FAMILI REOVIRIDAE
OLEH :
KELOMPOK : 8
KUPANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tentang “Famili Reoviridae” untuk memenuhi
tugas dari dosen Mata Kuliah Ilmu Penyakit Viral.
Akhirnya, segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun
tidak mustahil apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan serta
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan
masukan dalam penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut.
1. Mengetahui klasifikasi, properti virion, dan replikasi virus famili Reoviridae?
2. Mengetahui gejala klinis, epidemiologi, patogenesis dan patologi, diagnosis, imunitas,
pengendalian, dan kontrol anggota genus Orbivirus yaitu Bluetongue Virus dan African
Horse Sickness Virus?
1.4 Manfaat
Adapun makalah ini ditulis dengan harapan dapat memberikan manfaat yakni sebagai
berikut.
1. Sebagai bahan informasi baik bagi pembaca maupun penulis tentang bahan kajian yang
sama yakni Famili Reoviridae.
2. Sebagai kontribusi bagi kegiatan pembelajaran mata kuliah Ilmu Penyakit Viral.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Karakteristik Reovirus :
Virion tidak memiliki envelope, berbentuk bulat, berdiameter 55–80 nm.
Virion terdiri dari tiga lapisan kapsid konsentris, semua dengan bentuk icosahedral;
kapsid luar berbeda dari segi penampilan pada berbagai genus.
Genom terdiri dari RNA untai ganda, memiliki 10-12 segmen, ukuran total 18-27 kbp:
genus Orthoreovirus, 10 segmen dengan ukuran 23 kbp; genus Orbivirus, 10 segmen
3
dengan ukuran 18 kbp; genus Rotavirus, 11 segmen dengan ukuran 16–21 kbp; genus
Coltivirus, 12 segmen, 27 kbp; genus Aquareovirus, 11 segmen, 15 kbp.
Replikasi berlangsung di sitoplasma sel hospes.
3. Sifat-sifat virion
Orthoreovirus dan Rotavirus resisten terhadap pelarut lipid dan stabil pada rentang pH
yang luas, tetapi Orbivirus dan Coltivirus memiliki zona stabilitas pH yang lebih sempit (pH
6–8). Enzim proteinolitik meningkatkan infektivitas Orthoreovirus dan Rotavirus misalnya
Chymotrypsin dalam usus halus karena membelah kapsid protein VP4 luar dari rotavirus.
Orbivirus dan Rotavirus sangat stabil. Virus Bluetongue relatif stabil dengan adanya protein.
Demikian juga, Rotavirus grup A stabil selama berbulan-bulan, bahkan ketika dipertahankan
pada suhu kamar, atau selama bertahun-tahun ketika disimpan dalam keadaan beku.
Infektivitas virus tidak aktif oleh fenol, formalin, dan 95% etanol.
Partikel reovirus tidak berenvelop, berbentuk bola, dan memiliki diameter sekitar 85
nm. Virion terdiri dari kapsid berlapis-lapis dengan bentuk icosahedral. Morfologi virion pada
setiap genus memiliki variasi.
4
Genus Orthoreovirus memiliki kapsid terluar membentuk icosahedron yang hampir
bulat. Genus Aquareovirus dengan virion mirip dengan Orthoreovirus, meskipun genom
terdiri dari 11 atau 12 segmen. Genus Orbivirus memiliki kapsid luar terdiri dari lapisan difus
yang dibentuk oleh dua protein, VP2 dan VP5. Genus Rotavirus memiliki kapsid terluar
membentuk icosahedron yang hampir bulat terdiri dari glikoprotein VP7. Genus Coltivirus
dan Seadornavirus memiliki virion dari virus-virus ini berbentuk bola, dengan lapisan kapsid
yang berlapis-lapis dan konsentris. Partikel-partikel Coltivirus memiliki permukaan yang
relatif halus, sedangkan partikel-partikel Seadornavirus memiliki struktur kapsomer yang
berkembang dengan baik. Partikel inti berlapis ganda mencakup 12 segmen genom virus.
4. Replikasi virus
Protein 1 Orthoreovirus memediasi perlekatan pada sel target. Virion atau partikel
subviral infeksius memasuki sel yang rentan oleh endositosis yang dimediasi reseptor. Setelah
diinternalisasi ke dalam sitoplasma sel yang terinfeksi, virion terdegradasi masuk ke nukleus,
kemudian RNA polimerase (transcriptase) memanfaatkan untaian negatif dari masing-masing
segmen dsRNA sebagai templat untuk membentuk mRNA. Lalu mRNA ini diterjemahkan
untuk menghasilkan protein struktural virus yang secara mandiri membentuk virion.
5
2.2 Penyakit Bluetongue
Penyakit Bluetongue, mempunyai nama lain: Ovine Catarrhal Fever (OCF), Penyakit Lidah
Biru, atau di Indonesia dikenal sebagai BT, merupakan penyakit menular pada domba ditandai
dengan stomatitis kataral, rhinitis, enteritis, pincang karena peradangan pada kuku, abortus, kerdil
dan hyperplasia limforetikuler. Penyakit ini disebabkan oleh Orbivirus dari famili Reoviridae
dengan materi genetik tersusun atas 10 segmen asam nukleat (ds-RNA) dan bentuknya ikosahedral
simetri. Virus ini ditularkan oleh vektor nyamuk genus Culicoides yang biasa menyerang domba
dan sapi.
Virus BT dapat menginfeksi berbagai spesies hewan seperti sapi, kerbau, kambing, domba,
unta, dan ruminansia liar, termasuk rusa, antelop dan rodensia. Namun demikian penyakit BT lebih
sering ditemukan pada ternak domba dengan menimbulkan gejala klinis, sehingga menyebabkan
kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak. Pada domba, sensitivitas sangat bergantung pada
jenis (breed) dan tipe virus BT yang menginfeksi. Domba lokal Indonesia kurang peka terhadap
infeksi BT.
1. Etiologi
Bluetongue merupakan hasil dari infeksi oleh virus bluetongue, anggota dari genus
Orbivirus dan Famili Reoviridae. Setidaknya 26 serotipe telah diidentifikasi di seluruh dunia.
Beberapa virus bluetongue memiliki nama tambahan (misalnya, Toggenburg Orbivirus untuk
strain prototipe dari serotipe 25). Isolat berbeda dalam virulensi, dan beberapa strain
tampaknya menyebabkan beberapa tanda klinis. Seperti beberapa virus lain misalnya virus
influenza, virus bluetongue dapat mengalami reassortment dan bergabung kembali untuk
menghasilkan varian baru.
Virus Bluetongue berhubungan erat dengan virus dalam penyakit hemoragik epizootic
(EHD) serogrup, faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dan/atau pemilihan
beberapa tes diagnostik.
6
Gambar 2. Orbivirus penyebab penyakit BT dan gambaran 3D virus Bluetongue
2. Gejala Klinis
Pada domba, ditandai dengan demam yang dapat berlangsung beberapa hari sebelum
timbulnya hiperemia pada selaput lendir rongga mulut, air liur berlebih, dan buih di mulut;
keluarnya cairan hidung, awalnya serosa tetapi kemudian mukopurulen. Dalam kasus yang
parah, lidah dapat menjadi sianosis melalui gangguan pembuluh darah, sehingga disebut
"bluetongue." Domba yang terkena mungkin mati, biasanya dengan meningkatnya tekanan
pernapasan akibat edema paru dan kadang-kadang bronkopneumonia akut. Hewan yang
terkena biasanya menjadi telentang dan enggan bergerak. Demikian pula, ulserasi rongga
mulut yang menyakitkan membuat domba yang terkena enggan makan.
Gambar 1. Sianosis, nekrosis dan ulserasi luas dan fokal pada mukosa lidah domba (A); Hemoragi,
ulserasi dan nekrosis akut pada rongga mulut domba (B).
7
Hiperemia kulit dapat terjadi, yang mengarah pada "kerusakan wol" beberapa minggu
kemudian pada hewan yang selamat dari infeksi akut. Infeksi virus bluetongue pada sapi,
kambing, dan sebagian besar spesies ruminansia liar biasanya subklinis atau tanpa gejala.
Namun, penyakit yang mirip dengan domba kadang-kadang terjadi pada sapi dan unta yang
terinfeksi virus bluetongue. Ekspresi penyakit pada sapi tampaknya akibat dari infeksi dengan
strain virus tertentu, terutama jenis serotipe 8 virus bluetongue yang sangat patogen untuk sapi
dan ungulata lainnya.
3. Epidemiologi
Distribusi Geografis Bluetongue tersebar luas di dunia. Afrika dilaporkan telah
ditemukan lebih dari 100 tahun lalu, kemudian terjadi pula di Siprus, Yunani, Israel, Portugal,
Spanyol, Turki, Lebanon, Oman, yaman, Syria, Saudi Arabia, Mesir, Pakistan, India,
Bangladesh, Jepang, Amerika Serikat, Amerika Latin, Kanada, Australia, New Zealand,
Papua New Guinea, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia ditemukan pada beberapa
propinsi, diantaranya Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, Bali, NTB, NTT, dan
Timor Leste. Bluetongue menyerang domba, kambing, sapi, kerbau, dan ruminansia lain
seperti rusa. Domba merupakan hewan paling peka terutama yang berumur 1 tahun,
sedangkan anak domba yang masih menyusui relative tahan karena telah memperoleh
kekebalan pasif dari induk (antibodi maternal) dan antibodi ini biasanya bertahan sampai 2
bulan. Ras domba Inggris dan Merino lebih peka dibandingkan dengan domba Afrika.
4. Patogenesis
Setelah inokulasi subkutan, virus bluetongue pertama kali bereplikasi di kelenjar getah
bening regional, kemudian menyebar ke organ lain, termasuk paru-paru, kelenjar getah bening,
dan limpa, di mana replikasi virus terutama terjadi di sel hemopioetik, makrofag, sel dendritik,
dan endotelium vaskular. Ikatan antara virus bluetongue dengan sel darah merah memfasilitasi
viremia. Viremia biasanya terjadi pada stadium awal penyakit. Domba dewasa kadang-kadang
menderita viremia paling lama 14-28 hari, dan pada sapi virus dapat bertahan selama 10
minggu. Infeksi virus Bluetongue menyebabkan cedera vaskular. Cedera vaskular yang
menyebabkan trombosis dan infark jaringan. Cedera vaskular yang luas menyebabkan
koagulasi intravaskular dan perdarahan luas, dan edema paru.
8
Domba dengan bluetongue biasanya memiliki ulserasi dan perdarahan yang luas di
lapisan mukosa rongga mulut, kerongkongan, dan perut. Perdarahan juga bisa terjadi pada
mukosa usus. Paru-paru dan saluran udara dipenuhi dengan cairan berbusa. Dapat terjadi efusi
perikardial dan pleura yang luas. Cairan edema biasanya terdapat di jaringan subkutan kepala
dan leher, dan dalam otot leher serta dinding perut. Perdarahan subintimal dan adventitial
secara khas ditemukan pada arteri pulmonalis, seperti juga area multifokal nekrosis pada
miokardium ventrikel kiri, serta otot rangka tulang leher, tungkai, dan dinding perut.
5. Diagnosa
Presentasi klinis dan lesi bluetongue sangat khas. Virus bluetongue sering sulit diisolasi
di laboratorium. Tes menggunakan Reverse-Transkriptase, Polimerase Chain Reaction (RT-
PCR) merupakan standar untuk deteksi virus. Teknik diagnosa serologis, terutama
immunoassay enzim kompetitif, berdasarkan deteksi antibodi terhadap antigen.
9
pernah dikenal di Belahan Bumi Barat, Asia Timur, atau Australasia. Penyakit ini disebabkan oleh
virus dari genus Orbivirus.
1. Gejala Klinis dan Epidemiologi
Tingkat keparahan gejala klinis pada kuda dan keledai yang rentan bervariasi tergantung
virulensi jenis virus tertentu. Ada beberapa bentuk penyakit yang berbeda yakni sebagai
berikut.
a. Bentuk Pulmonary, ditandai oleh gangguan pernapasan yang parah dan progresif serta
kematian. Setelah masa inkubasi 3-5 hari, kuda mengalami demam selama 1-2 hari, laju
respirasi kemudian meningkat dengan cepat. Batuk spasmodik dapat terjadi disertai
dengan keringat yang banyak dan keluarnya cairan berbusa dari lubang hidung. Bentuk
paru ini paling umum pada kuda yang benar-benar rentan terinfeksi virus yang sangat
ganas.
b. Bentuk Cardiac, bisa lebih berlarut-larut dan agak ringan. Demam berlangsung selama
3-6 hari, dan ketika suhu turun, edema khas muncul, melibatkan fossa supraorbital dan
kelopak mata, kadang-kadang disertai pendarahan di konjungtiva. Selanjutnya, edema
meluas ke bibir, lidah, ruang intermandibular, dan daerah laring. Edema subkutan juga
dapat terjadi pada leher menuju dada. Tingkat kematian untuk kasus-kasus seperti itu bisa
mencapai 50%; kematian terjadi dalam 4-8 hari sejak timbulnya demam.
