Disusun Oleh:
Fransiska Yulianita Theresa (1408305044)
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Subclass : Telostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Family : Clariidae
Genus : Clarias
Species : Clarias batrachus
Ikan lele dapat hidup normal di lingkungan yang memiliki kandungan oksigen
terlarut 4 ppm dan air yang ideal dimana mempunyai kadar karbondioksida
kurang dari 2 ppm. Akan tetapi, pertumbuhan dan perkembangan ikan lele akan
cepat dan sehat jika dipelihara dari sumber air yang cukup bersih, seperti sungai,
mata air, saluran irigasi ataupun air sumur (Hastuti dan Subandiyono, 2015).
Berdasarkan jenis makanannya, ikan lele digolongkan ke dalam kelompok ikan
omnivora (pemakan segala) dan mempunyai sifat scavanger yaitu ikan pemakan
bangkai.
3
Gambar 1. Morfologi makroskopis sistem respirasi ikan lele. Labirin (L) dan
insang (I). Lamela (lml), arcus branchialis (ab), dan gill rakers (gr).
(Sumber: Sitio dkk., 2017 )
Proses respirasi pada ikan lele dimulai ketika ikan membuka mulut dan
menutup operkulumnya sedemikian rupa sehingga air yang kaya O2 dapat
terdorong ke dalam mulut dan melewati insang. Jaringan pembuluh darah kapiler
dalam insang akan mengikat O2 dan melepaskan CO2 serta buangan respirasi
lainnya. O2 yang sudah terikat pada hemoglobin dalam darah akan diedarkan
keseluruh tubuh oleh jantung, fase ini disebut sebagai fase inspirasi. Setelah O 2
diedarkan ke seluruh tubuh, maka dilanjutkan dengan hemoglobin mengikat CO2
yang terdapat pada tubuh dan dibawa kembali serta bermuara di insang. CO 2 yang
terdapat pada pembuluh darah kapiler di insang akan berdifusi keluar dengan cara
ikan lele akan menutup mulutnya dan membuka operkulum untuk mengalirkan air
yang telah terdifusi oleh CO2 keluar melalui insang (Purwanti dkk., 2014).
4
permukaan air untuk mengambil oksigen ataupun ketika ikan lele berada pada
lingkungan dengan kondisi oksigen terlarut di dalam air yang rendah. Proses
pengambilan oksigen oleh labirin ini dapat dilakukan secara langsung dimana
oksigen yang ada di udara akan berdifusi secara langsung melalui pembuluh
kapiler di labirin. Mekanisme dari pengambilan oksigen ini dimulai ketika ikan
lele muncul diatas permukaan air untuk mengambil udara dari lingkungan
kemudian O2 diserap atau terjadi difusi pada labirin yang banyak kapiler
darahnya, O2 tersebut akan diedarkan keseluruh tubuh dalam darah oleh jantung
tahap ini merupakan fase inspirasi. Pada fase ekspirasi yaitu pengeluaran CO 2,
dimana CO2 yang terdapat di dalam tubuh akan diikat oleh hemoglobin darah
dibawa kembali serta bermuara di insang dan selanjutnya untuk dikeluarkan dari
tubuh ikan lele. Apabila kondisi lingkungan memiliki kadar O2 yang sedikit, maka
O2 yang ditampung di arborescent organ akan digunakan untuk proses respirasi
sehingga ikan lele dapat bertahan hidup lebih lama pada kondisi tersebut (Arief
dkk., 2014).
Gambar 3.
Morfologi anatomi labirin Ikan Lele (Clarias batrachus)
(Sumber: Sitio dkk., 2017)
5
dengan familinya yaitu Phocidae (Shirihai and Jarret, 2006). Anjing laut
umumnya bertubuh licin dan cukup besar dimana kaki depan pada anjing laut
berukuran besar dan berbentuk seperti sirip sehingga digunakan untuk berenang
serta tubuhnya yang semakin menyempit ke belakang. Anjing laut terkecil, yaitu
Arctocephalus galapagoensis memiliki berat sekitar 30 kg untuk ukuran dewasa
dan panjang 1.2 meter sementara anjing laut terbesar yaitu anjing laut gajah
selatan (Mirounga leonina) memiliki panjang maksimal hingga 4 meter dan berat
2.200 kg (Mira dkk., 2013).
Menurut Saanin (2009), yang menyatakan bahwa secara taksonomi klasifikasi
anjing laut adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Carnivora
Subordo : Caniformia
Superfamily : Pinnipedia
Family : Phocidae
Genus : Phoca
Species : Phoca vitulina
Anjing laut jenis Phoca vitulina memiliki warna biru ke abu-abuan dengan
campuran terang dan gelap. Telinga anjing laut berukuran kecil serta memiliki
anggota tubuh bagian depan yang pendek sehingga menghasilkan gerak yang
terbatas di darat. Kulitnya tebal karena lapisan lemak di bawah kulit jangat sangat
banyak dimana lapisan ini berfungsi sebagai isolator dan cadangan energi untuk
melawan suhu yang sangat dingin (Eisnberg, 2008). Ukuran anjing laut jantan
sedikit lebih besar daripada anjing laut betina, dimana anjing laut jantan memiliki
berat mencapai 110 kg dan panjang sekitar 1,7-1,9 m. Menurut Aragones et al.,
(2013), yang menyatakan bahwa habitat anjing laut hidup dengan baik pada
akuatik dimana anjing laut dapat menyelam hingga 2.000 kaki (610 meter) ke
bawah dan tinggal di bawah sampai 60 menit.
6
Ketika di darat, anjing laut melakukan pernapasan dimulai dari terbukanya
nares eksternal disebabkan oleh kontraksi otot rangka lalu udara masuk ke trakea.
Setelah itu, udara mulai masuk ke bronkus (cabang trakea), dilanjutkan menuju ke
bronkiolus hingga sampai ke paru-paru kiri maupun paru-paru kanan yang
berukuran kira-kira sama sampai akhirnya berakhir di alveolus. Kedua paru
memiliki tiga lobus utama, tetapi paru kanan memiliki lobus menengah kecil
tambahan.
Gambar 4. Struktur anatomi paru-paru anjing laut; trakea (T) dan bronkus (C).
(Sumber: King, 1983)
Gambar 5. Struktur alveoli, kartilago dan otot pada pinipedia (a) Phocidae,
(b) Otariidae, (c) Odobenidae
(Sumber: King, 1983)
Di alveolus, O2 yang dibutuhkan berdifusi masuk ke dalam kapiler darah
yang menyelubungi alveolus dan terjadi pertukaran gas O2 dengan CO2 yang ada
di dalam darah. Selanjutnya, sebagian besar O2 diikat oleh pigmen respirasi
7
disebut dengan hemoglobin. Hemoglobin terdiri dari empat sub unit yang masing-
masing dengan satu kofaktor yang disebut gugus hem yang mempunyai atom besi
di pusatnya. Atom besi tersebut yang sesungguhnya berikatan dengan O2, masing-
masing molekul hemoglobin dapat membawa empat molekul O2 dan diangkut ke
sel-sel tubuh dan otot. Selanjutnya, oksigen berdifusi dari darah ke otot melalui
kapiler-kapiler darah dan mengikat serta menyimpan O2 pada myoglobin yang ada
pada otot anjing laut (King, 1983).
Gambar 6. Struktur anatomi otot pada anjing laut; postural utama (splenius
dan sternothyroius), lokomotif terestrial (subscapularis, supraspinatus,
prasalis, obliques) dan lokomotif di air (longissimus dorsi, psoas, gracilis,
dan gluteus maximus)
(Sumber: Kooyman, 1985)
Anjing laut dapat menahan sekitar 5% O2 nya dalam paru-paru yang relatif
kecil, 70% menumpuk dalam darah, dan 25% nya dalam otot lebih banyak
dibandingkan dengan manusia. Myoglobin yang terdapat pada anjing laut
bermuatan positif, dimana proteinnya menolak satu sama lain sehingga anjing laut
mampu menimbun protein dengan konsentrasi tinggi pada ototnya. Hal tersebut
dapat memungkinkan anjing laut untuk menyelam lebih lama. Selain itu, anjing
laut juga mempunyai dua kali volume darah per kilogram bobot tubuhnya untuk
dapat mengikat banyak O2 dengan hemoglobin (Kooyman, 1985).
Ketika sebelum menyelam anjing laut mengeluarkan nafas dulu dan
membawa oksigen yang mereka butuhkan ke hemoglobin dan jaringan otot. Saat
menyelam, refleks otot tidak hanya menutup lubang hidung, tetapi juga laring dan
8
esofagus, jadi anjing laut dapat membuka mulutnya tanpa menelan air. Paru-paru
anjing laut didesain untuk bertahan ketika berada di bawah tekanan sehingga
ketika ada sedikit udara yang masuk, maka akan ditekan kembali ke batang
tenggorokan, dimana nitrogen tidak dapat diabsorbsi ke dalam darah.
Peningkatan ketahanan paru-paru, peningkatan tekanan sebanding dengan
kedalaman dan menurunkan kemampuan mengapung. Hal ini membuat
penyelaman tidak membutuhkan banyak tenaga. Anjing laut juga mengurangi
frekuensi denyut jantung 10-20% ketika menyelam, bersamaan dengan itu
mengalihkan darah yang membawa O2 dari bagian tubuh lain yang sedikit
membutuhkannya ke organ yang esensial, seperti dari hati ke otak.
Gambar 7. Perbandingan
umum penyimpanan O2 di darah, otot dan paru-paru pada (a) phocidae, (b)
otariidae, (c) odontocetes dan (d) manusia.
(Sumber: Kooyman, 1985)
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat disimpulkan dari paper ini dengan judul
Sistem Respirasi pada Ikan Lele dan Anjing Laut, yaitu
9
1. Mekanisme sistem respirasi ikan lele dimulai ketika ikan membuka mulut
dan menutup operkulumnya untuk inspirasi O2 dan juga ekspirasi CO2
melalui insang, lalu juga terjadi respirasi di labirin yang mampu
mengambil O2 langsung dari udara dan saat ekspirasi CO2, CO2 dibawa
kembali ke insang. Insang digunakan untuk proses respirasi melalui air
sedangkan labirin dan arborescent organ digunakan untuk proses respirasi
melalui udara yang juga sebagai alat tambahannya.
2. Mekanisme sistem respirasi anjing laut dimulai dari transpor O 2 melalui
nares eksternal sampai akhirnya terjadi pertukaran gas O2 dengan CO2 di
alveoli di dalam darah yang diangkut oleh hemoglobin, kemudian pada
transpor CO2, hemoglobin juga berperan sebagai pengangkut CO 2 dalam
darah dari jaringan-jaringan sel ke paru-paru hingga terjadi ekshalasi
(penghembusan napas). Anjing laut dapat menyelam lebih lama karena
memiliki dua kali volume darah per kilogram bobot tubuhnya, dapat
menyimpan O2 di otot, desain paru-parunya tahan akan tekanan, serta
mengurangi frekuensi denyut jantung ketika menyelam.
DAFTAR PUSTAKA
Aragones, L., G. Laule, and Espion. 2013. Marine Mammal Stranding Response
Manual 2nd ed : A Guide For The Rescue, Rehabilitation, and Release of
10
Stranded Cetaceans and Dugong in The Philipines. Journal of Ocean
Adventure. 3(2): 130-132.
Arief, M., F. Nur, dan S. Sri. 2014. Pengaruh Pemberian Probiotik Berbeda pada
Pakan Komersial Terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias sp.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
6(1):49-53.
Campbell, N. A., dan J. B. Reece. 2010. Biologi Edisi kedelapan Jilid 3. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Dewi, D. K., dan J. H. Mulyo. 2015. Analisis Produk Budidaya Ikan Lele
(Clarias batrachus): Pendekatan Fungsi Produksi Cobb Douglas. Jurnal
Perikanan. 17(2): 54-60.
Eisnberg, J. 2008. The Evolution of The Reproductive Unit in The Class
Mammalia. Journal of Zological. 1(9): 75-77.
Gufron, M. H., dan K. Kordi. 2010. Budidaya Ikan Lele di Dalam Kolam Terpal.
Lily Publisher. Yogyakarta.
Hastuti S, dan F. Subandiyono. 2015. Kondisi Kesehatan Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) yang Dipelihara dengan Teknologi Biofloc. Jurnal
Saintek Perikanan. 10(7):74-79.
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Junqueira, L. C. 2007. Histologi Dasar Edisi 10. EGC. Jakarta.
King, J.E. 1983. Seals of the World, 2nd ed. Comstock. New York.
Kooyman, G. L. 1985. Physiology Without Restraint in Diving Mammals. Mar.
Mamm. Sci. 1: 166-178.
Lagler, K. F., J. E. Bardach, R. R. Miller, and D. R. M. Dasino. 1997. Ichtiology.
John Willer and Sons Inc. New York.
Madinawati, N. Serdiati, D. Yoel. 2011. Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele (Clarias
batrachus). Jurnal Media Litbang Sulteng. 4(2):83-87.
Mira, S., P. L. Mustika, D. Kreb, and E. Mutaqquin. 2013. Pedoman Penanganan
Mamalia Laut Terdampar. EGC. Jakarta.
11
Purwanti, S. C., Suminto, dan S. Agung. 2014. Gambaran Profil Darah Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus) yang Diberi Pakan dengan Kombinasi Pakan
Buatan dan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Journal of Aquaculture
Management and Technology. 3(2):53-60.
Saanin, H. 2009. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1. Binatjipta.
Bandung.
Santoso, P. 2009. Bahan Ajar Fisiologi Hewan. Universitas Andalas. Padang.
Sitio, M. H. F., D. Jubaedah, dan M. Syaiffudin. 2017. Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Benih Ikan Lele (Clarias sp.) Pada Salinitas Media yang
Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 5(1): 83-96.
Yulia, R. 2013. Sistem Pernafasan Pada Manusia. Jurnal Pendidikan. 1: 1-10.
12