Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ILMU TERNAK UNGGAS

(Penentuan Jenis Kelamin Pada Unggas)

DOSEN PEMBIMBING

Muh. Arsan Jamili, S.Pt.,M.Si.

Oleh:

LUTFIANA ULVA
60700119060
KELAS B

ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jenis kelamin pada Aves penting diketahui untuk berbagai tujuan terutama

dalam bidang pemuliaan, diantaranya untuk menentukan pejantan dan induk,

pengendalian rasio jenis kelamin dan pemasangan jantan dan betina dalam satu

kandang di penangkaran. Penentuan jenis kelamin pada jenis-jenis burung

monomorfik seperti kakatua (Psittacidae) dan beo (Sturnidae) sulit dilakukan,

terlebih ketika burung belum mencapai dewasa kelamin. Hal ini menyebabkan

hampir semua breeder mengalami kesulitan dalam menentukan jenis kelamin

burung-burung tersebut.

Jenis kelamin dapat diidentifikasi menggunakan beberapa pendekatan,

diantaranya: (a) pengamatan tingkah laku, (b) adanya brooding patch, (c)

perbedaan dalam pola morfometrik, (d) pemeriksaan gonad menggunakan

laparoscopy, dan (e) pemeriksaan kromosom jenis kelamin. Metode pertama dan

kedua dapat diterapkan secara umum hanya pada musim kawin, dan analisis

morfometrik dapat menimbulkan bias. Pemeriksaan gonad sulit dilakukan di luar

musim kawin (ketika gonad mengecil) dan karena ukuran tubuh Aves yang relatif

kecil dibandingkan dengan ternak lainnya (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006).

Berdasarkan Cerit dan Avanus (2007), identifikasi jenis kelamin juga

dilakukan berdasar perbedaan morfologi seperti ukuran tubuh dan warna bulu.

Teknik ini menemui kendala karena beragamnya karakter morfologi burung akibat

perbedaan geografis dan perbedaan antar spesies burung. Kendala lain yaitu
banyaknya spesies burung yang bersifat monomorfik, yaitu memiliki kemiripan

karakter morfologi antara jantan dan betinanya. Spesies yang dimorfik sekalipun,

hanya memiliki sedikit perbedaan yang dapat diamati. Penentuan jenis kelamin

berdasarkan kenampakan morfologi, dalam beberapa kasus merupakan hal yang

sulit, bahkan mustahil.

Secara umum, determinasi jenis kelamin pada Aves cukup sulit sebelum

dewasa. Namun, pada jenis-jenis monomorfik hal ini sulit dilakukan meskipun

telah melewati masa pubertas. Beberapa jenis Aves seperti ayam, kalkun, itik,

angsa, burung hantu dan burung paruh bengkok sulit untuk diidentifikasi jenis

kelaminnya secara morfologis (Griffiths dan Tiwari, 1995; Griffiths et al., 1998).

Burung mempunyai banyak spesies yang sulit dibedakan berdasarkan

karakteristik eksternal. Membedakan antara kedua jenis kelamin dalam berbagai

kelompok taksonomi tidak semudah seperti pada manusia. Beberapa cara yang

dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin pada burung monomorfik ini

diantaranya adalah pengamatan laparoskopi atau melalui pembedahan

(laparoskopi), dan analisis DNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction

(PCR) (Griffiths, 2000).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Teknik Atau Cara Menentukan Jenis Kelamin Pada Unggas?

C. Tujuan

Untuk Mengetahui Teknk Atau Cara Penentuan Jenis Kelamin Pada

Unggas.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teknik Penentuan Jenis Kelamin

1. Pengertian Sexing pada unggas

Penentuan jenis kelamin dari telur yang baru menetas (ayam, burung

puyuh dan itik umur 1 hari) merupakan suatu pekerjaan yang sangat penting,

terutama unggas yang dipelihara dengan tujuan sebagai penghasil telur konsumsi.

Hal ini karena keberadaan unggas jantan tidak di perlukan, karena unggas tanpa

pejantan dapat bertelur. Kemampuan untuk menentukan jenis kelamin ini sangat

penting terutama para perusahaan pembibitan sebab umumnya hasil penetasan

diperoleh ratio jantan dan betina adalah 50 : 50. Jadi dengan kondisi tersebut, para

peternak tradisional perlu cara membedakan jenis kelamin pada unggas salah

satunya dengan metode sexing.

Sexing yaitu tindakan khusus untuk menentukan jenis kelamin unggas saat

baru menetas atau baru umur 1 hari. Ada beberapa metode yang sering digunakan

saat sexing, diantaranya :

a. Auto Sexing

Penentuan jenis kelamin dengan metode ini dilakukan dengan

pemuliabiakan tertentu sehingga jenis kelamin ayam yang di hasilkan segera dapat

di ketahui dengan pengamatan langsung, misalnya melihat warna bulu dan cepat

lambatnya pertumbuhan bulu sayap umur sehari. Penentuan jenis kelamin dengan

metode ini hanya terbatas pada perkawinan tertentu dan tidak dapat di pakai untuk

setiap bangsa ayam. Cara penentuan jenis kelamin ini banyak di kembangkan oleh
para pembibitan ayam niaga petelur karena praktis, mudah dilakukan,

menghasilkan tingkat ketelitian yang tinggi mencapai 100% dan ekonomis.

Penentuan jenis kelamin juga dapat dilakukan dengan melihat kecepatan

pertumbuhan bulu sayap pada ayam umur sehari hasil perkawinan bangsa ayam

tertentu.

Sebagai pedoman untuk menentukan jenis kelamin dengan melihat ujung

bulu sayap pada DOC sebagai berikut :

 Apabila bulu bulu pada ujung sayap memperlihatkan panjang bulu yang

SAMA antara bulu primer & sekunder, maka DOC tersebut adalah

JANTAN.

 Apabila bulu bulu pada ujung sayap memperlihatkan panjang bulu yang

TIDAK SAMA antara bulu primer & sekunder, maka DOC tersebut adalah

BETINA.

Bulu Primer adalah jajaran bulu utama sayap (ukurannya terbesar),

sedangkan Bulu Sekunder adalah jajaran bulu diatas Bulu Primer.

b. Vent Method (Melihat Cloaca)

Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan membuka cloaca untuk

mengetahui ada tidaknya alat kelamin jantan. Alat kelamin jantan dapat diketahui

dengan adanya bintik sebesar biji beras di cloaca bagian atas. Sedangkan pada

ayam betina bintik tersebut tidak ada. Cara membuka cloaca tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Ayam di pegang dan di letakan di tangan kanan dan leher di letakkan di

tangan kiri, di apit di jari –jari tengah dan manis.


2. Abomen di tekan dengan jari kiri (ibu jari kiri) secara pelan dan cepat.

3. Ibu jari kiri pada cloaca sehingga bagian kiri lubang cloaca tertutup.

4. Letakkan jari telunjuk tangan pada cloaca setelah itu tekankan sedikit

kearah atas.

5. Letakkan ibu jari tangan kanan sebelah bawah cloaca.

6. Ketika jari itu (ibu jari tangan kanan, ibu jari tangan kiri dan telunjuk

tangan kanan) di gerakkan secara bersamaan sehingga cloaca membuka

dan sebelah dalamnya menonjol keluar sehingga dapat di lihat ada

tidaknya alat kelamin jantan (copulasi).

7. Bila ada alat tersebut berarti ayam jantan dan sebaliknya. Penentuan jenis

kelamin dengan metode ini di perlukan pengalaman.

c. Penentuan Jenis Kelamin dengan alat (Chick Tester)

Penentuan jenis kelamin ayam dengan alat chick tester ini dapat melihat

alat kelamin jantan dan betina. Berikut ini adalah cara kerja chick tester :

1. Tube gelas dimasukan ke dalam cloaca untuk mengetahui adanya alat

kelamin ayam. Untuk memudahkan membedakan alat kelamin jantan dan

betina sebaiknya pelaksanaan sexing dilakukan sebelum ayam diberi

makan.

2. Cara pelaksanaanya, tube dimasukkan secara pelan-pelan kedalam cloaca

dan apabila terjadi reaksi dibiarkan dahulu dan jangan dipaksakan.

3. Untuk membedakan jenis kelamin jantan atau betina maka didalam chick

tester akan timbul bayangan.


Penentuan jenis kelamin pada meri umur sehari disamping dapat dilakukan

dengan melihat adanya alat kelamin jantan dengan metode vent method dapat pula

dilakukan dengan menggunakan alat chick tester. Selain itu dapat pula dilakukan

dengan mendengarkan suara. Meri jantan mengeluarkan suara yang berat

sedangkan meri betina suaranya kecil dan nyaring.

Penentuan jenis kelamin pada burung puyuh dapat dilakukan setelah umur

21 hari. Pada umur tersebut burung puyuh sudah mencapai dewasa kelamin

sehingga jenis kelamin dibedakan dengan adanya tanda – tanda sexual sekunder.

Buruh puyuh jantan mempunyai bulu dada berwarna merah bata dan polos. Satu

lebar bulu sayap yang berwarna merah bata dan polos dapat dipastikan bahwa

burung puyuh tersebut adalah jantan. Sedangkan warna bulu dibagian tubuh yang

lain berwarna abu-abu, coklat atau putih dengan ujung bulu berwarna gelap

(bintik hitam). Untuk burung puyuh betina semua berwarna abu-abu, coklat atau

putih dengan ujung bulu berwarna lebih gelap atau hitam termasuk bulu dibagian

dada. Selain itu burung puyuh jantan akan mengeluarkan suara (berkokok) dan

diatas cloaca terdapat benjolan berwarna merah (kelenjar bau), sedangkan burung

puyuh betina tidak bersuara dan tidak ada benjolan diatas cloaca. Pada

pertumbuhan yang baik jenis kelamin burung puyuh dapat diketahui dengan

melihat warna bulu pada dada mulai umur 2 minggu.

Sistem sexing pada unggas

1. Sistem Sexing DOC Ayam

Sexing adalah tindakan khusus untuk menentukan jenis kelamin DOC

ayam saat baru menetas atau baru umur 1 hari. Banyak pertanyaan dari teman-
teman peternak yang di tujukan pada saya gimana caranya melakukan Sexing.

Kalau saya tanggapi satu persatu, saya rasa malah kurang efektif, jika bisa saya

jawab di blog atau grup FB yang akhirnya bisa di baca dan di pelajari khayalak

ramai, saya rasa lebih bijaksana. Oke ndak usah banyak ngecap yang hanya asal,

ikuti paparan di bawah ini.

Dengan Sexing banyak hal yang bisa kita hemat / ekonomis,

menguntungkan dari segi profit. Jantan atau betina yang bisa dipisahkan umur

sehari, maka semua fasilitas peternakan dapat dimanfaatkan untuk pemeliharaan

ayam/DOC betina menjadi dara. Umumnya perbandingan jantan dan betina : 50%

; 50%, hal ini penting bagi usaha peternakan yang khusus menghasilkan telur

konsumsi, sebab yang di pelihara DOC betina saja. Begitupun buat usaha

pembibitan/ breeder, DOC jantan yang dipelihara dapat ditentukan sesuai

kebutuhan. Di samping itu, breeder bisa menjual DOC SEXING khusus betina

dengan nilai profit berlipat. Tentu saja ini diperlukan keahliaan khusus, dan

ketepatan menentukan jantan betina sangat tergantung kepada ketrampilan

pelaksana Sexing itu. Keahliaan ini hanya dapat dimiliki seseorang apabila

fisiknya cukup baik ampuh, terutama ketajaman daya penglihatan matanya dan

kelemasan kelenturan pegangan tangannya dan telah mendapatkan latihan- latihan

yang terarah, tekun dan bertanggungjawab dengan menggunakan ribuan bahkan

puluhan ribu DOC saat berlatih Sexing.

2. Sexing Pada Burung Puyuh

Dalam studi ini ditemukan bahwa menentukan jenis kelamin individu-

individu dari species burung menggunakan ukuran sederhana dari ukuran tubuh.
Perbandingan ukuran jantan dan betina dikenal dengan paired t-tes dan

analisisregresi logistik. Pada tingkat populasi, jenis kelamin tumpang tindih dalam

semua pengukuran, meskipun rata-rata jantan lebih besar daripada betina.

Sexing pada burung puyuh umumnya dilakukan pada umur 3 minggu,

dimana dengan umur tersebut dengan mudahnya peternak dapat membedakan

puyuh jantan dan puyuh betina hanya dengan melihat warna bulu (down/feather

colour). Warna burung betina pada bagian leher dan dada bagian atas warnanya

lebih terang serta terdapat totol-totol cokelat tua, sedangkan puyuh jantan bulu

dadanya berwarna cinnamon/cokelat muda. Vali (2011), menyatakan bahwa lebih

mudah mengidentifikasi jenis kelamin puyuh setelah tiga minggu, karena warna

bulu pada puyuh jantan sangat jelas terlihat perubahannya. Perubahan warna bulu

dada hanya terjadi pada burung puyuh jantan, tidak terlihat pada burung puyuh

betina. Cara lain yang dapat dilakukan untuk identifikasi jenis kelamin pada

puyuh adalah dengan melihat ukuran tubuh, dimana ukuran tubuh puyuh betina

lebih besar dari yang jantan (Valli dan Dosti, 2011).

3. Sexing Pada Itik

Pemilihan jenis kelamin atau sexing pada itik. Metode penentuan jenis

kelamin ada dua macam, yaitu dengan memegang anak itik (hand sexing) dan

tanpa memegang anak itik (bend and voice sexing).

Sexing dengan cara dipegang (hand sexing) :

a. Anak itik dipegang dengan tangan kiri lalu ditelentangkakan atau

puggungnya berada dibawah atau perutnya berada di atas.

b. Ekor itik terletak diantara jari kelingking dan dua jari lainnya.
c. Ibu jari dan telunjuk tangan digunakan untuk membuka kloaka dengan

cara ditekan sedikit.

d. Bila didalam kloaka tampak tonjolan sebesar jarum atau mirip akar

berwarna coklat keabu-abuan berarti anak itik itu adalah jantan, sebaliknya

bila tidak ditemukan tanda-tanda itu berarti betina.

e. Warna kloaka itik jantan keabu-abuan, sedangkan betina kemerah-

merahan.

Sexing dengan cara tanpa memegang (bend and voice sexing)

a. Ciri anak itik berkelamin jantan :

 Kepala besar dan berbulu kasar

 Gerak-geriknya lebih tenang dan

 Kurang aktif

 Suaranya terdengar besar dan berat

b. Ciri anak itik berkelamin betina

 Kepala lebih kecil dan berbulu halus

 Tingkah lakunya lebih lincah dan aktif

 Suaranya keras dan nyaring

2. Teknik PCR

a. Gen Chromodomain Helicase DNA-binding (CHD)

Betina pada Aves membawa masing-masing satu kopi kromosom Z dan W

(heterogamet), sedangkan jantan adalah homogamet (membawa sepasang

kromosom Z) (Ellegren, 2001). Terdapat dua gen yang diketahui terdapat pada

kromosom W, yaitu CHD-W dan ATP synthesis α-sub unit (ATP5AW). Kedua
gen tersebut berada pada bagian nonrekombinan kromosom W. Bagian homolog

dari kedua gen tersebut (yaitu CHD-Z dan ATP5AZ) terdapat pada kromosom Z

(Cerit dan Avanus, 2007). Gen merupakan penanda yang paling akurat untuk

identifikasi jenis kelamin karena gen terbuat dari DNA fungsional dan berubah

sangat lambat. Gen CHD pada kromosom Z dan W dapat dijadikan penanda yang

paling umum digunakan untuk identifikasi jenis kelamin pada Aves (Dubiec dan

Zagalska-Neubauer, 2006).

Perbedaan rekombinasi diantara fragmen Z dan W pada gen ini

menunjukkan bahwa keduanya berada di luar pseudoautosomal region. CHD

terdiri dari dua intron yang berlokasi diantara fragmen-fragmen yang berubah

dengan sangat lambat, dimana intron pada kromosom Z berbeda panjangnya

dengan intron pada kromosom W. Pasangan primer digunakan dalam penentuan

jenis kelamin yang dirancang untuk membatasi fragmen gen dalam intron. Hal ini

menyebabkan dapat dibedakannya produk dari kromosom Z dan W dalam gel.

Oleh sebab itu, jantan diidentifikasi dengan satu pita dan betina diidentifikasi

dengan dua pita dalam gel (Gambar 2), dengan beberapa pengecualian (Dubiec

dan Zagalska-Neubauer, 2006).

Gambar. Penentuan Jenis Kelamin pada Aves: (1) dan (3) Jantan, (2) dan

(4) Betina
b. Sumber DNA Total

Teknik PCR memerlukan suatu DNA cetakan (DNA template) yang akan

diperbanyak secara in vitro. DNA terdapat pada semua makhluk hidup mulai dari

mikroorganisme sampai organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan

tanaman. DNA terdapat di dalam sel dan di dalam inti sel. DNA yang terdapat di

dalam sel dapat berupa DNA mitokondria, DNA kloroplas (pada tumbuhan) atau

DNA penyusun kromosom (pada mikroorganisme), sedangkan DNA yang

terdapat di dalam inti sel disebut juga sebagai DNA inti. Keseluruhan DNA yang

menyusun masing-masing komponen tersebut disebut sebagai DNA genom

(Muladno, 2002).

Sel terdapat di semua bagian tubuh makhluk hidup, sehingga DNA dapat

diekstrak dari segala macam organ tubuh (Muladno, 2002). Sumber DNA pada

Aves secara umum dapat diperoleh dari darah. Darah dalam jumlah sedikit dapat

dikumpulkan dengan mengambil darah pada bagian vena lengan atau sayap

(tergantung spesies dan umur Aves) (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). DNA

juga dapat diperoleh melalui isolasi dari bulu burung, karena koleksi sampel bulu

menimbulkan rasa sakit yang lebih sedikit daripada pengambilan darah. Selain itu,

biaya yang dibutuhkan lebih murah dan dapat mengurangi risiko kontaminasi

(Cerit dan Avanus, 2007). Ekstraksi DNA dari fosil, spesimen museum, sampel

forensik, rambut atau bulu dan feses biasanya lebih sulit dilakukan (Taberlet et al.,

1996).

Ekstraksi dan purifikasi DNA pada prinsipnya adalah suatu cara atau

metode untuk memisahkan DNA total dari komponen sel lainnya (Sulandari dan
Zein, 2003). Isolasi DNA dari organisme eukariote (seperti hewan, manusia dan

tanaman) biasanya dilakukan melalui proses penghancuran sel, pemusnahan

protein dan RNA, dan pemurnian DNA. Secara kimiawi penghancuran sel

dilakukan dengan memanfaatkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA

(etilendiamin tetraasetat) dan SDS (sodium dodesil sulfat). Protein dan RNA

dihilangkan menggunakan phenol, chloroform dan enzim proteinase. Pemberian

etanol dan NaCl dilakukan untuk memurnikan DNA (Muladno, 2002).

Kualitas dan jumlah DNA yang diperoleh dapat bervariasi tergantung asal

jaringan, metode penyimpanan, dan cara ekstraksi. Pengukuran kualitas dan

jumlah DNA dapat dilakukan dengan alat spektrofotometer atau dengan melihat

intensitas molekul DNA dalam gel. Tingkat kemurnian berkorelasi dengan

kualitas DNA.

Kemurnian DNA ditentukan dengan menghitung rasio antara nilai A260

dan A280 pada sampel DNA yang diukur menggunakan spektrofotometer

(Muladno, 2002). Molekul DNA dikatakan murni apabila rasio kedua nilai

tersebut lebih dari 1,8 (Marerro et al., 2009).

c. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik untuk

menggandakan jumlah molekul DNA secara in vitro. Proses ini berjalan dengan

bantuan enzim polimerase dan primer. Primer merupakan oligonukleotida spesifik

pada DNA template yang berukuran pendek, yaitu sekitar 18-24 pasang basa.

Primer akan menempel pada DNA cetakan di tempat spesifik. Enzim polimerase

merupakan enzim yang dapat mencetak urutan DNA baru. Hasil PCR dapat
langsung divisualisasikan dengan elektroforesis atau dapat digunakan untuk

analisis lebih lanjut (Williams, 2005). PCR diaplikasikan dalam diagnosis dan

dalam deteksi gen tertentu (baik yang menguntungkan maupun yang

membahayakan) pada ternak domestik (Nicholas, 2004).

Prinsip perbanyakan molekul DNA pada target yang diinginkan melalui

teknik PCR terdiri dari denaturasi, annealing, dan ekstensi. Denaturasi awal

dilakukan sebelum enzim Taq polymerase ditambahkan. Proses ini berlangsung

selama tiga menit untuk meyakinkan bahwa molekul DNA yang ditargetkan ingin

dilipatgandakan jumlahnya benar-benar telah terdenaturasi menjadi DNA untai

tunggal. Denaturasi berikutnya membutuhkan waktu 30 detik pada suhu 95 oC.

Pada suhu 95 oC molekul DNA mengalami denaturasi sehingga strukturnya

berubah dari untai ganda menjadi untai tunggal. Suhu kemudian diturunkan

menjadi 50 oC sampai 60 oC. Pada kisaran suhu ini akan terjadi annealing atau

penempelan primer. Primer forward dan primer reverse akan berkomplemen

dengan posisi komplemen masing- masing. Setelah kedua primer tersebut

menempel di posisi masing-masing, enzim Taq polymerase mulai mensintesis

molekul DNA baru dari ujung 3’ masing-masing primer ke ujung 5’. Sintesa

molekul DNA baru ini terjadi pada suhu 72 oC. Proses ini disebut dengan

ekstensi. Siklus PCR biasanya berlangsung sebanyak 30 - 35 kali (Muladno,

2002).

Polymerase Chain Reaction memiliki keunggulan yang cukup banyak

karena kesederhanaan teknis dan waktu yang di tawarkan serta dapat di terapkan

kegunaanya di segala bidang biologi, yang memungkinkan dalam penjelasan


rangkaian DNA spesifik dari target DNA yang tidak dapat terdeteksi (Erlich 1989,

Innis etal, 1990) . Dengan menggunakan metode PCR ini lebih fleksibel dan dapat

bekerja hanya dengan menggunakan satu bulu berkualitas, dibandingkan

menggunakan teknik molekuler hibridisasi berlabel untuk memeriksa DNA

genom dengan memeriksa kromosom W spesifik atau mengidentifikasi keturunan

multigen dengan kelompok spesifik kromosom W. Metode molekuler ini sangat

lambat dan melelahkan karena memerlukan jumah DNA yang relatif besar serta

kebanyakan melibatkan penggunaan radioisotope.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jenis kelamin pada unggas dapat diidentifkasi menggunakan beberapa

pendekatan, diantaranya: (a) pengamatan tingkah laku, (b) ada tidaknya brooding

patch, (c) perbedaan dalam pola morfometrik, (d) pemeriksaan gonad

menggunakan laparoscopy, dan (e) pemeriksaan kromosom jenis kelamin.

Metode pertama dan kedua dapat diterapkan secara umum hanya pada musim

kawin, dan analisis morfometrik dapat menimbulkan bias. Selain kelima metode

tersebut, dapat juga dilakukan autosexing. Metode autosexing dapat dilakukan

untuk membedakan jenis kelamin unggas dari pertumbuhan bulu, warna bulu, dan

warna kerabang telur. Ayam jantan akan memiliki frekuensi alel pertumbuhan

bulu lambat yang lebih tinggi daripada ayam betina.


DAFTAR PUSTAKA

Isyana. 2012. Skripsi. Penentuan Jenis Kelamin Pada Kelas Aves Menggunakan

Metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Departemen Ilmu

Produksi Dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Yustisianti. 2014. Skripsi. Identifikasi Gen CHDZ Dan CHDW Berbasis Bulu

Pada Burung Parkit (Melopsittacus Undulatus ) Untuk Menentukan

Jenis Kelamin Dengan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction).

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai