada umumnya dibedakan


menjadi 2 yaitu:
a) Ekosistem perairan Lentik adalah ekosistem yang mempunyai air yang tidak
mengalir, seperti danau dan kolam besar.
b) Ekosistem perairan Lotik adalah ekosistem air tawar yang mengalir misalnya
sungai
Sistem perairan menutupi 70% bagian dari permukaan bumi yang dibagi
dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Dari
kedua sistem perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu
lebih dari 97%, sisanya adalah air tawar yang sangat penting artinya bagi manusia
untuk aktivitas hidupnya (Barus, 1996).
2.2 Faktor abiotik yang berpengaruh dalam ekosistem perairan
2.2.1 Suhu
Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini
disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas
biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh
temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur 10oC (hanya pada
kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis
(misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur
ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya
matahari, pertukaran panas air dan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor
kanopi dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan (Barus, 2004)
2.2.2 Kandungan oksigen terlarut
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut (Salmin, 2000). Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen
terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen dalam setiap liter selebihnya tergantung
pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur dan
sebaliknya (Sastrawijaya, 1991). Sanusi (2004), mengatakan bahwa nilai DO yang
berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan.
Barus (2001), menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya
berkisar antara 6,3 mg/l, semakin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat
pencemaran suatu ekosistem perairan tersebut.
2.2.3 Derajat keasaman (pH)
Setiap spesies memiliki toleransi yang berbeda terhadap pH. Nilai pH
ideal bagi kehidupan organisme aquatik termasuk plankton pada umumnya
berkisar antara 7 sampai 8,5. kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun
sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan terjadiya ganguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH
yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat
yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan
hidup organisme aquatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan
keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana
kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga
bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004). Pengukuran pH air dapat
dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas meter, dan dengan pH meter.
Pengukuran tidak begitu berbeda dengan pengukura pH tanah yang perlu
diperhatikan adalah cara pengambilan sampelnya yang benar sehingga nilai pH
yang diperoleh benar (Suin, 2002). Nilai pH air yang normal adalah netral, yaitu
antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya oleh air limbah cair
berbeda-beda nilainya tergantung jenis limbahnya dan pengolahannya sebelum
dibuang (Darmono, 2001).
2.2.4 Derajat kecerahan air
Derajat kecerahan air disuatu daerah di pengaruhi oleh tingkat pencemaran
air pada daerah tersebut. Penggunaan alat secchi disk berperan dalam mengetahui
seberapa besar tingkat kecerahan perairan tersebut. Pengukuran optimal dilakukan
ketika tengah hari karena posisi cahaya matahari berpengaruh terhadap jatuhnya
cahaya ke dalam perairan. Secchi disk memiliki warna hitam putih yang
berselang-seling. Derajat kecerahan merupakan hasil rata-rata pengukuran dan
dinyatakan dalam satuan cm atau m. Menurut Nontji (2005) klasifikasi tingkat
kecerahan periran dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Kecerahan tinggi : rata-rata diatas 60 cm.
2. Kecerahan sedang : rata-rata kurang lebih 30 cm.
3. Kecerahan rendah : rata-rata dibawah 20 cm.
2.2.5 Konduktivitas air
Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit
di dalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya merupakan garam-garam
yang terlarut dalam air berkaitan dengan kemampuan air dalam menghantarkan
arus listrik. Semakin banyak garam-garam yang terlarut menunjukkan semakin
baik daya hantar listrik air tersebut. Selain dipengaruhi oleh jumlah garam-garam
terlarut. Konduktivitas juga dipengaruhi oleh nilai temperatur. Alat yang
digunakan dalam pengukuran konduktivitas air adalah conductiviti meter
(Darmono, 2001).
2.2.6 Turbiditas air
Turbiditas air menunjukkan derajat kekeruhan air yang disebabkan oleh
kandungan partikel-partikel yang tersuspensi di dalam air. Partikel-partikel
tersebut dapat berasal dari daerah tepi badan air ataupun resuspensi sedimen di
dasar perairan. Turbiditas diukur menggunakan alat turbidimeter. Pengukuran
turbiditas air menggunakan turbidimeter (Barus, 2001).
2.3 Pencuplikan air
Pencuplikan air dilakukan dengan menggunakan water sample bottle
dimana pada saat pencuplikan air diusahan agar air tidak teragitasi atau
mengandung gelembung udara karena akan mempengaruhi kondisi asli air culikan
yang akan diukur.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi


Praktikum dilakukan pada hari Selasa, 20 Maret 2012 pukul 13.30 sampai
16.00 WIB. Lokasi di Situ Gintung, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang
Selatan, Provinsi Banten.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah water sampler bottle, termometer, tele-
termoter, pH-meter, keping secchi (Secchi disk), Dissolved Oxygen-meter (DO
meter), Conductivity-meter, turbidimeter, botol winkler, gelas ukur dan meteran.
Bahan yang digunakan adalah sampel air Situ Gintung dan aquades.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Cuplikan air
Cuplikan air diambil dengan menggunakan water sampler bottle dimana
tabung diturunkan secara horizontal perlahan-lahan dan dipegang bagian ujung
talinya. Goyangkan tali beberapa kali pada kedalaman tertentu sampai air terisi
penuh lalu logam pemacu diluncurkan sampai botol tertutup usahakan agar tidak
teragitasi atau mengandung gelembung udara. Tabung ditarik keatas dan air
dialirkan keluar melalui suatu sistem pipa-pipa kecil kedalam botol cuplikan.
3.3.2 Pengukuran suhu air
Pengamatan sifat fisik-kimia air untuk suhu air menggunakan thermometer
air raksa atau alcohol, dengan cara thermometer ditenggelamkan dalam air dengan
seutas tali kemudian dibiarkan sampai air raksa tidak bergerak (+5 menit).
Selanjutnya suhu ditera dengan cara mengamati bergeraknya air raksa atau
alcohol dalam perairan tersebut. Cara lain dengan mengguinakan thermometer
digital dengan cara memasukkan electrode secara langsung didalam air dan dibaca
hasilnya.
3.3.3 Pengukuran derajat keasaman (pH) air
Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan menggunakan kertas indikator
universal. Kertas indikator universal dimasukkan kedalam cuplikan air yang telah
diambil lalu dilihat warna yang sesuai dengan warna pH standart.
3.3.4 Pengukuran derajat kecerahan air
Derajat kecerahan air di ukur dengan menggunakan keping secchi atau
secchi disk. Keping secchi memiliki 4 sektor yaitu warna hitam putih berselang-
seling. Keping secchi diturunkan kedalam air secara perlahan-lahan sambil terus
memperhatikan warna keping. Tepat saat warna putih tidak dapat dibedakan lagi
dari warna hitam tali ditandai dan diukur panjang tali yang masuk kedalam air
dengan menggunakan meteran. Keping secchi diturunkan lagi sedikit lebih dalam
lalu ditarik keatas secara perlahan-lahan sampai terlihat warna putih lalu tali
ditandai dan diukur kembali dengan meteran. Angka rata-rata dari dua pengukuran
tersebut menunjukkan derajat kecerahan yang dinyatakan dalam satuan cm atau
m.
3.3.5 Pengukuran kadar O2 terlarut
Cuplikan air yang telah diambil pada lokasi langung dimasukkan kedalam
botol winker. Air pada botol winkler dituangkan perlahan-lahan kedalam gelas
ukur melalui tepi gelas ukur. Diusahakan jangan sampai ada gelembung udara
karena akan mempengaruhi hasil yang akan diukur dengan Dissolved Oxygen-
meter. Elektrode dimasukkan kedalam gelas ukur yang berisi cuplikan air dan
dilihat hasilnya dalam satuan mg/l.
3.3.6 Pengukuran konduktivitas air
Daya hantar listrik atau konduktivitas perairan dapat diukur dengan
conductivity meter. Electrode dimasukkan ke dalam sampel air dan secara
langsung dibaca besarnya pada alat konduktivitas meter tersebut dalam satuan
μS/cm.
3.3.7 Pengukuran turbiditas air
Turbiditas air diukur dengan menggunakan turbidimeter. Sampel air
dimasukkan kedalam botol khusus yang dimasukkan kedalam turbidimeter.
Turbidimeter tersebut dinyalakan dengan menekan tombol on. Setelah sampel
masuk kedalam turbidimeter tombol read ditekan dan dilihat hasil pengukurannya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setiap organisme memiliki tingkat toleransi dan adaptasi sendiri untuk


bertahan hidup. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keberlangsungan hidup
suatu organisme, yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor abiotik berarti
faktor yang berkaitan dengan keadaan lingkungan. Faktor abiotik paling
berpengaruh pada daerah akuatik. Hasil analisis faktor abiotik pada daerah situ
gintung didapat data-data secara langsung di lapangan. Data-data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Pengukuran faktor lingkungan abiotik ekosistem perairan di


daerah Situ Gintung, Kota Tangerang Selatan.
Pengukuran Faktor Abiotik Hasil
Derajat kecerahan air Panjang tali awal : 42
Panjang tali akhir : 39
Rata-rata hasil = 40,5
Suhu Termometer air raksa : 29oC
pada DO meter : 29,9oC
Kadar O2 dalam air 8,2 mg/L
Konduktivitas air 0,1 ms
101 µs
Konduktivitas < 1 ppt
Derajat keasaman (pH) 7
Turbiditas air 4,28 FTU

Kecerahan suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan zat


tersuspensi. Berdasarkan hasil pada tabel diatas derajat kecerahan air pada lokasi
di daerah situ gintung dapat diklasifikasikan kedalam perairan yang berkecerahan
sedang karena hasil rata-rata yang diperoleh adalah 40 cm. Menurut (Leksono,
2007) perairan berkecerahan sedang kurang lebih sekitar 30 cm. Kedalaman juga
berperngaruh terhadap kecerahan suatu perairan. Semakin dalam suatu perairan
maka tingkat kecerahan semakin rendah, hal ini dikarenakan cahaya matahari sulit
tertembus pada dasar perairan. Kecerahan suatu perairan dengan menggunakan
alat secchi disk bersifat subjektif tergantung siapa yang mengamati. Sehingga
hasil yang didapat pasti ada perbedaan antara pengamat yang satu dengan yang
lain. Hasil yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh posisi cahaya yang jatuh ke
dalam permukaan air sehingga pengukuran menggunakan secchi disk paling baik
dilakukan pada sekitar tengah hari agar cahaya matahari optimal jatuh pada
permukaan air dan hasil dapat dibaca dengan baik oleh pengamat.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada daerah situ gintung didapatkan
hasil dengan menggunakan termometer air raksa yaitu 29oC dan menggunakan
DO-meter sebesar 29,9oC. Perbedaan hasil yang diperoleh kemungkinan
disebabkan oleh teknis pada pengukuran sampel air. Kalau pada termometer air
raksa pengukurannya dilakukan langsung pada air yang ada di danau situ gintung
dimana difusi oksigen dari udara luar pada daerah tersebut sangat berpengaruh
pada suhu yang diukur. Proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis
organisme yang hidup dalam perairan merupakan sumber utama oksigen dalam
suatu perairan yang berpengaruh terhadap suhu (Salmin, 2000). Penggunaaan DO
meter lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan termometer karena
peranan kalibrasi alat DO meter sangat menentukan akurasinya hasil penentuan
suatu pengukuran. Sedangkan termometer air raksa tidak memiliki kalibrasi
dimana peran ketelitian harus diperhatikan karena penggunannya secara manual
misalnya apabila tersentuh tangan suhu pada termometer akan terbaca dan
pembacaan suhu bersifat subjektif tergantung siapa yang mengamati.
Hasilnya hanya berbeda 0,9oC hal tersebut dapat dikarenakan air yang
diukur adalah air yang telah dimasukkan kedalam botol winkler yang dapat
menyebabkan cuplikan air dapat teraklimasi sehingga tidak pada kondisi aslinya.
Suhu dapat naik kemungkinan karena adanya aktivitas biologi dari
