OLEH :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat-Nya paper dengan dengan judul canine parvovirus dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Penulis sangat berharap paper ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan mengenai parvovirus terutama canine parvovirus yang kasusnya saat ini
banyak terjadi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini.
Penulis mengucapkan permohonan maaf apabila terdapat kata-kata yang tidak sesuai
dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Rumusan Masalah ................................................................................... 1
Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
Manfaat Penulisan .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
Etiologi ..................................................................................................... 3
Cara Penularan ......................................................................................... 4
Pathogenesis ............................................................................................. 4
Gejala Klinis ............................................................................................ 5
Diagnosa................................................................................................... 8
Identifikasi Virus ...................................................................................... 11
Pencegahan dan Pengobatan .................................................................... 16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .............................................................................................. 18
Saran ........................................................................................................ 18
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Canine Parvovirus (CPV) atau yang dikenal dengan penyakit Muntaber pada
anjing, mulai mencuat sekitar tahun 1980-an di mana kasus muntah dan mencret
berdarah banyak dijumpai di kalangan praktisi dunia kedokteran hewan di
Indonesia. Penyakit ini ditemukan pertama kali tahun 1977 di Texas, Amerika
Serikat, kemudian menyebar ke berbagai negara di dunia. Infeksi CPV ini
memanifestasikan dirinya dalam dua bentuk yang berbeda. Bentuk yang lebih
umum adalah bentuk yang menyerang intestinal tetapi juga menyerang jantung
yang dapat berakibat kematian mendadak pada anak anjing (KELLY, 1979;
THOMPSON et al., 1979).
Menurut JOHNSON dan SPRADBROW (1979), kasus Parvovirus bentuk
enteritis juga dapat ditemukan pada kucing yang dikenal dengan Feline
Panleucopenia (FPL). Di Indonesia, kasus infeksi CPV dapat terjadi pada segala
umur, terutama anjing muda. Vaksinasi telah dikenal untuk pencegahan dan
beberapa macam jenis vaksin CPV secara komersial telah beredar, sedangkan
respon imunitas vaksin tersebut masih diperdebatkan. Tulisan ini merupakan
ulasan umum yang diharapkan dapat menambah wawasan tentang CPV pada
anjing dan kasus CPV di Indonesia.
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. 3. 1 Untuk mengetahui Canine Parvovirus.
1. 3. 2 Untuk mengetahui cara penularan Canine Parvovirus.
1. 3. 3 Untuk mengetahui pathogenesis Canine Parvovirus.
1. 3. 4 Untuk mengetahui gejala klinik dan diagnosis Canine Parvovirus.
1. 3. 5 Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan Canine Parvovirus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi
Taksonomi CPV-2 milik genus Protoparvovirus, anggota dari keluarga
Parvoviridae, yang telah dimasukkan dalam spesies Carnivore protoparvovirus 1,
bersama dengan Feline virus panleukopenia (FPV), Mink enteritis virus (MEV)
dan Raccoon parvovirus (RPV), menurut Internasional Komite Taksonomi Virus
(Tijssen et al.,).
Struktur virus Parvovirus memiliki ukuran kecil (~ diameter 25 nm), tanpa
selubung kapsid icosahedral. Struktur tiga dimensi Partikel CPV-2, FPV dan
CPV-2a telah ditentukan pada resolusi atom menggunakan kristalografi sinar-X
(Tsao et al., 1991; Agbandje et al., 1993; Xie & Chapman, 1996). Virus memiliki
DNA linier, untai tunggal, dan indra negative genom ~ 5200 nukleotida,
mengandung dua terbuka besar frame membaca (ORF).
Salah satunya mengkodekan nonstructural protein NS1 dan NS2, dan dua
lainnya structural protein VP1 dan VP2. Di kedua ujung genom, jepit rambut
palindromic dari sekitar 150 basa digunakan dalam replikasi DNA virus (Reed et
al., 1988; Parrish, 1999). Kapsul parvoviral mengandung 60 subunit protein VP1
(5–6 salinan) dan VP2 (54–55 salinan), dan yang berbagi a struktur umum.
Wilayah pengkodean untuk VP1 (727 residu) dan protein VP2 (584 residu)
tumpang tindih, terpisah dari 143 terminal asam amino N-terminal yang unik
untuk VP1 (Tsao et al., 1991; Agbandje et al., 1993). Dua structural protein
diproduksi oleh splicing alternatif virus mRNAs (Reed et al., 1988; Wang et al.,
1998; Parrish & Kawaoka, 2005). Protein VP2 dapat dibelah dekat N-terminus
oleh inang protease untuk menghasilkan struktur lain protein, VP3.
3
Protein kapsid memiliki yang sangat kekal inti pusat terdiri dari delapan-untai,
bbarrel anti-paralel dengan loop fleksibel antara b-helai yang berinteraksi untuk
membentuk sebagian besar permukaan kapsid. Fitur permukaan dari capsid
termasuk 22 Å wilayah yang panjang terangkat (spike) tiga kali lipat kapak, 15 Å
depresi mendalam (ngarai) sekitarnya struktur silindris pada sumbu berlipat lima,
dan a 15 Å depresi dalam (lesung pipit) pada sumbu dua kali lipat. Tambahan,
sumbu tiga kali lipat adalah wilayah paling antigenik dari kapsid dan berfungsi
sebagai target untuk menetralkan antibody (Tsao et al., 1991; Agbandje et al.,
1993).
2.3 Patogenesis
Virus memasuki tubuh melalui mulut sebagai anak anjing membersihkan
dirinya sendiri atau memakan makanan dari tanah atau lantai. Ada sebuah Masa
inkubasi 3–7 hari sebelum anak anjing tampak jelas sakit. Saat masuk ke dalam
tubuh, itu mereplikasi ke sejumlah besar di kelenjar getah bening. Setelah
beberapa hari, sejumlah besar virus telah dirilis secara gratis aliran darah. Selama
3-4 hari ke depan, virus-virus pergi ke organ baru yang mengandung sel yang
membelah dengan cepat seperti sumsum tulang dan sel-sel usus halus dan bentuk
badan inklusi intranuklear eosinofilik yang besar. Dalam sumsum tulang, virus
4
bertanggung jawab atas penghancuran sel-sel muda dari sistem kekebalan tubuh
dan kemudian mati mekanisme pertahanan tubuh terbaik.
Virus paling banyak menyebabkan efek yang menghancurkan di saluran
pencernaan. Anjing infeksi parvoviral ditandai oleh penurunan warna putih
jumlah sel darah karena infeksi sumsum tulang. Itu ada di saluran GI di mana
kerusakan terberat terjadi. Usus normal memiliki sedikit tonjolan seperti jari
disebut 'villi.' luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan cairan dan nutrisi.
Untuk membuat area permukaan tersedia untuk penyerapan, vili memiliki
‘‘mikrovili ’yang bersifat mikroskopis tonjolan. Sel-sel vili relatif berumur
pendek dan mudah digantikan oleh sel-sel baru. Sumber dari sel-sel baru adalah
area yang membelah dengan cepat di kaki vili disebut Crypts of Lieberkuhn. Itu
tepat di crypt tempat parvovirus menyerang. Tanpa sel baru datang dari ruang
bawah tanah, vilus menjadi tumpul dan tidak mampu menyerap nutrisi dan hasil
diare. Penghalang memisahkan bakteri pencernaan dari aliran darah rusak. Diare
menjadi berdarah dan bakteri dapat masuk ke dalam tubuh yang menyebabkan
infeksi luas. Virus membunuh satu dari dua cara, diare dan muntah kehilangan
cairan dan dehidrasi ekstrem sampai syok dan kematian hasil. Hilangnya
penghalang usus memungkinkan invasi bakteri berpotensi seluruh tubuh.
5
2. 3. 1 Tipe miokarditis
Kasus CPV pada tipe ini lebih banyak ditemukan pada anak anjing
berumur di bawah 4 minggu, yang ditandai dengan kematian anak anjing
mendadak, tanpa menimbulkan gejala klinis muntaber. Anak anjing tumbuh
normal dan pada pemeriksaan umum, anjing tidak menunjukkan adanya
kelainan pada jantung dan paru-paru, tetapi beberapa jam sebelum mati anak
anjing tersebut terlihat lemas, sesak napas, menangis, kadang-kadang muntah
dan selaput lendir pucat. Mortalitas tipe miokarditis berkisar antara 20 hingga
100%.
Pada tipe miokarditis yang akut, umumnya anak anjing tersebut tidak
mempunyai kekebalan bawaan dari induk, sehingga vaksinasi induk yang akan
dikawinkan sangat dianjurkan. Pada anak anjing berumur lebih dari 5 bulan,
gejala klinis yang tampak tidak nyata, tetapi pada infeksi yang akut, ritme
pulsus femoral iregular, jantung terdengar murmur dan aritmia (ROBINSON et
al., 1980).
2. 3. 2 Tipe enteritis
Tipe enteritis, sering juga disebut Canine parvovirus enteritis, infectious
hemorrhagic enteritis, epidemic gastroenteritis atau canine panleucopenia. Di
Indonesia tipe ini dikenal dengan istilah muntaber. Tipe enteritis merupakan
tipe CPV yang paling sering ditemukan, baik pada anjing di kennel, pet shop,
tempat penitipan anjing dan breeding farm maupun anjing yang dipelihara di
rumah dan menyerang semua usia dengan gejala klinis yang khas yaitu muntah
dan diare berdarah, dengan aroma yang sangat khas.
Masa inkubasi tipe enteritis 7–14 hari dengan gejala awal adalah muntah
yang diikuti demam, tidak napsu makan, lesu dan diare mulai dari mencret
berwarna kekuningan, abu-abu dengan bau yang khas hingga berdarah berwarna
kehitaman seperti warna aspal. Pada anak anjing, apabila diare berdarah telah
6
terjadi umumnya hanya bertahan 1–3 hari. Sejalan dengan berkembangnya
enteritis, neutropenia dan limfopenia terjadi.
PATOLOGI ANATOMI DAN HISTOPATOLOGI
1. Tipe Miokarditis
Secara patologi anatomi (PA), anak anjing yang mati mendadak tidak
menunjukkan adanya kelainan yang berarti pada jantung, tetapi oedem paru-
paru sering tampak mulai dari derajat yang ringan hingga parah. Paru paru
sedikit mengeras, berwarna merah muda hingga abu-abu yang disertai dengan
perdarahan hingga permukaaan pleura, hati tampak agak pucat.
Secara histopatologi, terlihat adanya miokarditis difusa non supuratif
dengan infiltrat limfosit, makrofag, sel plasma, dan kadang-kadang neutrofil.
Degenerasi serat miokardium hingga nekrosis dapat terlihat dan adanya badan
inklusi yang bersifat basofilik dapat ditemukan pada sel miokardium. Pada
kasus yang kronis, jantung membesar dan biasanya mengandung jaringan fibrin,
terutama di daerah ventrikel. Kelainan pada paru-paru terlihat adanya
pneumonia interstisialis yang berarti adanya infeksi virus.
7
2. Tipe Enteritis
Secara patologi anatomi (PA) kelainan banyak ditemukan pada jejenum
dan ileum. Bagian usus ini membengkak, terjadi pembendungan dan
perdarahan. Lumen usus menyempit, dan permukaan selaput lendir usus berisi
cairan sereus granular hingga mukus kental berwarna kuning hingga kecoklatan,
Limfoglandula mesentericus membengkak.
Secara histopatologi, terlihat adanya degenerasi dan nekrosis sel epitel
usus yang sangat parah dan ditandai dengan atropi dan hilangnya vili dan kripta
usus. Pada vili usus terlihat ada pembendungan, atropi dan badan inklusi yang
bersifat eosinofilik. Nekrosis sel juga terjadi pada jaringan limfoid,
limfoglandula, limpa dan timus. Pada sumsum tulang belakang, terjadi nekrosis
pada mieloid dan erythoid blast (MACARTNEY et al., 1984; NELSON et al.,
1979).
8
2.5 Diagnosis
2.4.1 Diagnosa Sementara
Menentukan diagnosa sementara dapat diperoleh dari informasi seperti
epidemiologi, gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang dimana akan
berlanjut pada diagnosa definitive (diagnosa pasti). Epidemiologi merupakan
kajian yang menunjang dalam menegakkan suatu diagnosis penyakit. Faktor
penting berupa segitiga epidemiologi (hospes, agen dan lingkungan), ketiga faktor
ini akan saling berinteraksi dalam menyebabkan penyakit. Perubahan patologi
anatomi seperti terjadinya hemoragi pada usus, kongesti, limpa menghitam dan
hati nekrosis. Gejala yang muncul yaitu muntah dan mecret darah yang berakhir
pada kematian dalam waktu kurang dari 3 hari (Sendow, i dan H. hamid. 2004).
9
antibody terhadap CPV. Sampel virus dapat dilanjutkan dengan propagasi
pada biakan sel lestari feline kidney.
c. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR menunjukkan hasil positif dengan adanya pita yang sejajar dengan
control positifnya pada visualisasi electron foresis. PCR lebih sensitive
dibandingkan uji HA dalam mendeteksi antigen CPV. Dengan PCR
sebanyak 72,9% antigen CPV terdeteksi, sedangkan dengan uji HA hanya
61,1% saja antigen CPV yang terdeteksi.
d. Feline Kidney (FK)
Biakan jaringan FK digunakan karena biakan jaringan FK sensitive untuk
isolate yang berasal dari lapang dan CPV dapat menimbulkan CPE pada
biakan sehingga pengamatan jauh lebih mudah. Sampel yang positif CPV,
diinfeksikan pada sel FK untuk tujuan perbanyak virus dengan
menunjukkan pertumbuhan selapis pada permukaan plate.
10
2.6 Identifikasi Virus
2. 5. 1 Pemeriksaan Hematologi
11
Identifikasi parvo virus (PCV) di lakukan Laboratorium dengan
menggunakan spesimen usus, limpa, dan jantung adapun metode yang digunakan
yaitu :
1. Uji Hemaglutinasi
12
aglutinasi terhadap sel darah merah babi, kera dan kucing pada suhu4°C dan
25°C pada pH 6,0–7,2 tetapi
tidak pada suhu 37°C
(Eugester, 1980).
Keterangan:
1. Spesimen Uji Nomor Protokol 566/KO-PPDH/23/IX/2017
2. Kontrol negatif (-)
Pada pemeriksaan hemaglutinasi, sel darah merah mengendap pada dasar
microplatedan terbentuk butiran seperti berpasir. Hemaglutinasi terjadi akibat
aktivitas hemaglutinin pada dinding virus – virus tertentu.
13
2 m yang sudah disediakan). Selanjutnya disentrifuge dengan kecapatan 8000
rpm selama satu menit. Buanglah bagian bawah dan tabung bagian bawah,
sedangkan mini spin column (dengan membran) digunakan kembali. Letakkan
DneasyMini Spin Column dalam tabung baru ukuran 2 ml yang baru (sudah
disediakan dalam KIT).
Tambahakan 500 µl buffer AW 1, lalu sentrifuge dengan kecepatan 8000
rpm selama1 menit. Buanglah cairan bagian bawah dan tabung bagian bawah,
sedangkan mini spincolumn (dengan membran) digunakan kembali. Letakkan
Dneasy Mini Spin Column dalam tabung ukuran 2 ml yang baru lalu tambahkan
500 µl buffer AW 2, lalu sentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm dalam waktu 1
menit. Buanglah cairan bagian bawah dan tabung bagian bawah, sedangkan
mini spin column (dengan membran) digunakan kembali. Letakkan DneasyMini
Spin Column dalam tabung ukuran 1,5 ml atau 2 ml yang baru (tidak disediakan
dalamKIT). Tambahkan 200 µl buffer AE (langsung ke Dneasy Membran).
Inkubasikan pada suhu ruangan selam 1 menit. Sentrifuge dengan kecepatan
8000 rpm selama 1 menit. Ulangi sentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm selama
1 menit untuk hasil yang optimal. Liquid dalam tabung siap digunakan. Simpan
dalam freezer.
14
primer 2 sebanyak µl, enzim one step tag polymerase sebanyak 0,75 µl, dan
aquabidest sebanyak 14,5 µlCampuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin
termocycler yang telah deprogram dengan kondisi 1) 95 0 C selama 7 menit, 2)
940 C selam 45 detik, 3) 550 C selama 45 detik, 4)720 C selama 1 menit, siklus
kemudian diulang dari tahap ke-2 sampai tahapan ke-4 sebanyak39 kali, 6) 720
C selama 5 menit, dan 7) 220 C selama-lamanya.
Pengujian menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) menunjukkan
hasil yang positif dengan adanya pita yang sejajar dengan kontrol positif pada
visualisasi elektroforesis. Dari hasil PCR diperoleh perbanyakan DNA virus
dengan panjang 960 bp. Hal ini dikarenakan primer yang digunakan merupakan
primer dengan panjang 960 bp. PCR terbukti cepat, spesifik dan sensitif dalam
mendiagnosa infeksi CPV. Penelitian yang dilakukan Meerarani et al. (1996)
menunjukkan bahwa PCR lebih sensitif dibandingkan uji HA dalam mendeteksi
antigen CPV, dengan PCR mampu mendeteksi 72,9% antigen CPVdari 270
sampel feses sedangkan dengan uji HA hanya mendeteksi 61,1% antigen CPV.
Keterangan :
1. Spesimen Uji Nomor Protokol 566/KO-PPDH/23/IX/2017
2. Kontrol Negatif (-)
3. 3. Kontrol Positif (+)
Pada uji Polymerase Chain Reaction (PCR) ditemukan adanya Band yang
sejajar dengan kontrol positif, panjang basanya adalah 960 bp. Hal ini
menunjukkan bahwa anjing tersebut positif terinfeksi Canine parvovirus.
15
4. Elektroforesis dan Visualisasi
16
Anjing yang telah sembuh dari parvovirus harus tetap diisolasi sekitar 1-2
minggu dan dimandikan terlebih dahulu sebelum digabung bersama anjing
lainnya untuk mencegah penularan virus.
17
rutin dan berulang selama hidupnya, semakin banyak vaksinasi yang dijalani
semakin baik pula hasilnya. Tranfusi darah disesuaikan dengan berat tubuh
pasien dan sekali dalam sehari.
g. Menjaga kondisi lingkungan dan kandang pasien. Lingkungan kandang harus
selalu hangat dan tidak lembab, serta pengawasan dan penanganan penuh 24
jam, karena pasien sering mengeluarkan cairan tubuh dari mulut dan anus.
h. Lama perawatan biasanya membutuhkan waktu 1-2 minggu.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Canine parvovirus adalah genus virus dari parvoriridae. Karakteristik dari
virus ini adalah virus dengan DNA rantai tunggal, berukuran kecil, dn tidak
berkapsul. Canine parvovirus rentan terhadap anjing muda. Replikasi virus ini
berada pada sel-sel usus, sistem limfoid, sumsum tulang dan jaringan fetus.
Gejala klinis infeksi cpv-2 pada anak anjing yaitu diare cair atau diare
berdarah, muntah secara berulang, dan anoreksia. Gejala klinis lainnya
yaitu demam, kelemahan tubuh, limfopenia terutama neutropenia. Hewan juga
mengalami dehidrasi, penurunan berat badan, dan rasa sakit di bagian abdominal.
Parvovirus resisten terhadap inaktivasi. Virus dapat tetap
bersifat infeksius di tanah yang terkontaminasi feses selama lebih dari 5 bulan
pada kondisi yang sesuai. Desinfektan dan detergen pada umumnya gagal untuk
menginaktivasi parvovirus. Pada kondisi ph dan suhu yang sesuai, cpv
menghemaglutinasi sel darah merah pada beberapa spesies hewan. Efek
mengaglutinasi sel darah merah dapat hilang pada pasase yang berulang kali
di kultur jaringan. Namun, test hemaglutinasi dapat digunakan untuk menguji
keberadaan cpv dengan menggunakan spesimen berupa feses.
Pencegahan penyakit akibat parvovirus pada anjing dapat dilakukan dengan
cara pemberian vaksinasi pada umur 6, 9, dan 12 minggu. Kemudian dilakukan
pengulangan setiap tahunnya
3.2 Saran
Dengan terselesaikannya paper ini, diharapkan para pembaca khususnya
mahasiswa dapat menambah ilmu tentang parvovirus. Kami menyadari paper ini
19
jauh dari kata sempurna, apabila terdapat materi yang tidak dimengerti dari
makalah ini penulis menyarankan untuk mencari tahu lebih lanjut ke sumber-
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR ISI
20
Purnamasari, Ida Ayu Ary dkk. Studi Histopatologi Organ Usus dan Jantung Anjing
Terinfeksi Virus Parvo. Laboratorium Patologi FKH UNUD Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana. 7(2): 99-104.
21