Anda di halaman 1dari 26

MATA KULIAH : PENYAKIT TROPIS

SEMESTER :5

DOSEN PENGAJAR : Ns. VERONIKA KALANGI, S.Kep, M.Kep

ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG ‘RABIES’

OLEH :

DEBORA E.V SAROINSONG

UNIVERSITAS SARIPUTRA INDONESIA TOMOHON

FAKILTAS KEPERAWATAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat TUHAN yang MAHA ESA, karena dengan rahmat
dan karunianya sehingga tugas tentang Makalah Asuhan Keperawatan tentang RABIES dapat
diselesaikan. Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi nilai tugas mata kuliah Penyakit Tropis.
Pada kesempatan kali ini kami tidak lupa menyampaikan rasa syukur dan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini terutama untuk dosen
Penyakit Tropis Ns. Veronika Kalangi, S.Kep, M.Kep dan orang-orang yang telah banyak
membantu dan memberikan dukungan kepada kami.
Dengan penuh kesadaran bahwa tidak ada yang sempurna didunia ini, maka tugas ini pun
tidak luput dari segala kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karna itu kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat memperbaiki, menyempurnakan, dan mengembangkan makalah ini sangat
kami harapkan.Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Tomohon .14 Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................................................4
D. Manfaat.......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.................................................................................................................................5
A. KONSEP PENYAKIT................................................................................................................5
1. Definisi/Pengertian..................................................................................................................5
2. Etiologi....................................................................................................................................5
3. Patofisiologi.............................................................................................................................5
4. Manifestasi Klinis....................................................................................................................6
Pada Manusia..................................................................................................................................7
5. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................................9
6. Penatalaksanaan.....................................................................................................................10
7. Komplikasi.............................................................................................................................12
Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan..................................................................12
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................14
1. Pengkajian..............................................................................................................................14
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................16
3. Rencana Keperawatan...........................................................................................................17
4. Implementasi..........................................................................................................................24
5. Evaluasi..................................................................................................................................24
BAB III.............................................................................................................................................25
PENUTUP.........................................................................................................................................25
A. KESIMPULAN........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................26
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat menyerang
semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai dengan disfungsi hebat
susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Rabies merupakan salah satu
penyakit menular tertua yang dikenal di Indonesia. Virus rabies termasuk dalam genus Lyssavirus
dan famili Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus sendiri terdiri dari 80 jenis virus dan virus rabies
merupakan prototipe dari genus ini. Sejarah penemuan rabies bermula 2000 tahun SM ketika
Aristoteles menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui
gigitan. Ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing rabies pada
tahun 1885, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut,
menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak menderita
rabies.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
rabies?

C. Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit rabies.

D. Manfaat

Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan konsep
dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan rabies.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi/Pengertian
Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan suatu penyakit
infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan
ditularkan dari gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan dengan virus rabies ini adalah
hewan berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa kucing, anjing,
kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.

Pada hewan yang menderita rabies, virus ditemukan dengan jumlah yang banyak pada air
liurnya. Virus ini ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui luka gigitan. Oleh
karena itu bangsa karnivora adalah hewan yang paling utama sebagai penyebar rabies.

Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti karena
bila telah menyerang manusia atau hewan akan selau berakhir dengan kematian.

2. Etiologi
Adapun penyebab dari rabies adalah :

a. Virus rabies.
b. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang terdapat dalam
air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi tubuh manusia

c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.


Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika air liur hewan yang
terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang seperti kelopak mata atau mulut atau kontak
melalui kulit yang terbuka
3. Patofisiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melaui gigitan dan
kadang melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2
minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk ke dalam
tubuh, virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui
pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa
inkubasi yang panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf
pusat. Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan
memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidak berguna
lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100 %. Jika virus telah mencapai
otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron, terutama
mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus, dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer
dalam serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom.

Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan
berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai infeksi sistem limbik,
sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan
sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien akan menggigit
mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.

Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan hewan yang
mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi
jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga dapat
masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat
genitalia eksterna. Penularan melalui makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi
melalui inhalasi jarang ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi
melalui inhalasi ini.

4. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :
a. Bentuk ganas (Furious Rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tandatanda terlihat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
- Hewan menjadi penakut atau menjadi galak
- Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat
menjadi agresif
- Tidak menurut perintah majikannya
- Nafsu makan hilang
- Air liur meleleh tak terkendali
- Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan memakan barang, benda-
benda asing seperti batu, kayu dsb.
- Menyerang dan menggigit barabg bergerak apa saja yang dijumpai
- Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan
- Ekor diantara 2 (dua)paha
b. Bentuk diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
- Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk
- Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak terlihat
- Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka
- Air liur keluar terus menerus (berlebihan)
- Mati
c. Bentuk Asystomatis
- Hewan tidak menunjukan gejala sakit
- Hewan tiba-tiba mati

Pada Manusia

Ketika seseorang pertama kali digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies, gejalanya dapat
terlihat pada otot rangka. Masa inkubasi rata-rata pada manusia sekitar 3 – 8 minggu, lebih lama
daripada masa inkubasi pada hewan. Sangat jarang tapi pernah ditemukan masa inkubasi selama
19 tahun. Pada 90 % kasus, masa inkubasinya kurang dari 1 tahun. Ada pula yang menyebutkan
bahwa masa inkubasinya adalah 60 hari untuk gigitan yang terdapat di kaki. Gigitan pada wajah
hanya membutuhkan waktu sekitar 30 hari. Hal ini disebabkan karena lokasi inokulasi yang
makin dekat dengan otak, makin pendek masa latennya. Pada masa inkubasi ini, virus rabies
menghindari sistem imun dan tidak ditemukan adanya respon antibodi. Saat ini, pasien dapat
tidak menunjukkan gejala apa – apa (asimptomatik).

Pada stadium prodromal, virus mulai memasuki sistem saraf pusat. Stadium prodromal
berlangsung 2 – 10 hari dan gejala tak spesifik mulai muncul berupa sakit kepala, lemah,
anoreksia, demam, rasa takut, cemas, nyeri otot, insomnia, mual, muntah, dan nyeri perut.
Parestesia atau nyeri pada lokasi inokulasi merupakan tanda patognomonik pada rabies dan
terjadi pada 50 % kasus pada stadium ini, dan tanda ini mungkin menjadi satu-satunya tanda
awal.

Setelah melewati stadium prodromal, maka dimulailah stadium kelainan neurologi yang
berlangsung sekitar 2 – 7 hari. Pada stadium ini, sudah terjadi perkembangan penyakit pada otak
dan gejalanya dapat berupa :
a. Bentuk spastik (furious rabies): peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings
dan esofagus, kejang, aerofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, dan hidrofobia. Yang
sangat terkenal adalah hidrofobia di mana bila pasien diberikan segelas air minum, pasien
akan menerimanya karena ia sangat haus, dan mencoba meminumnya. Akan tetapi
kehendak ini dihalangi oleh spasme hebat otot-otot faring. Dengan demikian, ia menjadi
takut dengan air sehingga mendengar suara percikan air kran atau bahkan mendengar
perkataan air saja, sudah menyebabkan kontraksi hebat otot-otot tenggorok. Spasme otot-
otot faring maupun pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti
meniupkan udara ke wajah pasien atau menyinari matanya. Pasien akan meninggal dalam 3
– 5 hari setelah mengalami gejala-gejala ini.
b. Bentuk demensia.
Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat melakukan tindakan
kekerasan, koma, mati.
c. Bentuk paralitik (dumb rabies): Pada bentuk ini pasien tampak lebih diam daripada tipe
furious. Gejala yang dapat muncul pada bentuk ini adalah demam dan rigiditas. Paralisis
yang terjadi bersifat simetrik dan mungkin menyeluruh atau bersifat ascending sehingga
dapat dikelirukan dengan Guillain-Barre Syndrome.
Sistem sensoris biasanya masih normal.

Gejala Rabies Pada Manusia:

a. Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan menurun,
badan terasa lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah sekitar gigitan
(rasa panas, nyeri berdenyut)
b. Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara
c. Air liur dan air mata keluar berlebihan
d. Pupil mata membesar
e. Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
f. Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah
otak yang itdak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT

d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang


membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah
dalam otak
e. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA
a) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit : K, Na
d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl

6. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan rabies adalah dengan menghilangkan virus bebas dari tubuh dengan
pembersihan dan netralisasi, yang diikuti dengan penginduksian sistem imun spesifik terhadap
virus rabies pada orang yang terpajan sebelum virusnya bereplikasi di susunan saraf pusat. Hal ini
membutuhkan vaksinasi aktif maupun pasif. Pada vaksinasi pasif, imunoglobulin rabies dari
orang yang telah divaksinasi sebelumnya (Human Rabies Immune Globulin), diberikan kepada
pasien yang belum memiliki imunitas sama sekali. Sehingga dalam hal ini vaksinasi pasif disebut
pula serum anti rabies. Sedangkan vaksinasi aktif rabies atau vaksin anti rabies terbagi atas:

a. Nerve Tissue derived Vaccines (NTV) yang diproduksi dari jaringan otak hewan yang
terinfeksi. NTV dapat menyebabkan reaksi neurologi berat karena adanya jaringan
bermyelin pada vaksin. Akan tetapi, NTV , masih tetap banyak digunakan sebagai
pencegahan rabies.
b. Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) yang dikultur dalam fibroblast manusia.
Merupakan jenis vaksin rabies yang paling optimal saat ini.

Di Amerika Serikat, pencegahan setelah terkena gigitan adalah sebagai berikut : 1 dosis
Human Rabies Immune Globulin (HRIG) dan 5 dosis vaksin anti rabies dalam periode 28 hari.
HRIG harus diberikan segera setelah tergigit/terpajan dalam 24 jam pertama. HRIG hendaknya
tidak diinjeksikan pada tempat yang sama dengan vaksin. Setelah itu, 5 dosis vaksin anti rabies
harus diberikan pada hari 0, 3, 7, 14, dan 28 dengan dosis 1 ml tiap kali.

Sedangkan di Indonesia sendiri, penanganan penderita yang tergigit anjing atau hewan
tersangka dan positif rabies adalah sebagai berikut :

a. Luka gigitan
1. Dicuci dengan air sabun (detergen) 5–10 menit kemudian dibilas dengan air bersih.
a) Alkohol 40-70 %
b) Berikan yodium atau senyawa amonium kuartener 0,1 %
c) Penyuntikan SAR secara infiltrasi di sekitar luka. Menunda penjahitan luka, jika
penjahitan diperlukan gunakan anti serum lokal.
d) Dapat diberikan Toxoid Tetanus, antibiotik, anti inflamasi, dan analgesik.

b. Kontak, tetapi tanpa lesi, kontak tak langsung, tak ada kontak - - - -
c. Menjilat kulit, garukan atau abrasi kulit, gigitan kecil (daerah tertutup), lengan, badan, &
tungkai. Beri VAR 1) Hari 0 : 2 x suntikan IM
1) Hari 7 : 1 x suntikan IM
2) Hari 21 : 1 x suntikan IM Imovax / Verorab 0,5 ml deltoid kiri dan 0,5 ml di kanan

d. Menjilat mukosa, luka gigitan besar/dalam, luka di kepala, leher, jari tangan, dan kaki.
Serum Anti Rabies (SAR)
1. ½ dosis disuntikkan infiltrasi di sekitar luka 2) ½ dosis sisa disuntikkan IM regio
glutea.
1) Vaksin Anti Rabies (VAR)
2) sesuai poin 3 Imovag rabies
3) 20 IU/kgBB
4) Imovax atau Verorab
5) Hari 90 : 0,5 ml IM di deltoid kanan/kiri –

e. Kasus gigitan ulang


1. < 1 tahun
2. > 1 tahun Berikan VAR hari 0
a) Beri SAR + VAR secara lengkap Imovax, Verorab
b) Imovax, Verorab, Imogan Rabies - 0,5 ml IM deltoid. Umur < 3 tahun 0,1 ml IC
flexor lengan bawah
c) Umur > 3 tahun 0,25 ml IC flexor lengan bawah.
d) Sesuai poin 1,3,4
f. Bila ada reaksi penyuntikan : lokal, kemerahan, gatal, & bengkak Beri antihistamin
sistemik atau lokal. Jangan beri kortikosteroid.
g. Bila timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis, berikan
kortikosteroid dosis tinggi.

7. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase
koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra cranial: kelainan pada
hypothalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti diuretic (SAHAD);
disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia, hipotermia, aritmia dan
henti jantung. Kejang dapat local maupun generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia dan
gangguan respirasi. Pada stadium pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan depresi
pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif,
dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.

Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan


JENIS KOMLIKASI PENANGANANNYA

Neurologi

Hiperaktif Fenotiazin, benzodiazepine

Hidrofobia Tidak diberi apa-apa lewat mulut

Kejang fokal Karbamazepine, fenitoin

Gejala neurologi local Tak perlu tindak apa-apa

Edema serebri Mannitol, galiserol

Aerofobia Hindari stimulasi


Pituitary

SAHAD Batasi cairan

Diabetes insipidus Cairan, vasopressin

Pulmonal

Hiperventilasi Tidak ada

Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP

Atelektasis Ventilator

Apnea Ventilator

Pneumotoraks Dilakukan ekspansi paru

Kardiovaskular

Aritmia Oksigen, obat anti aritmia

Hipotensi Cairan, dopamine

Gagal jantung kongestif Batasi cairan, obat-obatan

Thrombosis arteri/vena Oksigen, obat anti aritmia

Obstruksi vena kava superior Cairan, dopamine

Henti jantung Batasi cairan, obat-obatan


Anemia

Perdarahan gastrointestinal Transfuse darah

Hipertermia H2 blockers, transfusi darah

Hipotermia Lakukan pendinginan

Hipooalemia Selimut panas

Ileus paralitik Pemberian cairan

Retensio urine Cairan paranteral

Gagal ginjal akut Kateterisasi

Pneumomediastinum Hemodialisa

Tidak dilakukan apa-apa

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Status Pernafasan
• Peningkatan tingkat pernapasan
• Takikardi
• Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
• Menggigil
b. Status Nutrisi
• kesulitan dalam menelan makanan
• berapa berat badan pasien
• mual dan muntah
• porsi makanan dihabiskan
• status gizi
c. Status Neurosensori
• Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
• Kejang
• Kelemahan
e. Integritas Ego
• Klien merasa cemas
• Klien kurang paham tentang penyakitnya

f. Pengkajian Fisik Neurologik :

1. Tanda – tanda vital 

Suhu

• Pernapasan

• Denyut jantung

• Tekanan darah
• Tekanan nadi

2. Hasil pemeriksaan kepala

• Fontanel : menonjol, rata, cekung

• Bentuk Umum Kepala

3. Reaksi pupil

• Ukuran

• Reaksi terhadap cahaya

• Kesamaan respon

4. Tingkat kesadaran

• Kewaspadaan : respon terhadap panggilan

• Iritabilitas

• Letargi dan rasa mengantuk

• Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain

5. Afek
• Alam perasaan

• Labilitas

6. Aktivitas kejang  Jenis

• Lamanya

7. Fungsi sensoris

• Reaksi terhadap nyeri

• Reaksi terhadap suhu

8. Refleks

• Refleks tendo superficial


• Reflek patologi

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia


b. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
d. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi
e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
f. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3. Rencana Keperawatan
No Dx. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan

1. Gangguan pola Setelah diberikan tindakan a. Obsevasi tanda- tanda vital a. Tanda vital merupakan acuan untuk
nafas keperawatan, diharapkan pasien terutama respirasi. melihat kondisi pasien.
berhubungan pasien bernafas tanpa ada
dengan gangguan, dengan kriteria b.Beri pasien alat bantu pernafasan b. O2 membantu pasien dalam
afiksia hasil : seperti O2. bernafas.
a. Pasien bernafas, tanpa
ada gangguan. c. Beri posisi yang nyaman. c. posisi yang nyaman akan
b. Pasien tidak membantu pasien dalam bernafas.
menggunakan alat bantu
dalam
bernafas
c. Respirasi normal (16-
20 x/menit)

2. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan a.Kaji keluhan mual, sakit a.menentukan intervensi selanjutnya.
nutrisi keperawatan diharapkan
menelan, dan muntah yang dialami
berhubungn kebutuhan nutrisi pasien
dengan terpenuhi, pasien.
b.Kaji cara / bagaimana b.Cara menghidangkan makanan
penurunan dengan kriteria hasil : makanan dihidangkan. dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
refleks - pasien mampu c.Membantu mengurangi kelelahan pasien
menelan menghabiskan c.Berikan makanan yang mudah dan meningkatkan asupan makanan
makanan dengan sesuai ditelan seperti bubur. d.Untuk menghindari mual
porsi yang
diberikan /dibutuhkan. a. Berikan makanan dalam e.Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
porsi kecil dan frekuensi sering. nutrisi.
b. Catat jumlah / porsi
makanan yang dihabiskan oleh f.Antiemetik membantu pasien
pasien setiap hari. mengurangi rasa mual dan muntah dan
c. Berikan obat-obatan diharapkan intake nutrisi pasien
antiemetik sesuai program dokter. meningkat.
g.Untuk mengetahui status gizi pasien
d. Ukur berat badan pasien
setiap minggu.

3. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan a.Kaji saat timbulnya demam a.untuk mengidentifikasi pola demam
berhubungan keperawatan diharapkan pasien.
dengan demam pasien teratasi, b.Observasi tanda vital (suhu, nadi, b. Tanda vital merupakan acuan untuk
peningkatan dengan criteria hasil : tensi, pernafasan) setiap mengetahui keadaan umum pasien.
metabolisme - Suhu tubuh normal (36 3 jam
c. Berikan kompres hangat c.Dengan vasodilatasi dapat
– 370C). meningkatkan penguapan dan
- Pasien bebas dari demam. mempercepat penurunan suhu tubuh.
d.Berikan terapi cairan intravena d.Pemberian cairan sangat penting bagi
dan obat-obatan sesuai program
dokter. pasien dengan suhu tinggi.

4. Cemas Setelah diberikan tindakan a.Kaji tingkat kecemasan a.Untuk mengetahui tingkat
(keluarga) keperawatan diharapkan keluarga. cemas,dan mengambil cara apa yang akan
berhubungan
kurang terpajan tingkat kecemasan digunakan
informasi keluarga a. Jelaskan kepada keluarga b. informasi yang benar tentang kondisi
tentang
pasien tentang penyakit dan kondisi pasien akan mengurangi tingkat
penyakit.
menurun/hilang,dengan pasien. kecemasan keluarga.
kriteria hasil : b. Berikan dukungan dan c.Dengan dukungan dan support,akan
support kepada keluarga pasien. mengurangi rasa cemas keluarga pasien.
- Melaporkan cemas

berkurang sampai

hilang
- Melaporkan
pengetahuan yang cukup
terhadap
penyakit pasien
- Keluarga menerima
keadaan panyakit yang
dialami pasien.
5. Resiko cedera Setelah diberikan a.Identifikasi dan hindari faktor a.Penemuan faktor pencetus untuk
berhubungan tindakan keperawatan, pencetus memutuskan rantai penyebaran virus
dengan kejang diharapkan pasien tidak rabies.
dan mengalami cedera,dengan b.tempatkan klien pada tempat b. Tempat yang nyaman dan tenang dapat
kelemahan kriteria hasil : tidur yang memakai pengaman di mengurangi stimuli atau rangsangan yang
a.Klien tidak ada cedera ruang yang tenang dan nyaman. dapat menimbulkan kejang
akibat serangan kejang c.anjurkan klien istirahat c.efektivitas energi yang dibutuhkan untuk
b.klien tidur dengan tempat metabolisme.
tidur pengaman d.sediakan disamping tempat tidur a. lidah jatung dapat menimbulkan
c.Tidak terjadi serangan tongue spatel dan gudel untuk obstruksi jalan nafas.
kejang ulang. mencegah lidah jatuh ke belakng

d.Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi apabila klien kejang.

60-80x/menit, e.lindungi klien pada saat kejang b. tindakan untuk mengurangi atau

Respirasi 16-20 x/menit dengan : mencegah terjadinya cedera fisik.

d.Kesadaran composmentis - longgarakn pakaian


- posisi miring ke satu sisi
- jauhkan klien dari alat yang
dapat melukainya
- kencangkan pengaman tempat
tidur
- lakukan suction bila banyak
sekret
f.catat penyebab mulainya a. dokumentasi untuk pedoman dalam
kejang, proses berapa lama, adanya penaganan berikutnya.
sianosis dan
inkontinesia, deviasi dari mata dan
gejala-hgejala lainnya yang timbul.
g. sesudah kejang observasi TTV
b. tanda-tanda vital indikator terhadap
setiap 15-30 menit dan obseervasi
perkembangan penyakitnya dan gambaran
keadaan klien sampai benar-benar
status umum klien.
pulih dari kejang.
h.observasi efek samping dan
keefektifan obat.
c. efek samping dan efektifnya obat
diperlukan motitoring untuk tindakan
i. observasi adanya depresi
lanjut.
pernafasan dan gangguan irama
i.kompliksi kejang dapat terjadi depresi
jantung.
pernafasan dan kelainan irama jantung.
j.lakukan pemeriksaan
j. Kompliksi kejang dapat terjadi depresi
neurologis setelah kejang pernafasan dan kelainan irama jantung.
k. kerja sama dengan tim : k. Untuk mengantisipasi kejang, kejang
- pemberian obat antikonvulsan berulang dengan menggunakan obat
dosis tinggi antikonvulsan baik berupa bolus, syringe
- pemeberian antikonvulsan pump.
(valium, dilantin,
phenobarbital)
- pemberian oksigen
tambahan
- pemberian cairan
parenteral
- pembuatan CT scan

6. Resiko infeksi Setelah diberikan a.Kaji tanda – tanda infeksi a.Untuk mengetahui apakah pasian
berhubungan tindakan keperawatan mengalami infeksi. Dan untuk
dengan luka 3X24 jam diharapkan tidak menentukan tindakan keperawatan
terbuka terjadi tanda-tanda infeksi. berikutnya.
Kriteria Hasil: b.Pantau TTV,terutama suhu tubuh. b.Tanda vital merupakan acuan untuk

-Tidak terdapat tanda tanda mengetahuikeadaan umum pasien.


infeksi seperti:
Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan
Kalor,dubor,tumor,dolor,
dan fungsionalasia. salah satu tanda – tanda infeksi.
c.Ajarkan teknik aseptik pada
c.Meminimalisasi terjadinya infeksi
-TTV dalam batas pasien
normal d.Cuci tangan sebelum d.Mencegah terjadinya infeksi
memberi asuhan keperawatan ke nosokomial.
pasien.
e. Lakukan perawatan luka yang e.Perawatan luka yang steril
steril. meminimalisasi terjadinya infeksi.
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi

5. Evaluasi
Dx 1 :

a. pasien tidak mengalami gangguan dalam bernafas

b. pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas

Dx 2 :

a. Pasien tidak mengalami gangguan dalam makan dan minum

b. Pasien bisa menelan dengan baik

c. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.

Dx 3 :

a. Suhu pasien normal (36-370C)

b. Pasien tidak mengeluh demam

Dx 4 :

a. Keluarga pasien tidak cemas lagi.

b. Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu dalam pemberian
pengobatan.

Dx 5 :

a. Pasien tidak mengalami cedera.

b. Pasien tidak mengalami kejang

Dx 6 :

a. Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti : kalor, dolor, tumor, dubor, dan
fungsionalasia.

b. Luka pasien terjaga dan terawat


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada manusia lewat gigitanatau
cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka yang terkena air liur hewan penderita
rabies.Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat luka gigitan, selama dua mingguvirus
tetap tinggal pada tempat masuk dan dekatnya. Kemudian, virus akan bergerak mencapaiujung-
ujung serabut saraf posterios tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.

Masa inkubasi virus ini bervariasi, berkisar antara dua minggu sampai dua tahun.
Tapi umumnya 3-8minggu, tergantung jarak tempuh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya
di otak, virus akanmemperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron-neuron,
terutamamempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang
otak.Akhirnya virus ini akan mencapai otak dan menyerang banyak bagian penting otak yang
menyebabkan kematian.

Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditanganidengan cepat dan sesegera
mungkin, untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan. Usaha
yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun
atau ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 persen, betadine, obat
merah atau lainnya)
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru.

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

Santosa NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta: Depkes RI, Suharso

Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai