Anda di halaman 1dari 25

CANINE PARVOVIRUS

OLEH :

Meidhea Reforma Saputri 1709511014


Denselina Lilis Patabang 1709511015
Barata Sultan Lubis 1709511016
Ketut Elok Sukardika ` 1709511017
Luh Komang Ayu Puteri Priharyanti 1709511018
Ni Kadek Nila Pridayanti 1709511019

ILMU PENYAKIT VIRAL


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat-Nya paper dengan dengan judul canine parvovirus dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Penulis sangat berharap paper ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan mengenai parvovirus terutama canine parvovirus yang kasusnya saat ini
banyak terjadi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini.
Penulis mengucapkan permohonan maaf apabila terdapat kata-kata yang tidak sesuai
dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 29 September 2019


Hormat kami,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ............................................................................................... i


Kata Pengantar .................................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................... iii
Daftar Gambar .................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Rumusan Masalah ................................................................................... 1
Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
Manfaat Penulisan .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
Etiologi ..................................................................................................... 3
Cara Penularan ......................................................................................... 4
Pathogenesis ............................................................................................. 4
Gejala Klinis ............................................................................................ 5
Diagnosa................................................................................................... 8
Identifikasi Virus ...................................................................................... 11
Pencegahan dan Pengobatan .................................................................... 16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .............................................................................................. 18
Saran ........................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 19


LAMPIRAN JURNAL .................................................................................... 20

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Miokarditis et nekrotikan ................................................................ 7


Gambar 2. Miokarditis hemoragis .................................................................... 7
Gambar 3. Enteritis hemoragi ........................................................................... 8
Gambar 4. Enteritis hemoragika et nekrotikan ................................................. 8
Gambar 5. Cytophatic effect pada biakan Feline Kidney ................................. 10
Gambar 6. Pemeriksaan hemaglutinasi ............................................................. 13
Gambar 7. Uji Polymerase Chain Reaction (PCR) ........................................... 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Canine Parvovirus (CPV) atau yang dikenal dengan penyakit Muntaber pada
anjing, mulai mencuat sekitar tahun 1980-an di mana kasus muntah dan mencret
berdarah banyak dijumpai di kalangan praktisi dunia kedokteran hewan di
Indonesia. Penyakit ini ditemukan pertama kali tahun 1977 di Texas, Amerika
Serikat, kemudian menyebar ke berbagai negara di dunia. Infeksi CPV ini
memanifestasikan dirinya dalam dua bentuk yang berbeda. Bentuk yang lebih
umum adalah bentuk yang menyerang intestinal tetapi juga menyerang jantung
yang dapat berakibat kematian mendadak pada anak anjing (KELLY, 1979;
THOMPSON et al., 1979).
Menurut JOHNSON dan SPRADBROW (1979), kasus Parvovirus bentuk
enteritis juga dapat ditemukan pada kucing yang dikenal dengan Feline
Panleucopenia (FPL). Di Indonesia, kasus infeksi CPV dapat terjadi pada segala
umur, terutama anjing muda. Vaksinasi telah dikenal untuk pencegahan dan
beberapa macam jenis vaksin CPV secara komersial telah beredar, sedangkan
respon imunitas vaksin tersebut masih diperdebatkan. Tulisan ini merupakan
ulasan umum yang diharapkan dapat menambah wawasan tentang CPV pada
anjing dan kasus CPV di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. 2. 1 Apa yang dimaksud dengan Canine Parvovirus?
1. 2. 2 Bagaimana penularan canine parvovirus?
1. 2. 3 Bagaimana pathogenesis Canine Parvovirus?
1. 2. 4 Bagaimana gejala klinik dan diagnosis Canine Parvovirus?
1. 2. 5 Bagaimana pencegahan dan pengobatan Canine Parvovirus?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. 3. 1 Untuk mengetahui Canine Parvovirus.
1. 3. 2 Untuk mengetahui cara penularan Canine Parvovirus.
1. 3. 3 Untuk mengetahui pathogenesis Canine Parvovirus.
1. 3. 4 Untuk mengetahui gejala klinik dan diagnosis Canine Parvovirus.
1. 3. 5 Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan Canine Parvovirus.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan ini adalah untuk menambah wawasan mahasiswa
dan pembaca terkait virus parvovirus baik dari etiologi, pathogenesis, diagnosa,
cara mengindentifikasi, dan bagaimana pencegahan dan pengobatan penyakit
virus ini yang banyak terjadi di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etiologi
Taksonomi CPV-2 milik genus Protoparvovirus, anggota dari keluarga
Parvoviridae, yang telah dimasukkan dalam spesies Carnivore protoparvovirus 1,
bersama dengan Feline virus panleukopenia (FPV), Mink enteritis virus (MEV)
dan Raccoon parvovirus (RPV), menurut Internasional Komite Taksonomi Virus
(Tijssen et al.,).
Struktur virus Parvovirus memiliki ukuran kecil (~ diameter 25 nm), tanpa
selubung kapsid icosahedral. Struktur tiga dimensi Partikel CPV-2, FPV dan
CPV-2a telah ditentukan pada resolusi atom menggunakan kristalografi sinar-X
(Tsao et al., 1991; Agbandje et al., 1993; Xie & Chapman, 1996). Virus memiliki
DNA linier, untai tunggal, dan indra negative genom ~ 5200 nukleotida,
mengandung dua terbuka besar frame membaca (ORF).
Salah satunya mengkodekan nonstructural protein NS1 dan NS2, dan dua
lainnya structural protein VP1 dan VP2. Di kedua ujung genom, jepit rambut
palindromic dari sekitar 150 basa digunakan dalam replikasi DNA virus (Reed et
al., 1988; Parrish, 1999). Kapsul parvoviral mengandung 60 subunit protein VP1
(5–6 salinan) dan VP2 (54–55 salinan), dan yang berbagi a struktur umum.
Wilayah pengkodean untuk VP1 (727 residu) dan protein VP2 (584 residu)
tumpang tindih, terpisah dari 143 terminal asam amino N-terminal yang unik
untuk VP1 (Tsao et al., 1991; Agbandje et al., 1993). Dua structural protein
diproduksi oleh splicing alternatif virus mRNAs (Reed et al., 1988; Wang et al.,
1998; Parrish & Kawaoka, 2005). Protein VP2 dapat dibelah dekat N-terminus
oleh inang protease untuk menghasilkan struktur lain protein, VP3.

3
Protein kapsid memiliki yang sangat kekal inti pusat terdiri dari delapan-untai,
bbarrel anti-paralel dengan loop fleksibel antara b-helai yang berinteraksi untuk
membentuk sebagian besar permukaan kapsid. Fitur permukaan dari capsid
termasuk 22 Å wilayah yang panjang terangkat (spike) tiga kali lipat kapak, 15 Å
depresi mendalam (ngarai) sekitarnya struktur silindris pada sumbu berlipat lima,
dan a 15 Å depresi dalam (lesung pipit) pada sumbu dua kali lipat. Tambahan,
sumbu tiga kali lipat adalah wilayah paling antigenik dari kapsid dan berfungsi
sebagai target untuk menetralkan antibody (Tsao et al., 1991; Agbandje et al.,
1993).

2.2 Cara Penularan


Penularan virus parvo biasanya melalui kontak langsung dengan kotoran
(feses) yang terontaminasi virus. Selain itu penularannya juga bisa melalui benda
(peralatan, tangan, tempat makan dan minum, mainan, dan tempat tidur) yang
terkontaminasi oleh anjing yang terkena virus parvo. Bahkan virus parvo bisa
tertinggal pada bulu anjing sehigg dapat berperan sebagai penularan virus parvo.
Penyebaran virus melalui feses terjadi 3-4 hari setelah terinfeksi dan terus
berlanjut sampai 14 hari setelah infeksi. Sehingga jika ada anak anjing yang baru
sembuh, maka harus dipisahkan dan diisolasi selama 1-2 minggu dan dimandikan
terlebih dahulu sebelum bergabung dengan anjing yang lain.

2.3 Patogenesis
Virus memasuki tubuh melalui mulut sebagai anak anjing membersihkan
dirinya sendiri atau memakan makanan dari tanah atau lantai. Ada sebuah Masa
inkubasi 3–7 hari sebelum anak anjing tampak jelas sakit. Saat masuk ke dalam
tubuh, itu mereplikasi ke sejumlah besar di kelenjar getah bening. Setelah
beberapa hari, sejumlah besar virus telah dirilis secara gratis aliran darah. Selama
3-4 hari ke depan, virus-virus pergi ke organ baru yang mengandung sel yang
membelah dengan cepat seperti sumsum tulang dan sel-sel usus halus dan bentuk
badan inklusi intranuklear eosinofilik yang besar. Dalam sumsum tulang, virus

4
bertanggung jawab atas penghancuran sel-sel muda dari sistem kekebalan tubuh
dan kemudian mati mekanisme pertahanan tubuh terbaik.
Virus paling banyak menyebabkan efek yang menghancurkan di saluran
pencernaan. Anjing infeksi parvoviral ditandai oleh penurunan warna putih
jumlah sel darah karena infeksi sumsum tulang. Itu ada di saluran GI di mana
kerusakan terberat terjadi. Usus normal memiliki sedikit tonjolan seperti jari
disebut 'villi.' luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan cairan dan nutrisi.
Untuk membuat area permukaan tersedia untuk penyerapan, vili memiliki
‘‘mikrovili ’yang bersifat mikroskopis tonjolan. Sel-sel vili relatif berumur
pendek dan mudah digantikan oleh sel-sel baru. Sumber dari sel-sel baru adalah
area yang membelah dengan cepat di kaki vili disebut Crypts of Lieberkuhn. Itu
tepat di crypt tempat parvovirus menyerang. Tanpa sel baru datang dari ruang
bawah tanah, vilus menjadi tumpul dan tidak mampu menyerap nutrisi dan hasil
diare. Penghalang memisahkan bakteri pencernaan dari aliran darah rusak. Diare
menjadi berdarah dan bakteri dapat masuk ke dalam tubuh yang menyebabkan
infeksi luas. Virus membunuh satu dari dua cara, diare dan muntah kehilangan
cairan dan dehidrasi ekstrem sampai syok dan kematian hasil. Hilangnya
penghalang usus memungkinkan invasi bakteri berpotensi seluruh tubuh.

2.4 Gejala Klinis


Gejala klinis yang ditimbulkan terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe
miokarditis dan tipe enteritis. Sesuai dengan sifat virus CPV yang tumbuh baik
pada sel yang sedang aktif membelah, maka tipe miokarditis lebih banyak
ditemukan pada anak anjing muda, sedangkan pada umur yang lebih tua, tipe
enteritis lebih banyak ditemukan.

5
2. 3. 1 Tipe miokarditis
Kasus CPV pada tipe ini lebih banyak ditemukan pada anak anjing
berumur di bawah 4 minggu, yang ditandai dengan kematian anak anjing
mendadak, tanpa menimbulkan gejala klinis muntaber. Anak anjing tumbuh
normal dan pada pemeriksaan umum, anjing tidak menunjukkan adanya
kelainan pada jantung dan paru-paru, tetapi beberapa jam sebelum mati anak
anjing tersebut terlihat lemas, sesak napas, menangis, kadang-kadang muntah
dan selaput lendir pucat. Mortalitas tipe miokarditis berkisar antara 20 hingga
100%.
Pada tipe miokarditis yang akut, umumnya anak anjing tersebut tidak
mempunyai kekebalan bawaan dari induk, sehingga vaksinasi induk yang akan
dikawinkan sangat dianjurkan. Pada anak anjing berumur lebih dari 5 bulan,
gejala klinis yang tampak tidak nyata, tetapi pada infeksi yang akut, ritme
pulsus femoral iregular, jantung terdengar murmur dan aritmia (ROBINSON et
al., 1980).

2. 3. 2 Tipe enteritis
Tipe enteritis, sering juga disebut Canine parvovirus enteritis, infectious
hemorrhagic enteritis, epidemic gastroenteritis atau canine panleucopenia. Di
Indonesia tipe ini dikenal dengan istilah muntaber. Tipe enteritis merupakan
tipe CPV yang paling sering ditemukan, baik pada anjing di kennel, pet shop,
tempat penitipan anjing dan breeding farm maupun anjing yang dipelihara di
rumah dan menyerang semua usia dengan gejala klinis yang khas yaitu muntah
dan diare berdarah, dengan aroma yang sangat khas.
Masa inkubasi tipe enteritis 7–14 hari dengan gejala awal adalah muntah
yang diikuti demam, tidak napsu makan, lesu dan diare mulai dari mencret
berwarna kekuningan, abu-abu dengan bau yang khas hingga berdarah berwarna
kehitaman seperti warna aspal. Pada anak anjing, apabila diare berdarah telah

6
terjadi umumnya hanya bertahan 1–3 hari. Sejalan dengan berkembangnya
enteritis, neutropenia dan limfopenia terjadi.
PATOLOGI ANATOMI DAN HISTOPATOLOGI

1. Tipe Miokarditis
Secara patologi anatomi (PA), anak anjing yang mati mendadak tidak
menunjukkan adanya kelainan yang berarti pada jantung, tetapi oedem paru-
paru sering tampak mulai dari derajat yang ringan hingga parah. Paru paru
sedikit mengeras, berwarna merah muda hingga abu-abu yang disertai dengan
perdarahan hingga permukaaan pleura, hati tampak agak pucat.
Secara histopatologi, terlihat adanya miokarditis difusa non supuratif
dengan infiltrat limfosit, makrofag, sel plasma, dan kadang-kadang neutrofil.
Degenerasi serat miokardium hingga nekrosis dapat terlihat dan adanya badan
inklusi yang bersifat basofilik dapat ditemukan pada sel miokardium. Pada
kasus yang kronis, jantung membesar dan biasanya mengandung jaringan fibrin,
terutama di daerah ventrikel. Kelainan pada paru-paru terlihat adanya
pneumonia interstisialis yang berarti adanya infeksi virus.

Gambar: Miokarditis et nekrotikan. Sel radang(tanda panah putih), nekrosis


(tanda panah hitam)(H & E ; 400x).

Gambar: Miokarditis hemoragis. Perdarahan (tanda panah hitam), sel radang


(tanda panah putih) (H & E ;400x).

7
2. Tipe Enteritis
Secara patologi anatomi (PA) kelainan banyak ditemukan pada jejenum
dan ileum. Bagian usus ini membengkak, terjadi pembendungan dan
perdarahan. Lumen usus menyempit, dan permukaan selaput lendir usus berisi
cairan sereus granular hingga mukus kental berwarna kuning hingga kecoklatan,
Limfoglandula mesentericus membengkak.
Secara histopatologi, terlihat adanya degenerasi dan nekrosis sel epitel
usus yang sangat parah dan ditandai dengan atropi dan hilangnya vili dan kripta
usus. Pada vili usus terlihat ada pembendungan, atropi dan badan inklusi yang
bersifat eosinofilik. Nekrosis sel juga terjadi pada jaringan limfoid,
limfoglandula, limpa dan timus. Pada sumsum tulang belakang, terjadi nekrosis
pada mieloid dan erythoid blast (MACARTNEY et al., 1984; NELSON et al.,
1979).

Gambar: Terjadi perdarahan serta peradangan pada vili usus (enteritis


hemoragi). Hemoragi (tanda panah putih), sel radang (tanda panah hitam). (H &
E ; 200x)

Gambar: Enteritis hemoragika et nekrotikan. Terjadi perdarahan dan nekrosis


pada villi usus. Perdarahan (tanda panah putih), nekrosis (tanda panah hitam) (
H & E ; 200x).

8
2.5 Diagnosis
2.4.1 Diagnosa Sementara
Menentukan diagnosa sementara dapat diperoleh dari informasi seperti
epidemiologi, gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang dimana akan
berlanjut pada diagnosa definitive (diagnosa pasti). Epidemiologi merupakan
kajian yang menunjang dalam menegakkan suatu diagnosis penyakit. Faktor
penting berupa segitiga epidemiologi (hospes, agen dan lingkungan), ketiga faktor
ini akan saling berinteraksi dalam menyebabkan penyakit. Perubahan patologi
anatomi seperti terjadinya hemoragi pada usus, kongesti, limpa menghitam dan
hati nekrosis. Gejala yang muncul yaitu muntah dan mecret darah yang berakhir
pada kematian dalam waktu kurang dari 3 hari (Sendow, i dan H. hamid. 2004).

2.4.2 Diagnosa banding


Parvovirus pada anjing mempunyai gejala klinis yang sangat mirip dengan
beberapa penyakit seperti feline panleukopenia, minute virus enteritis, canine
distemper, coccidiosis dan ancylostomiasis.
1) Diagnosa pasti
a. Uji HA
Hasil positif dari uji HA ditandai dengan terbentuknya aglutinasi antara
virus dan sel darah merah. Canine Parvovirus mempunyai daya aglutinasi
terhadap sel darah merah babi, kera dan kucing. Hemaglutinasi terjadi
akibat aktivitas hemaglutinin pada dinding virus-virus tertentu.
b. Uji HI
Uji HI dilakukan untuk memastikan virus yang diisolasi mengadung CPV
(Canine Parvovirus). Prinsip uji ini adalah antibody spesifik terhadap CPV
akan menghambat CPV dalam mengaglutinasi sel darah merah. Adanya
pengendapan sel darah merah, berarti serum yang diperiksa mengandung

9
antibody terhadap CPV. Sampel virus dapat dilanjutkan dengan propagasi
pada biakan sel lestari feline kidney.
c. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR menunjukkan hasil positif dengan adanya pita yang sejajar dengan
control positifnya pada visualisasi electron foresis. PCR lebih sensitive
dibandingkan uji HA dalam mendeteksi antigen CPV. Dengan PCR
sebanyak 72,9% antigen CPV terdeteksi, sedangkan dengan uji HA hanya
61,1% saja antigen CPV yang terdeteksi.
d. Feline Kidney (FK)
Biakan jaringan FK digunakan karena biakan jaringan FK sensitive untuk
isolate yang berasal dari lapang dan CPV dapat menimbulkan CPE pada
biakan sehingga pengamatan jauh lebih mudah. Sampel yang positif CPV,
diinfeksikan pada sel FK untuk tujuan perbanyak virus dengan
menunjukkan pertumbuhan selapis pada permukaan plate.

Gambar 1.cytophatic effect pada biakan FK hari ke-7.


Sumber I.G.A.A. Suartini , I.Sendow,dkk.

10
2.6 Identifikasi Virus
2. 5. 1 Pemeriksaan Hematologi

Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan terjadinya anemia mikrositik


hipokromik. Anemia didefinisikan sebagai terjadinya penurunan dari sel darah
merah, hemoglobin atau volume padat sel darah merah (hematokrit) dari nilai
normal (Bijantiet al. 2010). Anemia yang terjadi diduga diakibatkan oleh
terjadinya perdarahan dan juga terganggunya proses eritropoisis di sumsum
tulang. Selain itu ditemukan juga adanya trombositopenia sebagai akibat dari
banyaknya trombosit yang keluar dijaringan untuk menutup perdarahan.
Hasil pemeriksaan hematologi juga menunjukkan terjadinya leukopenia, neu
tropenia, limfositosis, dan eosinofilia. Limfositosis umumnya terjadi sebagai
akibat dari adanya infeksi virus. Infeksi Canine parvovirus dapat mengakibatkan
terjadinya deplesi pada sumsum tulang sehingga menyebabkan terjadinya
leukopenia dan neutropenia (Potgiete et al., 1981). Leukopenia dapat terjadi
dengan penurunan sel darah putih hingga dibawah 2000 – 3000 sel/µl (Geetha,
2015). Eosinofilia dapat disebabkan oleh adanya infeksi parasit maupun respo
alergi.
Pada pemeriksaan feses secara makroskopis menunjukkan konsitensi feses
yang encer bercampur darah dan berbau anyir serta adanya cacingToxocara canis.
CPV menyerang sel-sel epitelusus yang mengakibatkan pemedekan vili-vili usus.
Reruntuhan – reruntuhan sel yang matiakan bercampur darah akan dikeluarkan
bersama feses sehingga menghasilkan bau yang khas (Potgieter et al. , 1981).

11
Identifikasi parvo virus (PCV) di lakukan Laboratorium dengan
menggunakan spesimen usus, limpa, dan jantung adapun metode yang digunakan
yaitu :
1. Uji Hemaglutinasi

Pada uji hemaglutinasi (HA) spesimen yang digunakan berupa berupa


kerokan usus sedangkan untuk pembuatan bahan (ekstraksi) dilakukan dengan
mengambil sekitar satu gramspesimen organ lalu dipotong – potong
menggunakan gunting bedah. Spesimen tersebutdimasukkan dalam tabung
ependorf menggunakan pipet pastel sambil menambahkan PBS
( Phosphate Buffered Saline) pH 7,2 kedalamnya sedikit demi sedikit hingga
konsentrasisuspensi 10-20%. Uji hemaglutinasi dilakukan untuk mendeteksi
keberadaan virus. Beberapa jenis virus memiliki sifat mengaglutinasi sel darah
merah, salah satunya adalah virus Canine Parvo Virus. Bahan dan alat yang
diperlukan untuk uji tersebut antara lain: mikroplate, pengencer mikro
(microdiluter ) 0,025 ml, penetes mikro (microdropper ) atau pipet mikro0,025
ml dan 0,05 ml, pengocok mikro (microshaker ), antigen (suspense virus atau
bahan pemeriksaan), suspensi sel darah merah babi 1%, dan PBS pH 7,2 dan air
suling.
Uji HA dilakukan dengan menambahkan 0,025 ml PBS pada sumuran
mikroplate, laluditambahkan suspensi antigen virus sebanyak 0,025 ml dan 0,05
ml suspensi sel darah merah babi 1% lalu diayak selama 30 detik. Selanjutnya
inkubasikan pada suhu kamar selama 1 jamlalu amati reaksi hemaglutinasi yang
terjadi setiap 15 menit. Reaksi positif ditandai dengan tidak terjadinya
pengendapan pada dasar sumuran dan terbentuknya butiran seperti pasir yang
menunjukkan bahwa sel darah diaglutinasi oleh antigen virus. uji Hemaglutinasi
(HA) menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya
aglutinasi antara virus dan sel darah merah babi. CPV mempunyai daya

12
aglutinasi terhadap sel darah merah babi, kera dan kucing pada suhu4°C dan
25°C pada pH 6,0–7,2 tetapi
tidak pada suhu 37°C
(Eugester, 1980).

Keterangan:
1. Spesimen Uji Nomor Protokol 566/KO-PPDH/23/IX/2017
2. Kontrol negatif (-)
Pada pemeriksaan hemaglutinasi, sel darah merah mengendap pada dasar
microplatedan terbentuk butiran seperti berpasir. Hemaglutinasi terjadi akibat
aktivitas hemaglutinin pada dinding virus – virus tertentu.

2. Isolasi DNA Virus (Q-AGEN)

Sebanyak 25 mg jaringan dimasukkan ke dalam tube ukuran 1,5 ml.


Kemudian tambahakan 180 µl buffer ATL lalu dihomogenkan. Kemudian
tambahkan 20 µl proteinase Klalu vortek hingga tercampur baik. Selanjutnya
heating pada suhu 560 C selama 1-3 jam.
Vortek selama 15 detik, kemudian tambahkan 200 µl buffer AL dan
divortek hingga tercampur baik. Tambahkan 200 µl ethanol (96-100%) lalu
divortek hingga tercampur baik. Ambil sampel kemudian dimasukkan ke dalam
Dneasy Mini Spin Column (mini spin columnyang berada dalam tabung ukuran

13
2 m yang sudah disediakan). Selanjutnya disentrifuge dengan kecapatan 8000
rpm selama satu menit. Buanglah bagian bawah dan tabung bagian bawah,
sedangkan mini spin column (dengan membran) digunakan kembali. Letakkan
DneasyMini Spin Column dalam tabung baru ukuran 2 ml yang baru (sudah
disediakan dalam KIT).
Tambahakan 500 µl buffer AW 1, lalu sentrifuge dengan kecepatan 8000
rpm selama1 menit. Buanglah cairan bagian bawah dan tabung bagian bawah,
sedangkan mini spincolumn (dengan membran) digunakan kembali. Letakkan
Dneasy Mini Spin Column dalam tabung ukuran 2 ml yang baru lalu tambahkan
500 µl buffer AW 2, lalu sentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm dalam waktu 1
menit. Buanglah cairan bagian bawah dan tabung bagian bawah, sedangkan
mini spin column (dengan membran) digunakan kembali. Letakkan DneasyMini
Spin Column dalam tabung ukuran 1,5 ml atau 2 ml yang baru (tidak disediakan
dalamKIT). Tambahkan 200 µl buffer AE (langsung ke Dneasy Membran).
Inkubasikan pada suhu ruangan selam 1 menit. Sentrifuge dengan kecepatan
8000 rpm selama 1 menit. Ulangi sentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm selama
1 menit untuk hasil yang optimal. Liquid dalam tabung siap digunakan. Simpan
dalam freezer.

3. Uji Polymerase Chain Reaction (PCR)

Untuk peneguhan diagnosa, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium


virology menggunakan PCR. Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknik
memperbanyak DNA secara in-vitro. Teknik ini mensintesis dan
mengamplifikasi bagian DNA yang diingankan peneliti atau diagnostisan
saja (Mahardikaet al., 2015). Komponen-komponen yangdiperlukan pada
proses PCR adalah template DNA, sepasang primer, dNTPs (deoxynukleotide
triphosphates), buffer PCR, MgCl2, dan enzyme polymerase DNA.
Adapun bahan-bahan dalam uji PCRCanine parvovirus yang dimasukkan
dalam tabung PCR adalah DNA isolat sebanyak 1µl, primer 1 sebanyak 1,8 µl,

14
primer 2 sebanyak µl, enzim one step tag polymerase sebanyak 0,75 µl, dan
aquabidest sebanyak 14,5 µlCampuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin
termocycler yang telah deprogram dengan kondisi 1) 95 0 C selama 7 menit, 2)
940 C selam 45 detik, 3) 550 C selama 45 detik, 4)720 C selama 1 menit, siklus
kemudian diulang dari tahap ke-2 sampai tahapan ke-4 sebanyak39 kali, 6) 720
C selama 5 menit, dan 7) 220 C selama-lamanya.
Pengujian menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) menunjukkan
hasil yang positif dengan adanya pita yang sejajar dengan kontrol positif pada
visualisasi elektroforesis. Dari hasil PCR diperoleh perbanyakan DNA virus
dengan panjang 960 bp. Hal ini dikarenakan primer yang digunakan merupakan
primer dengan panjang 960 bp. PCR terbukti cepat, spesifik dan sensitif dalam
mendiagnosa infeksi CPV. Penelitian yang dilakukan Meerarani et al. (1996)
menunjukkan bahwa PCR lebih sensitif dibandingkan uji HA dalam mendeteksi
antigen CPV, dengan PCR mampu mendeteksi 72,9% antigen CPVdari 270
sampel feses sedangkan dengan uji HA hanya mendeteksi 61,1% antigen CPV.

Keterangan :
1. Spesimen Uji Nomor Protokol 566/KO-PPDH/23/IX/2017
2. Kontrol Negatif (-)
3. 3. Kontrol Positif (+)
Pada uji Polymerase Chain Reaction (PCR) ditemukan adanya Band yang
sejajar dengan kontrol positif, panjang basanya adalah 960 bp. Hal ini
menunjukkan bahwa anjing tersebut positif terinfeksi Canine parvovirus.

15
4. Elektroforesis dan Visualisasi

Elektroforesis digunakan untuk mengetahui panjang produk basa dari gen


yang diuji. Produk PCR 3 µl ditambahkan dengan blue juice TM (Treat Mark
Invitrogen) 1 µl.Selanjutnya dielektroforesis pada 1% (0,75 gr gel Agarose
dalam 75 ml buffer). TambahanTAE (Tri Acid Edta) sebagai buffer kemudian
dipanaskan sampai homogen. Tambahkan 3 µl Etidium Bromide dan tunggu 30
menit sampai agar mengental. Setelah mengental, marker diletakkan pada
sumur pertama gel, yang berfungsi untuk mengetahui panjang produk basayang
diharapkan. Mesin elektroforesis diprogram dengan tegangan 100 volt selam 30
menit.
Setelah dielektroforesisi lalu divisualisasikan dengan UV reader dan
kemudian pita yang terlihat diamati dan dicocokkan dengan kontrol positif dan
didokumentasikan menggunakan kamera.

2.7 Pencegahan dan Pengobatan


2.7.1 Pencegahan
Pencegahan penyakit akibat parvovirus pada anjing dapat dilakukan dengan
cara pemberian vaksinasi pada umur 6, 9, dan 12 minggu. Kemudian dilakukan
pengulangan setiap tahunnya. Vaksin yang diberikan dapat dalam bentuk vaksin
aktif maupun vaksin inaktif. Vaksin aktif lebih efektif dibandingkan dengan
vaksin inaktif karena durasi immunitas yang terbentuk dapat bertahan lebih lama
dan menghasilkan infeksi yang asimtomamik / tanpa gejala.
Peralatan dan lingkungan yang tercemar oleh virus parvo harus didesinfeksi
menggunakan larutan pemutih pakaian yang diencerkan dengan air (1:3) karna
virus ini cukup tahan di lingkungan dan cairan desinfektan lainnya.

16
Anjing yang telah sembuh dari parvovirus harus tetap diisolasi sekitar 1-2
minggu dan dimandikan terlebih dahulu sebelum digabung bersama anjing
lainnya untuk mencegah penularan virus.

2.7.2 Pengobatan/ terapi


Penanganan spesifik untuk menghilangkan virusnya seperti pemberian obat
antiviral masihbelum tersedia, seinggahanya biasa dilakukan penanganan
supportif. Tingkat keberhasilan penanganan infeksi Canine Parvovirus
bergantung pada seberapa lama infeksi telah berlangsung. Penanganan umum
yang biasa dilakukan oleh dokter hewan adalah:
a. Pemberian cairan fisiologis dan elektrolit (infus). Tujuan diberikannya cairan
infuse yaitu untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat muntah dan
diare, infuse diberikan secara intavena. Banyaknya cairan yang dibutuhkan
tergantung pada berat tubuh, penurunan berat badan yang terjadi, dan tingkat
dehidrasi pasien.
b. Pemberian antibiotic spectrum luas untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Aminoglykosida( Neomycin, Gentamicin, atau Kanamycin) dapat
diberikan secara oral untuk mengurangi bakteri pada saluran intestine dan
mencegah invasi agen secara sistemik, obat ini diberikan jika hewan tidak
menunjukkan gejala muntah. Jika terjadi septicemia, dapat diberikan derivate
Penicillin dan Aminoglykosida secara intra vena dalam waktu bersamaan,
c. Pemberian short-acting soluble costicosteroid (Dexamethasone sodium
pospataseatau Prednisolone sodium succinat).
d. Apabila pasien menunjukkan gejala muntah, dapat diberikan Antiemetik
seperti Metoclopramide, Dolasetron, Ondasetron, dan Prochlorperazine.
e. Pemberian Anti diare.
f. Tranfusi darah/ serum untuk pasien yang mengalami hipovilemia akibat
kekurangan serum protein dari intestine. Pendonor harus sehat dan darahnya
sesuai, hal ini dapat membantu dalam pembentukan antibody penderita, dan
pendonor harus memiliki darah super vaksin/ pendonor telah divaksin secara

