Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN KUALITAS AIR

“ANALISA KUALITAS AIR”


(PARAMETER FISIKA)

NUR ROUDLOTUL LAILA


NIM. 142011133002

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perairan mengalir merupakan habitat yang baik untuk organisme perairan
misalnya alga perifiton karena perairan tersebut banyak substrat tempat
menempelnya alga perifiton. Kehidupan organisme perairan sangat berhubungan
dengan kualitas air baik secara fisik dan kimia, maupun secara biologi
(Gusmaweti dan Lisa, 2015). Air adalah kebutuhan esensi untuk semua kebutuhan
manusia mulai dari air minum, pertanian, dan energi. Air sangat diperlukan bagi
tubuh dan volume air dalam tubuh manusia rata-rata 65% dari total berat badan,
dan volume tersebut sangat bervariasi pada masing-masing orang, bahkan juga
bervariasi antara bagian-bagian tubuh seseorang. Beberapa organ tubuh manusia
yang mengandung banyak air, antara lain, otak 74,5%, tulang 22%, ginjal 82,7%,
otot 75,6%, dan darah 83% (Kusumawati, dkk., 2018).
Apabila ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, ketersediaan
sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebab,
keterbatasan air bersih akan memudahkan timbulnya penyakit di lingkungan
masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, manusia memerlukan air
yang sehat, bersih. Sebab kualitas air merupakan syarat untuk kualitas kesehatan
manusia, karena tingkat kualitas air dapat digunakan sebagai indikator tingkat
kesehatan masyarakat. Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi
air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Dengan
demikian, kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain. Misalnya,
kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan
air minum (Kusumawati dkk., 2018).
Jika kondisi kualitas air mempunyai kualitas yang baik maka tidak akan
ada masalah. Namun sebaliknya, jika kualitas air buruk maka akan menimbulkan
masalah karena proses purifikasi air di akuifer akan lebih lama dibandingkan
dengan dipermukaan tanah. Oleh karena itu, air permukaan tersebut perlu
dianalisis kualitasnya (Siegers dkk., 2019). Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kusumawati dkk., (2018) tentang uji kualitas air terdapat
ketidaksesuaian parameter fisika dan parameter kimia dengan baku mutu yang
ditetapkan oleh menteri kesehatan. Parameter fisika yang mempengaruhi kualitas
air antara lain adalah temperature, kecerahan air, bau dan warna, serta jumlah
padatan tersuspensi. Pada saat musim hujan warna air menjadi agak keruh karena
dipengaruhi oleh kualitas sumber air yang masuk ke sungai. Sedangkan pada saat
musim kemarau air tidak keruh namun terdapat sedikit endapan pada air
(Kusumawati dkk., 2018). Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman mengenai
analisa kualitas air pada parameter fisika seperti cara pengukuran suhu, kecerahan
air, bau dan warna, serta jumlah padatan tersuspensi.

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui suhu air kolam dan
fluktuasi harian, untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari
bisa menembus kolam dan secara tidak langsung untuk penentuan kelimpahan
plankton, dan untuk mengetahui warna air dan bau guna mengetahui
kemungkinan adanya senyawa tertentu yang larut akibat kekeruhan.

1.3. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum dilakukan pada Kamis, 23 September 2021
pukul 10.00-12.00 dan dilaksanakan di rumah masing-masing (daring) dengan
metode zoom meeting.
BAB II
METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan


2.1.1. Alat dan Fungsi
 Termometer Air : Untuk mengukur suhu air
 Secchidisc : Untuk mengukur kecerahan air
2.1.2. Bahan dan Fungsi
 Air : Bahan yang akan diamati parameter fisikanya

2.2. Cara Kerja


2.2.1. Cara Kerja Pengukuran Suhu
Cara kerja saat mengukur suhu pada perairan dangkal yaitu menentukan
dulu suhu udara dekat permukaan air (kalibrasi), kemudian masukkan termometer
ke dalam air yang akan diperiksa suhunya, lalu suhu air permukaan diperiksa
dengan membaca suhu saat termometer masih dalam air. Sedangkan, cara kerja
saat mengukur suhu pada perairan dalam yaitu termometer dimasukkan ke dalam
air dengan kedalaman tertentu. Saat itu olom air raksa akan putus hubungan
dengan pembuluh kapiler dan akan menunjukkan suhu air, kemudian mencatat
suhu air dan mengamati fluktuasi harian selang 2 jam.

2.2.2. Cara Kerja Pengukuran Kecerahan Air


Cara kerja saat mengukur kecerahan air yaitu secchidisc dimasukkan ke
dalam air yang akan diukur tingkat kecerahannya, kemudian diukur berapa cm
dalamnya alat tersebut masuk dalam air, diukur mulai dari permukaan air sampai
alat tersebut tidak nampak lagi oleh pandangan mata. Tingkat kecerahan air
adalah dalamnya cahaya matahari yang dapat menembus air tersebut.

2.2.3. Cara Kerja Pengukuran Bau dan Warna


Pengukuran bau dan rasa dilakukan untuk menunjukkan bau dan rasa yang
tidak normal. Cara kerja pengukuran yaitu diuji secara organoleptik. Prinsip
pengukuran yaitu dengan membandingkan bau dan rasa sampel dengan air baku
standar (aquades). Sampel dipantau selama 6 (enam hari) dalam wadah sehingga
parameter bau dapat ditentukan dengan lebih akurat. Pengukuran warna
ditentukan dengan membandingkan warna sampel dengan larutan standar warna.
Cara kerja pengukuran yaitu dengan menyaring sampel dengan kertas saring
berpori 0,45 μm. Warna sampel dibandingkan dengan warna standar dengan cara
melihat vertikal lurus tabung yang diberi alas warna putih, kemudian diukur
dengan menggunakan alat colorimeter. Deret standar tertera dalam paket alat
colorimeter yang digunakan (Mukarromah, 2016).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
3.1.1. Gambar Termometer Air dan Pengamatan Suhu Air

\
Termometer Termometer

Sumber: (Linne et al., 2015).


3.1.2. Gambar Secchidisc dan Pengamatan Kecerahan Air

Sumber: (Linne et al., 2015)

3.2. Pembahasan
3.2.1. Suhu, Kecerahan, Bau dan Warna Optimum untuk Budidaya Ikan
 Suhu Optimum untuk Budidaya Ikan
Suhu optimum untuk ikan budidaya adalah 28-32°C. Dibawah suhu
25°C, aktifitas gerak dan nafsu makan ikan mulai menurun. Dibawah suhu
12°C, ikan akan mati kedinginan. Diatas 35°C, ikan budidaya akan
mengalami stress dan kesulitan nafas karena konsumsi oksigen ikan
meningkat, sedangkan daya larut oksigen di air menurun. Semakin tinggi
suhu kolam, akan mempercepat reaksi ammonium menjadi ammonia. Amonia
lebih beracun dibanding dengan ammonium. Hal lain yang dapat membuat
perubahan suhu disuatu perairan dikarenakan adanya pengaruh penyerapan
dan pelepasan panas dari teriknya matahari. Suhu yang berubah-ubah dapat
mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton dan organisme yang ada diperairan
tersebut (Siegers dkk., 2019). Berikut merupakan tabel kisaran parameter
suhu air optimum menurut Amir, (2016) yang berasal dari berbagai rujukan:
Terdapatnya perbedaan suhu air dengan tubuh ikan akan
mengakibatkan pertumbuhan ikan mengalami perbedaan panjang yang
diakibatkan karena adanya ketidakstabilan suhu yang sangat berpengaruh
terhadap metabolisme ikan. Hal ini sesuai dengan Kelabora (2010) peneliti
pendahulu yang dilakukan pada ikan yang menyatakan bahwa suhu air yang
tidak stabil dapat mengakibatkan sebagian besar energi yang tersimpan dalam
tubuh ikan digunakan untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan yang
kurang mendukung, sehingga dapat merusak sistem metabolisme atau
pertukaran zat. Pada sebagian besar spesies ikan, laju metabolisme diatas
suhu optimum akan meningkat dan energi mulai dialihkan dari pertumbuhan
untuk laju metabolisme yang tinggi sehingga laju pertumbuhan menjadi
menurun. Suhu yang optimum untuk selera makan ikan adalah 25- 27 0C
(Waruwu, 2014).
Meningkatnya jumlah pakan akan menyebabkan meningkatnya laju
pertumbuhan ikan, dan laju pertumbuhan akan bervariasi tergantung
kemampuan ikan dalam mencerna makanannya. Suhu memberikan pengaruh
yang nyata pada penggunaan energi untuk pertumbuhan. Peningkatan suhu
akan meningkatkan kebutuhan pakan karena ikan akan bergerak lebih aktif.
Meningkatnya jumlah pakan ini akan meningkatkan laju pertumbuhan ikan.
Suhu tinggi yang masih dapat ditolerir oleh ikan tidak selalu berakibat
mematikan pada ikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan
untuk jangka panjang, misalnya stress yang menyebabkan tubuh ikan lemah,
kurus, dan tingkah laku abnormal (Putri dan Syammaun, 2018).
Suhu yang semakin tinggi dalam suatu perairan, maka kelarutan
oksigen akan semakin rendah, dan daya racun semakin tinggi. Kenaikan suhu
air kolam ikan nila pada siang hari dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
cuaca, dan angin. Intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam
permukaan dapat menyebabkan terjadinya perubahan suhu pada pagi dan
siang hari. Kenaikan suhu akan mengakibatkan penurunan jumlah oksigen
terlarut di dalam air, dan akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia, dan
dapat menyebabkan ikan dan biota air lainnya mengalami kematian apabila
suhu melampaui batas suhu tertentu (32oC) (Putri dan Syammaun, 2018).
 Kecerahan Optimum untuk Budidaya Ikan
Kecerahan merupakan ekspresi sifat optik air yang disebabkan oleh
adanya bahan padatan tersuspensi berupa partikel liat, lumpur dan partikel
organik lainnya. Pada konsentrasi tertentu padatan tersuspensi berbahaya bagi
kehidupan biota perairan, seperti tersumbatnya filamer insang ikan. Padatan
tersuspendi akan berakibat terbatasnya intensitas matahari masuk ke
permukaan air, sehingga dapat menghambat proses fotosintesis oleh
phytoplankton (Koniyo dan Kasim., 2015). Kecerahan merupakan penetrasi
cahaya dalam suatu perairan. Kecerahan optimum untuk kegiatan budidaya
perikanan dalam suatu perairan berkisar antara 20-40 cm. Kecerahan juga
mempengaruhi proses fotosintesis dalam suatu perairan. Hasil pengukuran
kecerahan di perairan (Koniyo dan Kasim., 2015). Kecerahan optimal untuk
kegiatan budidaya ikan nila pada perairan danau atau waduk tidak kurang dari
60 cm (Boyd et al., 2019). Berikut merupakan tabel kisaran parameter
kecerahan air optimum menurut Amir, (2016) yang berasal dari berbagai
rujukan:

Kecerahan (transparancy) dapat mencerminkan jumlah plankton


disuatu perairan. Kecerahan dapat diartikan sebagai gambaran kedalaman air
yang dapat ditembus oleh cahaya matahari dan dapat dilihat oleh mata pada
umumnya. Kecerahan air ditentukan oleh partikel-partikel tersuspensi seperti
tanah liat, bahan organik dan mikroorganisme. Kecerahan akibat lumpur
sekitar 30 cm dapat membatasi penetrasi cahaya sehingga tidak dapat
menembus kedalaman air dan mengganggu pertumbuhan plankton. Batas
kecerahan optimal untuk udang adalah antara 30- 40 cm. Kenaikan kecerahan
pada siang hari dikarenakan naiknya posisi matahari, sehingga intensitas
cahaya yang masuk ke dalam air kolam semakin meningkat. Nilai untuk
pengamatan kecerahan masih dalam memenuhi persyaratan SNI 7550 : 2009,
yaitu 30 – 40 cm (Sudinno dkk., 2015).
Nilai kecerahan di atas 35 cm tergolong kurang baik, karena
diasumsikan terjadinya pengurangan plankton dan fitoplankton, sehingga air
akan semakin transparan dan dapat menaikkan suhu air. Kecerahan
dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam air. Makin besar kecerahan air, maka
penetrasi cahaya juga makin tinggi, sehingga proses fotosintesis bisa
berlangsung semakin dalam. Akan tetapi semakin besar nilai kecerahan pada
suatu perairan, maka suhu air semakin besar (Sudinno dkk., 2015).