mikroorganisme. Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan
akan juga memberikan panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang
diserap oleh permukaan perairan berbeda, maka suhu (jumlah panas) yang
dimiliki oleh perairan dapat berbeda pula. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek kesehatan
habitat dan biota air lainnya. Tetapi hal ini tidak mutlak karena dengan perubahan
suhu yang kecil sudah dapat mempengaruhi kondisi biota. Bila suhu perairan
semakin tinggi maka kadar O2 yang terlarut akan semakin rendah, demikian pula
sebaliknya (Barus, 2004).
Hasil pengamatan kadar oksigen dalam air adalah sebesar 8,2 mg/l.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa kandungan oksigen
terlarut pada daerah Situ Gintung sangat layak dalam mendukung kehidupan
organisme sebab menurut Sastrawijaya (1991) bahwa kehidupan organisme
akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksigen terlarutnya mininal 5
mg/l. Sanusi (2004), mengatakan bahwa nilai DO yang berkisar diantara 5,47-7,00
mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Kandungan oksigen dalam
air merupakan salah satu penentu karakteristik kualitas air yang terpenting dalam
kehidupan akuatis. Konsentrasi oksigen dalam air mewakili status kualitas air
pada tempat dan waktu tertentu (saat pengambilan sampel air). Keberadaan dan
besar kecilnya muatan oksigen di dalam air dapat dijadikan indikator ada atau
tidaknya pencemaran di suatu perairan (Asdak, 2004). Menurut Wetzel dan
Linkes (1979) tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga
dipengaruhi oleh faktor suhu, tekanan, dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut
dalam air pada perairan tersebut. Penentuan kadar oksigen terlarut dengan cara
DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa.
Peranan suhu dan salinitas ini sangat penting terhadap akurasi penentuan oksigen
terlarut dengan DO meter. Kalibrasi pada alat sangat menentukan akurasi hasil
penentuan. Prinsip kerja DO meter biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan
anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran
plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Difusi oksigen dari sampel
ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut. Perubahan
salinitas berpengaruh terhadap kehidupan biota laut terutama spesies euryhaline
dan spesies air payau yang tidak tahan terhadap salinitas diatas 30 permil (Salmin,
2000)
Konduktivitas pada suatu daerah dapat menentukan ukuran terhadap
konsentrasi total elektrolit didalam air. Nilai konduktivitas dapat dipengaruhi oleh
jumlah garam-garam terlarut dan nilai temperatur. Berdasarkan hasil yang didapat
di lapangan besar konduktivitas air di daerah Situ Gintung adalah 0,1 ms dan 101
µs. Dimana setelah dilihat dari tabel konversi antara nilai konduktivitas dengan
temperatur, hasil konduktivitasnya kurang dari 1 ppt. Karena pada tabel suhu 29 oC
dengan nilai konduktivitas 0,1 ms dan 101 µs ada dibawah 1 ppt (part per
thousand) yang mengindikasi bahwa salinitas di daerah Situ Gintung itu rendah
karena ion-ion garam yang terlarut didalam air hanya sedikit dibandingkan dengan
di daerah perairan air laut yang menjadi muara dari semua hulu sungai yang
membawa ion-ion garam yang terlarut dalam air sehingga salinitasnya tinggi.
Konduktivitas juga dipengaruhi oleh kecerahan air yaitu semakin besar nilai
konduktivitas maka semakin tinggi pula tingkat kecerahan.

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan


sebagai faktor pembatas pada perairan (Michael, 1984). Sebagian besar biota
perairan sensitif dengan perubahan nilai pH. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa pH daerah tersebut adalah 7. pH di daerah Situ Gintung berada pada pH
netral yaitu tidak terlalu asam atau tidak terlalu basa dan tergolong layak bagi
kehidupan organisme akuatik, sebab menurut Prescod (1979) pH yang layak bagi
organisme akuatik berkisar 6,20-8,50. Wetzel dan Linkes (1979) menambahkan,
efek letal atau mematikan dari kebanyakan asama terhadap organisme akuatik
tampak ketika pH perairan lebih kecil dari 5. Penggunaan pH indikator universal
bersifat subjektif tergantung siapa yang mengamati. Sehingga hasil yang didapat
pasti ada perbedaan antara pengamat yang satu dengan yang lain. Diperlukan
ketelitian dalam membandingkan warna yang didapat dengan pH standart.
Diperhatikan warna hasil yang paling serupa dengan pH standart.
Turbiditas air dapat memperlihatkan tingkat kekeruhan air di suatu daerah.
Berdasarkan hasil yang diperoleh besarnya turbiditas di daerah Situ Gintung
adalah 4,28 FTU (Formazin Turbidity Unit). Berdasarkan hasil yang diperoleh
tingkat kekeruhan pada daerah Situ Gintung rendah karena partikel yang
tersuspensinya hanya sedikit sehingga mengindikasi bahwa pada daerah tersebut
masih cukup cerah airnya terlihat dari hasil yang diperoleh yaitu 4,28 FTU.
Prinsip kerja dari turbidimeter dimana alat akan memancarkan cahaya pada media
atau sampel, dan cahaya tersebut akan diserap, dipantulkan atau menembus media
tersebut. Cahaya yang menembus media akan diukur dan ditransfer kedalam
bentuk angka (Asdak, 2004)

BAB V
KESIMPULAN
 Faktor-faktor suhu, kecerahan, kadar oksigen, konduktivitas, pH dan
turbiditas di daerah Situ Gintung merupakan faktor pembatas di daerah
tersebut.
 Derajat Kecerahan air di daerah Situ Gintung cukup baik.
 Suhu air di daerah Situ Gintung relatif normal.
 Kadar oksigen dalam air pada daerah Situ Gintung sangat layak dalam
mendukung kehidupan organisme
 pH di daerah Situ Gintung bersifat netral yaitu pada pH 7
 Konduktivitas pada daerah Situ Gintung kurang dari 1 ppt.
 Turbiditas air pada daerah Situ Gintung rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Barus, T. A. 1996. Metode Ekologis Untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik.
Fakultas MIPA USU. Medan
Barus, T. A. 2001. Pengantar Limnologi Studi tentang Ekosistem Sungai dan
Danau. Fakultas MIPA USU. Medan.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Leksono tentang Ekosistem Air
dan Daratan. USU Press. Medan.
Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. UI Press. Jakarta.
, A. S. 2007. Ekologi Biomedia Publishing. Malang: Malang press.

Mitchael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan


Laboratorium. Penerjemah : Yanti R, Koestoer, Jakarta : UI Press. Jakarta.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Prescod, D. W. 1979. How to Know The Freshwaters Algae. Iowa: M.W.C.
Brown Company Publisher.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator
Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang
(Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI
hal 42 – 46.
Sanusi, H. 2004. Karakteristik Kimiawi dan Kesuburan perairan teluk pelabuhan
Ratu pada Musim Barat dan Timur. Jurnal Ilmu-ilmu perairan dan
perikanan Indonesia. Departemen Sumber Daya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB-Bogor.
Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.
Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas, Padang.
Wetzel, R. G. dan Linkes. 1979. Limnological Analyses. W.B.Saunders
Company. London.
LAMPIRAN
Water Bottle sampler Botol Winkler dan gelas ukur pH meter

Turbidimeter Dissolved Oxygen meter

Secchi disk Termometer


Conductivity meter
www.google.com www.google.com www.google.com

pH meter (www.google.com) Water Bottle Sampler(www.google.com)

Anda mungkin juga menyukai