17
rutin dan berulang selama hidupnya, semakin banyak vaksinasi yang dijalani
semakin baik pula hasilnya. Tranfusi darah disesuaikan dengan berat tubuh
pasien dan sekali dalam sehari.
g. Menjaga kondisi lingkungan dan kandang pasien. Lingkungan kandang harus
selalu hangat dan tidak lembab, serta pengawasan dan penanganan penuh 24
jam, karena pasien sering mengeluarkan cairan tubuh dari mulut dan anus.
h. Lama perawatan biasanya membutuhkan waktu 1-2 minggu.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Canine parvovirus adalah genus virus dari parvoriridae. Karakteristik dari
virus ini adalah virus dengan DNA rantai tunggal, berukuran kecil, dn tidak
berkapsul. Canine parvovirus rentan terhadap anjing muda. Replikasi virus ini
berada pada sel-sel usus, sistem limfoid, sumsum tulang dan jaringan fetus.
Gejala klinis infeksi cpv-2 pada anak anjing yaitu diare cair atau diare
berdarah, muntah secara berulang, dan anoreksia. Gejala klinis lainnya
yaitu demam, kelemahan tubuh, limfopenia terutama neutropenia. Hewan juga
mengalami dehidrasi, penurunan berat badan, dan rasa sakit di bagian abdominal.
Parvovirus resisten terhadap inaktivasi. Virus dapat tetap
bersifat infeksius di tanah yang terkontaminasi feses selama lebih dari 5 bulan
pada kondisi yang sesuai. Desinfektan dan detergen pada umumnya gagal untuk
menginaktivasi parvovirus. Pada kondisi ph dan suhu yang sesuai, cpv
menghemaglutinasi sel darah merah pada beberapa spesies hewan. Efek
mengaglutinasi sel darah merah dapat hilang pada pasase yang berulang kali
di kultur jaringan. Namun, test hemaglutinasi dapat digunakan untuk menguji
keberadaan cpv dengan menggunakan spesimen berupa feses.
Pencegahan penyakit akibat parvovirus pada anjing dapat dilakukan dengan
cara pemberian vaksinasi pada umur 6, 9, dan 12 minggu. Kemudian dilakukan
pengulangan setiap tahunnya

3.2 Saran
Dengan terselesaikannya paper ini, diharapkan para pembaca khususnya
mahasiswa dapat menambah ilmu tentang parvovirus. Kami menyadari paper ini

19
jauh dari kata sempurna, apabila terdapat materi yang tidak dimengerti dari
makalah ini penulis menyarankan untuk mencari tahu lebih lanjut ke sumber-
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR ISI

Afshar A. 1981. Canine Parvovirus-in Review. Veterinary Bulletin 5 1 (8):605-6 12


Appel MJG, Meunier P, Pollock R, Greisen H dan Carmichael LE. 1980. Canine
ViralEnteritis. A Report to Practisioners. Canine Pract . 7: 22–34
Azmy AA, Apsari IAP, Ardana IBK. 2015.Isolasi dan Identifikasi Oosista Koksidia
dariTanah Di Sekitar Tempat Pembuangan Sampah Di Kota Denpasar.
Indonesia MedicusVeterinus 2015 4(2):163-169
Fadhillah, Debby. 2015. Diagnosa, Pencegahan, danTerapi Canine Parvovirus.
https://www.google.com//amp.ilmuveteriner.com/diagnosa-pencegahan-
dan-terapi-canine-parvovirus/amp/ . 27 September 2019
Noname. 2019. Parvovirus. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Parvovirus . 27
September 2019
Efendy, Agus. 2015. MengenalInfeksi Parvovirus pada Anjing.
http://pdhbvet.com/infeksi-parvovirus/ . 27 September 2019
Efendy, Agus. 2013. MengenalInfeksi Parvovirus pada Anjing. Diaksesdari :
http://pdhbvet.com/infeksi-parvovirus/ tanggal 27 September 2019.
Sendow, Indirawati. 2003. Canine Parvovirus pada Anjing. BalaiPenelitianVeteriner,
PO Box 151, Bogor 16114. WARTAZOA Vol. 13 No. 2 Th. 2003
SENDOW, I dan H.HAMID. 2004.Isolasi Virus Penyebab Canine Parvovirus dan
Perubahan Patologik Infeksi pada Anjing.JITV 9(1): 46-54.
Tim Direktorat Kesehatan Hewan. 2014.Manual Penyakit Hewan Mamalia. Jakarta:
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian
Sendow, Indrawati. 2003. Canine Parvovirus Pada Anjing. Balai Penelitian
Veteriner.. 13(2): 56-64.

20
Purnamasari, Ida Ayu Ary dkk. Studi Histopatologi Organ Usus dan Jantung Anjing
Terinfeksi Virus Parvo. Laboratorium Patologi FKH UNUD Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana. 7(2): 99-104.

21

Anda mungkin juga menyukai