Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FAMILI REOVIRIDAE

OLEH :

KELOMPOK : 8

NAMA : 1. CHANDRAONE P. KEFI AMTIRAN (1709010007)


2. ROSALINDA K. INTAN TAHU (1709010019)
3. ALOYSIUS HERYANTO WUNDA (1709010030)
4. MARIANUS TRIYANTO SADO (1709010039)
5. YUNI SARAH SIDABUTAR (1709010055)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tentang “Famili Reoviridae” untuk memenuhi
tugas dari dosen Mata Kuliah Ilmu Penyakit Viral.

Penulis menyadari bahwa selama dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan


menyelesaikan makalah ini banyak menerima bantuan serta dukungan dari berbagai pihak
dalam wujud material maupun spiritual, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam wujud
material maupun spiritual.

Akhirnya, segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun
tidak mustahil apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan serta
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan
masukan dalam penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............... ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............. ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ........... ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3


2.1 Famili Reoviridae.................................................................................................... 3
2.2 Penyakit Buetongue ............................................................................................... 6
2.3 African Horse Sickness Virus.................................................................................. 9

BAB III PENUTUP .... ....................................................................................................... 13


Simpulan ......... ....................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA . ....................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Virus adalah parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus bersifat
parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya dapat bereplikasi di material hidup
dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki
perlengkapan seluler untuk berproduksi sendiri. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam
nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan
pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus
akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun
protein yang dibutuhkan dalam dau hidupnya.
Famili Reoviridae adalah virus hewan dengan multi-segmen genom dsRNA. Reovirus
memiliki banyak serotipe dan berjuta-juta strain virus individu dalam masing-masing genus.
Genus dalam reoviridae terdiri atas Orthoreovirus, Oribivirus, Rotavirus, Coltivirus, dan
Aquareovirus. Salah satu genus yang menyebabkan penyakit pada hewan yaitu genus Orbivirus.
Penyakit yang disebabkan genus Orbivirus adalah Bluetonge dan African Horse Sickness.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah utama yang
akan di bahas dalam penulisan makalah ini berupa pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana klasifikasi, properti virion, dan replikasi virus famili Reoviridae?
2. Bagaimana gejala klinis, epidemiologi, patogenesis dan patologi, diagnosis, imunitas,
pengendalian, dan kontrol anggota genus Orbivirus yaitu Bluetongue Virus dan African
Horse Sickness Virus?

1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut.
1. Mengetahui klasifikasi, properti virion, dan replikasi virus famili Reoviridae?
2. Mengetahui gejala klinis, epidemiologi, patogenesis dan patologi, diagnosis, imunitas,
pengendalian, dan kontrol anggota genus Orbivirus yaitu Bluetongue Virus dan African
Horse Sickness Virus?

1.4 Manfaat
Adapun makalah ini ditulis dengan harapan dapat memberikan manfaat yakni sebagai
berikut.
1. Sebagai bahan informasi baik bagi pembaca maupun penulis tentang bahan kajian yang
sama yakni Famili Reoviridae.
2. Sebagai kontribusi bagi kegiatan pembelajaran mata kuliah Ilmu Penyakit Viral.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Virus Famili Reoviridae


1. Klasifikasi Reovirus
Reoviridae adalah virus hewan dengan multi-segmen genom dsRNA. Reovirus
memiliki banyak serotipe dan berjuta-juta strain virus individu dalam masing-masing genus.
Genus dalam reoviridae terdiri atas Orthoreovirus, Oribivirus, Rotavirus, Coltivirus, dan
Aquareovirus.
Genus Orthoreovirus terdiri dari setidaknya lima spesies virus yang berbeda, yaitu
spesies I termasuk empat serotipe reovirus mamalia (yaitu serotipe 1-4); spesies II mencakup
beberapa serotipe reovirus unggas yang telah diisolasi dari ayam dan spesies lain dari bebek,
kalkun, dan angsa; spesies III termasuk kerabat dari virus yang diisolasi dari kelelawar buah;
spesies IV diwakili oleh baboon reovirus; spesies V termasuk kelompok reovirus reptil.
Genus Aquareovirus mengandung setidaknya tujuh jenis spesies, yaitu spesies A – G,
yang mencakup sejumlah besar virus yang diisolasi dari ikan laut (berbagai spesies salmon
Atlantik dan Pasifik), ikan air tawar (bass, lele, karper), tiram, dan kerang. Signifikansi
patogenik dan ekonomis dari banyak virus ini masih belum pasti. Beberapa penyakit krustasea
(misalnya, Udang dan kepiting) telah dikaitkan dengan reovirus.
Genus Orbivirus dibagi menjadi setidaknya 21 subkelompok virus, yang mewakili
spesies virus yang berbeda. Beberapa di antaranya termasuk virus yang menyebabkan
penyakit pada hewan peliharaan. Spesies virus terbagi menjadi 24 serotipe virus bluetongue;
9 serotipe virus African Horse Sickness; 10 serotipe virus penyakit hemoragik epizootik.
Genus Orbivirus ini telah diidentifikasi secara serologis dengan mendeteksi antigen virus.

2. Karakteristik Reovirus :
 Virion tidak memiliki envelope, berbentuk bulat, berdiameter 55–80 nm.
 Virion terdiri dari tiga lapisan kapsid konsentris, semua dengan bentuk icosahedral;
kapsid luar berbeda dari segi penampilan pada berbagai genus.
 Genom terdiri dari RNA untai ganda, memiliki 10-12 segmen, ukuran total 18-27 kbp:
genus Orthoreovirus, 10 segmen dengan ukuran 23 kbp; genus Orbivirus, 10 segmen

3
dengan ukuran 18 kbp; genus Rotavirus, 11 segmen dengan ukuran 16–21 kbp; genus
Coltivirus, 12 segmen, 27 kbp; genus Aquareovirus, 11 segmen, 15 kbp.
 Replikasi berlangsung di sitoplasma sel hospes.

3. Sifat-sifat virion
Orthoreovirus dan Rotavirus resisten terhadap pelarut lipid dan stabil pada rentang pH
yang luas, tetapi Orbivirus dan Coltivirus memiliki zona stabilitas pH yang lebih sempit (pH
6–8). Enzim proteinolitik meningkatkan infektivitas Orthoreovirus dan Rotavirus misalnya
Chymotrypsin dalam usus halus karena membelah kapsid protein VP4 luar dari rotavirus.
Orbivirus dan Rotavirus sangat stabil. Virus Bluetongue relatif stabil dengan adanya protein.
Demikian juga, Rotavirus grup A stabil selama berbulan-bulan, bahkan ketika dipertahankan
pada suhu kamar, atau selama bertahun-tahun ketika disimpan dalam keadaan beku.
Infektivitas virus tidak aktif oleh fenol, formalin, dan 95% etanol.
Partikel reovirus tidak berenvelop, berbentuk bola, dan memiliki diameter sekitar 85
nm. Virion terdiri dari kapsid berlapis-lapis dengan bentuk icosahedral. Morfologi virion pada
setiap genus memiliki variasi.

4
Genus Orthoreovirus memiliki kapsid terluar membentuk icosahedron yang hampir
bulat. Genus Aquareovirus dengan virion mirip dengan Orthoreovirus, meskipun genom
terdiri dari 11 atau 12 segmen. Genus Orbivirus memiliki kapsid luar terdiri dari lapisan difus
yang dibentuk oleh dua protein, VP2 dan VP5. Genus Rotavirus memiliki kapsid terluar
membentuk icosahedron yang hampir bulat terdiri dari glikoprotein VP7. Genus Coltivirus
dan Seadornavirus memiliki virion dari virus-virus ini berbentuk bola, dengan lapisan kapsid
yang berlapis-lapis dan konsentris. Partikel-partikel Coltivirus memiliki permukaan yang
relatif halus, sedangkan partikel-partikel Seadornavirus memiliki struktur kapsomer yang
berkembang dengan baik. Partikel inti berlapis ganda mencakup 12 segmen genom virus.

4. Replikasi virus
Protein 1 Orthoreovirus memediasi perlekatan pada sel target. Virion atau partikel
subviral infeksius memasuki sel yang rentan oleh endositosis yang dimediasi reseptor. Setelah
diinternalisasi ke dalam sitoplasma sel yang terinfeksi, virion terdegradasi masuk ke nukleus,
kemudian RNA polimerase (transcriptase) memanfaatkan untaian negatif dari masing-masing
segmen dsRNA sebagai templat untuk membentuk mRNA. Lalu mRNA ini diterjemahkan
untuk menghasilkan protein struktural virus yang secara mandiri membentuk virion.

5
2.2 Penyakit Bluetongue
Penyakit Bluetongue, mempunyai nama lain: Ovine Catarrhal Fever (OCF), Penyakit Lidah
Biru, atau di Indonesia dikenal sebagai BT, merupakan penyakit menular pada domba ditandai
dengan stomatitis kataral, rhinitis, enteritis, pincang karena peradangan pada kuku, abortus, kerdil
dan hyperplasia limforetikuler. Penyakit ini disebabkan oleh Orbivirus dari famili Reoviridae
dengan materi genetik tersusun atas 10 segmen asam nukleat (ds-RNA) dan bentuknya ikosahedral
simetri. Virus ini ditularkan oleh vektor nyamuk genus Culicoides yang biasa menyerang domba
dan sapi.
Virus BT dapat menginfeksi berbagai spesies hewan seperti sapi, kerbau, kambing, domba,
unta, dan ruminansia liar, termasuk rusa, antelop dan rodensia. Namun demikian penyakit BT lebih
sering ditemukan pada ternak domba dengan menimbulkan gejala klinis, sehingga menyebabkan
kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak. Pada domba, sensitivitas sangat bergantung pada
jenis (breed) dan tipe virus BT yang menginfeksi. Domba lokal Indonesia kurang peka terhadap
infeksi BT.
1. Etiologi
Bluetongue merupakan hasil dari infeksi oleh virus bluetongue, anggota dari genus
Orbivirus dan Famili Reoviridae. Setidaknya 26 serotipe telah diidentifikasi di seluruh dunia.
Beberapa virus bluetongue memiliki nama tambahan (misalnya, Toggenburg Orbivirus untuk
strain prototipe dari serotipe 25). Isolat berbeda dalam virulensi, dan beberapa strain
tampaknya menyebabkan beberapa tanda klinis. Seperti beberapa virus lain misalnya virus
influenza, virus bluetongue dapat mengalami reassortment dan bergabung kembali untuk
menghasilkan varian baru.
Virus Bluetongue berhubungan erat dengan virus dalam penyakit hemoragik epizootic
(EHD) serogrup, faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dan/atau pemilihan
beberapa tes diagnostik.

6
Gambar 2. Orbivirus penyebab penyakit BT dan gambaran 3D virus Bluetongue

2. Gejala Klinis
Pada domba, ditandai dengan demam yang dapat berlangsung beberapa hari sebelum
timbulnya hiperemia pada selaput lendir rongga mulut, air liur berlebih, dan buih di mulut;
keluarnya cairan hidung, awalnya serosa tetapi kemudian mukopurulen. Dalam kasus yang
parah, lidah dapat menjadi sianosis melalui gangguan pembuluh darah, sehingga disebut
"bluetongue." Domba yang terkena mungkin mati, biasanya dengan meningkatnya tekanan
pernapasan akibat edema paru dan kadang-kadang bronkopneumonia akut. Hewan yang
terkena biasanya menjadi telentang dan enggan bergerak. Demikian pula, ulserasi rongga
mulut yang menyakitkan membuat domba yang terkena enggan makan.

Gambar 1. Sianosis, nekrosis dan ulserasi luas dan fokal pada mukosa lidah domba (A); Hemoragi,
ulserasi dan nekrosis akut pada rongga mulut domba (B).

7
Hiperemia kulit dapat terjadi, yang mengarah pada "kerusakan wol" beberapa minggu
kemudian pada hewan yang selamat dari infeksi akut. Infeksi virus bluetongue pada sapi,
kambing, dan sebagian besar spesies ruminansia liar biasanya subklinis atau tanpa gejala.
Namun, penyakit yang mirip dengan domba kadang-kadang terjadi pada sapi dan unta yang
terinfeksi virus bluetongue. Ekspresi penyakit pada sapi tampaknya akibat dari infeksi dengan
strain virus tertentu, terutama jenis serotipe 8 virus bluetongue yang sangat patogen untuk sapi
dan ungulata lainnya.

3. Epidemiologi
Distribusi Geografis Bluetongue tersebar luas di dunia. Afrika dilaporkan telah
ditemukan lebih dari 100 tahun lalu, kemudian terjadi pula di Siprus, Yunani, Israel, Portugal,
Spanyol, Turki, Lebanon, Oman, yaman, Syria, Saudi Arabia, Mesir, Pakistan, India,
Bangladesh, Jepang, Amerika Serikat, Amerika Latin, Kanada, Australia, New Zealand,
Papua New Guinea, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia ditemukan pada beberapa
propinsi, diantaranya Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, Bali, NTB, NTT, dan
Timor Leste. Bluetongue menyerang domba, kambing, sapi, kerbau, dan ruminansia lain
seperti rusa. Domba merupakan hewan paling peka terutama yang berumur 1 tahun,
sedangkan anak domba yang masih menyusui relative tahan karena telah memperoleh
kekebalan pasif dari induk (antibodi maternal) dan antibodi ini biasanya bertahan sampai 2
bulan. Ras domba Inggris dan Merino lebih peka dibandingkan dengan domba Afrika.

4. Patogenesis
Setelah inokulasi subkutan, virus bluetongue pertama kali bereplikasi di kelenjar getah
bening regional, kemudian menyebar ke organ lain, termasuk paru-paru, kelenjar getah bening,
dan limpa, di mana replikasi virus terutama terjadi di sel hemopioetik, makrofag, sel dendritik,
dan endotelium vaskular. Ikatan antara virus bluetongue dengan sel darah merah memfasilitasi
viremia. Viremia biasanya terjadi pada stadium awal penyakit. Domba dewasa kadang-kadang
menderita viremia paling lama 14-28 hari, dan pada sapi virus dapat bertahan selama 10
minggu. Infeksi virus Bluetongue menyebabkan cedera vaskular. Cedera vaskular yang
menyebabkan trombosis dan infark jaringan. Cedera vaskular yang luas menyebabkan
koagulasi intravaskular dan perdarahan luas, dan edema paru.

8
Domba dengan bluetongue biasanya memiliki ulserasi dan perdarahan yang luas di
lapisan mukosa rongga mulut, kerongkongan, dan perut. Perdarahan juga bisa terjadi pada
mukosa usus. Paru-paru dan saluran udara dipenuhi dengan cairan berbusa. Dapat terjadi efusi
perikardial dan pleura yang luas. Cairan edema biasanya terdapat di jaringan subkutan kepala
dan leher, dan dalam otot leher serta dinding perut. Perdarahan subintimal dan adventitial
secara khas ditemukan pada arteri pulmonalis, seperti juga area multifokal nekrosis pada
miokardium ventrikel kiri, serta otot rangka tulang leher, tungkai, dan dinding perut.

5. Diagnosa
Presentasi klinis dan lesi bluetongue sangat khas. Virus bluetongue sering sulit diisolasi
di laboratorium. Tes menggunakan Reverse-Transkriptase, Polimerase Chain Reaction (RT-
PCR) merupakan standar untuk deteksi virus. Teknik diagnosa serologis, terutama
immunoassay enzim kompetitif, berdasarkan deteksi antibodi terhadap antigen.

6. Imunitas, Pencegahan, dan Kontrol


Hewan yang terinfeksi dengan satu serotipe virus bluetongue mengembangkan
kekebalan jangka panjang terhadap infeksi ulang dengan serotipe itu.
Pengendalian infeksi virus bluetongue hampir secara eksklusif melalui vaksinasi.
Vaksin virus bluetongue merupakan vaksin virus yang dimatikan dan dilemahkan. Vaksin-
vaksin ini umumnya memberikan kekebalan protektif yang spesifik dan serotipe spesifik setelah
inokulasi tunggal, dan mereka mencegah gejala klinis.
Virus bluetongue dapat ditranslokasi dalam jarak jauh melalui penularan oleh vektor.
Dengan demikian hewan bebas virus harus dipindahkan dari area terinfeksi ke area yang tidak
terinfeksi.

2.3 African Horse Sickness Virus


Merupakan penyakit yang sangat mematikan, dengan mortalitas hingga 95%. Keledai rentan
terhadap infeksi, tetapi biasanya mengembangkan gejala klinis penyakit yang lebih ringan. Virus
penyakit kuda Afrika pertama kali diidentifikasi di Timur Tengah pada abad ke-14, dan epizootik
telah terjadi di Afrika Selatan secara berkala selama sekitar 300 tahun. Penyakit kuda Afrika belum

9
pernah dikenal di Belahan Bumi Barat, Asia Timur, atau Australasia. Penyakit ini disebabkan oleh
virus dari genus Orbivirus.
1. Gejala Klinis dan Epidemiologi
Tingkat keparahan gejala klinis pada kuda dan keledai yang rentan bervariasi tergantung
virulensi jenis virus tertentu. Ada beberapa bentuk penyakit yang berbeda yakni sebagai
berikut.
a. Bentuk Pulmonary, ditandai oleh gangguan pernapasan yang parah dan progresif serta
kematian. Setelah masa inkubasi 3-5 hari, kuda mengalami demam selama 1-2 hari, laju
respirasi kemudian meningkat dengan cepat. Batuk spasmodik dapat terjadi disertai
dengan keringat yang banyak dan keluarnya cairan berbusa dari lubang hidung. Bentuk
paru ini paling umum pada kuda yang benar-benar rentan terinfeksi virus yang sangat
ganas.
b. Bentuk Cardiac, bisa lebih berlarut-larut dan agak ringan. Demam berlangsung selama
3-6 hari, dan ketika suhu turun, edema khas muncul, melibatkan fossa supraorbital dan
kelopak mata, kadang-kadang disertai pendarahan di konjungtiva. Selanjutnya, edema
meluas ke bibir, lidah, ruang intermandibular, dan daerah laring. Edema subkutan juga
dapat terjadi pada leher menuju dada. Tingkat kematian untuk kasus-kasus seperti itu bisa
mencapai 50%; kematian terjadi dalam 4-8 hari sejak timbulnya demam.
Penyakit dengan keparahan menengah (bentuk campuran) dapat juga terjadi dengan
mortalitas sekitar 70%. Sebagian hewan misalnya zebra, kebal atau resisten terhadap ekspresi
penyakit. Kuda yang kebal sebagian akibat vaksinasi, yang ditandai dengan demam
sementara, peningkatan kecepatan pernapasan, dan tingkat kematian yang sangat rendah.
Epidemiologi penyakit mirip dengan bluetongue. Culicoides imicola dan Culicoides
bolitinos terbukti sebagai vektor virus di Afrika Selatan. Namun, spesies Culicoides dari
wilayah lain di dunia dapat terinfeksi secara eksperimental dengan virus African Horse
Sickness. Infeksi dan penyakit sangat musiman, biasanya terjadi pada akhir musim panas di
pertanian dataran rendah berawa.
Penyakit ini sangat jarang bersifat zoonosis. Hal ini terjadi pada pekerja laboratorium
yang terinfeksi virus selama pembuatan vaksin. Infeksi ini mengembangkan ensefalitis,
chorioretinitis, dan koagulasi intravaskular diseminata.

10
Gambar 2. Edema supraorbital (A) dan Kongesti dan Hemoragi Konjungtiva (B)

2. Patogenesis dan Patologi


Patogenesis African Horse Sickness memiliki banyak kesamaan dengan penyakit
bluetongue. Setelah gigitan serangga yang terinfeksi, virus bereplikasi di kelenjar getah bening
lokal sebelum menyebar ke jaringan dan organ lain. Seperti halnya bluetongue, virus
menyebabkan cedera vaskular.
Pada saat nekropsi, edema paru yang mencolok adalah karakteristik infeksi kuda dengan
virus yang paling ganas. Paru-paru membesar dan berat, dan cairan berbusa mengisi trakea,
bronkus, dan bronkiolus. Eksudat berbusa ini keluar dari lubang hidung. Mungkin juga ada
efusi pleura dan perikardial, bersama dengan perdarahan perikardial. Kelenjar getah bening
toraks bisa mengalami edematosa, dan fundus lambung tersumbat. Cairan kuning seperti agar-
agar terdapat subkutis pada kuda yang terinfeksi virus yang kurang ganas dan memiliki
perjalanan klinis yang lebih lama, terutama di jaringan yang mengelilingi vena jugularis dan
ligamentum nuchae.

3. Diagnosa
Diagnosis klinis bentuk paru dan jantung tidak sulit, karena sifat penyakit yang sangat
khas dan terjadi edema khas pada fossa supraorbital. Demikian pula, edema paru yang parah,
dan efusi perikardial dan pleura ketika dinekropsi menjadi alasan untuk penegakkan diagnosa.
Virus ini dapat diisolasi dalam kultur sel atau dengan inokulasi intraserebral tikus
berusia 2 hingga 6 hari dengan darah atau suspensi limpa dari hewan yang dicurigai terinfeksi

11
African Horse Sickness. Identifikasi virus dilakukan dengan tes netralisasi dan RT-PCR dapat
dolakukan untuk diagnosis infeksi yang cepat.

4. Imunitas, Pencegahan, dan Kontrol


Seperti bluetongue, kuda yang pulih dari infeksi virus, secara alami mengembangkan
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe homolog dan, dalam beberapa kasus, kekebalan
parsial terhadap serotipe heterolog. Seekor anak kuda mendapatkan kekebalan kolostral pasif
dari induk yang berlangsung selama 3-6 bulan.
Vaksin virus yang dilemahkan telah digunakan di Afrika Selatan selama bertahun-tahun.
Beberapa kali vaksinasi mungkin diperlukan untuk mencapai tingkat kekebalan lengkap, dan
peningkatan tahunan dianjurkan. Vaksin virus yang tidak aktif juga telah dikembangkan untuk
beberapa serotipe virus.

12
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Reoviridae adalah virus hewan dengan multi-segmen genom dsRNA. Reovirus memiliki
banyak serotipe dan berjuta-juta strain virus individu dalam masing-masing genus. Genus dalam
reoviridae terdiri atas Orthoreovirus, Oribivirus, Rotavirus, Coltivirus, dan Aquareovirus. Virion
tidak memiliki envelope, berbentuk bulat, berdiameter 55–80 nm. Virion terdiri dari tiga lapisan
kapsid konsentris, semua dengan bentuk icosahedral; kapsid luar berbeda dari segi penampilan
pada berbagai genus. Genom terdiri dari RNA untai ganda, memiliki 10-12 segmen, ukuran total
18-27 kbp. Replikasi berlangsung di sitoplasma sel hospes. Partikel reovirus tidak berenvelop,
berbentuk bola, dan memiliki diameter sekitar 85 nm. Virion terdiri dari kapsid berlapis-lapis
dengan bentuk icosahedral. Morfologi virion pada setiap genus memiliki variasi.
Penyakit Bluetongue, mempunyai nama lain: Ovine Catarrhal Fever (OCF), Penyakit Lidah
Biru, atau di Indonesia dikenal sebagai BT, merupakan penyakit menular pada domba ditandai
dengan stomatitis kataral, rhinitis, enteritis, pincang karena peradangan pada kuku, abortus, kerdil
dan hyperplasia limforetikuler. Penyakit ini disebabkan oleh Orbivirus. Virus ini ditularkan oleh
vektor nyamuk genus Culicoides yang biasa menyerang domba dan sapi.
Merupakan penyakit yang sangat mematikan, dengan mortalitas hingga 95%. Keledai rentan
terhadap infeksi, tetapi biasanya mengembangkan gejala klinis penyakit yang lebih ringan.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Orbivirus.

13
DAFTAR PUSTAKA

2011. Fener’s Veterinary Virology Fourth Edition. Elseiver.

http://www.oie.int/fileadmin/home/eng/animal_health_in_the_world/docs/pdf/disease_cards/blue
tongue.pdf

http://www.oie.int/en/animal-health-in-the-world/animal-diseases/bluetongue/

http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Animal_Health_in_the_World/docs/pdf/Disease_cards/
AFRICAN_HORSE_SICKNESS.pdf

OIE Terestrial Manual 2017. Diakses dari:


http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahm/2.05.01_AHS.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai