Anda di halaman 1dari 20

MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

SEMESTER :5

DOSEN PENGAJAR : Ns. BENHARD LATUMINASSE S.Kep, M.Kep

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

1. MEILINA WOREK 9. PUTRI POLII


2. FESTY NGONGOLOY 10. QUEENRI KANDOUW
3. JENIA SAMBEKA 11. ROSITA KALUKU
4. RISKAWATI HILIPITO 12. SRI MERI SAPII
5. JERICHO PELLENG 13. NADILA TAWIL
6. APRILIA KALIGIS 14. RIF’AT DJAFAR
7. LUCKY TOLU 15. YOAN RANSUN
8. DEBORA SAROINSONG

UNIVERSITAS SARIPUTRA INDONESIA TOMOHON FAKULTAS


KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat TUHAN yang MAHA ESA, karena dengan rahmat
dan karunianya sehingga tugas tentang Makalah Asuhan Keperawatan Glaukoma dapat
diselesaikan. Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi nilai tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III (Persepsi Sensori & Persarafan).

Pada kesempatan kali ini kami tidak lupa menyampaikan rasa syukur dan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini terutama untuk dosen
Keperawatan Gawat Darurat Ns. Benhard Latuminasse, S.Kep, M.Kep dan orang-orang yang
telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada kami.

Dengan penuh kesadaran bahwa tidak ada yang sempurna didunia ini, maka tugas ini pun
tidak luput dari segala kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karna itu kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat memperbaiki, menyempurnakan, dan mengembangkan makalah ini
sangat kami harapkan.Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Tomohon .15 September 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar belakang.............................................................................................1
B. Tujuan penulisan ........................................................................................1
1. Tujuan umum .......................................................................................1
2. Tujuan khusus ......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................2

A. Definisi glaukoma .....................................................................................2


B. Klasifikasi glaukoma .................................................................................2
C. Etologi glaukoma........................................................................................4
D. Patofisiologi glaukoma...............................................................................4
E. Manifestasi klinis glaukoma.......................................................................6
F. Pemeriksaan penunjang glaukoma..............................................................6
G. Penatalaksanaan glaukoma.........................................................................7

Konsep Asuhan Keperawatan Glaukoma................................................................8

1. Pengkajian ............................................................................................8
2. Diagnosa ..............................................................................................9
3. Intervensi ..............................................................................................9
4. Evaluasi .............................................................................................15

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................16

BAB IV PENUTUP...................................................................................................18

A. Kesimpulan ..............................................................................................18
B. Saran ........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik
merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Apalagi dengan sempitnya lapangan
kerja, hanya orang-orang yang sempurna dengan segala indranya saja yang mendapat
kesempatan kerja termasuk matanya.mata merupakan anggota badan yang sangat peka.
Trauma seperti debu sekecil apapun yang masuk kedalam mata, sudah cukup untuk
menimbulkangangguan yang hebat, apabila keadaan ini diabaikan, dapat menimbulkan
penyakit yang sangat gawat.
Salah satu penyakitnya yaitu glaukoma. Glaukoma adalah penyebab kebutaan
kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai
tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena
glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan.
Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang tanpa
gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya gangguan
penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut. Diperkirakan 50%
penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit tersebut. Karena
kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat diperbaiki, maka deteksi, diagnosa
dan penanganan harus dilakukan sedini mungkin.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur sistem
persepsi sensori dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang
glaukoma dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit glukoma.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui definisi dari glaukoma.
b. Untuk mengetahui klasifikasi glaukoma.
c. Untuk mengetahui etiologi glaukoma.
d. Untuk mengetahui patofisiologi glaukoma.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis glaukoma.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan medis glaukoma.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan glaukoma.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan glaukoma.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi glaukoma

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah
sekelompok gangguan gangguan yangbmelibatkan beberapa perubahan atau gejala
patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segalah
akibatnya. (Indriana dan N Istiqomah; 2004).
Glaukoma adaah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan
tekanan intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta defak lapang pandang
yang khas. (Tamsuri A; 2010)
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan
intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan pupil
syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan
penurunan tajam pengelihatan. (Martinelli; 1991 dan Sunaryo Joko Waluyo; 2009)
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan
fungsi penglihatan (Dwindra M; 2009)
B. Klasifikasi glaukoma
1. Glaukoma primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu timbul
pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit pada kedua
mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga, DM Arteri
osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif dan
lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-
95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan
berkembang disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu
terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan.
Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada,
kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal.
Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
b. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena
ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,
menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos mengalir ke
saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan
vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau lensa yang mengeras karena
usia tua. Gejalah yang timbul dari penutupan yang tiba-tiba dan meningkatnya
TIO, dapat nyeri mata yang berat, penglihatan kabur. Penempelan iris
memyebabkan dilatasi pupil, tidak segera ditangni akan terjadi kebutaan dan
nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang
menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam mata.
Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang terlibat dalam
sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi akibat:
 Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak
 Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea
 Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah
kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam mata
tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus dan
menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut dan peka
terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan perkembangan abnormal dari
sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang (0,05%)
manifestasi klinik biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia
blepharospme.
C. Etiologi
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan anatomi
sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan predisposisi
faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses
patologik dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma antara
lain riwayat glauakoma pada keluarga, diabetes melitus dan pada orang kulit hitam.

D. Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor aqueus
oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aquelus
melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan
keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari 20
mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan
tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara
fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya aliran darah
menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi
secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul
penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut saraf
pada papil saraf optik.
b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil
saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi penggaungan
pada papil saraf optik.
c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.
d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73).
Usia ≥ 40 tahun, DM, kortikosteroid jangka
panjang, miopia, trauma mata.

Obtruksi jaringan Peningkatan tekanan


trabekuler vitreus

Hambatan pengaliran Pergerakan iris ke


cairan humor aqueous depan

TIO meningkat Glaukoma TIO meningkat

Nyeri

Gangguan saraf optik Tindakan operasi

Perubahan pengelihatan Anxietas Kurang pengetahuan


perifer

Gangguan persepsi
sensori: pengelihatan

Kebutaan
E. Manifestasi klinis
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Mual, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema kornea.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat
cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
— Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
— Indentasi dengan tonometer schiotz
— Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
— Nonkontak pneumotonometri

Tonomerti Palpasi atau Digital

Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat,
sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat digunakan dalam
keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan dua jari telunjuk
diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak
boleh ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang
keras pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan
ini selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu
jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan
dicatat sebagai berikut :

 N : normal
 N+1 : agak tinggi
 N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
 N–1 : lebih rendah dari normal
 N–2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
b. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi
diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
c. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan
papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil
saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi.
Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang
luasnya tetap atau terus melebar.
2. Pemeriksaan lapang pandang
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih
lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan di
daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum, yang
meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas, 2002:
242-248).
G. Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka sudut
yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif (mengurangi
nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya sudut tertutup ulang
serta mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan hiperosmotik
seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor aqueus
ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti acetazolamide (Acetazolam,
Diamox). Dorzolamide (TruShop), methazolamide (Nepthazane). Penurunan humor
aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan agens penyekat beta adrenergik seperti
latanoprost (Xalatan), timolol (Timopic), atau levobunolol (Begatan).
Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil dengan
miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam. Miotikum ini
menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan. Pemberian miotikum
dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan TIO.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan memberikan
analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau kostikosteroid untuk reaksi
radang.
Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka saluran
schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan mudah. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser trabekuloplasti. Bila
tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi (Pemasanag selaput beku).
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan kesehatan
terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma merupakan
penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam
pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya pengabaian untuk mempertahankan
pengobatan dapat menyebabkan kehilangan pengelihatan progresif dan mengakibatkan
kebutaan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang penyakit
ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan itu.
Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa pengobatan bukan untuk
mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya mempertahankan fungsi pengelihatan
yang masi ada.
Konsep Asuhan Keperawatan Glaukoma
1. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Alamat
c. Jenis kelamin
d. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
e. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali
dari kulit putih (dewit, 1998).
f. Pekerjan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang dan
mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya kabur dan sering
menabrak, gangguan saat membaca
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata sebelumnya atau pada
saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang
akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma
(terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM,
Arterioscierosis, Miopia tinggi).
d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang menglami
penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
3. Psikososisl: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatu,
berkendaraan.
4. Pemeriksaan fisik
— Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi
lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera anterior
dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
— Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat
menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
— Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata,
sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal bereaksi
terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa mata yang
mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata yang lain.
— Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open angle
didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure ≥ 30
mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat sudut normal pada
glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul goniosinekia
(perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup.
Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang
pada waktu TIO normal sudutnya sempit. (Indriana N dan Istiqomah; 2004)
2. Diagnosa keperawatan
a. DX 1: Nyeri b.d peningkatan tekanan intraokuler (TIO). (Indriana N. Dan
Istiqomah; 2004).
b. DX 2: Gangguan persepsi sensori: pengelihatan b.d ganguan penerimaan,
gangguan status organ indra. (Doenges, Marilynn E; 1999).
c. DX 3: Ansietas b.d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan; adanya
nyeri; kemungkinan/kenyataan kehilangan pengelihatan. (Doenges, Marilynn
E; 1999).
d. DX 4: Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d
kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi
informasi.
3. Intervensi keperawatan
No.Dx Tujuan Intervensi Rasionl
1. Tujuan: Setelah Mandiri
diberikan tindakan - Pertahankan tirah - Tekanan pada mata
keperawatan baring ketat pada meningkatkan jika
diharapkan nyeri posisi semi-Fowler tubuh datar dan
dapat berkurang atau dan cegah tindakan manuver valsalva
terkontrol. yang dapat diaktifkan seperti pada
(Doenges, marilynn E; 1999). meningkatkan TIO aktivitas tersebut.
Kriteria hasil:
(batuk, bersin,
 Klien dapat mengejan)
mengidentifikasi - Berikan lingkungan — Stres dan sinar akan
penyebab nyeri. gelap dan tenang. meningkatkan TIO yang
 Klien dapat dapat mencetuskan
mengetahui faktor- nyeri.
faktor yang dapat — Obsevasi tekanan — Mengidentifikasi
meningkatkan nyeri. darah, nadi dan kemajuan atau
 Klien mampu pernapasan tiap 24 penyimpanan dari hasil
melakukan tindakan jam jika klientidak yang diharapkan.
untuk mengurangi menerimah agens
nyeri. osmotik secara
intravena dan tiap 2
jam jika klien
menerimah agens
osmotik intravena. — Mengidentifikasi
— Observai derajat nyeri kemajuan atau
mata tiap 20 menit penyimpangan dari hasil
selama fase akut. yang diharapkan.
— Mengidentifikasi
— Observasi ketajaman
kemajuan atau
pengelihatan setiap
penyimpangan dari hasil
waktu sebelum
yang diharapkan.
penetesan obat mata
yang diresepkan.
Koaborasi
— Berikan obat mata — Agens osmotik
yang diresepkan untuk intravena akan
glaukoma dan beri tau menurunkan TIO
dokter jika terjadi dengan cepat. Agens
hipotensi, haluaran osmitik bersifat
urin <24 ml/jam, nyeri hiperosmolor dan dapat
pada mata tidak hilang menyebabkan dehidrasi;
dalam waktu 30 menit manitol dapat
setelah terapi obat, mencetuskan
tajam pengelihatan hiperglikemis pada
turun terus menerus. pasien DM, tetes mata
miotik memperlancar
drainase akuos humor
dan menurunkan
produksinya.
Pengobatan TIO adalah
esensial untuk
memperbaiki
— Berikan analgesik pengelihatan.
narkotik yang — Mengontrol nyeri. Nyeri
diresepkan jika klien berat akan mencetuskan
mengalami nyeri hebat manuver valsalva dan
dan evaluasi meningkatkan TIO.
4. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan glaukoma
diharapkan sebagai berikut:
a. Nyeri dapat berkurang dan hilang
b. Pasien dapat mempertahankan lapang pengelihatan dengan optimal dan
mencegah kehilangan pengelihatan lebih lanjut
c. Kehawatiran pasien berkurang dan hilang
d. Pasien mengetahui tentang kondisi dan cara penanganan penyakit yang
dideritanya.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab akan dibahas tentang jurnal ilmiah yang berkaitan dengan
penatalaksanaan glaukoma dengan metode pemberikan terapi timolol maleat pada pasien
yang menderita glaukoma, adapun jurnal yang berkaitan ialah “PENCAPAIAN
TEKANAN INTRAOKULER PASCA PEMBERIAN TIMOLOL MALEAT 0,5%
PADA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER DI POLIKLINIK MATA RSUP
Prof.Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2012-2014” penelitian ini dilakukan oleh
ANDREA LALITA.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif restrospektif. Data diambil dari


rekam medis di Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Populasi
penelitian ialah seluruh data rekam medis penderita GSTaP dengan pemberian timolol
maleat 0,5% di Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari
2012 – Desember 2014. Kriteria penelitian ialah pasien terdiagnosis GSTaP dan
diberikan timolol maleat 0,5%, datang mengontrol TIO pertama kali 1 minggu dan atau 1
bulan kemudian setelah terapi timolol maleat 0,5%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andrea Lalita, didapatkan hasil


bahwa adanya penurunan TIO pada pasien GSTaP dengan pemberian terapi timolol
maleat 0,5% sebesar 16,52%. Hasil ini lebih kecil dari peneltian-penelitian yang telah
dilaporkan dimana diharapkan penurunan TIO yang terjadi sebesar 20-30%. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Joon et al, timolol maleat 0,5% berhasil menurunkan
TIO mencapai 23,53%. Serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Valk et al. dimana
persentase penurunan timolol maleat 0,5% mencapai 27,2%. Namun, berbeda dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh August dengan monoterapi timolol maleat 0,5%
hanya mencapai persentase penurunan TIO sebesar 15,93%.

Pada penelitian ini, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikat. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya faktor risiko lain yang harus dipertimbangkan dalam pemberian
terapi timolol maleat 0,5%, yaitu: usia >60 tahun, kecenderungan genetik, karakteristik
mata tertentu (seperti cacat pupil, kornea tipis, miopia), status pendidikan yang rendah,
merokok, dan masalah pemglihatan (seperti mata hipertensi, rasio cup disk horizontal
atau vertikal yang lebih besar, penyimpangan pola bidang visual lebih besar, bidang
visual asimetri, dan IOP).

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh DINA AMELIANA,


adapun penelitiannya adalah “PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN
INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID
PASIEN GLAUKOMA”.
Penelitian ini dilaksanakan di unit rawat jalan dan rawat inap bagian Ilmu
Kesehatan Mata RSUP. Dr. Kariadi Semarang dimulai bulan Januari 2014 sampai bulan
Juni 2014. Jenis penelitian retrospektif dengan rancangan penelitian cross sectional.
Jumlah sampel 42, Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, 35 sampel menggunakan terapi
timolol maleat dan 7 sampel menggunakan dorsolamid. Sampel diperoleh dari catatan
medik pasien glaukoma sudut terbuka pada bulan Januari 2011 – Desember 2013.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa terapi timolol maleat selama 2 bulan
dapat menurunkan tekanan intraokuler sebesar 20,24 mmHg (52,13%). Hal ini lebih besar
dari penelitian sebelumnya yang hanya menggunakan terapi timolol 0,5% penurunan
tekanan intraokulernya sebesar 15,93%.19 Hasil penelitian yang lain juga membuktikan
bahwa penurunan intraokuler dengan terapi timolol maleat dan kombinasi pilokarpin
sebesar 17,87% sekitar ±9,01 mmHg. Hasil penelitian ini, penurunan tekanan intraokuler
dengan terapi timolol lebih besar dari teori yaitu 20-30%.

Studi retrospektif di Thailand pada tahun 2012 dengan membandingkan timolol


maleat 0,1% dan 0,5% selama 6 minggu didapatkan lebih efektif timolol maleat 0,5%.
Penurunan tekanan intraokuler dengan timolol maleat 0,5% rata-rata 1 minggu dapat
turun sekitar 3,68-4,21 mmHg, sedangkan menggunakan timolol 0,1% penurunan
tekanan intraokuler sekitar 2,51%.

Dan penurunan tekanan intraokuler dengan dorsolamid selama 2 bulan pada


penelitian ini dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar 9,54 mmHg (31,6%). Hasil
penelitian ini lebih besar dengan teori yang ada yaitu dapat menurunkan tekanan
intraokuler sebesar 15-20%.

Dalam penelitian ini diperoleh perbedaan penurunan tekanan intraokuler antara


pemberian terapi timolol maleat dan dorsolamid pada pasien glaukoma dengan nilai
p=0,001 ( setelah 7 hari), p=0,04 (setelah 1 bulan), dan tidak ada perbedaan yang
bermakna antara pemberian timolol dan dorsolamid setelah 2 bulan terapi (p=0,875).

Hasil penelitian ini pada 2 bulan setelah pemberian terapi timolol dan dorsolamid
tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam menurunkan tekanan intraokuler. Hal ini
disebabkan kadar obat sudah mencapai puncak, sehingga tidak dapat menurunkan
tekanan intraokuler dan cenderung stabil.
BAB IV

PENUTUP
A. Keimpulan
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama
akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan
karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan
membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata
yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati
Glaukoma dapat diklasifikasi menjadi 3 yaitu: glaukoma primer, sekunder dan
kongenital. Adapun tanda dan gejalanya adalah kornea suram, sakit kepala , nyeri, lapang
pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya
dapat dilakukan berbagai terapi obat-obatan, sala satunya adalah dengan pemberian terapi
timolol yang bertujuan untuk menurunkan intraokuler (TIO).
B. Saran
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pada glaukoma untuk pencapaian kualitas keperawatan secara
optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena
bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka
penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan
pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan
asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan medical-bedah.
Jakarta: EGC, 2010.
2. Doungoes, marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke 3. Jakarta: EGC. 1999.
3. Indriana dan N Istiqomah.
Pustaka jurnal
1. Andrea Lalita. Pencapaian tekanan intraokuler pasca pemberian timolol maleat 0,5%
pada glaukoma susut terbuka primer di poloklinik mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado tahun 2012-2014. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi;
2016.
2. Dina Ameliana. Perbandingan penurunan tekanan intraokuler pada terapi timolol
maleat dan dorsalamid pasien glaukoma. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2014

Anda mungkin juga menyukai