 Bau dan Warna Optimum untuk Budidaya Ikan


Bau air tergantung dari sumber airnya, yang dapat disebabkan oleh
bahan kimia seperti nitrogen, sulfur, fosfor, protein dan bahan organik.
Kolam ikan yang mengandung bahan organik tinggi terutama berasal dari
sisa-sisa pakan yang tidak termanfaatkan akan memicu bau busuk yang
timbul dari proses dekomposisi. Kondisi air yang berbau terutama disebabkan
oleh tingginya kadar amonia tidak cocok bagi pertumbuhan ikan budidaya
(Eshmat dan Manan., 2013). Warna air pada kolam merupakan salah satu
indikator kondisi air yang paling mudah untuk diamati. Pengamatan
perubahan warna dapat menggambarkan kadar alkalinitas dalam kolam. Jika
dalam satu hari terjadi perubahan warna yang cukup sering seperti terlihat
kuning di pagi hari kemudian terlihat hijau pada sore hari, maka hal ini
menunjukkan adanya perubahan pH yang cepat, yang akan membuat ikan
menjadi stress dan akan berimbas ke imunitas ikan itu sendiri (Muharijadi dan
Nurbaya, 2014).
Perubahan warna air kolam mengindikasikan jenis plankton yang
terkandung di dalamnya, menurut ISW group, jenis plankton yang baik bagi
tambak adalah plankton Chlorophyta yang memiliki pigmen hijau.
Keberadaan plankton jenis ini dapat membuat warna air tambak menjadi
berwarna hijau. Menurut Muharijadi dan Nurbaya (2014) warna air dapat
mencirikan kondisi kolam, saat warna air tambak ikan menunjukkan indikasi
tidak baik untuk kehidupan ikan, maka perlu dilakukan treatment. Berikut
informasi tentang kondisi air berdasarkan warnanya menurut Muharjadi dan
Nurbaya (2014):
Terjadinya perubahan warna dalam air disebabkan keberadaan
material lain seperti mineral, organisme yang hidup di dalam air, ekstrak
senyawa-senyawa organik dan tumbuh-tumbuhan. Perubahan yang terjadi
diakibatkan oleh lingkungan, cuaca, dan material lain yang berada di dalam
air (Pramleonita dkk., 2018). Warna hijau memperlihatkan tingginya
kelimpahan jenis fitoplankton pada air kolam, yang umumnya dari kelas
chlorophyceae. Jenis-jenis fitoplankton dari kelas chlorophyceae berfungsi
sebagai produsen primer dalam ekosistem perairan dan dapat dijadikan
sebagai pakan alami bagi ikan-ikan yang baru menetas (Eshmat dan Manan.,
2013).
3.2.2. Cara Mengukur Suhu, Kecerahan, Bau dan Warna
 Cara Mengukur Suhu
Pengukuran suhu dengan menggunakan thermometer yaitu dengan
cara mencelupkan ¾ panjang thermometer kedalam air selama ±2-3 menit.
Kemudian angkat perlahan dan jangan sampai kehilangan kontak dengan
perairan dan selanjutnya amati nilai pada thermometer tersebut dengan cepat
dan tepat (Kusumawati dkk., 2018).

 Cara Mengukur Kecerahan


Pengukuran kecerahan air dilakukan dengan menggunakan alat
modifikasi yang diberi nama seccidisc yaitu dengan cara mencelupkan
perlahan seccidisc kedalam air dari mulai tampak hingga tidak tampak lagi
seccidisc nya. Kemudian angkat dan ukur berapa panjang tali yang masuk
ke air (Kusumawati dkk., 2018). Kedalaman secchi di interpretasikan
menurut Pal et al., (2015). Kecerahan dihitung dengan melihat kedalaman
rata-rata secchi masih terlihat (D1) dan secchi tak terlihat (D2) atau dengan
menggunakan rumus :

D1+ D 2
Kecerahan =
2

Masukkan secchidisc kedalam air kemudian catat jarak antara


permukaan air sampai hilangnya warna hitam putih pada secchidisc sebagai
D1 dan catat jarak antara dasar perairan sampai munculnya warna hitam
putih pada secchidisc sebagai D2, lalu Tarik kembali secchidisc (Pal et al.,
2015). Pada kedalaman secchi ¿20 cm, perairan sangat keruh. Jika
kekeruhan disebabkan oleh phytoplankton maka konsentrasi oksigen terlarut
pada pagi hari akan rendah. Jika disebabkan oleh partikel tersuspensi maka
produktivitas perairan rendah. Pada kedalaman 20-30 cm kekeruhan mulai
tinggi. 30-45 cm, kondisi perairan yang baik, terutama jika kekeruhan
disebabkan oleh phytoplankton. Pada kedalaman 45-60 cm, phytoplankton
jarang ditemukan. Sedangkan pada kedalaman ¿60 cm, perairan jernih,
produktivitas sangat rendah dan dapat menimbulkan masalah dengan
tanaman air (Pal et al., 2015).
Perbedaan warna secchi mempengaruhi nilai kedalaman secchi.
Seccidisc merupakan kontras instrument mata manusia dalam melihat objek
(seccidisc) dan juga background lingkungan perairan, sehingga pembacaan
hasilnya bergantung pada ketajaman visual dari pengamat (Indaryanto,
2015). Secara teori, warna hitam akan menyerap cahaya sedangkan warna
putih memantulkan cahaya. Hal ini menyebabkan kepingan secchi berwarna
hitam akan cepat tidak terlihat jika dibandingkan dengan yang berwarna
putih, sedangkan kombinasi warna hitam-putih baik itu 2 ataupun 4 arsiran
akan memiliki nilai kedalaman diantara secchi hitam dan putih. kedalaman
secchi kurang dari 20 cm mengindikasikan bahwa perairan tersebut
berstatus eutrophic (Indaryanto, 2015).
Bachmann (1978) dalam Carlson dan Simpson (1996), mengatakan
bahwa secchi berbentuk concave, berwarna putih dan berwarna hitam-putih
tidak menunjukan perbedaan nyata pada nilai kecerahannya. Menurut
Carlson and Simpson (1996), secchi berwarna hitam-putih menghilang lebih
dahulu (7,6%) dibandingkan dengan secchi berwarna putih. Secchi putih
disarankan untuk pengukuran kecerahan di laut, secchi berwarna hitam
digunakan untuk di sungai atau perairan mengalir, sedangkan secchi
kombinasi hitam putih digunakan di perairan tergenang atau danau, hal ini
disebabkan disesuaikan dengan kondisi background masing-masing perairan
tersebut. Warna merah-putih memiliki nilai kecerahan yang hampir sama
dengan warna hitam-putih, dibandingkan dengan warna hijau-putih dan
kuning-putih (Pal et al., 2015).

 Cara Mengukur Bau dan Warna


Pengukuran bau dan rasa dilakukan untuk menunjukkan bau dan rasa
yang tidak normal. Cara kerja pengukuran yaitu diuji secara organoleptik.
Prinsip pengukuran yaitu dengan membandingkan bau dan rasa sampel
dengan air baku standar (aquades). Sampel dipantau selama enam hari
dalam wadah sehingga parameter bau dapat ditentukan dengan lebih akurat.
Pengukuran warna ditentukan dengan membandingkan warna sampel
dengan larutan standar warna. Cara kerja pengukuran yaitu dengan
menyaring sampel dengan kertas saring berpori 0,45 μm. Warna sampel
dibandingkan dengan warna standar dengan cara melihat vertikal lurus
tabung yang diberi alas warna putih, kemudian diukur dengan menggunakan
alat colorimeter. Deret standar tertera dalam paket alat colorimeter yang
digunakan (Mukarromah, 2016). Metode lain untuk mengetahui bau pada
sampel air dilakukan dengan cara organoleptik yaitu menggunakan indra
penciuman pada sampel air yang dilakukan oleh pengamat (Apriyanti dkk.,
2016).
Penentuan warna air di lapangan ditentukan dengan menggunakan
indra penglihatan. Dari hasil pembacaan dapat diketahui tingkat kekeruhan
dari air yang kemudian akan di sesuaikan dengan standar kekeruhan air
(Harianti dan Nurasia., 2016). Pengukuran nilai warna di laboratorium
dilakukan dengan cara menggunakan alat spektrofotometer ke dalam sampel
air, sehingga dapat diketahui nilainya dengan satuan TCU (Apriyanti dkk.,
2016).
BAB IV
PENUTUP

4,1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa analisa kualitas air berdasarkan parameter fisika yaitu suhu, kecerahan air,
bau dan warna. Suhu optimum pada budidaya ikan adalah 28-32°C. Kecerahan
optimum untuk kegiatan budidaya perikanan dalam suatu perairan berkisar antara
20-40 cm. Sedangkan, bau yang optimum pada kolam ikan tidak memicu bau
busuk yang timbul dari proses dekomposisi, begitupun warna. Warna optimum
untuk budidaya adalah hijau yang menunjukkan bahwa tingginya kelimpahan
jenis fitoplankton pada air kolam. Selain itu, untuk mengukur parameter fisika,
perlu adanya alat ukur berupa termometer untuk mengukur suhu dan secchidisc
untuk mengukur kecerahan.

4.2. Saran
Saran yang perlu dilakukan mengenai analisa kualitas air berdasarkan
parameter fisika adalah perlu dilakukan pula pemantauan kualitas perairan secara
terus-menerus dalam pengembangan perikanan serta upaya pengelolaan mutu air
yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Dedi A. 2016. Kelayakan Parameter Fisika Kualitas Air untuk Usaha
Budidaya Ikan Nila dengan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA) pada
Lahan Bekas Tambang Pasir. Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar. Makassar.
Apriyanti, E., Ihwan, A., dan Jumarang, M. I. 2016. Analisis Kualitas Air Di Parit
Besar Sungai Jawi Kota Pontianak. Prisma Fisika, 4(3).
Ariawan, I. K. dan Poniran. 2004. Persiapan Media Budidaya Udang Windu: Air
(Makalah Pelatihan Petugas Teknis INBUDKAN). Balai Besar
Pengembangan Air Payau, Jepara.
Boyd, C. E. 2019. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Elsevier
Scienctific Publishing Company. Alabama. USA.318 Pages.
Carlson, R. E and Simpson J. 1996. A Coordinator’s Guide to Volunteer Lake
Monitoring Methods. North American Lake Management Society
Eshmat, E., dan Manan, A. 2013. Analisis Kondisi Kualitas Air pada Budidaya
Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes Altivelis) di Situbondo. Jurnal Ilmiah
Perikanan Dan Kelautan, 5(1), 1-4.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.
Gusmawati dan Lisa D. 2015. Analisis Parameter Fisika-Kimia sebagai Salah Satu
Penentu Kualitas Perairan Batang Palangki Kabupaten Sijunjung,
Sumatera Barat. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS :
799-802.
Harianti, H., dan Nurasia, N. 2016. Analisis warna, suhu, pH dan salinitas air
sumur bor di Kota Palopo. Prosiding, 2(1).
Indaryanto, F. R. 2015. Kedalaman Secchi Disk dengan Kombinasi Warna Hitam-
Putih yang Berbeda di Waduk Ciwaka. Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Kelabora, D. M. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Berkala Perikanan
Terubuk. 38(1): 71 – 81.
Koniyo, Y., dan Kasim, F. 2015. Parameter Fisik-kimia Perairan Danau Limboto
sebagai Dasar Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar. The Nike
Journal, 3(4).
Kusumawati, I., Diana, F., & Humaira, L. 2018. Studi Kualitas Air Budidaya
Latoh (Caulerpa racemosa) di Perairan Lhok Bubon Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Akuakultura Universitas Teuku Umar, 2(1).
Kusumawati, I., Diana, F., dan Humaira, L. 2018. Studi kualitas air budidaya
latoh (Caulerpa racemosa) di Perairan Lhok Bubon Kecamatan Samatiga
Kabupaten Medan. Skripsi. Universitas Negeri Medan.
Linne, Eugene Ramarta., Agung S., dan Max R. M. 2015. Tingkat Kelayakan
Kualitas Air untuk Kegiatan Perikanan di Waduk Pluit Jakarta Utara.
Diponegoro Journal of Maquares, Vol 4(1): 35-45.
Muharijadi, Atmomarsono dan Nurbaya. 2014. Pengaruh Pergiliran Jenis Bakteri
Probiotik Berbeda terhadap Sintasan dan Produksi Udang Windu di
Tambak Ekstensif. Media Akuakultur, Vol. 9(1):37-42.
Mukarromah, Rosyida. 2016. Analisis Sifat Fisis dalam Studi Kualitas Air di
Mata Air Sumber Asem Dusun Kalijeruk, Desa Siwuran, Kecamatan
Garung, Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Pal S, Das D dan Chakraborty K. 2015. Colour Optimization of the Secchi Disk
and Assessment of the Water Quality in Consideration of Light Extinction
Coefficient of Some Selected Water Bodies At Cooch Behar, West
Bengal. International Journal of Multidisciplinary Research and
Development 2(3): 513-518.
Pramleonita, M., Yuliani, N., Arizal, R., & Wardoyo, S. E. 2018. Parameter fisika
dan kimia air kolam ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Sains
Natural, 8(1), 24-34.
Putri, Clarita S., dan Syammaun U. 2018. Pengaruh Perbedaan Suhu Air terhadap
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus).
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Sudinno, Dinno., Iis J., dan Pigoselpi A. 2015. Kualitas Air dan Komunitas
Plankton Pada Tambak Pesisir Kabupaten Subang Jawa Barat. Jurnal
Penyuluhan Perikanan dan Kelautan, 9 (1): 13-28
Waruwu, D. K., H. Syandri dan Azrita. 2014. Pengaruh Perbedaan Suhu terhadap
kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Bujuk (Channa Lucius
Cuvier). Universitas Bung Hatta. Padang.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai