Anda di halaman 1dari 9

Tugas Patologi Komperative

RADANG PAHA (BLACK LEG)

OLEH
Ayu Agita G
1202101010031
Kelas D (04)

PENDIDIKAN DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
2015

A. PENDAHULUAN
Penyakit radang paha atau black leg dahulu dikenal dengan nama bout vuur
(Sarcophysema gangrenosa bovum) adalah penyakit yang bersifat infeksius disebabkan oleh
bakteri gram posilif berspora yang bersifat anaerob, Clostridium chauvoei. Penyakit ini dapat
menyerang hewan/ternak biasanya menyebabkan kematian mendadak. Pertama kali
ditemukan di Indonesia oleh DE DOES pada tahun 1891 di Tegal (Sohns, 1914). Dua dekade
berikulnya dilaporkan kejadian penyakit ini di daerah Tuban dan menyebar ke Blora,
Yogyakarta, Surakarta, Semarang, dan Madiun (Vletter, 1907).
Bakteri Cl. chauvoei dapat diisolasi dari isi usus, hati, limpa, otot dari hewan-hewan
normal (sapi, domba, anjing, ikan paus, dIl.). Di samping itu dapat ditemukan di tanah
sebagai akibat kontaminasi faeces, di air (Smith, 1975), dan di dalam jaringan-jaringan
hewan yang sedang membusuk meskipun hewan tersebut tidak menderila penyakit radang
paha. Dengan demikian penyebab penyakit dapat tersebar sangat luas di alam, di samping itu
penyakit radang paha merupakan penyakit ternak yang dapat ditemukan di seluruh dunia
(Projoharjono, 1985). Penyakit radang paha biasanya menyerang ternak sapi dan domba.
Hewan lain yang pernah dilaporkan terserang penyakit ini di Indonesia adalah kerbau,
kambing, rusa, kuda, dab babi. Hewan pcrcobaan atau hewan lain yang dapat terinfeksi
adalah marmot, kelinci, mencit, hamster, monyet, dan unggas (Direktorat Kesehatan Hewan,
1979; Smith,1975).
Lingkungan yang kurang higienis, dalam hal ini pembuangan feses atau bangkai
hewan tertular black leg secara sembarangan, dapat menunjang terjadi kejadian black leg.
Tanah, kandang, alat jepit ternak serta peralatan kandang dapat tercemar melalui feses hewan
yang tertular. Cl.chauvoei menghasilkan sejumlah besar gas sebagai produk sampingan
metabolisme ketika tumbuh dan bereproduksi. Gas ini menumpuk di jaringan yang terinfeksi,
biasanya pada otot-otot besar, dan menyebabkan jaringan timbul suara berderak atau krepitasi
saat ditekan. Bagian yang terbentuk gas, sangat sakit bila ditekan. Palpasi pada bagian yang

membengkak, terasa lunak, oedematos, panas dan terdengar suara krepitasi, akibat terbentuk
gas diantara jaringan otot tersebut.

B. ETIOLOGI
Penyebab blackleg adalah Clostridium chauvoei (Cl.chauvoei) / Cl.feseri, merupakan
bakteri berbentuk batang pleomorfi k, berukuran antara 0,5-1,0 mikron x 3-8 mikron,
berspora dengan posisi sentral atau subterminal. Bakteri ini bersifat anaerob, membentuk
beberapa jenis eksotoksin, salah satu toksin adalah toksin alfa bersifat mematikan,
menimbulkan hemolisa darah dan nekrosa jaringan. Selain toksin diproduksi pula enzym
deoxyribonuclease, hyalumidase dan oxygen-labile hemolysin.
Cl.chauvoei tumbuh subur dalam biakan kaldu daging yang ditambah glukosa atau
brain heart infusion broth dalam suasana anaerob. Suhu optimum pertumbuhan adalah 37C.
Pada media agar membentuk koloni kecil dengan bentuk tidak beraturan, memancar atau
meluas, transparan, membentuk granula yang halus pada bagian sentral koloni, dan tepi
koloni berbentuk seperti ikatan rambut. Di bawah sinar lampu, koloni terlihat berwarna biru
keabuan.
Pertumbuhan Cl.chauvoei dalam agar darah kurang baik, tetapi pertumbuhan bakteri
ini dapat diperbaiki dengan penambahan ekstrak hati. Dalam agar darah koloni bakteri
tersebut dikelilingi zona hemolisis yang luas. Dalam media cair koloni bakteri terdapat di
bagian bawah dan membentuk gelembung gas. Cl.chauvoei dalam bentuk vegetatif tidak
tahan terhadap pemanasan dan senyawa kimia. Dalam bentuk spora pada pemanasan 120C
tahan selama 10 menit, di dalam HgCl2 1:500 tahan selama 10 menit, formalin 10% tahan
selama 15 menit. Di dalam daging terinfeksi yang dikeringkan, spora tetap virulen selama
8 tahun. Di dalam tanah, spora tahan beberapa tahun.
Faktor yang menyebabkan berkembangnya infeksi penyakit radang paha viseral
dengan kelainan utama pada jantung belum jelas diketahui. Dalam penyakit radang paha
klasik, adanya luka pada otot rangka merupakan tempat tumbuhnya spora. Pada bentuk

