Anda di halaman 1dari 15

OSMOREGULASI

Nama : Bramassetyo Aji


NIM : B1A017051
Rombongan : III
Kelompok :2
Asisten : Wakhyuningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Evans (1998), osmoregulasi adalah pengaturan air dan ion dalam
tubuh dengan sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatur perbedaan
osmotik diantara intra sel dan ekstrasel dan diantara ekstrasel dengan lingkungan
secara kolektif. Mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat
terlarut dan distribusi zat terlarut. Sedangkan, menurut Soetarto (1986),
osmoregulasi adalah mekanisme mahluk hidup untuk mempertahankan
kekonstanan volume air dalam tubuhnya, dimana jumlah air yang masuk harus
sama dengan jumlah air yang keluar. Mekanisme osmoregulasi meliputi volume
air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat terlarut. Dimana makhluk hidup
mempertahankan kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme
dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar.
Hewan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kemampuan
osmoregulasinya menjadi osmoregulator dan osmokonformer. Osmoregulator
adalah hewan yang konsentrasi cairan tubuhnya konstan terhadap konsentrasi
lingkungan eksternalnya, contoh hewan osmoregulator adalah ikan Nila.
Sedangkan, osmokonformer merupakan hewan yang konsentrasi osmotik cairan
tubuhnya berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi lingkungan eksternalnya
misalnya pada ikan laut (Fujaya, 2004).
Hewan pada dasarnya memiliki toleransi terbatas terhadap lingkungan
artinya bila dipindahkan ke suatu habitat akan beradaptasi dan bila tidak mampu
beradaptasi akan mati . Proses pengaturan regulasi pada tubuh hewan berbeda-
beda. Misalnya saja pada ikan air tawar, karena tubuhnya hipertonik terhadap
medium maka ikan air tawar akan mengeluarkan urin yang encer karena kelebihan
air di dalam tubuhnya. Kelebihan air ini disebabkan karena adanya air lingkungan
masuk ke dalam tubuh melalui difusi. Ikan air tawar bila dipindahkan ke air laut
maka keadaan tubuhnya akan menjadi hipotonik terhadap lingkungan. Keadaan
ini menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar garam di dalam tubuh akan
meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh, ikan yang melakukan
mekanisme ini disebut euryhalin, sedangkan yang tidak melakukan mekanisme ini
disebut stenohalin (Schmidt-Nielsen, 1990).
B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempleajari osmoregulasi pada


hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang
cukup luas), ikan nila (Oreochromis niloticus) serta hewan stenohalin, ikan Nilem
(Osteochillus vittatus).
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium, oven,


repraktometer, baskom, jarum, benang, timbangan analitik.
Bahan-bahan yang digunakan adalah ikan Nilem (Osteochilus vittatus),
ikan Nila (Oreochromis niloticus), dan air dengan salinitas 0, 10, 20 dan 30 ppt.

B. Cara kerja

Cara kerja yang digunakan dalam praktikum Osmoregulasi adalah sebagai


berikut:
Pengamatan Toleransi Salinitas
Metode direct transfer
1. Dibuat medium air dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20ppt, dan 30 ppt.
2. Air diambil ± ½ gelas sesuai ppt yang sudah ditentukan, lalu larva ikan nila
diambil masing-masing 10 larva dalam satu gelas.
3. Dilakukan pengamatan dan catat waktu kematian tiap ekor ikan pada masing-
masing wadah percobaan setelah 10, 20, 30, dan 40 menit.
Metode gradual transfer
1. Dibuat medium air dengan salinitas 0 ppt, 5 ppt, 15 ppt, 25 ppt dan 35 ppt.
2. Dimasukkan 10 larva ikan nila ke dalam gelas yang berisikan air dengan
salinitas 0 ppt.
3. Kemudian setiap harinya diamati selama 5 hari, dan airnya diganti oleh air
dengan ppt selanjutnya. Catat ikan yang mati setiap harinya.
Kadar air
1. Ikan nila dan ikan nilem diambil, lalu ditimbang sebagai berat basah.
2. Keduanya dimasukin ke dalam akuarium dengan salinitas yang sudah
ditentukan.
3. Dilakukan pula pengamatan dan catat waktu kematian ikan pada masing-
masing wadah percobaan setelah 24 jam.
4. Jika ikan sudah mati, dilakukan pengovenan.
5. Setelah pengovenan selesai, berat ikan ditimbang kembali sebagai berat kering.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer
Waktu Pengamatan (menit)
No. Salinitas (ppt)
10 20 30 40
1 0 100% 100% 100% 100%
2 10 100% 100% 100% 100%
3 20 100% 100% 100% 100%
4 30 100% 100% 100% 100%

Tabel 3.2. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Gradual Transfer

Waktu Pengamatan (jam)


No. Salinitas (ppt)
24 48 72 96
1 0 80% - - -
2 10 - 60% - -
3 20 - - 40% -
4 30 - - - 20%

Tabel 3.3. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Direct Transfer
Waktu Pengamatan (menit)
No. Salinitas (ppt)
10 20 30 40
1 0 100% 100% 100% 100%
2 10 100% 100% 100% 100%
3 20 100% 100% 100% 80%
4 30 100% 100% 0% 0%

Tabel 3.4. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Gradual Transfer

Waktu Pengamatan (jam)


No. Salinitas (ppt)
24 48 72 96

1 0 80% - - -

2 10 - 60% - -

3 20 - - 20% -

4 30 - - - 0%
Tabel 3.5.Pengamatan Water Content pada Ikan
Kadar Air (%)
No. Salinitas Nila Nilem
(ppt)
24 jam 24 jam
1 0 75,9% 0%
2 10 75% 38,9%
3 20 68% 48%
4 30 73,8% 73,2%

Perhitungan :
SR = Nt/No x 100%
1. Toleransi Salinitas Larva Ikan Nilem secara Direct Transfer
a. SR pada 10 menit
SR 0 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 10 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 20 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 30 ppt = 5/5 x 100% = 100%
b. SR pada 20 menit
SR 0 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 10 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 20 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 30 ppt = 5/5 x 100% = 100%
c. SR pada 30 menit
SR 0 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 10 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 20 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 30 ppt = 0/5 x 100% = 0%
a. SR pada 40 menit
SR 0 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 10 ppt = 5/5 x 100% = 100%
SR 20 ppt = 4/5 x 100% = 80%
SR 30 ppt = 0/5 x 100% = 0%
2. Toleransi Salinitas Larva ikan Nilem secara Gradual transfer.
a. SR pada 24 jam
SR 0 ppt = 4/5 x 100% = 80%
b. SR pada 48 jam
SR 10 ppt = 3/5 x 100% = 60%
c. SR pada 72 jam
SR 20 ppt = 1/5 x 100% = 20%
d. SR pada 96 jam
SR 30 ppt = 0/5 x 100% = 0%
3. Kadar Air Ikan Nilem Perlakuan 24 jam.
a. Salinitas 0 ppt
b. WC = (WW-DW)/WW X 100%
= 0%
c. Salinitas 10 ppt
WC = (WW-DW)/WW X 100%
= (36-22)/36 X 100%
= 38,9%
d. Salinitas 20 ppt
WC = (WW-DW)/WW X 100%
= (50-26)/50 X 100%
= 48%
e. Salinitas 30 ppt
WC = (WW-DW)/WW X 100%
= (56-15)/56 X 100%
= 73,2%
4. Kadar Air Ikan Nila Perlakuan 24 jam
a. Salinitas 0 ppt
WC = (WW-DW)/WW X 100%
= (83-20)/83 X 100%
= 75,9%
b. Salinitas 10 ppt
WC = (WW-DW)/WW X 100%
= (59-15)/59 X 100%
= 75%
c. Salinitas 20 ppt
WC = (WW-DW)/WW X 100%
= (58-15)/58 X 100%
= 68%
d. Salinitas 30 ppt
WC = (WW-DW)/WW X 100%
= (88-23)/88 X 100%
= 73,8%

0 ppt 10 ppt 20 ppt 30 ppt

120

100
toleransi salinitas (%)

80

60

40

20

0
10 20 30 40

waktu pengamatan

Grafik 3.1. Hubungan Persentase dan Salinitas Ikan Nilem pada Perlakuan
Direct Transfer

90
Toleransi Salinitas (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 (24 jam) 5 (48 jam) 15 (72 jam) 25 (96 jam)

Konsentrasi (ppt) (Waktu Pengamatan) Toleransi

Grafik 3.2. Hubungan Persentase dan Salinitas Ikan Nilem pada Perlakuan
Gradual Transfer
B. Pembahasan

Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah


air dan zat terlarut yang ada di dalam tubuh. Proses ini dilakukan untuk
mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan
yang tepat karena adanya perbedaan konsentrasi. Jika sebuah sel menerima terlalu
banyak air maka ia akan meletus, sedangkan jika menerima terlalu sedikit air
maka sel akan mengerut serta mati. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis
atau pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi
menuju ke yang lebih rendah. Osmoregulasi adalah fungsi fisiologis penting bagi
ikan, karena membantu mempertahankan konsentrasi intraseluler ion stabil di
lingkungan salinitas dari variabel (Papakostas et al., 2012). Hal ini perlu dilakukan
karena harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan dan
membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi
yang bergerak cepat serta adanya perbedaan antara tekanan osmosis antara
internal tubuh dengan lingkungan. Organisme yang hidup pada air tawar
melakukan osmoregulasi. Sintasan adalah istilah ilmiah yang menunjukkan
tingkat kelulus hidupan (survival rate) dari suatu populasi dalam jangka waktu
tertentu (Fujaya, 2004).
Hewan jika dilihat dari kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan
salinitas lingkungan eksternalnya dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan
osmokonformer. Hewan yang dikatakan osmokonformer adalah hewan yang
kadar garam lingkungan internalnya menyesuaikan diri dengan keadaan
lingkungan luar sekelilingnya. Contoh dari hewan osmokonformer adalah ikan
nila. Osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas
internalnya, karena cairan tubuh tidak isoosmotik dengan lingkungan luarnya.
Hewan osmoregulator harus membuang kelebihan air jika hewan itu hidup dalam
lingkungan hiperosmotik. Ikan nilem termasuk ikan air tawar dan tergolong
osmoregulator yaitu golongan hewan yang dapat mempertahankan kadar garam
dalam tubuh dan tidak terpengaruh dengan kadar garam lingkungannya (Johnson
et al., 1984).
Hewan eurihalin adalah hewan yang dapat hidup dalam perairan dengan
rentang salinitas yang cukup luas. Hewan-hewan tersebut memiliki kemampuan
untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuh dengan
media, contoh dari hewan ini adalah ikan Nila (Oreochromis nilatic). Hewan
stenohalin adalah hewan yang dapat hidup dalam perairan dengan rentang salinitas
yang sempit. Hewan ini tidak mampu hidup di lingkungan yang salinitasnya selalu
berubah-ubah, Hewan ini dapat hidup dalam perairan dengan salinitas sekitar 30
ppt atau lebih. Contoh hewan ini adalah ikan Nilem (Osteochilus vittatus). Ikan,
seperti semua vertebrata, perlu mempertahankan konsentrasi intraseluler garam
agar tetap stabil. Akibatnya, di kondisi air tawar, ikan perlu tetap hiperosmotik
berjuang melawan hilangnya garam konstan dan overhydration, sedangkan di air
laut, mereka ditantang dengan kelebihan garam dan dehidrasi. Osmoregulasi
Efisien merupakan fungsi fisiologis penting dalam organisme air, memungkinkan
kelangsungan hidup jangka panjang di lingkungan salinitas yang berbeda
(Papakostas et al., 2012). Survival rate atau kesintasan berkaitan erat dengan
tingkat toleransi atau resistensi suatu organisme pada kondisi tertentu baik kondisi
abiotik (contohnya kualitas air) maupun kondisi biotik (contohnya adanya
organisme patogen). Kaitannya dengan salinitas, maka jika suatu spesies ikan
mampu bertahan hidup pada kondisi salinitas tertentu maka ikan tersebut dianggap
toleran terhadap kondisi salinitas tersebut dan jika suatu ikan mampu hidup pada
kisaran salinitas yang luas maka ikan itu dinamakan ikan euryhaline (Firdaus et
al., 2018).
Mekanisme menjaga konsentrasi tubuh pada ikan dapat dilihat melaui
osmoregulasi pada ikan bertulang sejati yang hidup di air laut dan air tawar.
Seekor ikan laut, seperti ikan Nila, adalah hipoosmotik terhadap air laut
disekitarnya, dengan demikian secara konstan kehilangan air melalui osmosis.
Ikan Nila meminum banyak sekali air laut, insang pada permukaan tubuh
umumnya membuang natrium klorida (sel-sel khusus yang disebut sel klorida
secara aktif mengangkut Cl- keluar dan Na+ mengikutinya secara pasif) dan
ginjalnya mengeluarkan kelebihan ion-ion kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+)
dan sulfat (SO42-) sementara mengekskresikan hanya sejumlah kecil air.
Menghadapi situasi yang berlawanan, seekor ikan air tawar seperti ikan Nilem
secara konstan mendapatkan air karena berada dalam keadaan hiperosmotik
dibandingkan dengan sekelilingnya. Ikan Nilem menyeimbangkan perolehan air
dengan cara mengekskresikan banyak sekali urin yang hipoosmotik terhadap
cairan tubuhnya. Garam yang hilang dalam urin dipulihkan kembali melalui
makanan dan melalui pengambilan melewati insang, sel-sel klorida pada insang
secara aktif mentrasnspor Cl- masuk ke dalam. Osmoregulasi pada manusia
melibatkan tiga sistem sekaligus, yaitu sistem hormon, peredaran, dan ekskresi.
ADH (Antidiuretik hormon) diperlukan dalam upaya penghematan air pada saat
osmolaritas tinggi. Peningkatan jumlah ADH (Antidiuretik hormon) di dalam
darah sekitar ginjal akan merangsang tubulus distal ginjal untuk meningkatkan
penyerapan air, berarti pada saat itu tubuh dalam keadaan kekurangan cairan,
sehingga volume urin yang dihasilkan sangat sedikit. ADH (Antidiuretik hormon)
dalam darah sekitar ginjal dalam jumlah normal, maka tidak ada yang merangsang
ginjal untuk meningkatkan penyerapan air di tubulus distal, berarti kondisi cairan
dalam tubuh normal, sehingga volume urin yang dihasilkan normal. ADH
(Antidiuretik hormon) sangat sedikit (tidak ada), maka tubulus distal akan
mengurangi penyerapan air, bahkan cenderung menambahkan ke dalam urin,
sehingga volume urin meningkat drastis. Jika kondisi ini berlangsung terus
menerus maka bisa diindikasikan sebagai diabetes insipidus. (Campbell et al.,
2004).
Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas yang berpengaruh pada
tingkat konsumsi organisme. Salinitas sebagai salah satu parameter kualitas air
berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme tubuh ikan, terutama proses
osmoregulasi. Pemberian perlakuan salinitas diharapkan mampu meningkatkan
efisiensi penggunaan energi dalam proses osmoregulasi pada benih ikan. Salah
satu aspek fisiologi ikan yang dipengaruhi oleh salinitas adalah tekanan osmotik
dan konsentrasi cairan tubuh serta kebutuhan oksigen (Yuliani et al., 2018).
Perbedaan pertumbuhan relatif pada media salinitas yang berbeda diduga terkait
dengan tekanan osmotik cairan tubuh dan lingkungan. Semakin jauh perbedaan
tekanan osmotik tubuh dengan tekanan osmotik lingkungan, maka akan semakin
banyak beban kerja energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan
osmoregulasi sebagai upaya adaptasi pada lingkungan yang bersalinitas.
Peningkatan salinitas media pemeliharaan mengakibatkan energi.yang berasal
dari pakan banyak digunakan untuk osmoregulasi, sehingga energi yang
digunakan untuk pertumbuhan semakin berkurang (Akbar, 2012). Pengaruh
salinitas terhadap pertumbuhan banyak spesies euryhaline telah banyak dipelajari
dengan membandingkan efek salinitas terhadap toleransi dan pertumbuhan ikan
air tawar stenohaline tetapi ada banyak variasi di antara spesies tersebut. Air tawar
stenohaline masih kurang mendapatkan perhatian karena dengan penggunaan air
garam untuk optimalisasi praktik budidaya masih sulit dilakukan. Peningkatan
osmolalitas plasma pada salinitas tinggi adalah respon umum dari spesies
stenohaline (Dubey et al., 2016).
Berdasarkan praktikum kali ini diketahui bahwa pada kelompok 2
rombongan III didapatkan hasil toleransi salinitas ikan nilem secara direct transfer
pada menit ke -10 salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt adalah 100% artinya
semua ikan masih bertahan hidup. Menit ke-20 salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, dan
30 ppt adalah 100% artinya semua ikan masih hidup. Menit ke-30 salinitas 0 ppt,
10 ppt, dan 20 ppt adalah 100 % semua ikan hidup, salinitas 30 ppt adalah 0%
artinya semua ikan mati. Menit ke-40 salinitas 0 ppt dan 10 ppt adalah 100%, 20
ppt adalah 80% dan 30 ppt 0%. Toleransi salinitas ikan nilem secara gradual
transfer didapat hasil bahwa dalam waktu 24 jam untuk salinitas 0 ppt adalah 80%
artinya 8 ikan yang bertahan hidup, lalu dalam waktu 48 jam untuk salinitas 10
ppt adalah masih 60% artinya 6 ikan masih dapat bertahan. Kemudian dalam
waktu 72 jam untuk salinitas 20 ppt adalah 20 % artinya 2 ikan masih bertahan.
Waktu 96 jam untuk salinitas 30 ppt adalah 0 % artinya tidak ada ikan yang masih
bertahan . Toleransi salinitas ikan nila secara direct transfer pada menit ke -10,
20, 30, dan 40 untuk salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt hasilnya adalah 100
% artinya semua ikan masih hidup. Toleransi salinitas ikan Nila secara Gradual
transfer didapat hasil bahwa dalam waktu 24 jam untuk salinitas 0 ppt adalah 80
% artinya 8 ikan yang bertahan hidup, lalu dalam waktu 48 jam untuk salinitas 10
ppt adalah masih 60 % artinya 6 ikan masih dapat bertahan. Kemudian dalam
waktu 72 jam untuk salinitas 20 ppt adalah 40 % artinya 4 ikan masih bertahan.
Waktu 96 jam untuk salinitas 30 ppt adalah 20 % artinya 2 ikan masih bertahan.
Pengukuran kadar air pada ikan nila adalah 75% dan pada ikan nilem adalah 38,9
% . Menurut Ville et al., (1988), besarnya kadar air yang terdapat dalam tubuh
ikan mengindikasikan bahwa ikan tersebut mampu bertahan hidup walaupun
dalam kondisi salinitas yang tinggi.

.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


secara keseluruhan, ikan nila lebih bisa beradaptasi dengan lingkungan salinitas tinggi
dibandingkan dengan ikan nilem. Hal ini dapat terjadi karena ikan nila merupakan ikan
euryhaline sedangkan ikan nilem merupakan ikan stenohaline.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Junius., 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betook (Anabas
testudineus) yang dipelihara pada salinitas berbeda. Jurnal Bioscientiae, 9(2)
Pp. 1-8.
Campbell, N.A., Reece, J. B. & Mitchell, L.G., 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III.
Jakarta: Erlangga.
Dubey, S. K., Raman, K. T., Bimal, K. C., Basudev, M. & Sangram, K. R., 2016. The
Effect of Salinity on Survival and Growth of The Freshwater Stenohaline Fish
Spotted Snakehead Channa punctata (Bloch, 1793). Zoology and
Ecology, 26(4), pp. 282-291.
Evans, D. H., 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. New York: CRC Press.
Firdaus, M. W., Aristi D. P. F. & Bogi B. J., 2018. Analisis Adaptasi Perubahan
Salinitas dan Survival Rate Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella) sebagai
Alternatif Umpan Hidup pada Pole And Line. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology, 7(2), pp. 19-28.
Fujaya, Y., 2004. Fisiologi Ikan "Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Jakarta:
Rineka Cipta.
Johnson, K. D., Rayle, D. C. & Alberg, H. L., 1984. Biology on Introduction. New
Delhi: S. Chand & Co.
Papakostas, S., Vasema, A., Perka, J., Himberg, M., Peil. L. & Primmer, C. R., 2012.
A Proteomics Approach Reveals Divergent Molecular Responses to Salinity
Populations of European Whitefish (Coregonus lavaretus). Journal Of
Molecular Ecology, 3(2), pp. 1-15.
Schmidt-Nielsen, K., 1990. Animal Physiology – Adaptation and Environment Fourth
Edition. Cambridge: Cambridge University Press.
Soetarto,, 1986. Biologi. Surakarta: Widya Duta.
Ville, C. W., Barnes, W. F., & Barnes, R. D., 1988. Zoologi Umum. Jakarta:
Erlangga.
Yuliani, T. A., Sutrisno, A. & Anhar, Solichin. 2018. Pengaruh Salinitas Berbeda
terhadap Respon Osmotik, Regulasi Ion dan Pertumbuhan Ikan Sidat
(Anguilla sp.) Fase Elver Selama Masa Aklimasi dan Kultivasi. Management
of Aquatic Resources Journal, 7(4), pp. 333-341.

Anda mungkin juga menyukai