Anda di halaman 1dari 16

LEMBAR KERJA

TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR


===========================================
NAMA / NIM : Nur Roudlotul Laila/142011133002
KELAS /KELOMPOK : A/6
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Praktikum Ke- : VIII
Tanggal : 09/06/2021
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Materi Praktikum :
Bab Adaptasi Ikan dengan Lingkungan Abiotik

Tujuan Praktikum :
Untuk mengamati perubahan tingkah laku dan respon fisiologis ikan yang dipelihara pada
berbagai media pemeliharaan dengan suhu yang berbeda

Alat dan Bahan


 Alat :
1. Termometer
2. Aquarium/bak
 Bahan :
1. 3 ekor ikan (ukuran dan spesies harus sama, ikan hias tidak boleh lele)
2. Air
3. Es batu
4. Air panas

Cara Kerja :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Menyiapkan suhu perlakuan yang berbeda-beda yaitu kontrol (26oC - 28oC), suhu rendah
(10oC - 14oC), dan suhu tinggi (40oC - 50oC).
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
3. Masukkan satu ikan kedalam satu perlakuan
4. Amati BOP masing-masing perlakuan ikan setiap 3 menit selama 30 menit
5. Hitunglah mortalitas masing-masing perlakuan ikan
6. Amati tingkah laku ikan setiap 15 menit selama 30 menit.

Hasil :
TABEL HASIL PENGAMATAN
A. Tabel BOP
Menit ke - Kontrol Suhu Rendah Suhu Tinggi
3 214 88 36
6 188 61 0
9 250 55 0
12 316 38 0
15 288 21 0
18 220 31 0
21 266 38 0
24 192 29 0
27 255 22 0
30 228 12 0
Mortalitas 0 0 100%

B. Perhitungan Mortalitas
 Kontrol
𝑌
M = 𝑌𝑜 × 100%
0
M = 1 × 100%

M=0
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
 Suhu Rendah
𝑌
M = 𝑌𝑜 × 100%
0
M = 1 × 100%

M=0

 Suhu Tinggi
𝑌
M = 𝑌𝑜 × 100%
1
M = 1 × 100%

M = 100%

C. Tabel Pengukuran Suhu


Waktu Kontrol Suhu Rendah Suhu Tinggi
Awal 27,0 oC 11,5 oC 46,4 oC
Akhir 29,3 oC 8,3 oC 46,6 oC

D. Tabel Pengamatan Tingkah Laku


Menit ke Suhu Kontrol Suhu Rendah Suhu Tinggi
Pada menit awal ikan
Ikan berenang cepat
sangat berenang cepat
Ikan bergerak (agresif), dimenit awal
(terkejut dengan kondisi
aktif, BOP cepat BOP cepat, memasuki
suhu tinggi), kemudian
1’–15’ (normal), menit 9, BOP mulai
pada 1 menit 15 detik
berenang agak melambat, Ikan senatiasa
ikan mati dengan tubuh
cepat melompat ke permukaan
mengapung di permukaan
(kejang) kemudian
air tanpa adanya BOP dan
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
pingsan dan tergeletak di tidak ada pergerakan
dasar perairan sama sekali
Ikan berada didasar
perairan namun masih Ikan tidak menunjukkan
Ikan bergerak
hidup dengan BOP yang pergerakan apapun,
aktif, BOP cepat
sangat lambat dan sirp setelah diangkat ikan
16’- 30’ (normal),
ekor yang masih mengalami mortalitas
mendekati dasar
bergerak-gerak yang dengan kondisi tubuh
perairan
menunjukkan bahwa ikan yang kaku dan keras.
masih hidup

E. Grafik Respirasi Ikan

GRAFIK RESPIRASI IKAN


Suhu Rendah Suhu Tinggi Kontrol

350
300 316
288
250 266 255
250
Jumlah BOP

214 220 228


200 192 188
150
100 88
50 61 55
36 38 31 38 29
21 22 12
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Menit Ke-
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Pembahasan :
1.1.Penjelasan Hasil Tabel dan Grafik Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan pada perlakuan kontrol, ikan tidak mengalami
mortalitas hal ini dikarenakan ikan berada pada suhu yang optimal yaitu suhu awal 27,0 oC
dan suhu akhir 29,3 oC. Hal ini sesuai dengan pendapat, Khasanah dkk., (2016) bahwa
suhu berpengaruh terhadap waktu perubahan fase embriogenesis dan waktu inkubasi
telur ikan komet. Diantara semua perlakuan suhu, suhu 22,5-29,5°C merupakan suhu
optimal pemeliharaan telur ikan komet. Saat dimasukkan ke dalam perlakuan kontrol, pada
menit awal hingga ke 15 tingkah laku ikan relatif aktif BOP naik turun tetapi tetap stabil dan
berenang sangat cepat. Sedangkan, pada menit ke 16 hingga 30 ikan masih bergerak aktif,
BOP tetap stabil namun lebih suka mendiami dasar perairan. Hal ini dikarenakan ikan
mengalami stress karena keadaan wadah pemeliharaan yang kurang memadai sehingga
mengakibatkan ikan melakukan peningkatan konsumsi oksigen dan kenaikan jumlah BOP.
Berdasarkan tabel BOP dan grafik respirasi menunjukkan bahwa kecepatan laju respirasi
ikan naik turun dimana pada menit awal jumlah BOP yaitu sebanyak 214 kemudian menurun
pada menit ke 6 sebanyak 188 kali lalu naik lagi menjadi 250 kali pada menit ke 9, hal ini
berlangsung terus menerus hingga menit ke 30.
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu rendah dimana suhu awal yaitu 11,5 oC dan
suhu akhir yaitu 8,3 oC menunjukkan bahwa ikan tidak mengalami mortalitas. Hal ini
dikarenakan ikan masih bisa beradaptasi pada suhu rendah karena ikan memiliki strategi
dalam berdaptasi pada suhu yang sangat dingin yang berupa protein antibeku. Tetapi apabila
ikan diletakkan pada suhu rendah terus menerus akan menimbulkan mortalitas karena pada
suhu yang terlalu dingin darah ikan akan membeku. Pada saat ikan dimasukkan ke dalam
kondisi lingkungan yang bersuhu rendah, ikan tersebut menunjukkan tingkah laku berupa
diam maupun pingsan. Pada menit awal ikan berenang sangat cepat (agresif) dan kejang
melompat-lompat kepermukaan. Pada menit ke 9 BOP ikan melambat dan tingkah laku ikan
mulai lemas dan akhirnya tergeletak pingsan di dasar air. Setelah itu, ikan dimasukkan ke
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
dalam perlakuan kontrol dan hasilnya ikan berenang dengan normal dan BOP juga normal.
Menurut Arafad (2020), penurunan suhu akan menghambat proses fisiologis bahkan
menyebabkan hewan tidak aktif dan lebih jauh dapat menyebabkan kematian.
Pada grafik respirasi telah dijelaskan bahwa jumlah BOP pada suhu rendah relatif
melambat namun ikan tidak mengalami mortalitas. Pada menit awal jumlah BOP yaitu 88,
kemudian dimenit ke 6 jumlah BOP menurun yaitu 61, lalu dimenit ke 9 BOP nya 55, menit
ke 12 BOP nya 38, dan begitupun seterusnya hingga menit 30 dengan jumlah BOP akhir 12.
BOP semakin melambat setiap 3 menit namun ikan masih bisa bertahan hidup, hal ini
dikarenakan faktor suhu yang membuat ikan ini tidak nyaman atau tidak bisa beradaptasi
dengan baik. Kecepatan renang Ikan pada suhu air normal berbeda pada saat suhu air berada
pada 10 oC. Pada suhu normal ikan berenang lebih cepat daripada pada suhu sebelumnya.
Perubahan kecepatan renang tersebut tidak selalu berbanding lurus dengan perubahan
gerakan operkulum, karena peningkatan kecepatan renang tidak menyebabkan peningkatan
gerakan operkulum. Perubahan suhu yang besar dan mendadak jelas dengan nyata
mempengaruhi adaptasi Ikan, Ikan yang diaklimasikan ke suhu yang dingin akan berenang
lebih cepat (Campbell, 2012). Pada perlakuan ini ada korelasi bahwa semakin rendah suhu
maka semakin cepat gerakan renang Ikan dan semakin lambat pula gerakan operkulum
sebagai respon suhu rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu tinggi yang awalnya 46,4 oC berubah
menjadi suhu akhir yaitu 46,6 oC menunjukkan bahwa ikan mengalami mortalitas. Ikan tidak
mampu beradaptasi pada suhu tinggi karena laju metabolisme saat itu bekerja secara aktif
daripada di suhu rendah sehingga menyebabkan tingkat konsumsi oksigen pada ikan
meningkat dan laju respirasi pun meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Putra, (2015)
bahwa peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme, respirasi
dan tingkat konsumsi oksigen pada ikan. Suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan
konsentrasi oksigen terlarut dalam air menurun dan konsumsi oksigen oleh ikan meningkat.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Bila suhu naik atau turun maka laju metabolismenya juga berubah demikian pula dengan
kebutuhan energinya.
Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan proses respirasi. Ikan yang
hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan
respirasi (Kanisius, 2012). Hal tersebut dapat diamati dari grafik respirasi perubahan gerakan
operculum ikan. Pada menit awal ikan hanya melakukan buka tutup operkulum sebanyak 36
kali saja. Ikan mengalami moratlitas pada menit 1 lebih 15 detik. Tingkah laku ikan saat
dimasukkan ke dalam suhu tinggi adalah berenangnya sangat cepat dengan kondisi tubuh
yang terkejut. Selang waktu 1 menit 15 detik ikan telah tergeletak didasar air tanpa adanya
pergerakan apapun dan tanpa adanya BOP. Setelah ikan diangkat dan dipindahkan ke
perlakuan kontrol ternyata ikan telah mengalami mortalitas dengan kondisi tubuh yang kaku,
keras, dan berlendir. Suhu tinggi akan menyebabkan berkurangnya gas oksigen terlarut,
akibatnya ikan akan mempercepat gerakan operkulum untuk mendapatkan gas oksigen
dengan cepat sesuai kebutuhan respirasinya. Menurut Fujaya (2019) rendahnya jumlah
oksigen dalam air menyebabkan ikan atau hewan air harus memompa sejumlah besar air ke
permukaan alat respirasinya untuk mengambil oksigen.
Fujaya (2019) menambahkan bahwa tidak hanya volume besar yang dibutuhkan
tetapi juga energi pemompaan juga semakin besar. Menurut Nolan dan Collin (2016) suhu
air dalam akuarium yang tinggi tidak hanya mempengaruhi kelarutan oksigen tetapi juga
mepengaruhi laju metabolisme respirasi ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu
dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat
menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat
menyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas, 2015).

1.2.Penjelasan Bentuk Adaptasi Tubuh Ikan terhadap Faktor Abiotik


Ikan merupakan salah satu hewan yang berkarakter berdarah dingin, artinya kondisi
tubuhnya sangat tergantung kepada suhu lingkungannya. Oleh karena itu, ikan akan selalu
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
mencari tempat, yaitu suhu perairan yang memang sesuai dengan kemampuan tubuhnya
untuk bisa beradaptasi. Contoh ikan Dissostichus mawsoni, ikan yg hidup di kutub utara ini
tidak membeku darahnya karena dalam darah ikan itu ditemukan protein pelindung
kebekuan. Protein pada ikan ini mampu mencegah kristalisasi es, bahkan lebih hebat pada
temperatur rendah dari pada suhu kamar. Aktivitas antibeku tidak tercapai dengan mengikat
molekul tunggal antara protein dan air, tetapi dengan adanya protein ini, maka fungsi
"pelarutan" akan lebih maksimal. Ikan bernafas dengan insang, paru-paru, dan alat
pernafasan tambahan. Alat pernafasan tersebut tentunya sebagai bentuk adaptasi ikan
terhadap lingkungan dimana mereka hidup. Namun ada kondisi lingkungan, yaitu Hypoxia
suatu kondisi perairan dimana kandungan oksigen terlarutnya berada pada kisaran di bawah
nilai ambang kebutuhan kebanyakan biota perairan atau bahkan Anoxia, suatu kondisi
perairan tanpa oksigen (Zainuri, 2019).
Jika pada kondisi normal, maka suhu perairan akan membantu metabolisme ikan
berjalan dengan normal juga sehingga tingkah laku ikan akan berjalan dengan normal.
Namun jika suhu perairan mendadak lebih panas atauu lebih dingin dari biasanya yang
disebabkan oleh pemanasaan oleh matahari, perubahan musim, gejala pergeseran dasar
perairan, letusan gunung merapi bawah laut dan sebagainya, maka respon yang diberikan
oleh ikan akan menunjukkan penyesuaian metabolisme tubuhnya terhadap lingkungan untuk
mempertahankan kehidupannya yang pada gilirannya akan terjadi perubahan tingkah
lakunya.
Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di
perairan termasuk di dalamnya adalah ikan. Suhu di perairan dapat mempengaruhi kelarutan
dari oksigen. Apabila suhu meningkat maka kelarutan oksigen berkurang. Oksigen sebagai
bahan pernafasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Selain itu, oksigen
dibutuhkan untuk pembakaran bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan
pembentukan CO2 dan H2O. Oleh karena itu, kelangsungan hidup ikan ditentukan oleh
kemampuannya memperoleh oksigen yang cukup. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
untuk pertumbuhannya. Pola tingkah laku kemampuan setiap ikan untuk memperoleh suhu
perairan optimum tersebut yang membagi ikan dalam kelompok euryterm atau stenoterm.
Artinya ikan akan memiliki sistim respirasi yang sesuai untuk dapat bertahan hidup dan ikan
yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan yang lebih baik (Zainuri, 2019).
Kehidupan di air amat lebih berat dibandingkan dengan di darat. Di air ikan hanya
mengambil oksigen sekitar 20-40%, sedangkan sisanya akan dikeluarkan lewat pernafasan.
Oleh karena itu, ikan selalu berupaya untuk dapat mempertahankan suhu tubuhnya dengan
mencari perairan yang lebih cocok suhunya, misalnya dengan pola migrasi. Suhu dapat
mempengaruhi kandungan oksigen di perairan. Oksigen biasanya lebih tinggi di permukaan
karena adanya pertukaran oksigen antara air dan udara. Ketika ada peningkatan suhu maka
ada akan terjadi penurunan oksigen terlarut, sehingga akan terjadi peningkatan metabolisme
dalam tubuh ikan. Metabolime yang meningkat dikarenakan oleh meningkatnya aktivitas
respirasi. Ketika kadar oksigen berkurang dalam suatu perairan maka ikan akan berusaha
mengambil atau memanfaatkan oksigen dalam jumlah volume yang banyak. Hal ini
dilakukan ikan dengan meningkatkan aktifitas pernafasannya sehingga oksigen yang
dipompa lebih banyak daripada keadaan normal. Hal inilah yang terjadi pada ikan,
bagaimana merespon terhadap kondisi suhu perairan dimana mereka hidup (Zainuri, 2019).

1.3.Penjelasan Faktor – Faktor yang Berpengaruh terhadap Proses Adaptasi Ikan


Menurut Connel (2017) di antara komponen biotik, ikan merupakan salah satu
organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan terutama yang diakibatkan
oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga menyebablan
kualitas air yang berubah-ubah. Kualitas perairan pada prinsipnya merupakan pencerminan
dari kualitas lingkungan perairan sehingga dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang
ada didalamnya. Air merupakan media bagi kehidupan organisme perairan, oleh karena itu
kualitas air ini akan mempengaruhi dan menentukan kemampuan organisme perairan tersebut
untuk hidup.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kemampuan adaptasi dari organisme
tersebut adalah faktor abiotik yang meliputi fisika (suhu, penyinaran, densitas, tekanan, dan
kekeruhan). Faktor yang lain adalah faktor biotik yaitu kelimpahan dan keragaman
organisme, predator dan parasit. Faktor-faktor lingkungan dapat mengalami fluktuasi dan
terkadang ditemui kondisi yang ekstrim. Faktor tersebut dapat berubah secara harian dan
musiman. Fluktuasi faktor tersebut akan mempengaruhi kehidupan organisme, baik terhadap
proses fisiologis maupun tingkah lakunya; resisten dan kematian. Menurut, Purwanto dkk.,
(2014) menyatakan bahwa faktor-faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan
ikan. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan ikan yang penting antara lain
suhu perairan, kedalaman, kecerahan, karbondioksida terlarut, oksigen terlarut, pH dan
nutrisi.
a. Salinitas
Salinitas atau kadar garam adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu
kilogram air laut, di mana seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan yodium
yang telah disetarakan dengan klor dan bahan organik yang telah dioksidasi. Salinitas
mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air. Secara langsung, salinitas media akan
mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan. Apabila osmotik lingkungan (salinitas)
berbeda jauh dengan tekanan osmotik cairan tubuh (kondisi tidak ideal) maka osmotik media
akan menjadi beban bagi ikan sehingga dibutuhkan energi yang relatif besar untuk
mempertahankan osmotik tubuhnya agar tetap berada pada keadaan yang ideal.. Jadi salinitas
media akan mempengaruhi pembelanjaan energi untuk osmoregulasi, yang disisi lain juga
akan mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Effendi, 2003).
b. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor fisika sangat penting karena bersama-sama dengan
zat/unsure yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, densitas air,
kejenuhan air, mempercepat reaksi kimia dan mempengaruhi jumlah oksigen terlarut didalam
air Aliza et al., (2013). Suhu juga merupakan salah satu parameter yang mentukan
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
keberhasilan budidaya ikan, hal ini disebakan karena ikan merupakan hewan berdarah dingin.
Yang dimaksud dengan hewan berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya
dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Setiap jenis ikan mempunyai toleransi tertentu terhadap
perubahan kualitas air dan perubahan yang akan langsung mempengaruhi kehidupan ikan
dan organisme yang ada (Kartamihardja, 2008).
c. DO
Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter mutu air yang penting karena nilai
oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran atau tingkat pengolahan air limbah.
Kelarutan oksigen dalam air dapat dipengaruhi oleh suhu. Kelarutan oksigen berbanding
terbalik dengan suhu (Nugroho, 2006). Nilai oksigen terlarut selama pemeliharaan 8 minggu
berkisar 4,0 – 5,2 mg/l. Kisaran nilai oksigen tersebut masih layak untuk menunjang
kehidupan ikan. Menurut Suyanto (2002) kisaran oksigen terlarut untuk mendukung
kehidupan ikan adalah 4-9 mg/l.
d. PH
Menurut Alabaster dan Lloyd (1980) dalam Machditiara (2003), bervariasinya
pengaruh pH terhadap ikan tergantung pada spesies, ukuran ikan, suhu, konsentrasi, CO2 dan
kehadiran logam berat seperti besi. Selain itu, nilai pH mempengaruhi daya racun bahan atau
faktor kimia lain seperti amonia meningkat bila pH meningkat dan H2S meningkat bila pH
menurun. Osmoregulasi adalah mekanisme pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh dengan
tekanan osmotik media sehingga proses-proses fisiologis dalam tubuh dapat berlangsung
secara normal. Agar proses fisiologis dalam tubuh berjalan normal, maka diperlukan suatu
tekanan osmotik yang konstan. Pertumbuahn ikan dapat berlangsung dengan baik, jika
salinitas media mendekati konsentrasi ion dalam darahnya (Rahardjo, 1980 dalam
Damayanti, 2003). Dengan adanya kenaikan pH, maka konsentrasi ion OH - meningkat
sehingga membuat osmoregulasi ikan terganggu dan nilai amonia meningkat sehingga ikan
menjadi keracunan dan mati.
e. Kekeruhan
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun
bahan organik dan anorganik yang berupa mikroorganisme (APHA; Davis dan Cornwell
dalam Effendi, 2003). Padatan tersuspensi erat hubungannya dengan kekeruhan. Semakin
tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Namun nilai padatan
terlarut yang tinggi tidak selalu diikuti dengan adanya kekeruhan yang tinggi pula, misalnya
air laut yang memiliki nilai padatan terlarut tinggi, namun tidak berarti kekeruhannya juga
tinggi. Kekeruhan mengacu kepada ukuran cahaya matahari yang masuk ke dalam air.
Kemampuan daya tembus sinar matahari ke perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan
bahan organik (seperti kelimpahan plankton dan jasad renik lainnya) dan bahan anorganik
tersuspensi di perairan tersebut. Tingginya kadar kekeruhan akan menghambat proses
penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap proses
fotosintesis di perairan. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. Dengan
demikian, kekeruhan akan mempengaruhi tingkat fotosintesis dalam air dan menurunkan
kemampuan ikan untuk bernafas karena proses penyaringan air oleh insang terhambat
(Wardoyo dalam Sajiah, 2003). Saat kandungan oksigen di perairan rendah, ikan akan
melakukan gerak naik ke permukaan untuk mengambil langsung oksigen dari udara.
Ketinggian air yang tinggi menyebabkan jarak ke permukaan semakin besar sehingga
mempengaruhi aktivitas ikan dalam mengambil oksigen langsung ke udara. Semakin besar
jarak yang ditempuh untuk mengambil oksigen ke permukaan maka semakin besar pula
energi yang terpakai sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan larva ikan
(Witjaksono 2009).

1.4.Penjelasan Pengaruh Suhu pada Masing-masing Perlakuan terhadap Kandungan


Oksigen Terlarut dalam Air (DO)
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Suhu air mempunyai peranan penting dalam mengatur kehidupan biota perairan,
terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan
konsumsi oksigen, namun dipihak lain akan mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen
didalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik seringkali tidak
mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolisme dan respirasi.
Suhu air pada lapisan permukaan lebih panas daripada dibawahnya, sehingga air
dipermukaan lebih tinggi suhunya dibandingkan dengan air dibawahnya (Saputri dkk., 2014).
Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) adalah konsentrasi oksigen terlarut di
dalam air. Oksigen terlarut dalam air berasal dari hasil proses fotosintesis oleh fitoplankton
atau tumbuhan air lainnya dan difusi dari atmosfir. Sedangkan dekomposisi bahan organik
dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai 0
(anaerobik). Semakin tinggi suhu akan mempengaruhi tingkat kelarutan oksigen (Effendi,
2020). Konsentrasi oksigen terlarut di perairan berkurang dengan bertambahnya kedalaman.
Hal ini disebabkan proses fotosintesis semakin berkurang dan oksigen digunakan untuk
pernafasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik (Mujiati, 2006). Sehubungan
dengan oksigen ini Sedana dalam Pamungkas (2003) menyatakan bahwa oksigen terlarut
yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme akuatik adalah di atas 5 mg/L.
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting karena dibutuhkan oleh
semua organisme untuk respirasi. Disamping itu oksigen terlarut dibutuhkan untuk
dekomposisi bahan organik, sehingga jika ketersediaan oksigen di perairan berkurang atau
sedikit akan berdampak pada budidaya KJA. Oksigen sangat diperlukan untuk respirasi dan
proses metabolisme ikan serta organisme perairan lainnya. Kadar oksigen terlarut di dalam
perairan dipengaruhi oleh suhu perairan dan kadar garam yang terlarut dalam air. Turunnya
oksigen di suatu perairan akan menghambat proses respirasi dan dapat menyebabkan
kematian ikan secara masal (Cahyono, 2011). Oksigen berhubungan erat dengan perubahan
suhu dan metabolisme. Suhu tinggi cenderung menyebabkan kandungan oksigen menurun,
dilain pihak menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Hubungan oksigen dengan proses
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
metabolisme terjadi pada proses respirasi sel didalam tubuh ikan, dimana dalam proses
respirasi keberadaan oksigen sangat dibutuhkan (Panjaitan, 2004).

Kesimpulan:
Perubahan suhu pada lingkungan sangat mempengaruhi perubahan tingkah laku dan
respon fisiologi ikan. Apabila terjadi kenaikan dan penurunan suhu maka laju metabolisme
juga berubah-ubah. Pada suhu rendah ikan mampu beradaptasi karena ikan memiliki protein
antibeku yang tetap menjaganya agar tetap hidup. Sedangkan di suhu tinggi ikan mengalami
mortalitas karena metabolisme ikan lebih aktif di suhu tinggi daripada suhu rendah.
Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme, respirasi dan
Konsumsi oksigen. Suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan konsentrasi DO dalam
air menurun dan konsumsi oksigen ikan yang meningkat. oksigen erat kaitannya dengan
suhu. Dimana setiap kenaikan suhu akan menaikkan konsumsi akan oksigen dan pada
akhirnya akan mempengaruhi metabolisme pada ikan.

Pengaplikasian Terhadap Budidaya Perikanan:


Dalam dunia perikanan perlu adanya pengoptimalan kualitas air terutama temperature
atau suhu, karena suhu berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan, mulai dari telur,
benih sampai ukuran dewasa. Suhu air akan berpengaruh terhadap proses penetasan telur dan
perkembangan telur. Rentang toleransi serta suhu optimum tempat pemeliharaan ikan
berbeda untuk setiap jenis/spesies ikan, hingga stadia pertumbuhan yang berbeda. Suhu
memberikan dampak antara lain mempengaruhi aktivitas makan ikan, meningkatan aktivitas
metabolisme ikan, menurunkan gas (oksigen) terlarut, menimbulkan efek pada proses
reproduksi ikan dan apabila suhu ekstrim bisa menyebabkan mortalitas pada ikan.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. 2011. Budi Daya Ikan Di Perairan Umum. Yogyakarta: Kanisius.
Saputri, Anita., Johny MTS., dan Dian R. 2014. Analisis Sebaran Oksigen Terlarut pada
Sungai Raya. Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Tanjungpura,
Pontianak.
Effendi, H, 2020.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius.Yogyakarta.190 hal.
Mujiati. 2006. Pengaruh Kegiatan Keramba Jaring Apung terhadap Eutrofikasi (Nitrogen dan
Fosfor) Perairan Danau: Kajian Perikanan KJA di Danau Sentani Jayapura-Papua.
225 hal.
Pamungkas, N. A. 2003. Struktur Komunitas Plankton sebagai Bioindikator Kesuburan
Perairan Sungai Kampar Provinsi Riau. Berkala Perikanan Terubuk. Vol 30 (2) :
51-57.
Tunas, Arthama Wayan. 2015. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta. Penerbit Universitas
Gadjah Mada.
Kanisius. 2012. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta. Penerbis Kanisius.
Fujaya, Yushinta. 2019. Fisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta
Collin. 2016. Ventilation Rates for Goldfish Carassius auratus During Changes In Dissolved
Oxygen. Professional Papper. University of Nevada Las Vegas.
Campbell. 2012. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Arafad, I. 2020. Peranan Suhu Media terhadap Kehidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Ukuran 3-5 cm. Skripsi. Bogor: Departemen Budidaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Putra, Achmad Noerkhaerin. 2015. Metabolisme Basal pada Ikan. Jurnal Perikanan dan
Kelautan Vol. 5 (2) : 57-65.
Khasanah, Uswatun., Laksmi S., dan Juni T. 2016. Embriogenesis dan Daya Tetas Telur Ikan
Komet (Carassius auratus auratus) pada Suhu yang Berbeda. Journal of
Aquaculture and Fish Health Vol 5 (3) : 108-117.
Katamihardja, E. S. 2008. Perubahan Komposisi Komunitas Ikan dan Faktor-faktor Penting
yang Mempengaruhi selama 40 tahun Umur Waduk Djuanda. Jurnal Ikhtiologi
Indonesia. 8:67-68.
Zainuri. 2019. Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan. Bangkalan : UTM Press.
Suyanto, S. R. 2002. Nila. Penevar Swadaya, Jakarta.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta.
Damayanti, L. 2003. Pengaruh Salinitas Air terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Benih Ikan Guramme (Osphronemus gouramy Lac). Skripsi. Bogor: Departemen
Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor.
Machditiara. 2003. Interaksi Antara Detergen dan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila
pada Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.). Skripsi. Bogor: Departemen Budidaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Jakarta: Kansius.
Sajiah, L. 2003. Pengaruh Surfaktan detergen Linear Alkylbenzena Sulfonate (LAS)
Terhadap Perkembangan Stadia Larva sampai dengan Juvenil Ikan Mas. Skripsi.
Bogor: Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Purwanto, Hengki., Tyas A. P., dan Nana K. T M. 2014. Struktur Komunitas dan Distribusi
Ikan di Perairan Sungai Juwana Pati. Unnes J Life Sci 3 (1) : 59-67.
Connel RHL.2017. Ecological Studides in Tropical Fish communities. Cambridge University
Press: Cambridge.
Witjaksono, A. 2009. Kinerja Produksi Pendederan Lele Sangkuriang (Clarias Sp.) Melalui
Penerapan Teknologi Ketinggian Media Air 15 cm, 20 cm, 25 cm, dan 30 cm.
Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Panjaitan, E. F. 2004. Pengaruh Suhu Air yang Berbeda terhadap Laju Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Botia macracanthus Bleeker). Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Aliza, D., Winaruddin dan L. W. Sipahutar. 2013. Efek Peningkatan Suhu Air Terhadap
Perilaku, Patologi Anatomi, dan Hispatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis
niloticus). Jurnal Medika Veterinaria. ISSN. 0853-1943.

Anda mungkin juga menyukai