Oleh :
Kelompok : 10
Kelas F
Desi Rosmala
200110130387
Ines Trisnahati
200110130390
Gina Chynthia
200110130392
200110130399
M. Adyataruna Salam
200110130411
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.3 Tujuan
\
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Spermatogenesis
2.1.1 Pengertian Spermatogenesis
Spermatogenesis
adalah
proses
pembentukan
dan
pemasakan
membelah
untuk
memperbanyak
diri,
sebagian
dari
Pada waktu lahir tubuli seminiferi tidak berlumen dan hanya ada dua jenis
sel yaitu spermatogonia dan sel-sel indiferent. Selama pubertas tubuli
seminiferi mulai berlumen dan ephitel kecambah berubah dari bentuk
sederhana menjadi bentuk kompleks yang khas bagi hewan jantan dewasa.
Sperma terbentuk di dalam tubuli seminiferi dari sel-sel induk sperma
yang diploid, spermatogonia tipe A, yang terletak pada membran basalis.
Spermatogenesis merupakan suatu proses kompleks yang meliputi
pembelahan dan diferensial sel. Selama proses tersebut jumlah kromosom
direduksi dari diploid (2n) menjadi haploid (n) pada setiap sel, juga terjadi
reorganisasi komponen-komponen inti sel dan cytoplasma secara meluas
(Knudsen & Byrne, 1960; Ortavant et al, 1969). Spermatogenesis meliputi
spermatocytogenesis atau pembentukan spermatocyt primer dan sekunder dari
spermatogonia tipe A dan spermiogenesis atau pembentukan spermatozoa dari
spermatid. Spermatocytogenesis dikendalikan oleh FSH dari adenohypophysa
dan spermiogenesis berada di bawah pengaruh LH dan testosteron.
Sel-sel kelamin jantan berkembang secara progresif dan berimigrasi dari
membran basalis ke arah lumen tubuli seminiferi. Akan tetapi selama waktu
tersebut mereka berhubungan dengan cytoplasma sel-sel sertoli yang memberi
nutrisi kepada spermatozoa.
Fase I. (15-17 hari) Pembelahan mitotik spermatogonia menjadi dua anak
sel yaitu satu spermatogenium dormant yang menjamin kontinuitas
spermatogonia dan satu spermatogonium aktif yang membagi diri empat kali
sehingga akhirnya membentuk 16 spermatocyt primer (2n).
Fase II. (kurang lebih 15 hari) Pembelahan meiotik dari spermatocyt
primer (2n) menjadi spermatocyt sekunder (n).
Fase III. (beberapa jam) Pembelahan spermatocyt sekunder menjadi
spermatid.
Fase IV. (kurang lebih 15 hari) Metamorfosis spermatid menjadi
spermatozoa tanpa pembelahan sel. Proses spermatogenesis meliputi
perombakan radikal bentuk sel dimana sebagian besar cytoplasma termasuk
asam ribonucleic (RNA), air, dan glikogen terlepas atau menghilang.
Spermatid adalah suatu sel bundar yang relatif besar sedangkan sperma
merupakan suatu sel langsing memanjang yang kompak dan motil, dan terdiri
dari kepala dan ekor. Aparat golgi dari spermatid membentuk tudung anterior
atau akrosoma sperma (Bane dan Nicander, 1966) dan mitochondria dari
sitoplasma berkumpul pada ekor yang bertumbuh keluar dari sentriol.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spermatogenesis
a. Faktor dalam (endogen):
-
Hormonal
Psikologis
Genetik
Umur
Maturasi
Sapi
Domba -
Babi
ini dapat dijalankan dengan baik karena pada banyak spesies plasma semen
mengandung bahan-bahan penyangga dan makanan sebagai sumber energy
bagi spermatozoa baik yang dapat digunakan secara langsung misalnya
fruktosa dan sorbitol maupun tidak langsung misalnya glyceryl phosphoryl
choline (GPC). Plasma semen yang sebagai besar terdiri dari air, merupakan
cairan netral bersifat isotonic serta berisi substansi organic sebagai cadangan
makanan dan perlindungan sperma.
Sperma merupakan suatu sel kecil, kompak dan sangat khas, yang tidak
bertumbuh atau membagi diri. Secara esensial ia terdiri dari kepala yang
membawa materi herediter parental, dan ekor yang mengandung sarana
penggerak. Sperma tidak memiliki cytoplasma yang khas bagi kebanyakan sel.
Permukaan sperma dibungkus oleh suatu membran lipoprotein. Apabila
sel tersebut mati, permeabilitas membrannya meninggi, terutama di daerah
pangkal kepala, dan ini merupakan dasar pewarnaan semen yang membedakan
sperma hidup dari yang mati. Zat warna yang umum dipakai adalah eosin atau
merah kongo terhadap latar belakang hitam dari negrosin. Apabila sperma
disuntikan ke dalam tubuh, sel-sel ini akan menggertak pembentukan antibodi
di dalam darah, dan serum hewan tersebut akan meng-agglutinasikan sperma
invitro, akan tetapi dalam hal ini sperma biasanya bersatu pada ekornya
(aglutinasi ekor).
Kepala sperma
Bentuk kepala spermatozoa bermacam-macam pada sapi dan manusia
berbentuk bulat memanjang pada unggas seperti gelombang, pada tikus dan
mencit seperti sabit dengan ujung kepala bagian poterior tumpul dan bagian
anterior meruncing sedangkan leher sangat pendek. Dua pertiga kepala
spermatozoa ditutupi oleh akrosom. Bagian kepala spermatozoa didominasi
oleh inti sel yang mengandung materi genetik (DNA dan RNA), informasi
genetik yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan di dalam
molekul DNA yang tersusun oleh banyak nukleotida. Setiap spermatozoa
mengandung lebih kurang 2,5 milyar informasi penting untuk membentuk
fetus walaupun diperluakan 300 milyar spermatozoa untuk membentuk satu
gram DNA. Pada mamalia sifat-sifat hereditas terdapat di dalam inti
spermatozoa termasuk penentuan kelamin embrio. Spermatozoa yang
mengandung kromosom X akan menghasilkan embrio betina sedangkan
spermatozoa yang mengandung kromosom Y akan menghasilkan embrio
jantan. Pada unggas justru sebaliknya spermatozoa X untuk jantan
spermatozoa Y untuk betina
Bagian leher spermatozoa merupakan bagian yang menghubungkan kepala
dengan ekor spermatozoa.
Ekor sperma
Ekor sperma panjangnya berkisar 40-50 mikron dibagi atas tiga bagian,
bagian tengah (midle piece), bagian utama (principle piece), dan bagian ujung
atau akhir (end piece) yang berasal dari sentriol spermatid selama
spermatogenesis. Pembagian tersebut berdasarkan letak , struktur dan
fungsinya. Organel sel yang berada dibagian ekor spermatozoa selain
mitokondria, mikofibril juga sitoplasma dalam jumlah sedikit. Sebagian besar
sitoplasma penyusun spematozoa telah diabsopsi oleh sel sertoli di tubulus
seminiferus saat spermatogenesis. Ekor spermatozoa pada bagian midle piece
merupakan inti ekor atau axial core tersusun dari membran sel, mitokondria
dan serabut tebal penyusun aksonema yang terdiri atas dua serabut sentral
dikelilingi oleh cincin konsentrik terdiri atas 9 fibril rangkap yang berjalan
dari daerah implantasi sampai bagian ujung ekor. Di bagian tengah ekor
spermatozoa, kesebelas fibril tersebut di atas dikelilingi lagi oleh 9 fibril yang
lebih kasar. Sepanjang bagia utama, fibril-fibril dibungkus oleh suatu
selubung elor fibrosa. Bagian utama ekor mengandung sebagian besar
mekanisasi daya gerak spermatozoa. Pada bagian ujung ekor yang pendek inti
ekor tidak mempunyai selubung dan fibril luar yang sembilan buah tidak ada.
Mitokondria yang terletak pada bagian ini tersusun secara spiral dan
dilindungi dari lingkungan luar oleh membran sel. Mitokondria adalah tempat
untuk sintesis energi yang digunakan untuk pergerakan spermatozoa.
Pergerakan terjadi dengan mengubah energi kimia dengan energi kinetik.
Bentuk ultrastruktur middle piece pada penampang bujur berturut-turut dari
luar adalah membran sel, mitokondria, serabut tebal, dan serabut halus. Setiap
organel tersebut memiliki peran dalam menjalankan fungsi spermatozoa,
serabut tebal dan serabut halus merupakan organel penyusun aksonema yang
berperan sebagai motor penggerak terjadinya motilitas spermatozoa.
Aksonema yang terdapat disepanjang ekor spermatozoa membantu
pergerakan ekornya. Bagian ini tediri atas 9 pasang mikrotubulus bagian
ferifer seabut tebal . antara ferifer satu dengan lainnya dihubungkan oleh
bagian yang disebut dynein arm dan radial spokes, serta satu pasang
mikrotubulus terletak dibagian tengah atau sentral. Pada bagian principle piece
juga tersusun oleh aksonema, sedangkan bagian end piece terdapat
mikrotubulus dan aksonema yang berfungsi dalam pergerakan sperma.
Pergerakan ekor spermatozoa terjadi karena adanya sinergis antara penyusun
aksonema.
bergerak
dengan
cepat.
Hiperaktivasi
dipacu
oleh
kalsium
ekstraseluler, akan tetapi, faktor yang meregulasi kadar kalsium masih belum
diketahui. Tanpa intervensi teknologi, sperma non motil atau sperma dengan
gerak abnormal tidak dapat membuahi. Oleh karena itu, penilaian terhadap
fraksi populasi sperma yang motil dalam analisis kualitas sperma merupakan
faktor yang sangat penting. Rendahnya motilitas sperma merupakan penyebab
umum subfertilitas ataupun infertilitas.
Motilitas sperma penting untuk fertilisasi normal. Motilitas sperma
dihasilkan oleh flagela. Proses ini membutuhkan ATP yang berfungsi sebagai
tenaga penggerak pada aksnomea. Walaupun sperma tidak bergerak saat di
epididymis, sperma mamalia menunjukkan gerakan maju yang cepat yang
Sistem
tersebut
yaitu
glutathione
Merupakan
singkatan
dari
Glyceraldehyde
3-phosphate
factor
(PAF;1-O-alkyl-2-acetyl-sn-glycero-3-
phospholipase
A2
terdapat
pada
sperma.
PAF
menunjukkan
stimulasi
pertumbuhan
embrionik.
sel-sel
seminiferus untuk
proses
spermatogenesis selain itu FSH juga menstimulasi sel sertoli yang berada di
tubulus seminiferus untuk mensekresikan ABP ( Androgen Binding Protein) dan
inhibin. LH akan merangsang sel interstitial Sel Leydig yang berada pada jaringan
interstitial testes untuk mensekresikan hormon Androgen. ABP merupakan
protein pembawa hormon androgen dalam transport di pembuluh darah. Apabila
produksi spermatozoa dianggap berlebihan maka inhibin akan melakukan kontrol
( negative feedback mechanism) terhadap hipothalamus dan hipofisi anterior
akibatnya terjadi hambatan terhadap sekresi hormon gonadrotopin releasing
hormone dan hormon gonadrotopin ( FSH) yang akan mengakibatkan
menurunnya stimulasi terhadap spermatogenesis. Kontrol terhadap sekresi
hormon gonadrotopin lainnya yaitu LH juga terjadi melalui mekanisme
penghambatan oleh hormon androgen yang diproduksi oleh sel leydig. Hormon
androgen melakukan kontrol melalui umpan balik negatif terhadap hipothalamus
dan hipofisis anterior sehingga hormon gonadrotopin menurun konsentrasinya,
akibatnya stimulasi terhadap sel leydig untuk menghasilkan hormon androgen
juga akan menurun sekresinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-240-250890323-bab%20i.pdf
http://imamabror.wordpress.com/2010/10/29/spermatogenesis-komponen-semenkualitas-semen-dan-preservasi-semen/
Toelihere, Mozes.R.1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa : Bandung
http://obgynmag.blogspot.com/2010/12/motilitas-sperma_22.html