Anda di halaman 1dari 55

Peralatan Untuk Mengukur Faktor- Faktor Lingkungan

Mata Kuliah Pengendalian Vektor Penyakit Tropis

Disusun Oleh:

Neni Oktavia

Novita Nurul Fadhilah

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr.Dwi Wahyuni, M.Kes.

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2019
ii

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdullillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberi kesempatan kami untuk menyusun makalah ini yang berjudul
“Peralatan Untuk Mengukur Faktor- Faktor Lingkungan” semoga dalam
penyusunan makalah ini bermanfaat bagi pengetahuan kita semua. Sholawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Isa Ma’rufi, S.KM., M.Kes selaku ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat (IKM) Pasca Sarjana Universitas Jember
2. Dr.Dwi Wahyuni, M.Kes. selaku pembimbing Mata Kuliah Pengendalian
Vektor Penyakit Tropis .
3. Semua dosen Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Pasca
Sarjana Universitas Jember.
4. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberi dukungan kepada
kami baik dari segi material maupun spiritual

5. Teman-teman yang berpatisipasi dalam penyusunan makalah ini

Makalah kami masih jauh dari kesempurnaan dalam penyusunannya, oleh


karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,
agar kedepannya makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Demikian
makalah ini kami tulis. Terimakasih.

Jember, April 2019

Penyusun
iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4
BAB II .................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................... 6
2.1. Peralatan Untuk Mengukur Faktor- Faktor Lingkungan. .................... 6
2.2. Jenis - Jenis Alat Ukur Lingkungan ....................................................... 10
2.2.1.1 Thermometer ................................................................................... 10
2.2.1.2 Minimum- Maximum Thermometer. ............................................ 12
2.2.2. Termometer Air ................................................................................. 16
2.2.3. Sling Hygrometer (Psikrometer Putar) ........................................... 17
2.2.4. Salinity Sphectrometer ...................................................................... 18
2.1.5 p.H. Indikator. .................................................................................... 21
2.1.6. Anemometer ( alat ukur kecepatan angin )..................................... 27
2.1.7. Pengukur Curah Hujan. ................................................................... 32
2.1.8. Altimeter. ............................................................................................ 41
2.1.9. Lensatic Compas. ............................................................................... 43
2.1.10. Dipper ............................................................................................... 47
BAB III ................................................................................................................. 48
CONTOH KASUS DAN ANALISIS ................................................................. 48
3.1. CONTOH KASUS.................................................................................... 48
3.2 ANALISIS .................................................................................................. 49
BAB IV ................................................................................................................. 50
PENUTUP ............................................................................................................ 50
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 50
4.2 Saran .......................................................................................................... 51
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi suatu organisme secara
sendiri-sendiri maupun kombinasi dari berbagai faktor. Pengaruhnya dapat
menentukan kehadiran atau keberadaan dan proses kehidupan makhluk
hidup. Terdapat berbagai prinsip yang mendasari hubungan makhluk hidup
dengan lingkungannya, seperti makhluk hidup tidak dapat hidup pada lingkungan
yang hampa udara dan juga seperti makhluk hidup bernapas dengan udara yang
ada di lingkungan sekitarnya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi makhluk hidup
akan membentuk lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari faktor lingkungan
abiotik dan lingkungan biotik. Setiap jenis, individu, kelompok atau umur
makhluk hidup dipengaruhi atau membutuhkan faktor lingkungan yang berbeda-
beda (McNaughton, 1990).
Komponen-komponen lingkungan terdiri dari faktor-faktor
lingkungan fisiko-kimiawi dan biologi. Terdapat macam-macam faktor
lingkungan, seperti faktor iklim, geografis dan edafis (lingkungan abiotik) dan
faktor tumbuhan, hewan, dekomposer, dan manusia sebagai lingkungan
biotik. Berkaitan dengan sifat-sifat toleransi dan adaptasi makhluk hidup terhadap
lingkungannya, terdapat beragam jenis, sifat, keanekaragaman, kelimpahan, dan
pola sebaran makhluk hidup (Syafe’I, 1990).
Pembagian komponen lingkungan ini seperti, faktor iklim,meliputi
parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan air dan angin. Faktor
tanah merupakan karakteristik dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar
air tanah dan kondisi fisika tanah. Faktor topografi yaitu meliputi pengaruh dari
terrain (bentuk vertikal dan horizontal dari suatu daratan) seperti sudut
kemiringan, aspek kemiringan dan ketinggian tempat dari permukaan laut (Heddy,
1994).
Faktor lingkungan abiotik merupakan semua aspek kimia dan fisika
dari lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi hewan dan
2

tumbuhan. Udara dan tanah adalah faktor abiotik yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan organisme-organisme teresterial. Selain pengukuran pada kondisi fisika
kimia sebagai faktor lingkungan habitatnya, kehadiran tumbuhan dapat
mempengaruhi kondisi udara dan tanah. Mikroklimat merupakan kondisi udara
yang berpengaruh dan berhubungan langsung dengan tumbuhan. Walaupun hanya
dalam daerah yang sangat kecil, mikroklimat dapat menyebabkan adanya variasi
dalam tipe dan komposisi tumbuhan. Komponen mikroklimat tersebut antara lain
temperatur udara (suhu), kelembaban udara, intensitas cahaya dan kecepatan
angin. Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang
diperlukan organisme untuk hidup. Pada beberapa jenis organisme, yang ada yang
hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu. Suhu lingkungan merupakan faktor
penting dalam ekosistem karena pengaruhnya pada proses fisiologis organisme
penghuni ekosistem (Odum, 1971). Penghuni ekosistem ini termasuk didalamnya
yang diklasifikasikan pada jenis vektor.
Vektor dapat didefinisikan sebagai binatang atau hewan yang diwakili
oleh phylum Arthropoda (mayoritas diwakili oleh kelas insekta) yang menularkan
penyakit, baik virus, bakteri, maupun mikro organisme lainnnya kepada manusia
khususnya. Penyakit tular Vektor dan zoonotik merupakan penyakit menular
melalui Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, antara lain malaria, demam
berdarah, filariasis (kaki gajah), chikungunya, japanese encephalitis (radang otak),
rabies (gila anjing), leptospirosis, pes, dan schistosomiasis (demam keong).
Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi serta
berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan/atau wabah serta
memberikan dampak kerugian ekonomi masyarakat.
Upaya penanggulangan penyakit tular Vektor dan zoonotik selain
dengan pengobatan terhadap penderita, juga dilakukan upaya pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit, termasuk upaya mencegah kontak secara
langsung maupun tidak langsung dengan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit,
guna mencegah penularan penyakit menular, baik yang endemis maupun penyakit
baru (emerging).
3

Penyakit tular Vektor dan zoonotik menjadi permasalahan kesehatan


di Indonesia karena penyakit ini endemis dan sering kali menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB). Pada tahun 2016 jumlah penderita akibat lima penyakit tular
Vektor dan zoonotik di Indonesia sebesar 426.480 penderita, terdiri dari malaria
sebesar 208.450 penderita, demam berdarah sebesar 204.171 penderita,
chikungunya sebesar 807 penderita, japanese enchepalitis sebesar 43 penderita,
dan filariasis sebesar 13.009 penderita.
Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode pengendalian
vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi
beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan
keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kesinambungannya. Dalam pengendalian vektor Departemen
Kesehatan melakukan monitoring dan evaluasi dengan melakukan telaah laporan
daerah dan melakukan peninjauan langsung sesuai dengan kebutuhan dengan
melakukan survei entomologi. Pada survei entomologi diperlukan beberapa
macam peralatan entomologi salah satunya yaitu peralatan untuk mengukur
faktor- faktor lingkungan.
Nyamuk anopeles adalah salah satu vector yang akan dilakukan penelitian
bioekologinya dalam makalah ini. Nyamuk anopheles akan meletakkan telurnya
dipermukaan air satu persatu atau bergerombolan tetapi saling lepas, telur
anopeles mempunyai alat pengapung. Perkembangbiakan nyamuk selalu
memerlukan tiga macam tempat yaitu tempat berkembang biak (breeding places),
tempat untuk mendapatkan unpan/darah (feeding places) dan tempat untuk
beristirahat (reesting palces). Nyamuk mempunyai tipe breeding palces yang
berlainan seperti culex dapat berkembang di sembarangan tempat air, sedangkan
Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak
beralaskan tanah langsung, mansonia senang berkembang biak di kolam-kolam,
rawa-rawa danau yang banyak tanaman airya dan Anopeheles bermacam breeding
places, sesuai dengan jenis anophelesnya sebagai berikut :
1. Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus clan anopheles vagus senang
berkembang biak di air payau.
4

2. Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi nyamuk anopheles


sundaicus, anopheles mucaltus dalam berkembang biak.
3. Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari disenangi anopheles vagus,
anopheles barbumrosis untuk berkembang biak.
4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk anopheles vagus,
indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembang biak.
5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi anopheles
acunitus, vagus, barbirotus, anullaris untuk berkembang biak (Nurmaini, 2003).
Tempat beristirahat (resting places) biasanya setelah nyamuk betina
menggigit orang/hewan, nyamuk tersebut akan beristirahat selama 2 – 3 hari,
misalnya pada bagian dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang
lembab, tempat yang berwarna gelap dan lain – lain merupakan tempat yang
disenangi nyamuk untuk berisitirahat (Nurmaini, 2003).
Untuk mendukung penelitian Bioekologi ini maka ada beberapa alat
ukur factor lingkungan yang dipakai dalam jurnal acuan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa Definisi dari Peralatan Untuk Mengukur Faktor-Faktor
Lingkungan ?
1.2.2. Apa jenis-jenis Peralatan Untuk Mengukur Faktor-faktor
Lingkungan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1. Memahami Definisi dari Peralatan Untuk Mengukur Faktor-Faktor
Lingkungan.
1.3.2. Menambah Pengetahuan penulis dan pembaca tentang jenis - jenis
Peralatan Untuk Mengukur Faktor - faktor Lingkungan.
5

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Memberikan tambahan pengetahuan bagi penulis terhadap
peralatan yang digunakan khusus untuk pengendalian vector.
1.4.2 Memberikan manfaat bagi pembaca tentang bahaya vector dan
sekaligus wacana pengendaliannya.
6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Peralatan Untuk Mengukur Faktor- Faktor Lingkungan.


Peralatan tersebut dipergunakan untuk mengukur faktor lingkungan yang
mempunyai pengaruh terhadap populasi vektor seperti suhu, kelembaban, kadar
garam di tempat perindukan, PH, kecepatan angina, curah hujan dan ketinggian.
Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu:
 Alat ukur,
 Benda ukur, dan
 Orang yang melakukan pengukuran
Hasil pengukuran tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena
keterbatasan dari bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya hasil
yang dianggap paling mendekati dengan harga geometris obyek ukur. Meskipun
hasil pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih juga terjadi
penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang juga sering
menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan. Lingkungan yang
kurang tepat akan mengganggu jalannya proses pengukuran.

2.1.1 Jenis – Jenis Kesalahan dalam proses pengukuran lingkungan.


2.1.1.1 Kesalahan pengukuran karena alat ukur
Jika kesalahan dalam pengukuran tidak diperhatikan maka sifat-sifat
merugikan ini tentu akan menimbulkan banyak kesalahan dalam pengukuran.
Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran sampai
seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus dikalibrasi terlebih
dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek kebenaran skala
ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari alat ukur, seperti
kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan sebagainya.
7

2.1.1.2 Kesalahan pengukuan karena benda ukur


Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol
atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari
bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda
ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan
dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak
hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka
penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan
kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.
Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak
menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai
penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros
yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di
atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk
mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga
diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577
kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.
Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar
posisinya mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan
betul-betul agar pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan perubahan
bentuk sehingga bisa menimbulkan penyimpangan pengukuran.

2.1.1.3 Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur


Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga
didapatkan adanya penyimpangan pengukuran, walaupun perubahan bentuk dari
benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia
yang melakukan pengukuran. Manusia memang mempunyai sifat-sifat tersendiri
dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang sama dari dua orang
yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur, benda ukur dan situasi
pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor manusia ini
dapat dibedakan antara lain sebagai berikut
8

a. Kesalahan Karena Kondisi Manusia

Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses


pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh
yang sederhana, misalnya pengukur diameter poros dengan jangka sorong.
Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur mungkin badan
sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit
mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil
pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan
yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga hasil pembacaan
skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan
sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan
ketelitian tinggi.

b. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan


Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran,
tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan
metode pengukuran yang kurang tepat. Kekurangtepatan metode yang
digunakan ini berkaitan dengan cara memilih alat ukur dan cara
menggunakan atau memegang alat ukur. Misalnya benda yang akan diukur
diameter poros dengan ketelitian 0,1 milimeter. Alat ukur yang digunakan
adalah mistar baja dengan ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja hasil
pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran sampai 0,01 milimeter.
Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.
Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan
mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam
ukur, posisi mistar baja, posisi kedua rahang ukur jangka sorong, posisi
kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya. Bila posisi alat ukur ini
kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa dihindari
terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.
9

c. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur


Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat
ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi
penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan
posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini sering disebut, dengan
istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada si pengukur yang kurang
memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala ukur pada waktu alat
ukur sedang digunakan. Di samping itu, si pengukur yang kurang memahami
pembagian divisi dari skala ukur dan kurang mengerti membaca skala ukur
yang ketelitiannya lebih kecil dari pada yang biasanya digunakannya juga
akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil pengukurannya. Jadi, faktor
manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran.
Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus menetukan alat ukur yang
tepat sesuai dengan bentuk dan dimensi yang akan diukur.
Untuk memperoleh hasil pengukuran yang betul-betul dianggap presisi
tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala ukur saja, tetapi juga
diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam menggunakan alat ukur. Ada
beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan
pengukuran yaitu:
1. Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki
ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran.
2. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan
penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu bagaimana cara
mengatasinya.
3. Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi
bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana
memeliharanya.
d. Kesalahan karena faktor lingkungan

Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan


untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan
10

ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah
tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran. Disamping si pengukur
sendiri merasa tidak nyaman juga peralatan ukur bisa tidak normal
bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada muka sensor
mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh si
pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang
terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur
yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran.
Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak
banyak diberi lampu penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang
digunakan tentu sedikit banyak akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi
lebih panas. Padahal, menurut standar internasional bahwa suhu atau
temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah 20°C apabila temperatur
ruangan pengukur sudah mencapai 20°C, lalu ditambah lampu-lampu
penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan akan berubah.
Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi ukurannya bila
terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur
lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan.

2.2. Jenis - Jenis Alat Ukur Lingkungan


2.2.1.1 Termometer
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu
(temperatur), ataupun perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari bahasa
latin thermo yang berarti panas dan meter yang berarti untuk mengukur.
Prinsip kerja termometer ada bermacam-macam, yang paling umum
digunakan adalah termometer air raksa.
Termometer dipakai untuk mengetahui suhu air yang optimal sebagai
perkembangbiakan nyamuk dari larva hingga dewasa. Nyamuk termasuk
serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) karena
mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Tahapan yang dialami oleh nyamuk yaitu tahap telur, larva, pupa dan dewasa.
11

Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu
20-40°C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh
suhu, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat
perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam
waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3
hari sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari
(Gandahusada, 1998).
Secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin
atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara
kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan termometer.
Suhu dapat diukur dengan menggunakan termometer yang berisi air raksa
atau alkohol. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang
artinya panas dan meter yang artinya mengukur (to measure).
Pada awal penemuannya, alat ini terdiri dari pipa kapiler yang
menggunakan material kaca dengan kandungan Merkuri di ujung bawah.
Untuk tujuan pengukuran, pipa ini dibuat sedemikian rupa sehingga hampa
udara. Jika temperatur meningkat, Merkuri akan mengembang naik ke arah
atas pipa dan memberikan petunjuk tentang suhu di sekitar alat ukur sesuai
dengan skala yang telah ditentukan. Skala suhu yang paling banyak dipakai
di seluruh dunia adalah Skala Celcius dengan nilai 0 untuk titik beku dan
poin 100 untuk titik didih.
Termometer Merkuri pertama kali dibuat oleh Daniel G. Fahrenheit.
Peralatan sensor panas ini menggunakan bahan Merkuri dan pipa kaca
dengan skala Celsius dan Fahrenheit untuk mengukur suhu. Pada tahun 1742
Anders Celsius mempublikasikan sebuah buku berjudul “Penemuan Skala
Temperatur Celsius” yang diantara isinya menjelaskan metoda kalibrasi alat
termometer seperti dibawah ini:
 Letakkan silinder termometer di air yang sedang mencair dan tandai poin
termometer disaat seluruh air tersebut berwujud cair seluruhnya. Poin ini
adalah poin titik beku air. Dengan cara yang sama, tandai poin
12

termometer disaat seluruh air tersebut mendidih seluruhnya saat


dipanaskan.
 Bagi panjang dari dua poin diatas menjadi seratus bagian yang sama.
Sampai saat ini tiga poin kalibrasi diatas masih digunakan untuk mencari
rata-rata skala Celsius pada Termometer Merkuri. Poin-poin tersebut
tidak dapat dijadikan metoda kalibrasi yang akurat karena titik didih dan
titik beku air berbeda-beda seiring beda tekanan. Dan untuk mengatasi
permsalah itu, maka digunakan cara kerja seperti ini:
 Sebelum terjadi perubahan suhu, volume Merkuri berada pada
kondisi awal.
 Perubahan suhu lingkungan di sekitar termometer direspon Merkuri
dengan perubahan volume.
 Volume merkuri akan mengembang jika suhu meningkat dan akan
menyusut jika suhu menurun.
 Skala pada termometer akan menunjukkan nilai suhu sesuai
keadaan lingkungan.

Prinsip kerja termometer ada beragam-ragam, yang paling umum dipakai


adalah termometer air raksa. Satuan dari suhu adalah Kelvin, dan merupakan
satuan yang telah ditetapkan sebagai satuan Standar Internasional. Ada
beberapa macam skala yang digunakan sebagai satuan dan ukuran yang
digunakan termometer dalam mengukur suhu antara lain adalah Celcius,
Fahrenheit, Reamur, Kelvin, Rankine, Delisle, Newton, dan Rømer.

2.2.1.2 Minimum- Maximum Thermometer.


Thermometer Six atau Thermometer minimum – maximum merupakan
Peralatan yang digunakan untuk pengukuran suhu udara minimum dan
maximum pada waktu dilakukan penangkapan nyamuk dan pengujian serta
24 jam pengamatan setelah nyamuk dikontak dengan racun serangga. Alat ini
ditemukan oleh seorang ilmuwan Inggris James Six Bellani , lahir di
13

Canterbury, pada 1780 sehingga thermometer jenis ini juga dikenal sebagai
thermometer maximum minimum six bellani.
Termometer maximum minimum ini bekerja dengan adanya katup pada
leher tabung dekat bohlam. Saat suhu naik, air raksa didorong ke atas melalui
katup oleh gaya pemuaian. Saat suhu turun, air raksa tertahan pada katup dan
tidak dapat kembali ke bohlam membuat air raksa tetap didalam tabung.
Sehingga kita dapat membaca temperature maksimum selama waktu yang
telah ditentukan. Untuk mengembalikan fungsinya maka thermometer harus
diayun keras.
 Temperatur Maksimum
 Fungsi :
Untuk mengukur suhu maksimum yang terjadi dalam 1 hari dan diamati
setiap jam 12:00 UTC atau jam 19: 00 WIB. Hasil baca suhu maksimum
harus lebih tinggi atau serendah-rendahnya sama dengan suhu udara hasil
pembacaan dari thermometer bola kering yang tertinggi pada hari yang
bersangkutan.
Pengamatan suhu udara maksimum
a. Baca thermometer maksmum dengan cepat dan cermat sampai persepuluh
derajat terdekat
b. Setelah dibaca keluarkan thermometer dengan hati-hati
c. Pegang bagian ujjungnya dengan baik dimana bagian bolanya ada
dibawah.
d. Ayun / kibas-kibaskan thermometer tersebut berulang-ulang dengan
lengan tetap lurus sampai air raksa yang terputus tersambung kembali
dengan sempurna
e. Kembalikan thermometer maksimum tersebut ke tempatnya semula
dengan hati-hati
f. Pada saat mengembalikan, thermometer maksimum harus dipegang
dengan dua tangan sedikit miring dengan bagian bolanya lebih rendah dan
bagianitu diletakkan terlebih dahulu kemudian baru bagian ujung
tabungnya.
14

 Temperatur Minimum
a. Pada pengamatan suhu minimum skala yang dibaca adalah skala yang
ditunjuk oleh ujung indeks yang terletak lebih jauh dari bola thermometer.
b. Baca thermometer minimum dengan cepat dan cermat sampai persepuluh
derajat terdekat.
c. Setelah dibaca, keluarkan thermometer dengan hati-hati.
d. Pegang thermometer dan miringkan dengan bolanya berada lebih tinggi
agar indeksnya meluncur ke bawah sampai berhenti menmpel pada
minikus (alcohol)
e. Kembalikan thermometer minimum terssebut ketempatnya semula dengan
hati-hati
f. Pada saat mengembalikan, thermometer minimum harus dipegang dengan
dua tangan sedikit miring dengan letak bolanya lebih tinggi dan bagian
ujungnya diletakkan terlebih dahulu kemudian bagian bolanya diletakkan
dengan hati-hati agar ujung indeks tetap menempel pada miniskus.
 Variasi Desain
Variasi desain, beberapa model memiliki spikula unrrung dipegang
ditempat oleh pelat magnet yang terletak dibelakang kartu yang menunjukkan
skala dan cukup dekat dengan tabung berbentuk U untuk menahan spidol di
tempat kecuali jika didorong oleh ekspansi termal dari alat.Ketika kontrol
manual dioperasikan, pelat didorong menjauh dari tabung berbentuk U,
membebaskan spidol yang kemudian jatuh karena gravitasi ke permukaaan
merkuri. Desain lain memiliki U yang berorientasi horizontal dan spidol
benar- benar gratis dan tidak terlepas. Penyetelan ulang dilakukan dengan
memutar U ke vertical sehingga spidol tenggelam untuk menempel pada
merkuri, dan mengembalikannya ke horizontal.
 Pemeliharaan

Termometer Six dikenal untuk pemisahan di kolom merkuri, khususnya


setelah pengiriman, meskipun ketukan yang tidak disengaja telah diketahui
penyebabnya juga. Pemisahan biasanya dapat diperbaiki dengan mengayunkan
15

termometer seperti yang dilakukan untuk mengatur ulang termometer


klinis merkuri; gaya sentrifugal memaksa merkuri bersama lagi. Jika marker
menjadi sebagian terkubur dalam merkuri, marker dapat ditarik kembali
dengan magnet atau terkena suhu ekstrem yang membuat marker terbuka. Jika
magnet eksternal yang kuat digunakan untuk menarik spidol dalam jenis
tombol tekan dengan plat magnet di tempatnya, ada risiko merusak magnet
yang lemah di belakang skala, atau membuat magnet baja di spidol baik
melemahkan atau meningkatkan menarik kekuatan terhadap tabung kapiler
pada semua atau sebagian skala sehingga termometer tidak lagi berfungsi
dengan baik.
Desain termometer Six asli berisi merkuri , yang telah dilarang untuk
sebagian besar penggunaan di beberapa bagian lain di dunia. Pada tahun 2006,
S.Brannan & Sons Ltd, sebuah perusahaan Inggris, diberikan hak paten untuk
versi termometer minimum-minimum Six bebas merkuri dan
menggantikannya dengan dua cairan yang tidak larut digunakan untuk
mendukung kinerja alat. Termometer beroperasi dengan cara yang sama
seperti versi merkuri.

Gambar 1. thermometer maximum minimum six bellani.


16

2.2.2. Termometer Air


Air mempunyai kapasitas yang besar untuk dapat menyimpan panas
sehingga menjadikan suhunya relatif konstan dibanding suhu udara,
sementara energi cahaya matahari sebagian besarnya akan diserap lagi oleh
lapisan permukaan air. Jika intensitas cahaya matahari semakin kedalam
maka akan semakin berkurang dan menyebabkan perpindahan panas dari
lapisan atas ke bawah bergantung pada kekuatan pengadukan air oleh angin,
semakin tinggi konsentrasi bahan yang terlarut dalam air maka akan tinggi
pula penyerapan panas sehingga mempengaruhi tingkat densitasnya, semakin
tinggi suhu air densitasnya semakin rendah.
Suhu dan temperatur mempengaruhi kelangsungan hidup makhluk hidup
air dari telur kemudian larva hingga benih sampai pada ukuran dewasanya.
Suhu dan temperatur untuk pemeliharaan akan berpengaruh untuk
perkembang biakan larva vektor setelah telur, hal ini karena suhu
mempengaruhi kecepatan untuk penyerapan inti telur yang merupakan
sumber energi metabolisme untuk larva.
Termometer air digunakan untuk mengukur suhu air, cara penggunaannya
dicelupkan bagian ujung bawah selama beberapa saat ke dalam air, kemudian
baca suhu air. Alat ini menjadi bagian penting untuk mengetahui tempat-
tempat atau aliran air manakah yang banyak dijadikan sarang
perkembangbiakan vector.

Gambar 2. Termometer Air


17

2.2.3. Sling Hygrometer (Psikrometer Putar)


Higrometer adalah sejenis alat untuk mengukur tingkat kelembaban pada
suatu tempat. Biasanya alat ini ditempatkan di dalam bekas (container)
penyimpanan barang yang memerlukan tahap kelembapan yang terjaga
seperti dry box penyimpanan kamera. Kelembaban yang rendah akan
mencegah pertumbuhan jamur yang menjadi musuh pada peralatan tersebut.
Higrometer juga banyak dipakai di ruangan pengukuran dan instrumentasi
untuk menjaga kelembapan udara yang berpengaruh terhadap keakuratan
alat-alat pengukuran.
Higrometer (hygrometer) adalah perangkat untuk menentukan kelembaban
atmosfer yang dapat menunjukkan kelembaban relatif (persentase
kelembaban di udara), kelembaban mutlak (jumlah kelembaban) atau
keduanya. Beberapa higrometer standar hanya mampu menginformasikan
dua keadaan seperti pada kondisi udara kering atau basah. Sedangkan jenis
higrometer lainnya merupakan bagian dari perangkat yang disebut
humidistats, yang digunakan untuk mengontrol pelembab udara atau
pengering untuk mengatur kelembaban udara. Higrometer biasanya
digunakan dalam peramalan cuaca, memantau kelembaban di laboratorium,
area penyimpanan dan pembuatan tanaman, dan penangkapan vektor di mana
tingkat kelembaban tertentu harus dijaga.
Sling Hygrometer adalah Suatu alat untuk mengukur persentase
kelembaban (relatif) udara (% R.H.). alat ini digunakan pada waktu
penangkapan nyamuk, cara penggunaannya alat tersebut sebagai berikut :
 Carilah tempat yang terlindung dan luas ( tidak mengganggu
permutaran hygrometer).
 Putarlah hygrometer menghadap angin, sejauh mungkin dari depan
tubuh dengan 2 putaran per detik selama sepuluh detik.
 Hentikan putaran dan segera dibaca kedua thermometer yang ada,
ulangi putaran sampai yakin bahwa hasilnya sama.
18

 Hitunglah perbedaan suhu dari thermometer kering dan thermometer


basah dari hasil perhitungan tersbut dapat dihitung persentase
kelembaban udara dengan menggunakan tabel atau mistar hitung yang
tersedia.
Cara membaca grafik pada Sling Hygrometer :
a. Menghitung/mengkonversikan suhu dari termometer (Celcius)
menjadi suhu Fahrenheit pada grafik
b. Suhu kering ditunjukkan pada garis mendatar,Suhu basah pada garis
diagonal
c. Perpotongan antara suhu basah dan kering merupakan kelembaban
d. Mengikuti garis melengkung sehingga diketahui nilai kelembaban

Gambar 3. Sling Hygrometer

2.2.4. Salinity Sphectrometer


Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.
Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan
garam pada sebagian besar danau,sungai, dan saluran air alami sangat kecil
sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar.
19

Kandungan garam sebenarnya pada air tawar, secara definisi, kurang dari
0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau
menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.

 Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas :

1. Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah,


maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat
penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
2. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka
salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah
hujan yang turun salinitas akan tinggi.

Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam
sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki
kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut
Mati memiliki kadar garam sekitar 30%. Walaupun kebanyakan air laut di
dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda
kandungan garamnya.
Yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk
Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut
Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi
dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau
dapat lebih tinggi lagi.
Pada hubungannya dengan vector, Salinity Sphectrometer Suatu alat untuk
mengukur kadar garam pada genangan- genangan air di pantai. Digunakan
pada waktu survey nyamuk pra- dewasa.
 Prinsip kerja Salinity meter :
Seperti yang disebutkan penjelasan di atas, prinsip kerja salinity
meter didasarkan pada konduktivitas listrik pada air. Dalam
pengukurannya, salinity meter menggunakan sifat dari air, yaitu air sebagai
konduktor listrik yang baik. Misalnya dalam pengukuran salinitas air laut,
20

diketahui bahwa air laut berisi banyak kotoran seperti natrium klorida,
magnesium klorida, kalsium klorida dan sebagainya.
Ion-ion klor membantu dalam konduksi dan karenanya kotoran ini
meningkatkan konduktivitas air. Saalinity meter menggunakan satu set
elektroda untuk mengukur konduktivitas sinyal yang diumpankan ke meter
yang dikalibrasi untuk memberikan bacaan kepada pengguna. Ada juga
kompensasi sistem suhu yang diperlukan untuk menyesuaikan kondisi
salinity meter dengan air yang diukur. Hal ini diperlukan karena
konduktivitas air tidak hanya bervariasi dengan kotoran tetapi variasi
terhadap suhu juga.

Kenaikan terjadi sekitar 2,2% untuk setiap kenaikan derajat tunggal suhu.
Dapar dilihat juga alarm audio visual yang aktif setelah nilai preset salinitas
tercapai. Hal ini berguna dalam kasus generator air tawar di mana output
akan dialihkan untuk dialirkan jika salinitas meningkat melampaui batas
tertentu sehingga menjaga air yang tersimpan dari keadaan tidak murni.
Cara penggunaan letakkan setitik air yang akan diukur kadar garamnya
pada kaca spectrometer, kemudian diteropong ketinggian skala dari kadar
garam air tersebut dengan mengarahkan spectrometer pada cahaya/ tempat
yang terang.

Gambar 4. Salinity Sphectrometer.


21

2.1.5 p.H. Indikator.


pH Indikator adalah senyawa kimia halokromik yang ditambahkan dalam
jumlah kecil ke dalam larutan sehingga pH ( keasaman atau kebasaan )
larutan dapat ditentukan secara visual. Oleh karena itu, indikator pH adalah
detektor kimia untuk ion hidronium (H 3 O + ) atau ion hidrogen (H + )
dalam model Arrhenius .Biasanya, indikator menyebabkan warna larutan
berubah tergantung pada pH. Indikator juga dapat menunjukkan perubahan
pada sifat fisik lainnya; misalnya, indikator penciuman menunjukkan
perubahan dalam baunya . Nilai pH larutan netral adalah 7,0 pada 25 ° C
( kondisi laboratorium standar ). Solusi dengan nilai pH di bawah 7,0
dianggap asam dan solusi dengan nilai pH di atas 7,0 bersifat basa
(basa).Karena sebagian besar senyawa organik yang terjadi secara alami
adalah protolit yang lemah, asam karboksilat dan amina , indikator pH
menemukan banyak aplikasi dalam biologi dan kimia analitik. Selain itu,
indikator pH membentuk salah satu dari tiga jenis utama senyawa indikator
yang digunakan dalam analisis kimia. Untuk analisis kuantitatif kation logam,
penggunaan indikator kompleksometrik lebih disukai, sedangkan kelas
senyawa ketiga, indikator redoks , digunakan dalam titrasi yang melibatkan
reaksi redoks sebagai dasar analisis.

Gambar 5. Aplikasi Kertas pH.


22

 Pengukuran pH dengan kertas indikator

Indikator pH sering digunakan dalam titrasi dalam kimia


analitik dan biologi untuk menentukan tingkat reaksi kimia. Karena
pilihan subjektif (penentuan) warna, indikator pH rentan terhadap
pembacaan yang tidak tepat. Untuk aplikasi yang membutuhkan pengukuran
pH yang tepat, pH meter sering digunakan. Kadang-kadang, campuran
indikator yang berbeda digunakan untuk mencapai beberapa perubahan
warna halus pada rentang nilai pH yang luas. Indikator komersial ini
(misalnya, indikator universal dan makalah Hydrion ) digunakan ketika
hanya pengetahuan kasar tentang pH yang diperlukan.
Tabel di bawah ini adalah beberapa indikator pH laboratorium
umum. Indikator biasanya menunjukkan warna antara pada nilai pH di
dalam rentang transisi yang tercantum. Misalnya, fenol merah menunjukkan
warna oranye antara pH 6,8 dan pH 8,4. Kisaran transisi dapat bergeser
sedikit tergantung pada konsentrasi indikator dalam larutan dan pada suhu di
mana larutan tersebut digunakan. Angka di sebelah kanan menunjukkan
indikator dengan rentang operasi dan perubahan warna.

Warna pH Transisi Transisi Warna pH


Indikator
rendah low end high end tinggi
Gentian violet ( Methyl
kuning 0,0 2.0 biru-ungu
violet 10B )
Hijau perunggu (transisi
kuning 0,0 2.0 hijau
pertama)
Hijau perunggu (transisi tidak
hijau 11.6 14.0
kedua) berwarna
Biru timol (transisi
merah 1.2 2.8 kuning
pertama)
Biru timol (transisi
kuning 8.0 9.6 biru
kedua)
Metil kuning merah 2.9 4.0 kuning
Bromophenol biru kuning 3.0 4.6 biru
23

Kongo merah biru-ungu 3.0 5.0 merah


Metil oranye merah 3.1 4.4 kuning
Screened methyl orange ungu keabu-
merah 0,0 3.2
(transisi pertama) abuan
Disaring metil jingga ungu keabu-
3.2 4.2 hijau
(transisi kedua) abuan
Bromocresol hijau kuning 3.8 5.4 biru
Metil merah merah 4.4 6.2 kuning
Metil ungu ungu 4.8 5.4 hijau
Azolitmin merah 4.5 8.3 biru
Bromocresol ungu kuning 5.2 6.8 ungu
Bromothymol
magenta <0 6.0 kuning
blue (transisi pertama)
Bromothymol blue
kuning 6.0 7.6 biru
(transisi kedua)
Fenol merah kuning 6.4 8.0 merah
Merah netral merah 6.8 8.0 kuning
biru
Naphtholphthalein merah pucat 7.3 8.7
kehijauan
kemerahan-
Cresol merah kuning 7.2 8.8
ungu
tidak
Cresolphthalein 8.2 9.8 ungu
berwarna
Phenolphthalein (transisi oranye- tidak
<0 8.3
pertama) merah berwarna
Phenolphthalein (transisi tidak ungu-merah
8.3 10.0
kedua) berwarna muda
Phenolphthalein (transisi tidak
fuchsia 12.0 13.0
ketiga) berwarna
Thymolphthalein (transisi tidak
merah <0 9.3
pertama) berwarna
Thymolphthalein (transisi tidak
9.3 10.5 biru
kedua) berwarna
Alizarine Yellow R kuning 10.2 12.0 merah
Indigo carmine biru 11.4 13.0 kuning
24

Indikator Universal
kisaran
Deskripsi Warna
pH
<3 Asam kuat Merah
Oranye atau
3–6 Asam lemah
kuning
7 Netral hijau
8–11 Basis lemah Biru
> 11 Basis yang kuat Violet atau Indigo

Pengukuran pH yang tepat

Spektrum serapan bromocresol green pada berbagai tingkat protonasi

Indikator dapat digunakan untuk mendapatkan pengukuran pH yang cukup


tepat dengan mengukur absorbansi secara kuantitatif pada dua atau lebih
panjang gelombang. Prinsipnya dapat diilustrasikan dengan mengambil
indikator menjadi asam sederhana, HA, yang terdisosiasi menjadi H + dan
A-.
HA ⇌ H + + A -
Nilai konstanta disosiasi asam , pKa, harus diketahui. Absorban
molar , ε HA dan ε A dari
-
dua spesies HA dan A - pada panjang
gelombang λ x dan λ y juga harus ditentukan oleh percobaan
25

sebelumnya. Dengan asumsi hukum Beer harus dipatuhi, absorbansi yang


terukur A x dan A y pada dua panjang gelombang hanyalah jumlah dari
absorbansi yang disebabkan oleh masing-masing spesies.

Ini adalah dua persamaan dalam dua konsentrasi [HA] dan [A - ]. Setelah
dipecahkan, pH diperoleh sebagai

Jika pengukuran dilakukan pada lebih dari dua panjang gelombang,


konsentrasi [HA] dan [A - ] dapat dihitung dengan kuadrat terkecil
linier. Bahkan, seluruh spektrum dapat digunakan untuk tujuan ini. Proses
ini diilustrasikan untuk indikator bromocresol hijau . Spektrum yang diamati
(hijau) adalah jumlah spektra HA (emas) dan A - (biru), yang ditimbang
untuk konsentrasi kedua spesies.
Ketika satu indikator digunakan, metode ini terbatas pada pengukuran
dalam kisaran pH p K a ± 1, tetapi rentang ini dapat diperpanjang dengan
menggunakan campuran dua atau lebih indikator. Karena indikator memiliki
spektrum serapan yang kuat, konsentrasi indikator relatif rendah, dan
indikator itu sendiri dianggap memiliki efek yang dapat diabaikan pada pH.
 Titik ekivalen

Dalam titrasi asam-basa, indikator pH yang tidak sesuai dapat


menyebabkan perubahan warna dalam larutan yang mengandung indikator
sebelum atau setelah titik ekivalen yang sebenarnya. Sebagai hasilnya, titik
ekivalen yang berbeda untuk suatu larutan dapat disimpulkan berdasarkan
indikator pH yang digunakan. Ini karena perubahan warna sekecil apa pun
dari solusi yang mengandung indikator menunjukkan titik ekivalen telah
26

tercapai. Oleh karena itu, indikator pH yang paling cocok memiliki kisaran
pH efektif, di mana perubahan warna tampak jelas, yang meliputi pH titik
ekivalen larutan yang dititrasi.
 Indikator pH yang terjadi secara alami

Banyak tanaman atau bagian tanaman mengandung bahan kimia dari


senyawa antosianin berwarna alami. Mereka merah dalam larutan asam dan
biru dalam basa. Antosianin dapat diekstraksi dengan air atau pelarut lain
dari banyak tanaman berwarna atau bagian tanaman, termasuk dari daun
( kol merah ); bunga ( geranium , opium , atau kelopak mawar ); beri
( blueberry , blackcurrant ); dan batang ( rhubarb ).Ekstraksi antosianin dari
tanaman rumah tangga, terutama kubis merah , untuk membentuk indikator
pH kasar adalah demonstrasi kimia pengantar yang populer.
Litmus , digunakan oleh para alkemis di Abad Pertengahan dan masih
tersedia, adalah indikator pH alami yang dibuat dari campuran
spesies lichen , terutama Roccella tinctoria . Kata lakmus secara harfiah
berasal dari 'lumut berwarna' di . Perubahan warna antara larutan asam
merah dan alkali biru. Istilah 'tes lakmus' telah menjadi metafora yang
banyak digunakan untuk setiap tes yang dimaksudkan untuk membedakan
secara otoritatif antara alternatif.

Indikator Warna pH rendah Warna pH tinggi

Bunga hydrangea biru merah muda ke ungu

Antosianin merah biru

Lakmus merah biru

Kertas Litmus / lakmus digunakan untuk mengukur keasaman air pada


waktu survey nyamuk pra- dewasa. Cara penggunaan ambilah sepotong
kertas lakmus pengukur p.H, celupkan kedalam air yang akan diukur pH nya,
diamkan beberapa saat sampai terjadi perubahan warna dari kertas lakmus
27

tersebut dengan mencocokkan perubahan warna yang terjadi pada kertas


lakmus dengan standar warna- warna yang terdapat pada kotak kertas lakmus
dapat diketahui pH air yang diperiksa.
Selain itu pengukuran pH dapat dilakukan juga dengan alat pH meter yang
lebih praktis, cara penggunaan pH meter cukup dengan menghidupkan
tombol On lalu bagian sisi ujung lain dibuka tutupnya dan letakkan pada air
yang akan diukur dan akan terbaca berapa derajat keasaman dari air yang
diukur.

Gambar 6. pH Meter.

2.1.6. Anemometer ( alat ukur kecepatan angin ).


Anemometer adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk mengukur
kecepatan angin dan untuk mengukur arah, anemometer merupakan salah
satu instrumen yang sering digunakan oleh balai cuaca seperti Badan
Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Kata anemometer berasal
dari Yunani anemos yang berarti angin, Angin merupakan udara yang
bergerak ke segala arah, angin bergerak dari suatu tempat menuju ke tempat
yang lain. Anemometer ini pertama kali diperkenalkan oleh Leon Battista
Alberti dari Italia pada tahun 1450. Anemometer harus ditempatkan di daerah
terbuka. Pada saat tertiup angin, baling-baling atau mangkok yang terdapat
pada anemometer akan bergerak sesuai arah angin. Makin besar kecepatan
28

angin meniup mangkok-mangkok tersebut, makin cepat pula kecepatan


berputarnya piringan mangkok-mangkok. Dari jumlah putaran dalam satu
detik maka dapat diketahui kecepatan anginnya. Di dalam anemometer
terdapat alat pencacah yang akan menghitung kecepatan angin. Fungsi
Anemometer adalah sebagai berikut:

 Mengukur kecepatan angin


 Memperkirakan cuaca
 Memperkirakan tinggi gelombang laut
 Memperkirakan kecepatan dan arah arus

Secara umum ada dua jenis anemometer, yaitu anemometer yang mengukur
kecepatan angin (velocity anemometer) dananemometer yang mengukur
tekanan angin (anemometer tekanan). Dari kedua tipe anemometer ini
velocity anemometer lebih banyak digunakan. Salah satu jenis dari velocity
anemometer adalah thermal anemometer lebih dikenal dengan hot wire
anemometer yaitu anemometer yang mengkonversi perubahan suhu menjadi
kecepatan angin. Tetapi karena keduanya memiliki hubungan yang sama,
maka anemometer dirancang untuk memberikan informasi tentang keduanya.
 Jenis-Jenis Anemometer
1. Velocity Anemometers
A. Cup Anemometers

Sebuah anemometer sederhana yang diciptakan pada tahun 1846 oleh Dr


John Thomas Romney Robinson dari Armagh Observatory. Anemometer ini
terdiri atas tiga cup setengah lingkaran dan terpasang pada tiap ujung gagang
horizontal. Aliran udara melewati masing-masing cup dan memutar masing-
masing tiap gagang horizontal berdasarkan angin yang datang. Oleh karena
itu, menghitung putaran poros selama periode waktu yang ditetapkan akan
29

menghasilkan kecepatan angin rata-rata. Alat ini biasa digunakan untuk


standar industry dalam penilaian studi sumber daya angin.
B. Windmill Anemometers

Bentuk lain dari anemometer adalah bentuk kincir angin atau baling-
baling. Berbentuk panjang vertikal. Dalam kasus di mana arah pergerakkan
angin selalu sama, seperti dalam poros ventilasi tambang dan bangunan
misalnya, baling-baling angin, yang dikenal sebagai meter air dapat
memberikan hasil yang paling memuaskan.

C. Hot-wire Anemometers

Anemometers kawat panas menggunakan kawat yang sangat halus yang


dipanaskan. Udara mengalir melewati kawat memiliki efek pendinginan pada
kawat. Hot-wire Anemometer sangat halus, memiliki frekuensi-respon yang
sangat tinggi dan resolusi spasial baik dibandingkan dengan metode
pengukuran lainnya, dan dengan demikian hampir secara universal digunakan
untuk studi rinci arus turbulen.

D. Laser Doppler Anemometers

Pada anemometer ini menggunakan sinar cahaya dari laser yang yang
terbagi menjadi dua balok, dengan satu disebarkan dari anemometer.
Partikulat yang mengalir bersama dengan molekul udara dekat tempat keluar
balok mencerminkan, atau backscatter, lampu kembali ke detektor, di mana ia
diukur relatif terhadap sinar laser asli. Ketika partikel-partikel berada dalam
gerakan yang besar, mereka menghasilkan pergeseran Doppler untuk
mengukur kecepatan angin di sinar laser, yang digunakan untuk menghitung
kecepatan partikel udara di sekitar anemometer.

E. Sonic Anemometers
30

Pertama kali dikembangkan pada tahun 1950, menggunakan gelombang


suara ultrasonik untuk mengukur kecepatan angin. Mengukur kecepatan angin
berdasarkan jam terbang sonic pulses antara pasangan transduser.

F. Acoustic Resonance Anemometers

Merupakan varian yang lebih baru dari sonic anemometer. Teknologi ini
diciptakan oleh Dr Savvas Kapartis dan dipatenkan (Acu-Res ®) oleh FT
Teknologi pada tahun 2000. Anemometers sonic konvensional bergantung
pada waktu pengukuran penerbangan, sensor resonansi akustik menggunakan
beresonansi akustik (ultrasonik).
G. Ping Pong Ball Anemometers

Dibuat berdasarkan bola ping-pong yang melekat pada string. Ketika angin
bertiup, ia menekan dan menggerakan bola, karena bola ping-pong yang
sangat ringan, dapat bergerak dengan mudah dengan angin yang kecil.
Anemometer ini banyak digunakan untuk diinstruksi pada sekolah tingkat
menengah yang sebagian besar siswa membuat dapat membuatnya sendiri.

2. Pressure Anemometers
A. Plate Anemometers

Ini adalah anemometer pertama dan hanya piring datar ditempatkan dari atas
sehingga angin melewati piring. Pada 1450, seni arsitek Italia Leon Battista
Alberti menemukan anemometer mekanis pertama, pada tahun 1664 itu
kembali ditemukan oleh Robert Hooke (sering keliru dianggap sebagai
penemu pertama anemometer). Digunakan pada tempat-tempat yang tinggi
karena berbentuk pelat yang memiliki hasil pengukuran yang baik pada
ketinggian yang lebih tinggi.
B. Tube Anemometers

Anemometer James Lind 1775 terdiri dari kaca tabung berbentuk U yang
berisi cairan manometer (pengukur tekanan), dengan salah satu ujung
31

membungkuk dalam arah horizontal untuk menghadapi angin dan ujung


vertikal lainnya tetap sejajar dengan aliran angin. Anemometer ini merupakan
yang paling praktis dan terkenal. Jika angin bertiup ke dalam mulut tabung itu
menyebabkan peningkatan tekanan pada satu sisi manometer. Perubahan
cairan yang dihasilkan dalam tabung U merupakan indikasi kecepatan angin.
 Cara Pengoperasian

Cara pengoperasian alat ini cukup mudah yaitu dengan menekan tombol On
kemudian angkat alat kipasnya sesuai dengan arah angin. Akan terbaca angka
pada layar lalu tekan tombol hold dan angka yang ada menunjukkan kecepatan
angin pada saat itu dalam satuan meter/ detik.
Perhitungan perkiraan kecepatan angina menurut skala Beufort

Nomer Kecepatan Angin Pengaruh Angin


Skala ( m/d)
0 Angin Tenang Asap bergerak lurus keatas tidak
0 – 0,2 tampak adanya gerakan pada daun-
daun.
1 Angin Sepoi Asap bergerak kearah sesuai dengan
0,3 – 1,5 angina bertiup, ada gerakan daun-
daun.
2 Angin Ringan Angin terasa pada kulit muka, daun-
1,6 – 3,3 daun gemerisik.
3 Angin Sedang Daun- daun dan ranting- ranting
3,4 – 5,4 kecil condong tetap kearah angina
bertiup.
4 Angin Kencang Daun- daun kering beterbangan,
5,5 – 32,7 dahan- dahan mulai patah, angina
kencang dan menghambat
penerbangan nyamuk.
32

Tabel. Perhitungan perkiraan kecepatan angin menurut skala Beufort.

Gambar 7. Anemometer.

2.1.7. Pengukur Curah Hujan.


Hujan merupakan peristiwa dimana turunnya titik-titik air atau
kristal hujan es dari awan sampai ke permukaan tanah. Curah hujan (dalam
satuan mm) merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat
yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir.
Alat untuk mengukur jumlah curah hujan yang turun ke permukaan tanah
(per satuan luas) disebut dengan penakar hujan. Jadi, curah hujan yang diukur
33

sebenarnya adalah tebalnya atau tingginya permukaan air hujan yang


menutupi suatu daerah luasan di permukaan bumi (baca: kerak bumi, struktur
bumi). Sebagai contoh: Di satu lokasi pengamatan curah hujannya 10 mm, itu
berarti lokasi tergenang oleh air hujan setinggi atau tebalnya sekitar 10 mm
(millimeter).
Berdasarkan mekanismenya, alat pengukur curah hujan dibagi menjadi dua
golongan yaitu penakar hujan tipe manual dan penakar hujan tipe otomatis
(perekam).
A. Penakar Hujan Tipe Manual

Alat penakar hujan manual pada dasarnya hanya berupa container atau
ember yang telah diketahui diameternya. Pengukuran hujan dengan
menggunakan alat ukur manual dilakukan dengan cara air hujan yang
tertampung dalam tempat penampungan air hujan tersebut diukur volumenya
setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian hujan. Dengan cara
tersebut hanya diperoleh data curah hujan selama periode tertentu. Alat
penakar hujan manual ada dua jenis, yaitu:

1.

ombrometer biasa

1. Penakar Hujan Ombrometer Biasa

Penakar hujan ini tidak dapat mencatat sendiri (non recording),bentuknya


sederhana terbuat dari seng plat tingginya sekitar 60cm di cat alumunium,
ada juga yang terbuat dari pipa paralon tingginya 100 cm. Prinsip kerja
Ombrometer menggunakan prinsip pembagian antara volume air hujan yang
ditampung dibagi luas mulut penakar. Ombrometer biasa diletakan pada
34

ketinggian 120-150 cm. Kemudian luas mulut penakar dihitung, volume air
hujan yang tertampung juga dihitung. Cara pengamatan:
 Pengamatan dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 waktu setempat atau
pada jam-jam tertentu
 Letakan gelas penakar di bawak kran dan kran dibuka agar airnya
tertampung ke dalam gelas ukur
 Jika curah hujan melebihi 25mm sebelum mencapai skala 25mm kran
dapat ditutup dahulu dan dilakukan pencatatan. Lalu dilanjutkan sampai
air dalam baik habis dan dicatat
 Pembacaan curah hujan pada gelas penakar dilakukan tepat pada dasar
menikusnya

Bila dasar menikus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang
terdekat dengan menikusnya. Bila dasar menikus tepat pada pertengahan
antara dua garis skala, diambil atau dibaca ke angka ganjil, misal 17,5mm
menjadi 17mm, 24,5 mm menjadi 25 mm.

2.

omb. Observatorium

2. Penakar Hujan Ombrometer Observatorium


Penakar hujan tipe observatorium adalah penakar hujan manual yang
menggunakan gelas ukur untuk mengukur air hujan. Penakar
hujan ini merupakan penakar hujan yang banyak digunakan di Indonesia dan
merupakan standar di Indonesia. Penakar ombrometer observatorium
35

memiliki kelebihan, yaitu mudah dipasang, mudah dioprasikan, dan


pemeliharaanya juga relatif mudah.
Kekurangannya adalah data yang didapat hanya untuk jumlah curah hujan
selama periode 24 jam, beresiko kekurasakan gelas ukur, dan resiko
kesalahan pembacaan dapat terjadi saat membaca permukaan dari tinggi air
di gelas ukur sehingga hasilnya dapat berbeda. Prinsip kerja alat ini adalah:
 Saat terjadi hujan, air masuk ke dalam corong penakar.
 Air yang masuk ke dalam penakar dialirkan dan terkumpul di dalam
tabung penampung.
 Pada jam-jam pengamatan air hujan yang tertampung diukur dengan
menggunakan gelas ukur.
 Apabila jumlah curah hujan yang tertampung melebihi kapasitas gelas
ukur, maka pengukuran dilakukan beberapa kali hingga air hujan yang
tertampung dapat terukur semua.

A. Penakar Hujan Tipe Otomatis

Alat ukur hujan otomatis adalah alat penakar hujan yang mekanisme
pencatatan hujannya bersifat otomatis (perekam). Dengan menggunakan alat
ini dapat mengukur curah hujan tinggi maupun rendah selang periode waktu
tertentu juga dapat dicatat lamanya waktu hujan. Dengan demikian besarnya
intensitas curah hujan dapat ditentukan.
Pada dasarnya alat hujan otomatis ini sama dengan alat pengukur manual
yang terdiri dari tiga komponen yaitu corong, bejana pengumpul dan alat
ukur. Perbedaanya terletak pada komponen bejana dan alat ukurnya dibuat
secara khusus. Alat Penakar hujan otomatis diantaranya:
36

1.

Hellman

1. Penakar Hujan Tipe Hellman

Pada umumnya penakar hujan tipe Hellman yang dipakai oelh BMKG
yaitu Rain Fues yang diimpor dari Jerman, walaupun ada penakar tipe ini
yang buatan dalam negeri.
Cara kerja penakar hujan tipe ini yaitu:
 Jika hujan turun, air hujan masuk memalui corong, kemudian terkumpul
dalam tabung tempat pelampung
 Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau
naik ke atas
 Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakannya selalu
mengikuti tangkai pelampung
 Gerakan pena dicatat pada pias
 Jika air di tabung hampir penuh, pena akan mencapai tempat teratas pada
pias
 Setelah air mencapai lengkungan selang gelas, maka berdasarkan sistem
siphon otomatis air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung
selang dan tabung.
 Bersamaan dengan keluarnya air tangki pelampung dan pena turun dan
menggoreskan garis vertikal
 Jika hujan masih turun, maka pelampung akan naik kembali
 Curah hujan dihitung dengan menghitung garis-garis vertikal
37

2.

Bendix

2. Penakar Hujan Tipe Bendix


Penakar hujan otomatis yang lainnya yaitu tipe bendix yang sekilas terlihat
seperti tiang bendera namun ini merupakan salah satu penakar hujan otomatis
yang cara kerjanya cukup simple.
Cara kerja penakar hujan tipe bendix ini adalah:
 Penakar hujan tipe bekerja dengan cara menimbang air hujan
 Air hujan ditampung dalam timbangan yang sudah disediakan.
 Melalui cara mekanis hasil dari timbangan ini ditransfer melalui jarum
petunjuk berpena.
 Maka akan diketahui curah hujan melalui penimbangan air yang
ditransferkan dari jarum petunjuk ke dalam kertas pias

3.

tilting siphon

3. Penakar Hujan Tipe Tilting Siphon


Ada pula penakar hujan otomatis tipe tilting siphon. Alar ini mengukur
curah hujan dari intensitas hujan secara kontinyu. Cara kerja dari penakar
hujan tipe ini adalah:
38

 Prinsip kerja alat tipe siphon ini yaitu air hujan ditampung di dalam tabung
penampung
 Bila penampung penuh maka tabung menjadi miring
 Siphon mulai bekerja mengeluarkan air dalam tabung ketika penampun
dalam keadaan penuh
 Setiap pergerakan air dalam tabung tercatat pada pias sama seperti alat
penakar hujan otomatis lainnya
 Maka dapat diketahui curah hujan yang terkumpul dari pergerakan airnya
 Biasanya waktu pengukurannya dilakukan selama 24 jam dan akan di cek
setiap harinya dalam waktu yang tidak sama

4.

tipping bucket

4. Penakar Hujan Tipping Bucket


Pengukuran yang dilakukan dengan tipping bucket cocok untuk akumulasi
hujan yang berjumlah di atas 200 mm/jam atau lebih. Prinsip kerjanya
sederhana, yaitu:
 Air hujan akan masuk melalui corong penakar, dan kemudian mengalir
untuk mengisi bucket.
 Setiap jumlah air hujan yang masuk sebanyak 0.5 mm atau sejumlah 20 ml
maka bucket akan berjungkit dimana bucket yang satunya akan dan siap
untuk menerima air hujan yang masuk berikutnya.
 Pada saat bucket berjungkit inilah pena akan menggores pias 0.5 skala (0.5
mm).
 Pena akan menggores pias dengan gerakan naik dan turun.
39

 Dari goresan pena pada skala pias dapat diketahui jumlah curah hujannya.

5.

floating bucket

5. Penakar Hujan Tipe Floating Bucket


Penakar hujan otomatis lainnya adalah penakar hujan tipe floating bucket.
Penakar hujan tipe ini digunakan untuk memfasilitasi perekaman hujan jarak
jauh.
Prinsip mekanisme kerja alat penakar hujan otomatis floating bucket adalah:
 Corong menerima air hujan, yang dikumpulkan dalam wadah persegi
panjang.
 Dengan memanfaatkan gerakan naik pelampung yang ada dalam bejana
akibat tertampungnya hujan.
 Pelampung ini berhubungan dengan sistem pena perekam di atas kertas
berskala yang menghasilkan rekaman data hujan.
 Alat ini dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatis
 Pada saat air hujan yang tertampung mencapai kapasitas penerimaanya
akan dikeluarkan dari bejana dan pena akan kembali pada posisi dasar
kertas rekaman data hujan.
40

6.

weighing bucket

6. Penakar Hujan Tipe Weighing Bucket


Jenis alat penakar hujan ini terdiri dari corong penangkap air hujan yang
ditempatkan dia atas ember penampung air yang terletak di atas timbangan
yang dilengkapi dengan alat pencatat otomatis.
Cara kerja alat ini adalah:
 Alat pencatat otomatis pada timbangan dihubungkan ke permukaan kertas
grafik yang tergulung pada sebuah kaleng silinder.
 Dengan demikian setiap terjadi hujan, air hujan tertampung oleh corong
akan dialirkan ke dalam ember yang terletak di atas timbangan.
 Setiap ada penambahan air hujan ke dalam ember dapat tercatat pada
kertas grafik.
 Setiap periode waktu tertentu gulungan kertas dilepaskan untuk dianalisis.

7.

Optical

7. Penakar Hujan Tipe Optical


Penakar hujan tipe optical memiliki sensor untuk menangkap curah hujan
sehigga disebut juga sebagai optical sensor. Penakar hujan ini bekerja dengan
41

sensor lokal karena baru terekam ketika hujan mengenai sensor yang
terpasang. Cara kerja dari penakar hujan tipe optical adalah:
 Penakar hujan tipe ini memiliki beberapa saluran.
 Di setiap saluran terdapat diode laser dan photoresistor detector untuk
mendeteksi gambar yang terekam oleh sensor.
 Saat air telah terkumpul untuk membuat single drop lalu jatuh ke batang
laser.
 Sensor diatur di angle yang tepat sehingga laser bisa langsung mendeteksi
seperti lampu flash.
 Flash dari photodeterctor ini bisa dibaca dan dikirim ke recorder.

Untuk kepentingan pengendalian vector, alat pengukur curah hujan


digunakan untuk memperkirakan kepadatan nyamuk/ waktu survey nyamuk,
sampai saat ini kita belum menggunakannya, hanya menjalin data yang ada
dari Dinas Pertanian dan Meteorologi.

Gambar 8. Pengukur Curah Hujan.

2.1.8. Altimeter.

Altimeter merupakan sebuah alat yang dipakai untuk mengukur ketinggian


suatu titik tertentu dari permukaan laut. Digunakan untuk mengukur
42

ketinggian tempat dari permukaan laut. Cara menggunakan ialah dengan


membaca skala ketinggian yang ditunjuk oleh jarum penunjuk pada altimeter.
Alat ini biasanya dipakai untuk berbagai keperluan seperti pendakian,
penerbangan serta berbagai kegiatan yang berhubungan dengan yang
bernama ketinggian. Fungsi alat ini adalah untuk mengukur ketinggian
sebuah titik dari permukaan laut.
Altimeter ini bekerja dengan beberapa prinsip yaitu :
a. Tekanan udara (yang paling umum dipakai)

b. Mangnet bumi (dengan sudut inclinasi)


c. Gelombang (ultra sonic ataupun infra merah dan lain sebagainya).

Pemakaian Altimeter biasanya selalu diikuti dengan pemakaian kompas.


Altimeter bekerja berdasarkan tekanan udara sesuai naiknya angka
ketinggian. Jika alat ini akan dipakai sebaiknya jangan dimasukkan kedalam
tas/ ransel karena hal tersebut bisa mempengaruhi prinsip kerja altimeter.
Dimedan yang bergunung- gunung tinggi, resection dengan memakai kompas
sering tak banyak membantu, disini alat ini lebih bermanfaat. Dalam
memakai alat ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

1. Setiap altimeter yang akan dipakai harus dikalibrasi terlebih dahulu.


Periksa ketelitian alat ini di titik ketinggian yang sudah pasti.

2. Alat ini sangat peka terhadap guncangan, perubahan cuaca serta perubahan
temperatur.

Gambar 9. Altimeter.
43

2.1.9. Lensatic Compas.


Lensatic compass atau Kompas bidik adalah kompas yang berfungsi untuk
membidik atau menembak sudut pada alam atau bentangan alam sebnearnya,
yang kemudian sudut tersebut dapat di proyeksikan pada peta.
Berikut adalah gambar dari kompas bidik

Cara Menggunakan Kompas Bidik adalah sebagai berikut :


1. Buka tutup kompas dan posisikan tutupnya hingga tegak lurus
2. Tarik cincin untuk jempol.
44

3. Masukan ruas pertama jempol kanan ke dalam cincin tersebut.


4. Telunjuk sejajar dan memegang penutup yang berdiri tegak, jari-jari lain
memegang penutup kompas.
5. Lengan lurus ke depan.
6. Bisa juga meletakan kompas pada tongkat statis.
7. Dekatkan kompas ke depan mata.
8. Untuk mencari tanda/ titik yang dijadikan patokan dalam membidik pilih
benda yang jauh tetapi jelas terlihat dan tidak terhalang, hasil bidikan
angkanya bisa dilihat pada kompas. Misalnya angka 40 maka di sebut
azimuth 40°.
9. Kemudian bergerak menuju titik yang telah di bidik oleh kompas tadi.
10. Setelah sampai di titik yang dituju kemudian bidik titik berikutnya,
demikian seterusnya secara berulang.

Kompas bidik memiliki bagian-bagian sebagai berikut:

1. Dial, adalah permukaan Kompas dimana tertera angka derajat dan huruf
mata angin.
2. Visir, adalah lubang dengan kawat halus untuk membidik sasaran.
3. Kaca Pembesar, digunakan untuk melihat derajat Kompas.
45

4. Jarum Penunjuk adalah alat yang menunjuk Utara Magnet.


5. Tutup Dial dengan dua garis bersudut 45o yang dapat diputar.
6. Alat Penyangkut adalah tempat ibu jari untuk menopang Kompas saat
membidik.

 Azimuth Dan Back Azimuth

Azimuth adalah sudut antara satu titik dengan arah utara dari seorang
pengamat. Azimuth disebut juga sudut kompas. Bila kita berjalan dari satu
titik ke titik lain dengan sudut kompas tetap (potong kompas), maka harus
diusahakan agar lintasan perjalanan berupa satu garis lurus. Untuk itu
digunakan tehnik Back Azimuth.
Prinsip Back Azimuth adalah: membuat lintasan berada pada satu garis
lurus dengan cara membidik kompas ke muka dan ke belakang jarak
tertentu.
Langkah- langkah Back Azimuth:
1. Titik awal dan titik akhir perjalanan di plotkan pada peta, kemudian
tariklah garis lurus dan hitung sudut kompas yang menjadi arah
perjalanan. Hitung juga sudut dari titik akhir ke titik awal kebalikan
arah perjalanan. Sudut kebalikan arah perjalanan ini adalah sudut Back
Azimuth.
46

2. Perhatikan sudut objek yang menyolok ( misalnya pohon besar, pohon


tumbang, longsoran tebing, susunan pohon yang khas, ujung kampong
dan sebagainya) pada titik awal perjalanan.
3. Bidikan kompas sesuai dengan arah perjalanan kita ( sudut kompas ),
dan tandai dengan salah satu objek yang berada dijalur lintasan yang
akan dilalui pada arah itu.
4. Setelah anda sampai pada objek itu, bidiklah kompas kebelakang ( Back
Azimuth) untuk memeriksa kembali apakah anda berada pada lintasan
yang tepat. Bergeserlah ke kiri atau ke kanan untuk medapatkan Back
Azimuth yang benar.
5. Sering kali tidak ada objek yang dapat dijadikan sasaran. Dalam hal ini
pakailah teman kita sebagai titik objek sementara dan dilakukan secara
beranting.

Lensatic compass merupakan alat yang cukup penting untuk melakukan


kegiatan survey entomologi terutama untuk membantu membuat tempat
perindukan larva nyamuk. Alat ini berfungsi sebagai penunjuk arah dalam
pemetaan tempat perindukan. Pemeliharaan alat ini cukup disimpan ditempat
yang kering.

Gambar 10. Lensatic Compas.


47

2.1.10. Dipper
Dipper atau cidukan dipakai dalam kegiatan survey entomologi untuk
mengambil larva, pupa maupun telur nyamuk. Selain untuk mengambil
stadium pra- dewasa nyamuk, dipper juga dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur kepadatan larva.
Pengambilan sampel larva dilakukan dengan menggunakan cidukan
(dipper) larva standar (300 ml, diameter 13 cm) yang dilengkapi dengan
tangkai ukuran 100 cm (Gambar 10) yang memenuhi standar WHO,
dilakukan pada habitat yang mengandung air yang cukup dan memungkinkan
dilakukannya pencidukan tanpa memberi gangguan yang berarti bagi larva.
Dalam penelitian ini, pencidukan dilakukan pada kubangan, kolam lagun dan
parit.

Gambar 10. Dipper / Cidukan.


48

BAB III

CONTOH KASUS DAN ANALISIS

3.1. CONTOH KASUS


Judul Jurnal : Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles Sundaicus Di
Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis

Jenis Jurnal : Buletin Penelitian Kesehatan (Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI), Vol. 41, No. 1,
2013: 26 - 36
Peneliti : Pandji Wibawa Dhewantara, Endang Puji Astuti dan
Firda Yanuar Pradani

Tujuan penelitian : Memperoleh informasi bioekologi vektor malaria


dan me-metakan sebaran tempat perkembangbiakan
nyamuk Anopheles spp dan mempelajari bioekologi
nyamuk An sundaicus mencakup karakteristik habitat
perkembangbiakan, kepadatan nyamuk, pola aktivitas
menggigit, dan longevitas nyamuk An. sundaicus.
49

3.2 ANALISIS
A. Koleksi larva nyamuk dilakukan di semua genangan air yang
ditemukan disekitar rumah responden pada lokasi penelitian
sebagai TPP nyamuk menggunakan ciduk larva (dipper).
Selama proses pencidukan berlangsung disertai pula dengan
pengukuran salinitas air dengan menggunakan salinometer (Salinity
Sphectrometer ) dilakukan pengukuran langsung (suhu dan pH)
menggunakan thermometer dan pH indikator dan observasi faktor
lingkungan biotik dilakukan dengan pengamatan biota yang terdapat
disekitar, predator dan adanya hewan ternak di sekitar tempat
perkembangbiakan nyamuk vector.
B. Pengamatan tempat perkembangbiakan dilakukan untuk mengetahui
keberadaan larva Anopheles spp dan karakteristik lingkungannya.
Penangkapan larva dilakukan dengan menggunakan dipper, sedangkan
penangkapan nyamuk dilakukan dengan umpan orang di dalam dan
diluar rumah pada pukul 18.00-06.00. Penangkapan nyamuk dilakukan
sebanyak 10 kali di tiga rumah oleh enam orang kolektor.

C. Pemetaan dilakukan untuk me-ngetahui sebaran dan karakteristik


habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp di Desa Sukaresik.
Penentuan titik ordinat dan koordinat dilakukan dengan menggunakan
perlengkapan yang dipakai Global Positioning System (GPS).
Sementara itu, indikator lingkungan abiotik yang diukur adalah pH,
salinitas, ketinggian, kedalaman, dan tipe habitat.

D. Hasil menunjukkan adanya larva Anopheles spp di enam lokasi yang


tersebar di Desa Sukaresik. Karakteristik lingkungan habitat berupa
tambak terbengkalai dan sawah tadah hujan pada ketinggian 34-46
mdpl, rata-rata salinitas 0-0,1‰, suhu air 28-33°C, pH 7, dan tinggi
muka air mencapai 50-200 cm. Jumlah nyamuk An. sundaicus yang
50

mengigit per orang per malam (MBR) sebesar 1,98 ekor, sedangkan
rata-rata kepadatan nyamuk per jam (MHD) An. sundaicus sebesar
2,98 ekor/orang. Puncak aktivitas menggigit terjadi pada pukul 00.00-
04.00; proporsi parus mencapai 66% dengan peluang hidup harian
sebesar 0,871. Umur relatif populasi mencapai 7 hari.

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Upaya penanggulangan penyakit tular Vektor dan zoonotik selain dengan
pengobatan terhadap penderita, juga dilakukan upaya pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit, termasuk upaya mencegah kontak secara
langsung maupun tidak langsung dengan Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit, guna mencegah penularan penyakit menular, baik yang endemis
maupun penyakit baru (emerging).
Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode pengendalian
vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan
kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta
dengan mempertimbangkan kesinambungannya. Dalam pengendalian vektor
Departemen Kesehatan melakukan monitoring dan evaluasi dengan
melakukan telaah laporan daerah dan melakukan peninjauan langsung sesuai
dengan kebutuhan dengan melakukan survei entomologi. Pada survei
entomologi diperlukan beberapa macam peralatan entomologi salah satunya
yaitu peralatan untuk mengukur faktor- faktor lingkungan.
51

4.2 Saran
1. Sarana dan prasarana untuk pengendalian vector harus Lebih ditingkatkan
lagi dan diperbarui lagi agar cara pengendalian vektor terpadu sesuai
dengan Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia.
2. Beberapa penelitian sebaiknya dilakukan agar menemukan cara
pengendalian vector yang lebih maximal hasilnya
3. Makalah yang kami susun masih belum sempurna, oleh sebab itu masukan
dan kritik yang membangun sangat kami perlukan untuk perbaikan
makalah kami agar lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Marie-Camille Caumon, Alexandre Tarantola and Régine Mosser-Ruck., Effect of


host mineral birefringence on salinity measurement, Wiley Online Library: 12
May 2015

Mefi Mariana Tallan, Fridolina Mau, Karakteristik Habitat Perkembangbiakan


Vektor Filariasis di Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya,
ASPIRATOR, 8(2), 2016, pp. 55-62

Pandji Wibawa Dhewantara, Endang Puji Astuti dan Firda Yanuar Pradani, Studi
Bioekologi Nyamuk Anopheles Sundaicus Di Desa Sukaresik Kecamatan
Sidamulih Kabupaten Ciamis, Buletin Penelitian Kesehatan (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI), Vol. 41, No. 1, 2013: 26 - 36

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 374 / MENKES / PER/


III/ 2010 Tentang Pengendalian Vektor.
52

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017 Tentang


Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk
Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya.

Anda mungkin juga menyukai