viseral, adanya luka atau kelainan pada otot jantung dapat memulai terjadinya penyakit.
Keracunan senyawa ionophore dan gossypol atau penyakit nutrisi yang disebabkan
kekurangan vitamin A dan selenium dapat menyebabkan kerusakan otot jantung. Hal
semacam ini dapat mengaktifkan spora laten yang ada sehingga spora tersebut dapat
berkembang (Helman et al., 1997)
Infeksi penyakit radang paha pada sapi umunmya bersifat endogenous, jadi tidak ada
luka atau kerusakan pada kulit untuk pintu masuk mikroorganisme ke dalam otot tempat
infeksi terjadi. Diduga, bakteri tersebut dapat melewati dinding usus hewan inang dan ikut
bersama aliran darah/limfe dan kemudian berdiam di dalam otot tubuh hewan sampai kondisi
sekitarnya sesuai untuk bakteri ini tumbuh (Smith, 1975; Helman et al., 1997).
Faktor yang penting mempengaruhi timbulnya penyakit radang paha adalah kondisi
fisik dari hewan. Hampir semua kejadian penyakit radang paha terjadi pada hewan dalam
kondisi fisik yang sangat baik. Hubungan antara terjadinya infeksi dengan kondisi fisik
hewan ini telah dibuktikan pada hewan percobaan yang diinfeksi secara buatan (Smith,
1975). Hewan-hewan dengan makanan yang buruk atau hewan dengan infestasi parasit yang
berat biasanya resisten terhadap penyakit radang paha. Jadi, merupakan hal yang menarik dari
penyakit ini adalah kecenderungan penyakit untuk menyerang sapi-sapi yang bertumbuh
subur dalam suatu kelompok, sementara sapi lainnya yang sekandang tidak terserang
(Projohardjono,1985). Hubungan antara terjadinya infeksi penyakit radang paha dan kondisi
fisik hewan masih perlu penelitian lebih lanjut.
C. GEJALA KLINIS
Umumnya black leg menyerang sapi muda umur antara 6 bulan sampai 1 tahun.
Kelumpuhan merupakan gejala klinis yang pertama kali terlihat. Kemudian terjadi
kebengkakan yang cepat menyebar pada otot gerak di daerah bahu dan paha. Infeksi terutama
melalui alat pencernaan. Perubahan-perubahan utama dalam otot ialah proses nekrosamendarah dan busung-angin. Warnanya merah kotor, merah hitam dan merak coklat dan
warna-warna tersebut sering bercampur atau berdampingan. Hewan yang terserang terlihat
depresi (lesu), disertai kenaikan suhu rektal. Palpasi pada bagian yang membengkak, terasa
lunak, oedematos, panas dan terdengar suara krepitasi, akibat terbentuk gas diantara jaringan
otot.

Kematian terjadi 24-48 jam setelah gejala klinis pertama kali kelihatan. Kadangkadang hewan ditemukan tiba-tiba mati. Pada domba selain gejala yang telah disebutkan tadi,
ditemukan warna merah kehitaman pada kulit, terdengar suara krepitasi akibat terbentuknya
gas di antara jaringan otot. Kematian terjadi 24-48 jam setelah gejala klinis pertama kali
terlihat. Kadang-kadang hewan ditemukan tiba-tiba. Perubahan pascamati ialah bangkai
bengkak karna timpani postmortal dan emfisema otot. Dari lubang hidunh ke luar busa merah
putih disebabkan oleh edema agonal paru-paru. Didalam rongga badan ada banyak cairan
kemerahan dan fibrin melekat pada serosa. Miokard suram karena degenerasi, sedangkan
pada jantung perdarahan terlihat dimana-mana.
D. PATOGENESA
Pathogenesis penyakit radang paha yang klasik serupa dengan penyakit bacterial yang
lain. Toksin alfa (letal, meyebabkan nekrosa dan hemolitik), toksin beta (deoksiribonuklease),
toksin gamma (hialuronidase) dan toksin delta (hemolisin) yang dihasilkan Cl. Chauvoei,
dikeluarkan secara lokal ke dalam jaringan yang kemudian berakibat nekrosa otot.
(Hathaway, 1990). Septicaemia yang terjadi dengan derajat yang bervariasi terjadi sesudah
dimulainya proses kelainan pada otot secara local. Eksotoksin juga meyebabkan hemolisis
dari sel darah merah dan pengeluaran hemoglobin yang berakibat terjadi lesi pada otot yang
berwarna merah gelap. Karakteristik dari penyakit ini adalah bau tengik yang disebkan
karena pembentukan asam butirat sebagai hasil akhir dari fermentasi Cl. Chauvoei.
(Giles,1993)
E. Cara Penularan
Di Indonesia black leg tidak diketahui secara jelas, namun sebagian besar diduga
terjadi per oral. Spora Cl.chauvoei dapat tetap di dalam tanah selama bertahun-tahun dalam
keadaan tidak aktif, dan kembali ke bentuk infektif ketika dikonsumsi oleh ternak yang
merumput. Padang rumput yang terkontaminasi merupakan sumber utama penularan
organisme ini, yang juga ditemukan secara alami dalam usus hewan. Sumber penularan
adalah tanah atau makanan tercemar spora bakteri penyebab black leg. Penularan lewat luka
dapat terjadi pada waktu dilakukan pemotongan tanduk, kastrasi, pencukuran bulu, alat suntik
atau pertolongan kelahiran.
Cara Penularan yang terbanyak adalah melalui tanah atau makanan tercemar spora,
sedang cara penularan yang lain lebih jarang terjadi. Faktor yang penting mempengaruhi
timbulnya penyakit radang paha adalah kondisi fisik dari hewan. Hampir semua kejadian
penyakit radang paha terjadi pada hewan dalam kondisi fisik yang sangat baik. Hubungan

antara terjadinya infeksi dengan kondisi fisik hewan ini telah dibuktikan pada hewan
percobaan yang diinfeksi secara buatan (Smith, 1975). Hewan-hewan dengan makanan yang
buruk atau hewan dengan infestasi parasit yang berat biasanya resisten terhadap penyakit
radang paha. Jadi, merupakan hal yang menarik dari penyakit ini adalah kecenderungan
penyakit untuk menyerang sapi-sapi yang bertumbuh subur dalam suatu kelompok, sementara
sapi lainnya yang sekandang tidak terserang (Projohardjono,1985).

Sumber : Manual Penyakit Hewan (2014)

Sumber: Natalia (2000)

Sumber : Manual Penyakit Hewan (2014)

F. Diagnosa
Peneguhan diagnosa dapat dilakukan secara FAT menggunakan spesimen berupa ulas
jaringan dari lesi yang dicurigai. Deteksi antigen dengan cara ini mempunyai akurasi tinggi
dan dapat dilakukan dalam waktu singkat. Antiserum dari jenis hewan terserang yang di label
dengan fluorescein dapat diperoleh secara komersial. lsolasi bakteri penyebab dapat
dilakukan dari potongan jaringan yang dicurigai dan dipupuk pada agar darah dalam suasana
anaerobik. Apabila ditemukan koloni yang dicurigai, dilanjutkan dengan pemupukan dalam
media thioglycolate dan cooked meat medium. Sebagian dari potongan jaringan dapat
disuspensikan dalam broth untuk mengisolasi hewan percobaan (marmot). Inokulasi
dilakukan pada kaki belakang. Apabila terlihat adanya infeksi atau marmot mati, dibuat
preparat ulas dari hati atau otot untuk pemeriksaan mikroskopis dan dipupuk pada media
thioglycolate dan cooked meat medium.
Sebagai diagnosa banding terhadap penyakit Clostridial pada umumnya adalah
penyakit akibat keracunan bahan kimia/bahan lain (Natalia et al.,1989) tetapi dalam cairan
tubuh hewan mati karena keracunan tidak akan ditemukan toksin Cl. Chauvoei yang spesifik
yang dapat dinetralisir oleh antitoksin CI. chauvoei. Adanya toksin bakteri tersebut dalam
tubuh hewan mcmastikan bahwa hewan tersebut mati karena penyakit radang paha. Kematian
mendadak pada black leg dapat dikelirukan dengan anthraks. Apabila hewan kuda ikut
terserang, maka penyakit tersebut bukan black leg.
G. PENGOBATAN
Pada masa lalu pengobatan dilakukan dengan pencicilin 4.000 - 8.000 IU per kg berat
badan dengan hasil baik. Namun demikian, jaringan yang mengalami gangren pada hewan
yang sembuh umumnya mengelupas. Di negara maju, ternak dicurigai terserang radang paha
umumnya dibunuh dan dikubur.

DAFTAR PUSTAKA
Pudjiatmoko., dkk. 2014. Manual Penyakit Hewan. Direktorat Jendral Peternakan dan
Direktorat Kesehatan Hewan. Jakarta
Natalia, L. 2000. Manifestasi Veseral Penyakit Radang Paha Pada Hewan. Balai
Penelitian Veteriner. Vol.5. Bogor.
Yulianto, P dan Saparinto, C. 2010. Pembesaran Sapi Potong. Swadaya. Jakarta.
AAK. 2006. Beternak Sapi Potong dan Kerja Seri Budidaya. Cetakan XIII. Kanisius.
Yogyakarta.
Ressang, AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner Edisi Kedua. Bali.

Anda mungkin juga menyukai