Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Penyakit Tropis Berbasis Virus (RABIES)


“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Penaykit Tropis”

Disusun oleh :
Kekompok 7
1. Rafida Alma Putri Mewar P 101 17 248
2. Ardini P 101 19 056
3. ST. Aisyah S P 101 19 092
4. Marsela Triharyani Rande P 101 19 223
5. Sri Handayani Paputungan P 101 19 253

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT. yang telah


melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah ini yang merupakan syarat yang wajib dipenuhi tugas mata kuliah
Penyakit Tropis

Sholawat dan salam samoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita


nabi Muhammad SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan
ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita baik di dunia maupun
di akhirat kelak.

Suatu kebahagiaan tersendiri, jika tugas dapat terselesaikan dengan sebaik-


baiknya.Bagi penulis, penyusunan karya tulis ini merupakan tugas yang tidak
ringan. Penulis sadar banyak hambatan yang menghadang dalam proses
penyusunannya, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Kalaupun
pada akhirnya karya ini dapat terselesaikan tentulah karena beberapa pihak yang
telah membantu dalam penulisan laporan ini.

Tidak lupa saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari
pembaca demi kesempurnaan laporan penelitian ini.Akhirnya penulis berharap
semoga tugas karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.Amin.

Palu, 6 November 2021

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA
SAMPUL
KATA PENGANTAR...........................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Rabies..........................................................................3
B. Etiologi Rabies..........................................................................3
C. Patogenesis Rabies....................................................................3
D. Tanda Dan Gejala Rabies..........................................................4
E. Pengobatan Rabies....................................................................6
F. Pencegahan Rabies....................................................................6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................8
B. Saran..........................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rabies merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus
rabies dari genus Lyssavirus dalam keluarga Rhabdoviridae. Virus rabies
menyerang sistem saraf mamalia. 1 Hal ini terutama ditularkan dari air liur
hewan penderita rabies ketika menggigit atau gigitan yang hanya menggores
kulit seseorang. Menjilat luka atau menyentuh atau merusak kulit, atau pada
lapisan mulut dan hidung dapat menjadi cara penularan virus ini. 2,3 Rabies
merupakan salah satu penyakit zoonosis yang menjadi prioritas di Indonesia.
Laporan kasus kematian yang disebabkan oleh rabies di Indonesia setiap
tahunnya rata – rata sebesar 150 – 300 kematian manusia akibat rabies,
sehingga rabies menjadi salah satu masalah prioritas secara nasional.4 Kasus
rabies di Indonesia pertama kali terjadi di Provinsi Jawa Barat pada tahun 1884
yang dilaporkan oleh Esser dan kasus kedua dilaporkan oleh Pening tahun
1889 yang juga terjadi di Provinsi Jawa Barat.5 Penyebaran kasus rabies di
Indonesia hingga saat ini sudah tersebar di 26 Provinsi di Indonesia salah
satunya adalah Provinsi Kalimantan Barat.
Rabies adalah salah satu penyakit yang memiliki dampak besar pada
masyarakat kurang mampu yang hidup di daerah pedesaan. Dampak yang
ditimbulkan oleh penyakit rabies tidak hanya berdampak terhadap kesehatan
masyarakat tetapi juga berdampak secara ekonomi, sehingga penyakit ini tidak
boleh diabaikan baik dari sisi pencegahan ataupun pengobatannya. Kurangnya
data yang reliabel tentang beban penyakit rabies dan faktor risiko penyakit
rabies merupakan tantangan yang peling besar untuk perumusan kebijakan dan
strategi untuk mengendalikan penyakit rabies yang masih dianggap kurang
dalam tindakan pendalian dan pencegahan penyakitnya. Banyak faktor yang
menyebabkan penyakit rabies bertahan di suatu daerah salah satunya adalah
tidak terkendalinya populasi hewan penularan rabies dan kurangnya vaksin
terhadap hewan penular rabies. Pengungkapan faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit rabies sangat penting karena dapat membantu dalam

1
pengendalian penyakit rabies yang sangat mematikan dan merugikan secara
ekonomi.
Sumber infeksi penyakit rabies lebih dari 99% disebabkan oleh gigitan
anjing yang tertular rabies.4 Hampir setengah dari kasus penyakit rabies terjadi
pada anak – anak di bawah usia 15 tahun.7 Masa inkubasi rabies pada manusia
sangat bervariasi umumnya sekitar 14 – 90 hari. Masa inkubasi kasus rabies
75% adalah antara 20 dan 90 hari. Variasi inkubasi rabies pada manusia
dipengaruhi oleh lokasi luka gigitan, kedalaman luka gigitan, jarak lokasi
gigitan dengan sistem saraf pusat dan strain virus.7,8 Masa inkubasi pada anak
– anak cenderung lebih pendek jika dibandingkan dengan orang dewasa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari penyakit rabies?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit rabies?
3. Bagaimana pathogenesis dari penyakit rabies?
4. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit rabies?
5. Pengobatan apa yang dapat dilakukan untuk penyakit rabies?
6. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
rabies?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit rabies.
2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari penyakit rabies.
3. Untuk mengetahui Bagaimana pathogenesis dari penyakit rabies.
4. Untuk mengetahui Apa saja tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit
rabies.
5. Untuk mengetahui Pengobatan apa yang dapat dilakukan untuk penyakit
rabies.
6. Untuk mengetahui apa saja pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya rabies.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Rabies
Rabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat menyerang semua
hewan berdarah panas dan manusia.Virus rabies ditransmisikan melalui air liur
hewan terinfeksi rabies dan umumnya masuk ke tubuh melalui infiltrasi air liur
yang mengandung virus dari hewan rabies ke dalam luka (misalnya goresan),
atau dengan paparan langsung permukaan mukosa air liur dari hewan yang
terinfeksi (misalnya gigitan).Virus rabies tidak bisa menyusup/melewati kulit
dalam kondisi utuh (tanpa luka).Begitu sampai ke otak, virus rabies dapat
bereplikasi lebih lanjut, sehingga menghasilkan tanda klinis pada pasien.
Menurut WHO, anjing domestik merupakan reservoir yang paling umum dari
virus rabies, dengan lebih dari 95% kematian manusia yang disebabkan oleh
anjing yang memiliki virus rabies (Fenner et al, 1995).

B. Etiologi Rabies
Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari famili
Rhabdoviridae, genus Lyssavirus, bentuk virus rabies menyerupai peluru,
tersusun atas RNA, protein, lemak, karbohidrat. Virus rabies berukuran 180
nm, diameter 75 nm, pada permukannya terlihat bentuk-bentuk paku (spikes)
yang panjangnya sekitar 9 nm (Consales dan Bolzan, 2007).
Virus rabies dapat menginfeksi hewan berdarah panas, misalnya:
anjing dan bahkan manusia dan dapat menyebabkan kerusakan pada sistem
saraf pusat. Hewan berdarah panas yang dapat tertular dan menularkan rabies
adalah anjing, kucing, monyet, kelelawar penghisap darah, rakun, bahkan sapi
(Consales dan Bolzan, 2007).

C. Patogenesis Rabies
Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia terinfeksi melalui
jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera,

3
musang, serigala, raccoon, kelelawar. Virus masuk melalui kulit yang terluka
atau melalui mukosa utuh seperti konjungtiva mata, mulut, anus, genitalia
eksterna, atau transplantasi kornea. Infeksi melalui inhalasi virus sangat jarang
ditemukan. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2
minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian
bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan
perubahanperubahan fungsinya (Tanzil, 2014).
Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai dari 7 hari sampai
lebih dari 1 tahun, rata-rata 1-2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk,
berat dan luasnya kerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi
gigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka E-Journal WIDYA
Kesehatan Dan Lingkungan 62 Volume 1 Nomor 1 Mei 2014 Kunadi Tanzil,
61 - 67 gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di kepala, muka dan
leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jari tangan 40 hari, gigitan di tungkai,
kaki, jari kaki 60 hari, gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain
menyatakan bahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari jarak saraf yang
ditempuh , melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada tiap bagian
tubuh, contohnya gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai masa
inkubasi yang lebih cepat (Tanzil, 2014).
Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah,
menengah pada gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan
ditungkai dan kaki. (Jackson,2003. WHO,2010). Sesampainya di otak virus
kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron,
terutama predileksi terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang
otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian
ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf
otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan
didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan, seperti kelenjar ludah,
ginjal, dan sebagainya.

D. Tanda dan Gejala Rabies

4
Gejala awal atau tanda-tanda biasanya non spesifik berlangsung 1-4
hari dan ditandai dengan demam, sakit kepala, malaise, mialgia, gejala
gangguan saluran pernafasan, dan gejala gastrointestinal. Gejala awal yang
sugestif rabies adalah keluhan parestesia, nyeri, gatal, dan atau fasikulasi di
sekitar tempat inokulasi virus yang kemudian akan meluas ke ekstremitas yang
terkena tersebut.
Setelah timbul gejala prodromal, gambaran klinis rabies akan
berkembang menjadi salah satunya, yaitu ensefalitik (furious) atau paralitik
(dumb). Bentuk ensefalitik ditandai aktivitas motorik berlebih, eksitasi, agitasi,
bingung, halusinasi, spasme muskular, meningismus, postur epistotonik, kejang
dan dapat timbul paralisis fokal.
Gejala kemudian berkembang berupa manifestasi disfungsi batang otak.
Keterlibatan saraf kranial menyebabkan diplopia, kelumpuhan saraf fasial,
neuritis optik, dan kesulitan menelan yang khas. Kombinasi salivasi berlebihan
dan kesulitan dalam menelan menyebabkan gambaran klasik, yaitu mulut
berbusa. Disfungsi batang otak yang muncul pada awal penyakit membedakan
rabies dari ensefalitis virus lainnya.
Kelemahan lebih berat pada ekstremitas tempat masuknya virus.
Gejalanya (sakit kepala, kaku kuduk) dapat menonjol walaupun kesadaran
normal. Pada kedua bentuk, pasien akhirnya akan berkembang menjadi
paralisis komplit, kemudian menjadi koma, dan akhirnya meninggal yang
umumnya karena kegagalan pernafasan. Tanpa terapi intensif, umumnya
kematian akan terjadi dalam 7 hari setelah onset penyakit. (Jackson,
2008.WHO, 2010).
Rabies dapat berkembang menjadi rabies yang ganas atau rabies yang
tenang. Kematiannya umumnya disebabkan kelumpuhan pernafasan dan akan
timbul dalam waktu 7- 10 hari setelah gejala prodromal. Pada rabies yang
tenang, anjing tampak senang bersembunyi di tempat yang gelap dan dingin,
serta tampak letargi. Dapat ditemukan kelumpuhan otot tenggorokan yang
tampak dari banyaknya air liur yang keluar karena sulit menelan. Bisa juga
ditemukan kejang-kejang singkat. Pada rabies yang ganas, terdapat perubahan

5
sifat dan perilaku hewan. Hewan yang awalnya jinak menjadi ganas, tidak
menuruti perintah pemiliknya lagi, dapat menyerang manusia terutama adanya
rangsang cahaya dan suara, suka menggigit apa saja yang dijumpai. Suara akan
menjadi parau, mudah terkejut, gugup, air liur banyak keluar, ekor
dilengkungkan ke bawah perut di antara kedua paha. Anjing kejangkejang,
kemudian menjadi lumpuh, dan akhirnya mati. (Jackson,2008).

E. Pengobatan Rabies
Pengobatan rabies secara medis, sampai saat ini belum ada metode yang
secara pasti dapat mengatasi rabies yang telah menimbulkan gejala. Namun,
penanganan rabies sudah dilakukan sejak pasien tergigit hewan penular yang
diduga membawa virus rabies dan belum ada gejala yang muncul. Penanganan
yang dilakukan dapat berupa pemberian imunogulobin (serum) atau vaksin anti
rabies. Pemberian serum atau vaksin bertujuan untuk membantu tubuh dalam
melawan virus penyebab infeksi pada otak dan sistem saraf (Dilago & Utara,
2019).

F. Pencegahan Rabies
Penyakit rabies dapat dicegah dengan memberikan vaksin pada binatang
yang berpotensi sebagai penyebar virus rabies. (Tanzil, 2017). Pencegahan,
dalam melakukan upaya pencegahan, menurut Andini, (2019), masyarakat
dapat menerapkan beberapa langkah sederhana berikut ini:
1. Melakukan vaksin hewan peliharaan
2. Jangan biarkan hewan peliharaan berkeliaran di luar sendirian
3. Jangan memelihara hewan liar sembarangan
4. Hindari kontak langsung dengan satwa liar
Ada dua jenis vaksin rabies, yaitu Profilaksis Pra-Pajanan (PrPP), yaitu
vaksinasi pencegahan sebelum paparan virus rabies, dan Profilaksis Pasca
Pajanan (PEP), yaitu vaksinasi untuk menghentikan timbulnya rabies setelah
terpapar virus. PrPP adalah serangkaian vaksinasi pencegahan rabies yang
biasanya diberikan kepada orang yang dianggap berisiko tinggi terpapar,

6
misalnya petugas pengawas hewan, dokter hewan, atau orang yang tinggal atau
bepergian ke daerah endemis rabies. PEP adalah suatu program vaksinasi yang
melindungi terhadap rabies, setelah terkena gigitan binatang. PEP terdiri dari
suntikan imunoglobulin atau antibodi terhadap virus rabies ke dalam luka, dan
serangkaian vaksinasi rabies lanjutan. Jumlah, dosis, dan jadwal vaksin
mungkin berbeda-beda. Pada orang yang telah menerima PEP, masih perlu
hanya dua dosis tambahan vaksin, yaitu pada hari ke 0 dan 3 setelah paparan,
dengan tidak perlu suntikan immunoglobulin. Efek samping vaksinasi rabies
serius sangat jarang terjadi dan risiko kematian akibat rabies, jauh lebih tinggi
dibandingkan masalah efek samping vaksinasi.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rabies merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus rabies
dari genus Lyssavirus dalam keluarga Rhabdoviridae. Virus rabies menyerang
sistem saraf mamalia. Hal ini terutama ditularkan dari air liur hewan penderita
rabies ketika menggigit atau gigitan yang hanya menggores kulit seseorang.
Sumber infeksi penyakit rabies lebih dari 99% disebabkan oleh gigitan anjing
yang tertular rabies. Banyak faktor yang menyebabkan penyakit rabies
bertahan di suatu daerah salah satunya adalah tidak terkendalinya populasi
hewan penularan rabies dan kurangnya vaksin terhadap hewan penular rabies.
Pengungkapan faktor-faktor yang menyebabkan penyakit rabies sangat penting
karena dapat membantu dalam pengendalian penyakit rabies yang sangat
mematikan dan merugikan secara ekonomi.

B. Saran
Penyakit menular yang dapat dicegah dengan memberikan vaksin rabies
pada hewan peliharaan anda setiap 1 tahun sekali, segera melapor ke
puskesmas / rumah sakit terdekat bila digigit oleh hewan tersangka rabies
untuk mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR). Bagi penderita, diharapkan
dapat membuka diri untuk mengungapkan isi hatinya terkait dengan
permasalahan kesehatan yang mereka rasakan pada orang terdekat.

8
DAFTAR PUSTAKA

Bolzan VL and Consales CA, 2007. Rabies Review: imunopathology, Clinical


Aspect and Treatment. Journal Venom andToxin, Tropical diseases
Baratawidjaja, K.G. 2004. Imunologi Dasar. Sistem Imun. Ed 6. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hal 27-3.
Dilago, Z., & Utara, H. (2019). Penyuluhan dan Pelaksanaan Vaksinasi Rabies di
Desa Tagalaya Kecamatan Tobelo dan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Perkembangan data Dinas Pertanian. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1),
93–100.
Fenner, F.J, E.P.J. Gibbs, F.A. Murphy, R. Rott, M.J. Studdert and D.O. White, 1995.
Virologi Veteriner. Penerbit IKIP Semarang Press. 1st Ed. Hal 526.

Riky Hamdani. 2020. Epidemiologi Penyakit Rabies di Provinsi Kalimantan


Barat. hal. 7-14. Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Nugraha EY, Batan IW, Kardena IM. Sistem Pemeliharaan Anjing dan Tingkat
Pemahaman Masyarakat terhadap Penyakit Rabies di Kabupaten Bangli ,
Bali. 2017;18(36):274–82.
Tanzil, K. (2014). Penyakit rabies dan penatalaksanaannya. E-journal WIDYA
Kesehatan dan Lingkungan, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai