KEBUTUHAN NUTRISI
UNTUK HIDUP POKOK DAN PRODUKSI
Kebutuhan ternak akan zat makanan terdiri dari kebutuhan hidup pokok dan
kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok pengertiannya sederhana yaitu untuk
mempertahankan hidup. Ternak yang memperoleh makanan hanya sekedar cukup untuk
memenuhi hidup pokok, bobot badan ternak tersebut tidak akan naik dan turun. Tetapi jika
ternak tersebut memperoleh lebih dari kebutuhan hidup pokoknya maka sebagian dari
kelebihan makanan itu akan dapat dirubah menjadi bentuk produksi misalnya air susu,
pertumbuhan dan reproduksi ini disebut kebutuhan produksi.
Telah dijelaskan bahwa energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pokok diubah
dalam bentuk panas dan dikeluarkan tubuh juga dalam bentuk panas. Jumlah panas yang
meningkat diakibatkan oleh aktivitas hidup pokok tersebut dinamakan dengan istilah
metabolisme basal hewan. Pengukuran ini langsung diperkirakan dari jumlah NE yang harus
didapat oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya.
Pengukuran konsumsi pakan pada ternak biasanya berdasarkan bahan kering.
Konsumsi bahan kering pada ternak dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu faktor pakan yang
meliputi palatabilitas dan daya cerna, faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur
dan kondisi kesehatan. Konsumsi bahan kering memegang peranan penting karena dalam
bahan kering tersebut ternak memperoleh energi, protein, vitamin dan mineral.
Konsumsi bahan kering merupakan pembatas untuk dapat tidaknya dipenuhi
kebutuhan ternak akan zat-zat pakan yang diperlukan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan
produksi. Kebutuhan bahan kering untuk domba adalah berkisar antara 2-4 % dari bobot
badan per hari. Konsumsi bahan kering menentukan tinggi rendahnya konsumsi bahan
organik dan bahan anorganik. Bahan organik terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan
vitamin.
Ternak membutuhkan energi untuk mempertahankan hidupnya dan berproduksi
secara normal. Energi didapatkan dari hasil metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh ternak
itu sendiri. Energi sangat penting untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi. Kekurangan
energi akan menghambat pertumbuhan pada hewan muda dan kehilangan bobot badan pada
hewan dewasa. Bila energi pakan tidak memenuhi kebutuhan, maka kebutuhan tersebut akan
dipenuhi dengan membongkar timbunan lemak tubuh. Jika timbunan lemak tubuh sudah
habis maka kebutuhan energi tersebut dipenuhi dengan membongkar protein tubuh.
Kebutuhan energi dapat dinyatakan dalam “Metabolism Energy” (ME), “Digestible
Energy” (DE), “Gross Energy” (GE) dan “Total Digestible Nutrient” (TDN). TDN
merupakan satuan energi yang berdasarkan seluruh nutrisi pakan yang tercerna, sehingga
nilai TDN hampir sama dengan energi dapat dicerna (DE). Perbedaannya terletak pada cara
pengukurannya, dimana nilai DE bahan pakan ditetapkan dengan jalan membakar sampel
bahan pakan dan juga feses dalam bom kalorimeter. Kelemahan penggunaan TDN sebagai
satuan energi adalah tidak menghitung hilangnya zat-zat nutrisi yang dibakar saat
metabolisme dan energi panas yang timbul saat mengkonsumsi pakan.
Hewan yang diberi pakan bebas nitrogen, kenyataannya tetap terlihat adanya
kehilangan nitrogen yang keluar bersama feses dan urin yang berasal dari degradasi dinding
usus, enzim dan mikroba yang mati. Eksresi nitrogen diurin dapat berasal dari perubahan
kreatin menjadi kreatinin dan juga urea yang merupakan hasil katabolisme asam
amino. Protein tubuh pada dasarnya selalu harus diganti dengan protein yang baru.
Pergantian protein di usus dan hati ini memakan waktu dalam unit jam atau hari, sedangkan
pergantian di tulang dan syaraf memakan waktu dalam unit bulan bahkan tahunan. Jumlah
kebutuhan nitrogen untuk hidup pokok akan seimbang bila besar konsumsi N dapat
diimbangi dengan besarnya jumlah N-metabolik di feses dan N-endogenous di urin. Cara
pengukurannya yaitu dengan menentukan nitrogen yang hilang/keluar dari hewan yang diberi
pakan bebas nitrogen.
Kebutuhan energi untuk pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh bobot badan dan juga
jenis kelamin serta bangsa hewan. Jantan biasanya mempunyai kecepatan pertumbuhan yang
lebih cepat dibandingkan betina, oleh karena itu kebutuhan energi untuk jantan lebih banyak
daripada untuk betina. Jenis bangsa hewan tipe besar akan membutuhkan energi lebih
banyak dibandingkan dengan bangsa hewan yang kecil. Penentuan energi untuk standar
biasanya didasari oleh suatu model factorial.
Sedangkan kebutuhan protein untuk tumbuh dapat dihitung seperti: Seekor anak
domba tumbuh dengan pertambahan bobot badan 0,2 kg/h dan kehilangan protein
endogenous sebanyak 21 g/h, kandungan protein tubuh 170 g/kg. Maka kebutuhan protein
untuk hewan tersebut Kebutuhan Protein = 21 + (0,2 x 170) =55 g. Jika nilai BV nya 0,80
dan kecernaan proteinnya 0,85 maka protein yang dibutuhkan adalah = 55/(0,80 x 0,85) = 81
g.
DAFTAR PUSTAKA
Prayatno, E. 2012. Macam- Macam Pakan Ternak
Ruminasia.http://duniailmupeternakan.blogspot.com/2012/02/macam-macam-pakan-
ternak-ruminansia.html. Diakses pada tanggal 18 Desember 2012.
Tillman, Allen D.dkk.1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
KEBUTUHAN NUTRISI
DAFTAR PUSTAKA
Dogar, S. 2012. Fungsi Nutrisi dalam Proses
Reproduksi.http://saungdombagarut.blogspot.com/2012/04/fungsi-nutrisi-dalam-proses-
reproduksi.html. Diakses pada tanggal 18 Desember 2012.
Tillman, Allen D.dkk.1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Tugas Individu
Mata Kuliah : Ilmu Nutrisi Ternak Dasar
Dosen : Prof. Dr. Ir. H. Sjamsuddin Rasjid, M.Sc.
KEBUTUHAN NUTRISI
UNTUK HIDUP POKOK, PRODUKSI,
REPRODUKSI DAN LAKTASI PADA TERNAK
OLEH:
SYAHRIANA SABIL
Mengenal Kebutuhan Nutrisi Pakan
Kambing PE
Posted on August 2, 2012 by forumkita_bbppbatu
Permasalahan yang terjadi di tingkat peternak adalah produktivitas kambing perah rata-rata
masih rendah. Hal ini disebabkan kualitas ransum, bibit dan tatalaksana pemeliharaan yang
belum optimal. Salah satu upaya pemecahan masalah rendahnya produksi susu adalah dengan
meningkatkan kualitas ransum pada saat laktasi. Peningkatan kualitas ransum terutama
kandungan Protein Kasar (PK) dan Total Digestible Nutrients (TDN) diperlukan pada saat laktasi.
Hal ini berkaitan dengan meningkatnya proses metabolisme tubuh untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok dan produksi susunya. Ransum yang biasanya diberikan pada kambing atau domba
di tingkat peternak pada umumnya memiliki kandungan protein kasar antara 9 – 12% (Siregar,
1994). Dengan kisaran tersebut akan menimbulkan permasalahan yaitu kebutuhan dasar protein
untuk ternak serta perkembangan mikroba rumen kurang, karena mikroba rumen akan dapat
berkembang dengan baik pada saat kadar protein kasar ransum yang diberikan pada ternak
sebesar 13,4% (Tamminga, 1979).
Pakan Kambing PE
Pakan kambing terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan yang digunakan sebagai pakan,
dapat berupa hijauan segar maupun hijauan kering. Disamping itu, harus memenuhi persyaratan
sebagai pakan antara lain tidak mengandung racun dan bermanfaat bagi ternak untuk
kelangsungan hidupnya. Hal itu berlaku juga dengan konsentrat sebagai pakan ternak.
Menurut Lubis (1992), hijauan adalah bahan pakan dalam bentuk daun-daunan yang kadang-
kadang masih bercampur dengan batang, ranting serta bunga yang pada umumnya berasal dari
tanaman sebangsa rumput dan kacang-kacangan. Hijauan dapat pula diartikan sebagai pakan
yang mengandung serat kasar yang relatif tinggi.
Hijauan yang dapat digunakan sebagai pakan kambing adalah rumput gajah (Pennisetum
purpureum), kaliandra, lamtoro, gamal, turi, daun nangka, dan lain-lain. Rumput gajah baik
digunakan untuk pakan karena penanaman mudah, produksi dan nilai nutrisinya tinggi (Lubis,
1992). Produksi rumput gajah ± 150 ton/ha/tahun dengan pemotongan pertama pada umur 50 –
60 hari dan pemotongan selanjutnya dilakukan setiap 30 – 50 hari sekali (Reksohadiprodjo,
1981). Komposisi zat nutrisi yang terkandung dalam rumput gajah berdasarkan bahan keringnya
adalah abu 10,6%, protein kasar 9,6%, serat kasar 32,7%, lemak kasar 1,9%, bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN) 45,2% dan total digestible nutrients (TDN) 54% (Siregar, 1994) .
Tanaman kaliandra dibedakan menjadi dua jenis yaitu kaliandra berbunga merah dan kaliandra
berbunga putih. Kaliandra merah merupakan penghasil pakan ternak dengan kandungan protein
di dalam daunnya cukup tinggi dan jumlah daun cukup banyak (Lembaga Biologi Nasional,
1983). Komposisi zat nutrisi yang terkandung dalam daun kaliandra merah berdasarkan bahan
keringnya adalah abu 9,3%, protein kasar 27,7%, serat kasar 28,9%, lemak kasar 3,3%, bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 30,8% dan total digestible nutrients (TDN) 62% (Siregar, 1994).
Daerah tropis yang suhunya relatif lebih panas mempunyai kualitas hijauan yang cenderung
lebih rendah, sehingga untuk pemenuhan zat-zat gizi yang tidak tersedia di dalam pakan hijauan
dipenuhi melalui pakan konsentrat. Konsentrat adalah pakan yang mengandung serat
kasar/bahan yang tak tercerna relatif rendah. Jenis bahan pakan penyusun konsentrat antara
lain dedak padi, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas kecap, bungkil kedelai, polard, onggok, dan
lain-lain (Sutardi, 1981). Menurut Schmidt (1971) yang disitasi oleh Prihadi (1996), pakan
konsentrat berfungsi sebagai penambah energi, disamping mengandung protein lebih dari 20%
dan kandungan serat kasar kurang dari 18% serta mudah dicerna.
Menghitung Kebutuhan Nutrisi
Dalam menghitung kebutuhan nutrisi ternak ditentukan oleh performance / penampilan ternak,
dimana hal ini dapat berupa berat badan, pertambahan berat badan harian, masa kebuntingan
dan menyusui. Bila seekor ternak diberi makanan untuk kepentingan pertumbuhan,
penggemukan, produksi air susu atau untuk kepentingan fungsi produksi lainnya, maka sebagian
makanan itu dipergunakan untuk menunjang proses dalam tubuh yang harus dilaksanakan
walaupun ada atau tidak ada pembentukan jaringan baru atau produksi.
Kebutuhan-kebutuhan akan makanan untuk menjaga integritas jaringan tubuh dan mencukupi
energi guna proses essensial organisme hidup disebut kebutuhan hidup pokok organisme
tersebut. Sehingga bisa dikatakan bahwa apabila kebutuhan hidup pokoknya sudah terpenuhi,
maka sisa nutrisi dalam makanan tersebut akan digunakan untuk proses produksi. Jika ternak
tidak mendapatkan suplai makanan yang cukup untuk kebutuhan pokok hidupnya, maka dia
tidak akan bisa memenuhi target untuk berproduksi. Bahkan ternak tersebut akan merombak
cadangan makanan di dalam tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga ternak
menjadi kurus.
Kebutuhan Nutrisi Kambing Perah
Hartutik (1995) menyatakan bahwa kebutuhan nutrien ternak ditentukan oleh hidup pokok dan
tingkat produksinya. Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan untuk mempertahankan
bobot hidup. Apabila pakan yang diperoleh melebihi dari kebutuhan hidup pokok maka sebagian
kelebihan akan digunakan untuk produksi.
Pemberian nutrien kepada ternak terutama protein kasar, apabila sudah melebihi kebutuhan
hidup pokok, maka akan dapat meningkatkan produktivitasnya. Ternak yang mendapatkan
protein ransum lebih tinggi akan mempunyai pertambahan bobot badan (PBB) yang lebih tinggi
dan lebih efisien dalam menggunakan pakan (Weston, 1982). Kebutuhan protein tertinggi
diperlukan saat ternak berada pada status pertumbuhan awal, melahirkan dan awal laktasi
(Preston dan Leng, 1987).
Selain itu protein dibutuhkan pula untuk produksi susu khususnya untuk produksi kasein.
Kebutuhan protein kasar ransum untuk hidup pokok (maintenance) adalah 4,15 g/W kg 0,75 dan
untuk produksi susu adalah 77 g/kg susu dengan kadar lemak 4,5% (NRC, 1981), sehingga
produksi susu akan sangat ditentukan oleh protein dalam ransum.
Disamping protein, ternak juga memerlukan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok),
memenuhi kebutuhannya akan energi mekanik untuk gerak otot, dan sintesa jaringan – jaringan
baru. Bila hewan dalam keadaan kekurangan makanan, ia tetap memerlukan energi untuk
melaksanakan fungsi normal dari tubuh, misalnya aktivitas kerja mekanik, otot-otot, kerja kimia,
seperti gerakan zat makanan ke dalam sel menentang konsentrasi yang lebih pekat, untuk
sintesa enzym-enzym essensial dan hormon yang penting untuk proses-proses kehidupan, dan
lain-lain. Energi yang diperlukan untuk kepentingan-kepentingan tersebut diperoleh dari hasil
katabolisme zat-zat cadangan dalam tubuh, misalnya : glikogen, lemak dan protein.
Silase Jagung (Pakan Alternatif untuk Ternak
Sapi Perah)
24JUL
Silase merupakan salah satu teknik pengawetan Hijauan Makannan Ternak (HMT). Prinsip
teknologi pengolahan HMT ini adalah dengan melakukan langkah fermentasi, sehingga lebih kaya
akan nutrisi dan lebih mudah dicerna oleh ternak. Selain meningkatkan kualitas pakan, silase juga
bertujuan untuk proses pengawetan pakan.
Salah satu HMT yang dijadikan silase adalah jagung. Silase jagung dapat dijadikan pakan
alternatif di musim kemarau. Dan yang lebih menguntungkan lagi bagi peternak silase ini bisa
disimpan dalam waktu 3-6 bulan. Pada prinsipnya dasar pembutan silase adalah menciptakan
terjadinya kondisi anaerob (kondisi asam) didalam silo (tempat pembuatan silase).
Daun dan batang jagung yang berumur 90 -100 hari (lebih bagus), dicacah dengan panjang 10- –
50 mm. Selain untuk menyergamka ukuran Pencacahan ini juga bertujuan mengurangi kadar air.
Pembuatan silase di lakukan didalam silo yang dapat terbuat dari kantong plastik bagian dalam
dan karung plastik untuk bagian luar. Atau bisa juga dengan menanam drum didalam tanah. Hal
ini bertujuan untuk mendapatan susana yang anaerob.
Proses fermentasi memerlukakan starter untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat.
Starter bisa berupa molases, gula pasir atau gula merah. Prnggunaan starter sebanya 10% dari
berat hijaun. Dan dapat pula ditambahkan bahan kimia EM-4 secukupnya.
Semua bahan dcampur dengan merata. Setelah betul-betul rata campuran ini dimasukkan
kedalam silo sedikit demi sedikit. Setelah padat dan penuh tutup dan tekan agar udara di dalam
silo keluar. Ikat atau tutup silo sampai tidak ada lagi gelembung udara (kondisi anaerob) di dalam
silo .
Waktu penyimpanan dan proses fermentasi terjadi selama 3 minggu (21 hari) setelah itu silase
siap untuk digunakan, masa penyimpanan silase ini selama 3 – 6 bulan setelah panen.
Kriteria silase yang baik adalah rasa dan bau asam tapi harum., warna masih kelihatan hijau, pH
rendah, tekstur hijauan masih terlihat jelas, tidak berjamur, berlendir dan tidak menggumpal.
Sebelum diberikan kepada ternak silase sebaiknya diangin-anginkan terlebih dahulu. Pemberian
kepada ternak dalam 1 hari cuma boleh dibuka 1 kali (untuk makan pagi dan sore dikeluarkan dari
dalam silo bersama-sama).
Ternak yang belum terbiasa makan silase diberikan sedikit demi sedikit, dicampur dengan hijauan
yang biasa dimakan. Jika sudah terbiasa dapat diberikan secara dengan kebutuhan.
Ransum komplit Silase batang/tebon
jagung dan indigofera
Created: 10 November 2017
Hits: 562
Saat panen raya, selain jagung dihasilkan juga tebon jagung yang berlimpah. Tebon jagung adalah
batang dan daun jagung. Tebon jagung dapat diawetkan dengan diolah menjadi silase. Silase ini
sangat cocok untuk pengawetan bahan pakan dengan kadar air yang tinggi seperti tebon jagung.
Dengan kondisi yang kedap udara (anerob) silase dapat disimpan hingga 6-8 bulan.
Pembuatan silase tebon jagung yang ditambah dengan hijauan leguminosa (indigofera)
menghasilkan kadar protein dan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan silase tanpa
suplementasi. Dapat dikatakan pakan komplit karena tidak perlu ditambahkan konsentrat lagi saat
diberikan pada ternak.
Cara pembuatan silase, tebon jagung muda 79 kg dicampur dengan daun indigofera 18,3 kg, dedak
padi 2,5 kg dan mineral 0,23 kg dan diaduk secara merata.Kemudian dimasukkan ke dalam wadah
(tong atau kantong plastik), ditutup rapat, dan kedap udara. Disimpan selama 15-21 hari sebelum
digunakan.
Ciri-ciri Silase yang baik adalah: teksturnya lembut, bebas jamur, aroma asam dan wangi serta terasa
asam dan manis. Kandungan nutrisi ransum komplit silase ini yaitu protein kasar (PK) 13,5% dan
TDN 66%. (REP)
inShare
Pembuatan silase dapat juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaan nya
tergantung dari bahan tambahan yang akan di pergunakan. Adapun penggunaan bahan
tambahan sangat tergantung dari kebutuhan hasil yang ingin di capai.
Fermentatsi.
Setelah kadar oksigen habis , maka proses fermentasi di mulai. Fermentasi adalah
menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase. Sampai dengan kadar pH dimana tidak
ada lagi organisme yang dapat hidup dan berfungsi di dalam silo.
Penurunan kadar pH ini dilakukan oleh lactic acid yang di hasilkan oleh bakteri
Lactobacillus.
Lactobasillus itu sendiri sudah berada didalam bahan baku silase, dan dia akan tumbuh dan
berkembang dengan cepat sampai bahan baku terfermentasi. Bakteri ini akan
mengkonsumsi karbohidrat untuk kebutuhan energinya dan mengeluarkan lactic acid.
Bakteri ini akan terus memproduksi lactic acid dan menurunkan kadar pH di dalam bahan
baku silase. Sampi pada tahap kadar pH yang rendah, dimana tidak lagi memungkinkan
bakteri ini beraktivitas. Sehingga silo berada pada keadaan stagnant, atau tidak ada lagi
perubahan yang terjadi, sehingga bahan baku silase berada pada keadaan yang tetap.
Keadaan inilah yang di sebut keadaan terfermentasi, dimana bahan baku berada dalam
keadaan tetap , yang disebut dengan menjadi awet.
Pada keadaan ini maka silase dapat di simpan bertahun-tahun selama tidak ada oksigen
yang menyentuhnya
Bakteri Clostridia
Bakteri ini juga sudah berada pada hijauan atau bahan baku silase lainnya, saat mereka di
masukan kedalam silo.
Bakteri ini mengkonsumsi karbohidrat, protein dan lactic acid sebagai sumber energi mereka
kemudian mengeluarkan Butyric acid, dimana Butyric acid bisa diasosiasikan dengan
pembusukan silase
Keadaan yang menyuburkan tumbuhnya bakteri clostridia adalah kurangnya kadar
karbohidrat untuk proses fermentasi , yang biasanya di sebabkan oleh : kehujanan pada
saat pencacahan bahan baku silase, proses respirasi yang terlalu lama, terlalu banyaknya
kadar air di dalam bahan baku. Dan juga kekurangan jumlah bakteri Lactobasillus . Itulah
sebabnya kadang di perlukan penggunaan bahan tambahan atau aditive.
Materi III - Tahapan atau Phase yang terjadi pada proses fermentasi Silase
Proses fermentasi ini (yang biasa di sebut dengan Ensiling), berjalan dalam enam phase,
yaitu:
Phase I
Saat pertama kali hijauan di panen, pada seluruh permukaan hijauan tersebut terdapat
organisme aerobic, atau sering disebut sebagai bakteri aerobic, yaitu bacteri yang
membutuhkan udara / oksigen.
Sehingga pada saat pertamakali hijauan sebagai bahan pembuatan silase di masukan ke
dalam silo, bakteri tersebut akan mengkonsumsi udara/oksigen yang terperangkap di dalam
rang silo tersebut. Kejadian ini merupakan sesuatu yang tidak di inginkan untuk terjadi saat
ensiling, karena pada saat yang sama bakteri aerobik tersebut juga akan mengkonsumsi
karbohidrat yang sebetulnya di perlukan bagi bakteri lactic acid.
Walaupun kejadian ini nampak menguntungkan dalam mengurangi jumlah oksigen di dalam
silo , sehingga menciptakan lingkungan anaerob seperti yang kita kehendaki dalam ensiling,
namun kejadian tersebut juga menghasilkan air dan peningkatan suhu / panas. Peningkatan
panas yang berlebihan akan mengurangi digestibility kandungan nutrisi, seperti misalnya
protein.
Proses perubahan kimiawi yang terjadi pada phase awal ini adalah terurainya protein
tumbuhan, yang akan terurai menjadi amino acid, kemudian menjadi amonia dan
amines. Lebih dari 50% protein yang terkandung di dalam bahan baku akan terurai.
Laju kecepatan penguraian protein ini (proteolysis), sangat tergantung dari laju
berkurangnya kadar pH.
Raung lingkup silo yang menjadi acid, akan mengurangi aktivitas enzym yang juga akan
menguraikan protein.
Lama terjadinya proses dalam tahap ini tergantung pada kekedapan udara dalam silo,
dalam kekedapan udara yang baik maka phase ini hanya akan bejalan beberapa jam saja.
Dengan teknik penanganan yang kurang memadai maka phase ini akan berlangsung
sampai beberapa hari bahkan beberapa minggu.
Untuk itu maka tujuan utama yang harus di capai pada phase ensiling ini adalah,
semaksimum mungkin di lakukan pencegahan masuknya udara/oksigen, sehingga keadaan
anaerobic dapat secepatnya tercapai.
Kunci sukses pada phase ini adalah:
- Kematangan bahan
- Kelembaban bahan
- Panjangnya pemotongan yang akan menentukan kepadatan dalam silo
- Kecepatan memasukan bahan dalam silo
- Kekedapan serta kerapatan silo
Phase II
Setelah oksigen habis di konsumsi bakteri aerobic, maka phase dua ini di mulai, disinilah
proses fermentasi dimulai, dengan dimulainya tumbuh dan berkembangnya bakteri acetic –
acid..
Bakteri tersebut akan menyerap karbohidrat dan menghasilkan acetic acid sebagai hasil
ahirnya.
Pertumbuhan acetic acid ini sangat diharapkan, karena disamping bermanfaat untk ternak
ruminansia juga menurunkan kadar pH yang sangat di perlukan pada phase berikutnya.
Penurunan kadar pH di dalam silo di bawah 5.0, perkembangan bakteri acetic acid akan
menurun dan ahirnya berhenti
Dan itu merupakan tanda berahirnya phase-2. Dalam fermentasi hijauan phase-2 ini
berlangsung antara 24 s/d 72 jam.
Phase III
Makin menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan bakteri
anaerob lainnya yang memproduksi latic acid. Maka pada phase ini latic acid akan
bertambah terus
Phase IV Dengan bertambahnya jumlah bakteri pada phase 3, maka karbohidrat yang akan
terurai menjadi latic acid juga makin bertambah.
Latic acid ini sangat di butuhkan dan memegang peranan paling penting dalam proses
fermentasi. Untuk pengawetan yang efisien, produksinya harus mencapai 60% dari total
organic acid dalam silase.
Saat silase di konsumsi oleh ternak, latic acid akan di manfaatkan sebagai sumber energi
ternak tersebut.
Phase 4 ini adalah phase yang paling lama saat ensiling, proses ini berjalan terus sampai
kadar pH dari bahan hijauan yang di pergunakan turun terus, hingga mencapai kadar yang
bisa menghentikan pertumbuhan segala macam bakteri, dan hijauan atau bahan baku
lainnya mulai terawetkan. Tidak akan ada lagi proses penguraian selama tidak ada
udara/oksigen yang masuk atau di masukan.
Phase V
Pencapaian final kadar pH tergantung dari jenis bahan baku yang di awetkan, dan juga
kondisi saat di masukan dalam silo. Hijauan pada umumnya akan mencapai kadar pH 4,5,
jagung 4.0.
Kadar pH saja tidaklah merupakan indikasi dari baik buruknya proses fermentasi ini.
Hijauan yang mengandung kadar air di atas 70% akan mengalami proses yang berlainan
pada phase 4 ini. Bukan bakteri yang memproduksi latic acid yang tumbuh dan berkembang,
namun bakteri clostridia yang akan tumbuh dan berkembang. Bakteri anaerobic ini akan
memproduksi butyric acid dan bukan latic acid, yang akan menyebabkan silase berasa
asam. Kejadian ini berlangsung karena pH masih di atas 5.0
Phase VI
Phase ini merupakan phase pengangkatan silage dari tempatnya /silo.
Proses pengangkatan ini sangatlah penting namun biasanya tidak pernah di perhatikan oleh
para peternak yang kurang berpengalaman.
Hasil riset mengatakan bahwa lebih dari 50% silase mengalami kerusakan atau
pembusukan yang di sebabkan oleh bakteri aerobic, saat di keluarkan dari silo.
Kerusakan terjadi hampir di seluruh permukaan silase yang terekspos oksigen, saat berada
pada tempat penyimpanan atau pada tempat pakan ternak, setelah di keluarkan dari silo.
Kecermatan kerapihan dan kecepatan penanganan silase setelah dikeluarkan dari silo yang
kedap udara sangatlah perlu untuk di cermati, agar tidak terjadi pembusukan.
Bahan tambahan
Dengan mengetahui prinsip fermentasi dan phase tahapan prosesnya , maka kita bisa
memanipulasi proses fermentasi dalam pebuatan silase.
Manipulasi di tujukan untuk mempercepat proses atau untuk meningkatkan dan
mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada bahan baku silase
Manipulasi dengan penambahan bahan additive ini bisa dilakukan secara langsung dengan
Penyiapan Silo
Silo hanyalah nama sebuah wadah yang bisa di tutup dan kedap udara, artinya udara tidak
bisa masuk maupun keluar dar dan ke dalam wadah tersebut. Wadah tersebut juga harus
kedap rembesan cairan.
Untuk memenuhi kriteria ini maka bahan plastik merupakan jawaban yang terbaik dan
termurah serta sangat fleksibel penggunaannya. Walaupun bahan dari metal, semen dll
tetap baik untuk di gunakan.
Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan, mulai kantong keresek plastik ukuran satu
kilogram, sampai silo silindris dengan garis tengah 100 meter dan ketinggian 30 meter.
Pilihlah ukuran, bahan serta konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
anda.
Gentong plastik (biasanya berwarna biru) yang mempunyai tutup yang bisa di kunci dengan
rapat, merupakan salah satu pilihan yang terbaik. Karena di samping ukurannya yang
sedang sehingga mudah untuk di angkat manusia, kemudian dengan penambahan jumlah
bisa memenuhi kebutuhan yang lebih banyak.
Jika ingin membuat dalam jumlah yang banyak sekali gus, maka cara yang termurah adalah
dengan menggali tanah. Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan. Kemudian menggunakan
kantung plastik yang di jual meteran, sehingga penutupannya bisa dilakukan dengan sangat
rapat.
Prinsip yang harus di perhatikan adalah, saat membuka dan memberikan silase pada
ternak, maka silo tersebut akan kemasukan udara/oksigen yang bisa dan akan merusak
silase yang telah jadi karena terjadinya proses aerobic, lihat dip hase-6.
Inilah sebabnya kenapa pembuatan dalam jumlah kecil dengan menggunakan silo yang
banyak serta portable (seperti gentong plastik biru, atau kantong plastik), jauh lebih berdaya
guna di banding dengan pembuatan dalam jumlah sangat besar dalam satu wadah/silo.
Untuk itu ketahuilah jumlah kebutuhan ternak anda, lalu sesuaikan pembuatan silo,
sehingga penggunaannya bisa sekali buka silo , isinya langsung habis di konsumsi sehingga
tidak adalagi sisa yang harus di simpan.
Penyimpanan sisa silase ini , di samping sangat merepotkan juga sangat riskan terhadap
terjadinya proses pembusukan karena terjadi nya eksposur tehadap oksigen yang akan
mengaktive kan bakteri aerob
Bagi Pemula:
Bagi pemula yang belum pernah membuat fermentasi silase, akan menganggap proses ini
adalah proses yang sulit dan serba canggih. Namun jika telah mengetahui prinsip dasarnya
maka pembuatan silse ini bukanlah merupakan sesuatu yang sulit ataupun aneh serba
canggih serta padat teknologi.
Sedikit menyinggung sejarah di temukannya silase;
Pada jaman dahulu kala di daratan Eropa ada seorang penggembala sapi, yang selalu
dengan rajin dan penuh perhatian pada ternak yang di gembalanya. Dia sangat
memperhatikan keberadaan beberapa anak sapi gembalaannya yang sering tidak kebagian
hijauan saat merumput. Kemudian dia menyabit rumput, yang kemudian dia tempatkan pada
kantung kain tebal yang selalu dia bawa sebagai tempat menyimpan bekal makannya.
Rumput yang di bawanya kemudian dengan penuh rasa kasih sayang di berikan pada anak-
anak sapi setibanya di kandang.
Pada suatu ketika , setelah menyabit dan menempatkan rumput di dalam kantung tebalnya,
anak–anak sapi tersebut selalu mendekatinya dan berusaha memakan rumput yang berada
dalam kantung tersebut. Penggembala itu merasa kesal, menghardik agar anak sapi
tersebut belajar merumput, kemudian dia mengubur kantung plastiknya di dalam tanah, agar
anak sapi tersebut tidak manja dan mau berusaha lebih keras dalam merumput.
Sebagai manusia biasa si penggembala tidak bisa menemukan kembali kuburan kantung
plastiknya, saat mereka pulang ke kandang.
Beberapa minggu kemudian saat menggembala pada tempat yang sama dimana dia
mengubur kantung plastiknya, secara kebetulan dia menemukan kembali kuburan tersebut.
Setelah di gali ulang, di buka dan dilihat isinya, ternyata rumput tersebut masih ada serta
beraroma wangi dan berasa kemanisan. Dia coba berikan pada anak-anak sapi, ternyata
mereka sangat menyukainya, demikian juga saat di berikan pada sapi dewasa lainnya.
Sejak itulah proses fermentasi di kenal dan di pergunakan untuk mengawetkan hijauan.
Jika saat ini proses fermentasi silase terkesan serba scientific, itu karena para ilmuwan terus
menyelidiki dan mengembangkannya , dengan menggunakan istilah-istilah yang ruwet
njlimet serta susah di mengerti, walaupun tujuannya memudahkan bagi para peternak.
Bagi para pemula dan peserta yang belum pernah membuat fermentasi silase, lakukan
tahapan pada penjelasan di atas, dengan sekala jumlah yang kecil terlebih dahulu.
Gunakan kantung plastik bekas pembungkus sebagi silo, sebanyak sepuluh kantung silo
atau kelipatan dari sepuluh. Perhatikan betul-betul jangan sampai ada yang bocor silo mini
nya.
Lima silo mini diperuntukan pembuatan silase tanpa bahan tambahan, lima lainnya untuk
pembuatan silase dengan menggunakan bahan tambahan.
Setiap minggu bukalah masing-masing satu silo yang memakai bahan tambahan dan yang
tidak.
Periksa dengan seksama hasilnya. Lakukan pencatatan dari apa yang anda temukan,
bandingkan dengan penjelasan diatas.
Pada minggu ke empat dan kelima, anda akan mampu memberikan skore atau penilaian
hasil fermentasi yang anda lakukan , dengan melihat Kriteria Silase yang baik di bawah ini.
Setelah melakukan berulang ulang, maka anda akan merasakan bahwa proses pembuatan
silase adalah suatu proses yang penuh dengan nuansa seni yang tinggi, sehingga sangat
menyenangkan untuk di lakukan.
Ketekunan, kecepatan, kebersihan serta kepatuhan pada prosedur dan tahap pembuatan
silase, akan menentukan perbedaan hasil yang di dapat.
Penilai ahir dari produksi silase anda , adalah ternak anda, jika ternak anda menyukainya,
pertumbuhannya lebih baik, serta anda tidak takut lagi menghadapi kelangkaan hijauan saat
musim panas yang panjang. Berarti anda telah meraih satu tahap kesuksesan dalam hidup
anda. Tiada yang menilai kesuksesan anda, tiada yang memberikan penghargaan pada
kesuksesan anda ini, namun dengan pasti kesuksesan berikutnya telah menanti anda.
KEWANGIAN
1. Wangi seperti buah-buahan dan sedikit asam, sangat wangi dan terdorong untuk
mencicipinya. Nilai 25
2. Ingin mencoba mencicipinya tetapi asam, bau wangi Nilai 20
3. Bau asam, dan apabila diisap oleh hidung,rasa/wangi baunya semakin kuat atau sama
sekali tidak ada bau. Nilai 10
4. Seperti jamur dan kompos bau yang tidak sedap. Nilai 0
RASA
5. Apabila dicoba digigit, manis dan terasa asam seperti youghurt/yakult. Nilai 25
6. Rasanya sedikit asam Nilai 20
7. Tidak ada rasa Nilai 10
8. Rasa yang tidak sedap, tidak ada dorongan untuk mencobanya. 0
WARNA
9. Hijau kekuning- kuningan. Nilai 25
10.Coklat agak kehitam-hitaman. Nilai 10
11.Hitam, mendekati warna kompos Nilai 0
SENTUHAN
12. Kering, tetapi apabila dipegang terasa lembut dan empuk. Apabila menempel ditangan
karena baunya yang wangi tidak dicucipun tidak apa-apa. Nilai 25
13. Kandungan airnya terasa sedikit banyak tetapi tidak terasa basah. Apabila ditangan
dicuci bau wanginya langsung hilang. Nilai 10
14. Kandungan airnya banyak, terasa basah sedikit (becek) bau yang menempel ditangan,
harus dicuci dengan sabun supaya baunya hilang. Nilai 0
Jumlah nilai = Nilai wangi + Nilai rasa + Nilai warna + Nilai sentuh, angka 100 adalah yang
terbaik
Penyimpanan Silase:
Silase dapat di simpan dalam waktu yang sangat lama selama tetap berada dalam keadaan
kedap udara
Pengawetan Hijauan Makanan Ternak (HMT) cara pengawetan hijauan dari rumput dan tebon
(batang jagung). Tebon mempunyai potensi besar untuk diolah menjadi silase. Pada daerah yang
potensial untuk kemitraan dengan Perusahaan benih hibrida tebon jagung sangat melimpah. Pada
sentra daerah yang potensi di tanaman jagung manis juga mempnuyai keunggulan karena umur
panen hanya 65 hari dan rasa lebih manis. Tujuan pengawetan bahan pakan rumput atau tebon
dalam bentuk segar ketika ketersediaannya berlimpah atau pada saat melebihi kebutuhan dalam
suatu periode waktu tertentu. Dengan penyimpanan bentuk segar ini, maka kualitas gizinya tidak
menurun secara dratis ketika digunakan 2 – 6 bulan kemudian. Kami akan membahas secara praktis
cara pembuatan silase rumput dan tebon jagung ini karena secara proses ada perbedaan. Untuk
pembahasan secara teoritis mengenai silase akan kami bahas pada artikel berikutnya.
ALAT :
1. Alat pemotong/Chopper jika tidak ada bisa menggunakan alat pemotong manual seperti sabit
dengan panjang sekitar 5 cm
2. Sekop untuk mengaduk adonan
3. Silo (tempat untuk memproses Silase
4. Plastik untuk alas atau penutup, bisa juga menggunakan kantong plastik
BAHAN :
1. Rumput atau tebon jagung
2. Dedak padi/ Tepung Gaplek 4% dari berat bahan baku
3. Molases/tetes tebu 2 % dari berat bahan baku
Pada waktu diwaktu musim kemarau tebon jagung tidak perlu dilayukan terlebih dahulu dan langkah
selanjutnya sama seperti cara pembuatan silase pada musim penghujan
1. Wangi seperti buah‐buahan dan sedikit asam, sangat wangi dan terdorong untuk mencicipinya.
Nilai 25
2. Ingin mencoba mencicipinya tetapi asam, bau wangi Nilai 20
3. Bau asam, dan apabila diisap oleh hidung,rasa/wangi baunya semakin kuat atau sama sekali
tidak ada bau. Nilai 10
4. Seperti jamur dan kompos bau yang tidak sedap. Nilai 0
RASA
1. Apabila dicoba digigit, manis dan terasa asam seperti youghurt/yakult. Nilai 25
Silase
Silase merupakan pengawetan bahan pakan melalui fermentasi yang menghasilkan kadar air yang
tinggi yang biasa digunakan pada hijauan sebagai pakan ruminansia atau pakan yang berasal dari
Pembuatan silase secara garis besar dibagi menjadi empat fase (Bolsen dan Sapienza, 1993).
Pertama adalah fase aerob ini berlangsung dua proses yaitu proses respirasi dan proses
proteolisis, akibat adanya aktivitas enzim yang berada dalam tanaman tersebut. Proses respirasi
secara lengkap menguraikan gula-gula tanaman menjadi karbondioksida dan air, dengan
menggunakan oksigen dan menghasilkan panas. Kedua adalah fase fermentasi ketika kondisi
anaerob tercapai pada bahan yang diawetkan beberapa proses mulai berlangsung, isi sel tanaman
mulai dirombak. Pada hijauan basah, proses ini berlangsung dalam beberapa jam, sedangkan pada
hijauan kering dapat berlangsung seharian. Ketiga adalah fase stabil, setelah masa aktif
pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat berakhir, maka proses ensilase memasuki fase stabil,
hanya sedikit sekali aktivitas mikroba. Keempat adalah fase pengeluaran silase, oksigen secara
Stimulan fermentasi bekerja membantu pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga kondisi asam
segera tercapai, contohnya inokulan bakteri yaitu bakteri asam laktat yang berfungsi untuk
meningkatkan populasi bakteri asam laktat dalam bahan pakan, sedangkan inhibitor fermentasi
seperti Clostridia sehingga pakan bisa awet, sebagai contoh yaitu asam-asam organik seperti asam
format, propionat dan laktat. Salah satu penambahan zat aditif sebagai stimulan fermentasi yaitu
dengan bakteri asam laktat seperti lactobacillus plantarum, pledioccus pentosomonas. Proses
silase juga memiliki prinsip yaitu menekan bakteri yang tidak diinginkan seperti bakteri pembusuk
dan meningkatkan jumlah bakteri yang diharapkan seperti bakteri asam laktat.
Silase yang baik mempunyai ciri-ciri: warna masih hijau atau kecoklatan, rasa dan bau asam
adalah segar, nilai pH rendah, tekstur masih jelas, tidak menggumpal, tidak berjamur serta tidak
berlendir (Siregar, 1996). Silase memiliki beberapa kelebihan antara lain : (1) ransum lebih awet,
(2) memiliki kandungan bakteri asam laktat yang berperan sebagai probiotikdan (3) memiliki
kandungan asam organik berperan sebagai growth promotor dan penghambat penyakit. Silase
yang baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang berada dalam bahan baku
yang tidak dikehendaki, namun dapat mendorong berkembangnya bakteri penghasil asam
laktat (Bolsen dan Sapienza, 1993). Kualitas silase dicapai ketika asam laktat sebagai asam yang
dominan diproduksi, menunjukkan fermentasi asam yang efisien dan penurunan pH terjadi secara
cepat. Semakin cepat fermentasi yang terjadi maka semakin banyak nutrisi yang dikandung silase
dapat dipertahankan (Schroeder, 2004). Selain itu faktor yang mempengaruhi kualitas silase
secara umum juga dipaparkan yaitu kematangan bahan dan kadar air, besar partikel bahan,
penyimpanan pada saat ensilase dan aditif. Kualitas silase juga dipengaruhi oleh 1) karakteristik
bahan (kandungan bahan kering, kapasitas buffer, struktur fisik dan varietas), 2) tata laksana
pembuatan silase (besar partikel, kecepatan pengisian ke silo, kepadatan pengepakan, dan
penyegelan silo), 3) keadaan iklim (suhu dan kelembaban) (Sapienza dan Bolsen, 1993).
Pemberian silase pada ternak dilakukan dengan mengeluarkan silase dari silo secara bertahap
pada saat akan diberikan pada ternak. Silase yang telah dikeluarka harus diangin-anginkan untuk
mengurangi bau alkohol hasil fermentasi. Bahan kering silase juga mempengaruhi konsumsi oleh
ternak sehingga diperlukan keseimbangan antara kebutuhan untuk disimpan dan keperluan makan
harian bagi ternak. Kualitas silase untuk pemberiannya pada ternak harus disesuaikan
keseimbangan kandungan nutriennya agar dapat secara efisien memenuhi kebutuhan ternak