Penyakit dengan keparahan menengah (bentuk campuran) dapat juga terjadi dengan
mortalitas sekitar 70%. Sebagian hewan misalnya zebra, kebal atau resisten terhadap ekspresi
penyakit. Kuda yang kebal sebagian akibat vaksinasi, yang ditandai dengan demam
sementara, peningkatan kecepatan pernapasan, dan tingkat kematian yang sangat rendah.
Epidemiologi penyakit mirip dengan bluetongue. Culicoides imicola dan Culicoides
bolitinos terbukti sebagai vektor virus di Afrika Selatan. Namun, spesies Culicoides dari
wilayah lain di dunia dapat terinfeksi secara eksperimental dengan virus African Horse
Sickness. Infeksi dan penyakit sangat musiman, biasanya terjadi pada akhir musim panas di
pertanian dataran rendah berawa.
Penyakit ini sangat jarang bersifat zoonosis. Hal ini terjadi pada pekerja laboratorium
yang terinfeksi virus selama pembuatan vaksin. Infeksi ini mengembangkan ensefalitis,
chorioretinitis, dan koagulasi intravaskular diseminata.
10
Gambar 2. Edema supraorbital (A) dan Kongesti dan Hemoragi Konjungtiva (B)
3. Diagnosa
Diagnosis klinis bentuk paru dan jantung tidak sulit, karena sifat penyakit yang sangat
khas dan terjadi edema khas pada fossa supraorbital. Demikian pula, edema paru yang parah,
dan efusi perikardial dan pleura ketika dinekropsi menjadi alasan untuk penegakkan diagnosa.
Virus ini dapat diisolasi dalam kultur sel atau dengan inokulasi intraserebral tikus
berusia 2 hingga 6 hari dengan darah atau suspensi limpa dari hewan yang dicurigai terinfeksi
11
African Horse Sickness. Identifikasi virus dilakukan dengan tes netralisasi dan RT-PCR dapat
dolakukan untuk diagnosis infeksi yang cepat.
12
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Reoviridae adalah virus hewan dengan multi-segmen genom dsRNA. Reovirus memiliki
banyak serotipe dan berjuta-juta strain virus individu dalam masing-masing genus. Genus dalam
reoviridae terdiri atas Orthoreovirus, Oribivirus, Rotavirus, Coltivirus, dan Aquareovirus. Virion
tidak memiliki envelope, berbentuk bulat, berdiameter 55–80 nm. Virion terdiri dari tiga lapisan
kapsid konsentris, semua dengan bentuk icosahedral; kapsid luar berbeda dari segi penampilan
pada berbagai genus. Genom terdiri dari RNA untai ganda, memiliki 10-12 segmen, ukuran total
18-27 kbp. Replikasi berlangsung di sitoplasma sel hospes. Partikel reovirus tidak berenvelop,
berbentuk bola, dan memiliki diameter sekitar 85 nm. Virion terdiri dari kapsid berlapis-lapis
dengan bentuk icosahedral. Morfologi virion pada setiap genus memiliki variasi.
Penyakit Bluetongue, mempunyai nama lain: Ovine Catarrhal Fever (OCF), Penyakit Lidah
Biru, atau di Indonesia dikenal sebagai BT, merupakan penyakit menular pada domba ditandai
dengan stomatitis kataral, rhinitis, enteritis, pincang karena peradangan pada kuku, abortus, kerdil
dan hyperplasia limforetikuler. Penyakit ini disebabkan oleh Orbivirus. Virus ini ditularkan oleh
vektor nyamuk genus Culicoides yang biasa menyerang domba dan sapi.
Merupakan penyakit yang sangat mematikan, dengan mortalitas hingga 95%. Keledai rentan
terhadap infeksi, tetapi biasanya mengembangkan gejala klinis penyakit yang lebih ringan.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Orbivirus.
13
DAFTAR PUSTAKA
http://www.oie.int/fileadmin/home/eng/animal_health_in_the_world/docs/pdf/disease_cards/blue
tongue.pdf
http://www.oie.int/en/animal-health-in-the-world/animal-diseases/bluetongue/
http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Animal_Health_in_the_World/docs/pdf/Disease_cards/
AFRICAN_HORSE_SICKNESS.pdf
14