Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TREN DAN ISSU DALAM KEPERAWATAN

“ASUHAN KEPERAWATAN TERHADAP KLIEN PENGIDAP VIRUS RABIES”

DOSEN MATA KULIAH :

Jon W Tangka, M.Kep.Ns,Sp.KMB

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

1. Yoel Katang
2. Aprillia Nontah
3. Asri Abusalam
4. Ayu Bahuwa
5. Ayu cahyani
6. Intan Umar
7. Eunike manongko
8. Dita Seran
9. Finka Nusi
10. Ignasius Dae

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

D-III KEPERAWATAN

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
daninayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tren dan issu dalam
keperawatan tentang “asuhan keperawatan terhadap pasien virus rabies”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas
dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya Bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari Pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah tren dan issu dalam keperawatan tentang “asuhan keperawatan terhadap pasien
virus rabies” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Manado, 21 agustus 2020


DAFTAR ISI

Kata pengantar.......................................................................................................................

Daftar isi................................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang..............................................................................................................................

B. Rumusan masalah........................................................................................................................

C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................................

D. Manfaat penulisan.......................................................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN

A. Konsep virus rabies..............................................................................................................

1. Definisi/Pengertian...........................................................................................................

2. Sejarah penyakit................................................................................................................

3. Tanda dan Gejala...............................................................................................................

4. Etiologi..........................................................................................................................................

5. Patofisiologi........................................................................................................................

6. Penatalaksanaan.................................................................................................................

B. Konsep askep rabies.....................................................................................................

1. Pengkajian............................................................................................................................

2. Analisa Data....................................................................................................................................

3. Diagnosa Keperawatan...................................................................................................................

4. Intervensi keperawatan.......................................................................................................

5. Implementasi dan evaluasi..................................................................................................


BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................................

B. Saran........................................................................................................................................

Daftar pustaka.............................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapatmenyerang
semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandaidengan disfungsi
hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengankematian. Rabies merupakan
salah satu penyakit menular tertua yang dikenal diIndonesia. Virus rabies termasuk dalam
genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae.Genus Lyssavirus sendiri terdiri dari 80 jenis virus
dan virus rabies merupakan prototipedari genus ini. Sejarah penemuan rabies bermula 2000
tahun SM ketika Aristotelesmenemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada
anjing yang lain melaluigigitan. Ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh
seekor anjing rabiespada tahun 1885, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari
medulla spinalisanjing tersebut, menjadikannya orang pertama yang mendapatkan
imunitas, karenaanak tersebut tidak menderita rabies.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan padapasien dengan
rabies?

C. Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatanpada pasien
dengan penyakit rabies.

D. Manfaat

Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dankonsep
dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan rabies
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT RABIES

1. Definisi/Pengertian

Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan suatupenyakit infeksi
akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virusrabies dan ditularkan
dari gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan denganvirus rabies ini adalah hewan
berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapatpada bangsa kucing, anjing, kelelawar,
kera dan karnivora liar lainnya.Pada hewan yang menderita rabies, virus ditemukan dengan
jumlah yang banyakpada air liurnya. Virus ini ditularkan ke hewan lain atau ke manusia
terutama melaluiluka gigitan. Oleh karena itu bangsa karnivora adalah hewan yang paling
utama sebagaipenyebar rabies.Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat
berbahaya danditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selau
berakhir dengan kematian.

2. Sejarah penyakit

Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan penyakit ini dinilai sangat penting
sehingga salah satu prasasti yang dibuat pada zaman kekuasaan Raja Hammurabi (2300 SM)
mencatat bahwa: “bila seekor anjing ditemukan gila dan pihak penguasa telah
menyampaikan kepada pemilik anjing, namun pemilik anjing tidak menjaganya dengan baik
sehingga anjing tersebut menggigit orang dan menyebabkan kematian maka pemilik harus
membayar 2/3 dari satu mine (40 shekel) perak. Apabila anjing tersebut menggigit budak
dan menimbulkan kematian maka pemilik harus membayar 15 shekel perak”. Penyakit
rabies telah tersebar di seluruh dunia kecuali Australia, Inggris dan Selandia Baru. Menurut
World Health Organization (WHO), rabies menduduki peringkat kedua belas sebagai
penyakit yang paling mematikan di dunia. Penyakit rabies diperkirakan menyebabkan
35.000 – 40.000 kematian per tahun.

Rabies di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Schoorl di Jakarta pada tahun 1884
pada seekor kuda, kemudian Esser pada tahun 1889 juga menemukan rabies pada seekor
kerbau di Bekasi. Rabies di Indonesia menjadi populer di beberapa daerah setelah
ditemukan rabies pada seekor anjing pada tahun 1990 di Penning. Sedangkan rabies pada
manusia di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh de Haan pada tahun 1894 pada seorang
anak di Cirebon. Secara kronologis tahun kejadian penyakit rabies mulai di Jawa Barat
(1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956),
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), DI Aceh (1970), Jambi
dan DI Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan
Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan (1983) dan pulau
Flores (1997). Pada akhir tahun 1997, wabah rabies muncul di Kabupaten Flores Timur Nusa
Tenggara Timur (NTT) sebagai akibat pemasukan secara ilegal anjing dari pulau Buton
Sulawesi Tenggara yang merupakan daerah endemik rabies.

Sampai saat ini daerah tertular rabies terdapat di 24 provinsi dari 33 provinsi di
Indonesia dan hanya provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta,
Jawa Tengah, NTB, Papua dan Irian Jaya Barat yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas
rabies. Provinsi Banten dinyatakan daerah baru tertular Rabies, setelah terjadi kasus luar
biasa (KLB) di Kabupaten Lebak pada tahun 2008. Provinsi Bali merupakan daerah yang
sebelumnya tidak pernah terjadi kasus rabies yang secara historis dinyatakan bebas Rabies,
tetapi pada bulan September tahun 2008 terjadi KLB rabies di Kabupaten Badung.

3. Tanda dan Gejala


a.    Pada Manusia

Gejala klinis penyakit rabies pada manusia dibagi menjadi empat stadium:

1). Stadium Prodromal

Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan
gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi
tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari. Ini berlangsung selama 1-10 hari
kemudian penyakit berlanjut sebagai gejala neurologik akut (Paul, 2006:1715)

2).  Stadium Sensoris

Gejala yang sering muncul adalah eksitabilitas dan aerophobia. Penderita merasa nyeri, rasa panas
disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang
berlebihan terhadap ransangan sensoris. (Lyssa, 2008:427)

3). Stadium Eksitasi 

Tonus otot akan beraktivitas menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan
berlebihan, kejang otot menelan menjurus kepada perasaan takut terhadap air, rasa haus, ketakutan
terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum
kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidakberaturan.
Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi agresif, halusinasi, dan selalu
ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang. (Lyssa, 2008:427)

4). Stadium Paralis/Koma

Sebagian besar  penderita  rabies meninggal dalam  stadium  eksitasi. Kadang-kadang


ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang  bersifat 
progresif.  Hal  ini  karena  gangguan  sumsum  tulang  belakang  yang memperlihatkan gejala paresis
otot-otot pernafasan. (Paul, 2006 : 1715)

b.   Pada Hewan

Gejala klinis dari penyakit rabies pada hewan dibagi menjadi tiga stadium :

1)   Stadium Prodromal

Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara 2-3 hari.
Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan mulai
mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea berkurang, pupil melebar dan
hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat
berontak bila ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu
badan.  (James chin, 2000: 428)

2)   Stadium Eksitasi

Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat berlangsung
selama 3-7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain ataupun manusia yang dijumpai dan
hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung terkesan lelah dan selalu
tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami fotopobia atau takut melihat cahaya sehingga bila ada
cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan.  (James chin, 2000: 428)

3)   Stadium Paralisis.

Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali atau
bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami kesulitan menelan,
suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.

4. Etiologi
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus Lyssa virus.
Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut dan pada
potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus tersusun
dari  ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membran selubung (amplop) dibagian luarnya yang
pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran
selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi. (Paul, 2006 : 1714)

Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak
antara spikes 4-5 nm.Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70%, yodium,
fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada
suhu 60 °C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau
pada suhu 4°C dapat tahan selama bebarapa tahun.

5. Patofisiologi
Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan
bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku hewan penular
rabies sangat berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang ditempatkan pada
permukaan mukosa seperti konjungtiva akan infeksius. Ekskreta kelelawar yang mengandung virus
rabies cukup untuk menimbulkan bahaya rabies pada mereka yang masuk gua kemudian terinfeksi
dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh kelelawar. Penularan rabies melalui transplantasi
kornea dari penderita dengan ensefalitis rabies yang tidak didiagnosis sebelumnya pada
resipen/penerima sehat pada rekam medis. Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin
tetapi kurang terdokumentasi dan jarang terjadi.

Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus tidak bisa masuk
melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap
tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf
posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Bagian otak yang terserang adalah
medulla oblongata. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas
dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,
hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus
kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom.
Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh dan
berkembang biak dalam jaringan- jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya. Gambaran
yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat
dalam sitoplasma sel ganglion besar.

6. Penatalaksanaan
1. (Dep. Kes. R.I direktorat jendral P.P.M & P.L.P, 2003) Penderita gigitan Anjing, Kucing, Kera segera
dilakukan untuk penanganan luka Rabies dirumah:

a) Cuci luka gigitan dengan sabun atau detergen di air  mengalir selama 10 – 15 menit dan beri
anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat merah dll)
b) Segera ke Puskesmas/Rabies Center/Rumah Sakit untuk mencari pertolongan selanjutnya. 

2. Di Puskesmas/Rabies Center/ Rumah Sakit di lakukan:

a) Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun atau detergen lain di air mengalir selama 10 – 15
menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat merah dll)
b) Amamnesis apakah didahului tindakan provokatif, hewan yang menggigit menunjukkan
gejala rabies, penderita gigitan hewan pernah divaksinasi dan kapan, hewan penggigit
pernah divaksinasi dan kapan. Identifikasi luka gigitan, Luka resiko tinggi : Jilatan/luka pada
mukosa,luka diatas daerah bahu (mukosa, leher, kepala), luka pada jari tangan, kaki,
genetalia, luka lebar/dalam dan luka yang banyak multiple wound).

3)   VAR (Vaksin Anti Rabies):

a) Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)


Produksi Institute Merieux Perancis (Verorab) Dosis Dewasa/anak sama yaitu: hari
ke-0 (pertama berkunjung ke Puskesmas/Rabies Center/ Rumah Sakit). Diberikan 2 dosis 0,5
ml diberikan pada daerah deltoid kanan/kiri. Hari ke 7 dan 21 diberikan 0,5 ml lagi secara
intramuskular pada  deltoid kanan/kiri. Apabila VAR Verorab + SAR perlu diberikan booster
pada hari ke 90. (Judith Hopter, 2004)
b) Suckling Mice Brain Veccine (SMBV)
Produksi Bio Farma Bandung. Dosis : Dewasa 2 ml, diberikan 7x setiap hari subkutan
didaerah sekitar pusar/umbillus. Selanjutnya 0,25 ml diberikan hari ke 11,15,30 dan 90
secara intrakutan dibagian fleksor lengan bawah.
B. KONSEP ASKEP RABIES

1. Pengkajian

Identitas pasien
1.      Pengumpulan data

a) Tanggal pengkajian              : 12-09-2009


b) Tanggal masuk                     : 12-09-2009
c) Waktu masuk                       : 14.00 WIB
d) Ruangan/kelas                      : Ruang Interne
e) Diagnosa Medis                   :

2.      Data Biografi

a) Nama pasien                         : Nn. S


b) Usia                                      : 24 tahun
c) Jenis Kelamin                       : perempuan
d) Agama                                  : Islam
e) Suku/bangsa                         : Jawa
f) Bahasa yang dipakai            : Indonesia
g) Pendidikan terakhir              : SMA
h) Pekerjaan                              : IRT
i) Alamat rumah                      : Jln. Telanai Pura, Jambi.

3.      Riwayat Kesehatan Sekarang: Saat pengkajian klien masih mengalami demam, nyeri kepala.
Klien tidak mau makan, berat badan klien 55Kg, klien juga merasa mual kadang muntah, klien
mengeluh nyeri pada luka gigitan, TD: 110/70mmHg, S: 38ºC, N: 85 x/i, R: 20x/i, klien tampak lemah,
klien lebih sering diam dan tampak mengantuk. Badan klien terasa panas, pada luka gigitan tampak
masih mengeluarkan cairan/pus, inflamasi, dan juga merah. Dari pemeriksaan lab didapat Hb: 10
gr/dl, Ht= 40%, leu: 12000 gr/dl.

4.      Riwayat Kesehatan Dahulu: Dari keterangan keluarga klien, sebelumnya klien tidak ada
menderita penyakit kronis.

5.      Riwayat Kesehatan Keluarga: Keluarga klien mengatakan di anggota keluarga tidak yang
memiliki penyakit keturunan.

6.      Kebutuhan Dasar Manusia Sejak sakit:

a) Nutrisi-Cairan:
Klien tidak mau makan karna sulit untuk menelan, mual dan kadang muntah 2x/hari, nyeri
ulu hati (+), klien hanya minum air putih ± 3 gelas/hari.
b) Eliminasi: Klien BAB sekali dalam 2 hari itupun hanya sedikit, bentuk tidak beraturan,
konsistensi feses lembab, tidak ada penggunaan obat pencahar, keluhan BAB tidak ada.
Frekuensi BAK 2x/hari ± 300cc, warna kuning, bau urine khas, konsistensi cair jernih, tidak
ada darah.
c) Aktivitas: Klien masih bisa melakukan aktivitas secara mandiri.
d) Istirahat: Klien sering tidur siang ± 2 jam, tidur malam ± 6 jam.

7.         Data sosial: Tempat tinggal klien disimpang Karya Maju Telanai pura Jambi. Hubungan klien
dengan keluarga harmonis, hubungan klien dengan klien lain baik, hubungan klien dengan perawat
baik.

8.      Pemeriksaan Fisik :

a) Tanda-Tanda Vital: Tingkat kesadaran klien komposmentis, GCS:15, TD: 110/70mmHg, S:


38ºC, N: 85 x/i, R: 20x/i.
b) Antropometri : Lingkar lengan atas klien: 21 cm, BB: 55Kg. IMT: 18,4 (rendah)

9.      Head to toe:

a) Kepala: Rambut bersih, tidak berminyak, rontok, dan tidak bau, pasien mau untuk
melakukan perawatan diri tapi kadang dibantu keluarga klien, klien juga mengeluh sedikit
pusing.
b) Mata/penglihatan: Sklera tidak jernih, konjungtiva anemis, merespon berlebihan terhadap
cahaya, seperti mengantuk, pupil: bentuk bulat, isokor, warna gelap, reaksi: miosis, reaksi
pupil sama besar, bulat dan bereaksi terhadap cahaya, palpebra normal.
c) Hidung: Tidak ada gangguan.
d) d.Telinga: Bereaksi berlebihan dengan suara yang keras, cerumen tidak ada, telinga bersih.
e) e.Mulut/pengecapan: Warna bibir coklat, simetris, lembab, pucat, bau, susah menelan,
muntah 2x/hari, kebersihan gigi dan mulut masih terawat.
f) f.Leher: vena jugularis: Terjadi pembesaran, kelenjar tiroid dan paratiroid: tidak ada
kelainan.

10.Dada/pernapasan:

a) Inspeksi      : Bentuk dada simetris, tidak ada jejas, ekspansi paru bebas mengembang, tidak
menggunakan alat pernapasan.
b) Palpasi        : Tidak ada benjolan dan pembengkakan pada daerah thorax.
c) Perkusi        : Bunyi timpani.
d) Auskultasi   : Kadang disertai bunyi abnormal seperti ada sekret karena pasien susah untuk
menelan air liur, tapi tidak sampai menggangu/menyumbat jalan pernapasan pasien.

11.Abdomen:

a) Inspeksi              : Tidak ada jejas, bentuk abdomen simetris, asites (-).


b) Auskultasi          : Bising usus 6x/menit, tidak ada bunyi tambahan.
c) Palpasi                : Tidak ada pembengkakan.
d) Perkusi               : Bunyi pekak.

12.Keadaan Neurologi: Tingkat kesadaran komposmentis, orientasi masih bisa mengenal tempat,
orang, waktu. Fungsi nervus: normal. Sensasi Terhadap Rangsangan:

a) Rasa nyeri: Klien diberi rangsangan dengan disentuh jarum respon klien menarik tangannya,
b) Rasa suhu: Diberi rangsangan dengan es batu klien merespon dengan mengatakan dingin,
kompres air hangat klien bisa merasakan hangat.
c) Rasa raba: Klien diberi rangsangan dengan kapas klien bisa merasakannya.

13.Integumen: Kulit sawo matang, tekstur keriput, turgor kulit jelek, kulit lembab, suhu hangat.

14.  Pemeriksaan Penunjang:

a) Laboratorium: Hb=10gr/dl, leu=12000gr/dl.


b) Radiologi: belum dilakukan pemeriksaan lanjutan.
c) Laboratorium Dinas Peternakan: menunggu hasil pemeriksaan kepala anjing.

15.  Obat-obatan: Diberi VAR, antibiotik dan antivirus untuk mencegah infeksi pada luka terbuka
klien, diberi parasetamol untuk mengurangi hipertemi.

2. Analisa Data

NO
1 DS: Isteri klien Viremia Hipertemi
mengatakan sudah
seminggu klien
mengalami demam, klien
pernah digigit anjing
peliharaannya saat
memberi makan anjing
pada daerah tangan.

DO: Badan klien terasa


hangat,
S= 38ºC, N= 85 x/I, TD:
110/70 mmHg.

2 DS: Klien mengatakan Peningkatan outpu cairan Pengurangan volume cairan


hanya minum air ±
3gelas/hari, BAK 2x/hari.
DO: Turgor kulit jelek,
klien minum ± 3
gelas/hari ±600cc, klien jg
mengalami demam
(S:38°C), BB klien 55 Kg,
TB: 173cm, muntah
2x/hari ±100cc, BAK: 300
cc, IWL:45,7ml, infus:
1440cc.

3 DS: Isteri klien Penurunan reflek menelan Nutrisi kurang dari kebutuhan
mengatakan tidak mau tubuh
makan, berat badan klien
turun dari 65Kg menjadi
55Kg, klien juga merasa
mual kadang muntah.
DO: Turgor kulit jelek,
klien tidak mau makan,
dan minum air putih ± 3
gelas/hari, klien muntah
2x/hari, klien tampak
lemah, klien lebih sering
diam dan tampak
mengantuk, Hb: 10 gr%.

4 DS: klien pernah digigit Luka terbuka pada lapisan kulit Kerusakan integritas kulit
anjing peliharaannya saat (dermis dan epidermis)
memberi makan anjing
pada daerah tangan,
pada luka gigitan tampak
masih mengeluarkan
cairan, bengkak, dan juga
merah.
DO: Pada luka gigitan
tampak masih
mengeluarkan
cairan/pus, inflamasi, dan
juga merah. Dari
pemeriksaan lab didapat
Hb: 10 gr/dl, Ht=40%, leu:
12000 gr/dl, S=38ºC.

   

3. Diagnosa Keperawatan

1) Hipertermi berhubungan dengan viremia ditandai dengan Isteri klien mengatakan sudah
seminggu klien mengalami demam, klien pernah digigit anjing peliharaannya saat memberi
makan anjing pada daerah tangan.badan klien terasa panas, S= 38ºC, N= 85 x/i
2) Kekurangan volume cairan b/d peningkatan output cairan ditandai dengan Klien mengatakan
hanya minum air ± 3gelas/hari, BAK 2x/hari. turgor kulit jelek, klien minum ± 3 gelas/hari
±600cc, klien jg mengalami demam (S:38°C), BB klien 55Kg, muntah 2x/hari ±100cc, BAK: 300
cc, IWL: 2134ml, infus: 1440cc.
3) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan reflek menelan
ditandai dengan: Isteri klien mengatakan tidak mau makan, berat badan klien turun dari
65Kg menjadi 55Kg, klien juga merasa mual kadang muntah. turgor kulit jelek, klien tidak
mau makan, dan minum air putih ± 3 gelas perhari, klien tampak lemah, klien lebih sering
diam dan tampak mengantuk.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka terbuka pada lapisan kulit (epidermis
dan dermis) ditandai dengan klien pernah digigit anjing peliharaannya saat memberi makan
anjing pada daerah tangan, pada luka gigitan tampak masih mengeluarkan cairan, bengkak,
dan juga merah. Pada luka gigitan tampak masih mengeluarkan cairan/pus, inflamasi, dan
juga merah dari pemeriksaan lab didapat Hb: 10 gr/dl, leu: 12000 gr/dl, S=38ºC. 

4. Intervensi keperawatan

NO Diagonasa Intervensi Rasional


1  Hipertermi berhubungan 1. Observasi ttv klien 1. Untuk mengetahui
dengan viremia ditandai 2. Observasi daerah luka keadaan umum klien
dengan Isteri klien gigitan klien 2. Untuk mengetahui
mengatakan sudah infeksi pada luka
seminggu klien
mengalami demam, klien
pernah digigit anjing
peliharaannya saat
memberi makan anjing
pada daerah
tangan.badan klien terasa
panas, S= 38ºC, N= 85 x/i
2  Kekurangan volume 1. Observasi eliminasi klien 1. Untuk mengetahui
cairan b/d peningkatan 2. Observasi berat badan input dan autput
output cairan ditandai klien eliminasi klien
dengan Klien mengatakan 2. Menegetahui
hanya minum air ± perkembangan berat
3gelas/hari, BAK 2x/hari. badan klien
turgor kulit jelek, klien
minum ± 3 gelas/hari
±600cc, klien jg
mengalami demam
(S:38°C), BB klien 55Kg,
muntah 2x/hari ±100cc,
BAK: 300 cc, IWL: 2134ml,
infus: 1440cc
3 Nutrisi kurang dari 1. Observasi TTV klien 1.
kebutuhan tubuh 2. pemberian makan dan
berhubungan dengan minum pada klien
penurunan reflek 3. memberikan relaksasi
menelan ditandai pada klien
dengan: Isteri klien
mengatakan tidak mau
makan, berat badan klien
turun dari 65Kg menjadi
55Kg, klien juga merasa
mual kadang muntah.
turgor kulit jelek, klien
tidak mau makan, dan
minum air putih ± 3 gelas
perhari, klien tampak
lemah, klien lebih sering
diam dan tampak
mengantuk
4 Kerusakan integritas kulit 1. Observasi TTVklien 1. Untuk mengetahui
berhubungan 2. Membersihkan luka keadaan umum klien
dengan luka terbuka pada gigitan anjing 2. Agar luka klien tidak
lapisan kulit (epidermis 3. Kolabarasi dengan dokter terinfeksi
dan dermis) ditandai untuk pemberian obat 3.
dengan klien pernah pada klien
digigit anjing
peliharaannya saat
memberi makan anjing
pada daerah tangan,
pada luka gigitan tampak
masih mengeluarkan
cairan, bengkak, dan juga
merah. Pada luka gigitan
tampak masih
mengeluarkan
cairan/pus, inflamasi, dan
juga merah dari
pemeriksaan lab didapat
Hb: 10 gr/dl, leu: 12000
gr/dl, S=38ºC.

5. Implementasi dan evaluasi

NO Diagonasa Implementasi Evaluasi


1  Hipertermi berhubungan 1. TD : 130/80 S : keluarga klien mengatakan
dengan viremia ditandai SB : 38’C klien masi lemah
dengan Isteri klien RR : 20x/m
mengatakan sudah N : 85x/m O : klien tampak lemah
seminggu klien 2. Membersihkan luka pada
mengalami demam, klien klien A : masalah belum teratasi
pernah digigit anjing
peliharaannya saat P : Intervensi dilanjutkan
memberi makan anjing
pada daerah
tangan.badan klien terasa
panas, S= 38ºC, N= 85 x/i
2  Kekurangan volume 1. Memberikan makan dan S:
cairan b/d peningkatan minum pada klien
output cairan ditandai 2. Observasi eliminasi klien O : klien tampak lemah
dengan Klien mengatakan Hasil : BAK hanya 2x/hari
hanya minum air ± BAB 1x/hari A : masalah belum teratasi
3gelas/hari, BAK 2x/hari. 3. Mengganti cairan klien
turgor kulit jelek, klien Nacl 0,9% P : intervensi dilanjutkan
minum ± 3 gelas/hari
±600cc, klien jg
mengalami demam
(S:38°C), BB klien 55Kg,
muntah 2x/hari ±100cc,
BAK: 300 cc, IWL: 2134ml,
infus: 1440cc
3 Nutrisi kurang dari 1. TD : 130/80 S :
kebutuhan tubuh SB : 38’C
berhubungan dengan RR : 20x/m O : klien tampak lemah
penurunan reflek N : 85x/m
menelan ditandai 2. Memberikan makan dan A : masalah belum teratasi
dengan: Isteri klien minum pada klien
mengatakan tidak mau 3. Memberikan teknik P : intervensi dilanjutkan
makan, berat badan klien relaksasi nafas dalam
turun dari 65Kg menjadi
55Kg, klien juga merasa
mual kadang muntah.
turgor kulit jelek, klien
tidak mau makan, dan
minum air putih ± 3 gelas
perhari, klien tampak
lemah, klien lebih sering
diam dan tampak
mengantuk
4 Kerusakan integritas kulit 1. TD : 130/80 S:
berhubungan SB : 38’C
dengan luka terbuka pada RR : 20x/m O : klien tampak kesakitan
lapisan kulit (epidermis N : 85x/m
dan dermis) ditandai 2. Mebersihkan luka gigitan A : masalah belum teratasi
dengan klien pernah di daerah tangan
digigit anjing 3. Memberikan obat P : Intervansi dilanjutkan
peliharaannya saat antibiotik pada klien
memberi makan anjing sesuai anjuran dokter
pada daerah tangan,
pada luka gigitan tampak
masih mengeluarkan
cairan, bengkak, dan juga
merah. Pada luka gigitan
tampak masih
mengeluarkan
cairan/pus, inflamasi, dan
juga merah dari
pemeriksaan lab didapat
Hb: 10 gr/dl, leu: 12000
gr/dl, S=38ºC.

Anda mungkin juga menyukai