Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Rabies adalah penyakit infeksi akut system saraf pusat pada manusia dan
mamalia yang berakibat fatal. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies. Yang
berbentuk genus Lyssa-virus, family Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia
melalui secret yang terinfeksi pada gigitan binatang. Nama lain ialah Hydrophobia
atau di indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. (Sudoyo Aru,dkk 2009)
2. Etiologi
Virus rabies termasuk family rhabdovirus yang mempunyai diameter 80-180
nm. Dapat tahan pada suhu 40C selama beberapa minggu, apabila pada keadaan
beku atau dalam keadaan tidak adanya karbon dioksida. Dalam keadaan kering pada
suhu 40C virus ini dapat disimpan selama beberapa tahun.
3. Patofisiologi
Rhabdovirus

Virus menyebar secara sentripetal


melalui endonerium sel-sel

Virus masuk ke jaringan

Obstruksi saluran pernapasaan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

4. Manifestasi Klinik
Gejala prodomal biasanya non spesifik berlangsung 1-4 hari dan ditandai
dengan demam, sakit kepala, malaise, mialgia, gejala gangguan saluran pernafasan,
dan gejala gastrointestinal. Gejala prodomal yang sugestif rabies adalah keluhan

parestesia, nyeri, gatal, dan atau fasikulasi pada atau sekitar tempat inokulasi virus
yang kemudian akan meluas ke ekstremitas yang terkena tersebut. Sensasi ini
berkaitan dengan multiplikasi virus pada ganglia dorsalis saraf sensorik yang
mempersarafi area gigitan dan dilaporkan pada 50-80 % penderita.
Setelah timbul gejala prodomal, gambaran klinis rabies akan berkembang
menjadi salah satu dari 2 bentuk, yaitu ensefalitik (furious) atau paralitik (dumb).
Bentuk ensefalitik ditandai aktifitas motorik berlebih, eksitasi, agitasi, bingung,
halusinasi, spasme muskular, meningismus, postur epistotonik, kejang dan dapat
timbul paralisis fokal. Gejala patognomonik, yaitu hidrofobia dan aerofobia, tampak
saat penderita diminta untuk mencoba minum dan meniupkan udara ke wajah
penderita. Keinginan untuk menelan cairan dan rasa ketakutan berakibat spasme otot
faring dan laring yang bisa menyebabkan aspirasi cairan ke dalam trakea. Hidrofobia
timbul akibat adanya spasme otot inspirasi yang disebabkan oleh kerusakan batang
otak saraf penghambat nukleus ambigus yang mengendalikan inspirasi. Pada
pemeriksaan fisik, temperatur dapat mencapai '3d39C. Abnormalitas pada sistem
saraf otonom mencakup pupil dilatasi ireguler, meningkatnya lakrimasi, salivasi,
keringat, dan hipotensi postural.
Gejala kemudian berkembang berupa manifestasi disfungsi batang otak.
Keterlibatan saraf kranial menyebabkan diplopia, kelumpuhan saraf fasial, neuritis
optik, dan kesulitan menelan yang khas. Kombinasi salivasi berlebihan dan kesulitan
dalam menelan menyebabkan gambaran klasik, yaitu mulut berbusa. Disfungsi
batang otak yang muncul pada awal penyakit membedakan rabies dari ensefalitis
virus lainnya. Bentuk paralitik lebih jarang dijumpai. Pada bentuk ini tidak di
temukan hidrofobia, aerofobia, hiperaktivitas dan kejang. Gejala awalnya berupa
ascending paralysis atau kuadriparesis. Kelemahan lebih berat pada ekstremitas
tempat masuknya virus. Gejala meningeal (sakit kepala, kaku kuduk) dapat menonjol
walaupun kesadaran normal. Pada kedua bentuk, pasien akhirnya akan berkembang
menjadi paralisis komplit, kemudian menjadi koma, dan akhirnya meninggal yang
umumnya karena kegagalan pernafasan. Tanpa terapi intensif, umumnya kematian
akan terjadi dalam 7 hari setelah onset penyakit.
5. Penatalaksanaan
Penderita yag terkena gigitan anjing atau kucing atau kera segera:

1) Cuci luka gigitan dengan sabun atau detergent di air mengalir selama 10-15 menit
dan beri antiseptic (betadine,alkohol 70%,obat merah,dll)
2) Segera ke puskesmas/rabies center/rumah sakit untuk mencari pertolongan
selanjutnya
Di puskesmas/rabies center/rumah sakit di lakukan:
1) Penanganan luka gigitan:
Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun atau detergent di air mengalir selama
10-15 menit dan beri antiseptic
Anamnesis apakah didahului tindakan provokatif, hewan yang menggigit
menunjukkan gejala rabies, penderita gigitan hewan pernah divaksinasi dan
kapan, hewan penggigit pernah divaksinasi dan kapan
Identifikasi luka gigitan;
Luka resiko tinggi: jilatan/luka pada mukosa, luka di atas daerah bahu
(mukosa,leher,kepala), luka pada jari tangan, kaki, genitalia, luka lebar/dalam
dan luka yang banyak (multiple wound)
2) Pemberian vaksin
VAR (vaksin anti rabies)
Purified vero rabies vaccine (PVRV) produksi institute merieux perancis
(verorab)
Dosis dewasa/anak sama yaitu: hari ke 0 (pertama berkunjung ke puskesmas
/rabies center/rumah sakit). Diberikan 2 dosis @0,5ml diberikan deltoideus
kanan/kiri. Hari ke 7 dan 21 diberikan 0,5ml lagi secara inra muskuler di
deltoideus kanan/kiri. Apabila VAR Verorab + SAR perlu diberikan booster

pada hari ke 90.


Suckling mice brain vaccine (SMBV) produksi bio farma bandung.
Dosis: dewasa, dasar 2ml,diberikan 7x setiap hari sub cutan di daerah
sekitar pusar/umbilicus. Ulangan 0,25ml diberikan ke 11,15,30 dan 90
secara intra cutandi bagian fleksor lengan bawah. Anak-anak 3 tahun ke
bawah, dasar 1ml diberikan 7x setiap hari subcutan di daerah sekitar pusar/
umbilicus. Ulangan 0,1ml diberikan hari ke 11,15,30, dan 90 secara intra
cutan di bagian fleksor lengan bawah. Pemberian SMBV + SAR (serum anti
rabies) jadwal pemberian VAR dasar sama ulangan booster jadwalnya 11,

15, 25 , 35 , dan 90.


SAR (serum anti rabies)
SAR heterolog (serum kuda) produksi bio farma bandung
Dosis 40 IU/kg BB, harus dilakukan skin test, bila positif tidak boleh

diberikan, kemasan vial=20ml (1ml=100 IU)


SAR homolog, misalnya IMDGAM produksi pasteur merieux perancis
Dosis 20 IU/kg kemasan vial 2ml (1ml=150 IU), cara pemberian
disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin sisanya intra

muskuler di gluteus/pantat.
6. Pemeriksaan Penunjang
1) EEG: dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang
2) Pemindaian CT/Scan: mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan
3) Magneti resonance imaging (MRI)
4) Pemindaian positron emission tomography (PET): untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau aliran darah dalam otak.
5) Uji laboratorium:
- Pungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler
- Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
- Panel elektroit, skrining toksik dari serum dan urin, GDA
- Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200 mq/dl)
- BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat
- Elektrolit: K, Na, ketidakseimbangan elektrolit (predisposisi kejang)
- Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl), Natrium (N 135-144 meq/dl)
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Peningkatan tingkat pernapasan
Takikardi
Suhu umumnya meningkat (37,9C)
Menggigil
Kesulitan dalam menelan makanan
Mual dan muntah
Porsi makanan dihabiskan
Adanya tanda-tanda inflamasi
Kejang
Kelemahan
Fontanel: menonjol, rata, cekung
Letargi dan rasa mengantuk
Fotofobia
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan napas (mucus dalam
jumlah berlebihan), spasme jalan napas
b. Hipertermia b.d infeksi

c. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif (gerakan tidak terkoordinasi),


penurunan kendali otot dan kaku sendi
d. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload, kontraktilitas dan frekuensi
jantung
e. Gangguan menelan b.d gangguan neuromuscular (penurunan otot/abnormalitas
orofaring, laring)
f. Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan system saraf pusat, defek anatomis
(kelumpuhan otot palatum)
g. Resiko infeks b.d luka terbuka

3. Intervensi Keperawatan
No.
1.

Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas
Definisi: ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran pernafasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan

nafas
Batasan karakteristik:
Tidak ada batuk
Perubahan frekuensi napas
Perubahan irama napas
Kesulitan berbicara atau
mengeluarkan suara
Penurunan bunyi napas
Dispneu
Orthopneu
Gelisah
Mata terbuka lebar
Faktor-faktor yg berhubungan
obstruksi jalan nafas:
spasme jalan nafas

Tujuan & Kriteria Hasil


NOC :

Intervensi
NIK
Airway suction

1.
2.

Respiratory status : ventilation


Respiratory status : Airway
patency
Kriteria Hasil:
1. Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara napas yang bersih,
tidak ada sianosis, dan dyspnea
(mampu mengeluarkan sputum),
mampu bernapas dengan mudah.
2. Menunjukkan jalan napas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama napas, frekuensi
pernapasan dalam batas normal,
tidak ada suara napas abnormal.
3. Mampu mengidentifikasi dan

1.

2.

3.

4.

5.

mencegah faktor yang dapat


menghambat jalan napas

6.

7.

2.

Hipertermia
Definisi: peningkatan suhu tubuh di
atas kisaran normal
Batasan karakteristik:
Konvulsi
Kulit kemerahan

NOC
Thermoregulation
Kriteria Hasil:
1. Suhu tubuh dalam rentang
2.

normal
Nadi dan RR dalam rentang

Monitor status
oksigen/pernapasan
pasien/klien
Auskultasi suara
napas sebelum dan
sesudah suction
Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang suctioning
Minta klien napas
dalam sebelum
suctioning dilakukan
Berikan O2 dengan
menggunakan nasal
untuk memfasilitasi
suction naso trakheal
Gunakan alat yang
steril setiap
melakukan tindakan
Anjurkan klien untuk
istirahat dan napas
dalam setelah suction

NIC
Fever treatment
1. Monitor suhu
2.

sesering mungkin
Monitor warna dan
suhu kulit

Peningkatan suhu tubuh di atas


kisaran normal
Kejang
Takikardi
Takipnea
Kulit terasa hangat
Faktor-faktor yg berhubungan
Penyakit
Hambatan mobilitas fisik
Definisi: keterbatasan pada

3.

3.

pergerakan fisik tubuh atau satu atau


lebih ekstremitas secara mandiri atau
terarah
Batasan karakteristik:
Keterbatasan rentang pergerakan
sendi
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak terkoordinasi
faktor-faktor yg berhubungan
Gangguan kognitif

normal
Tidak ada perubahan warna kulit
dan tidak ada pusing

NOC
1. Joint movement: active
2. Mobility level
3. Self care: ADLs
4. Transfer performance
Kriteria Hasil :
1. Klien meningkat dalam aktifitas
2.

fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan

3.

mobilitas
Memverbalisasikan perasaan

3.

Monitor TD, nadi,

4.

dan RR
Berikan anti piretik

NIC
Exercise therapy:
ambulation
1. Kaji kemampuan
pasien dalam
2.

pasien saat mobilisasi


dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs

dalam meningkatkan kekuatan


4.
5.

dan kemampuan berpindah


Memperagakan penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi (walker)

mobilisasi
Dampingi dan bantu

3.

pasien
Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika

4.

diperlukan
Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang rencana
ambulasi sesuai

4.

Penurunan curah jantung


Definisi: ketidakadekuatan darah
yang dipompa oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolic
tubuh.
Batasan karakteristik :
Perubahan frekuensi , irama jantung
Aritmia
Bradikardi, takikardi
Palpitasi
Perubahan preload
Edema, keletihan
Peningkatan CVP (central venous
pressure
Peningkatan berat badan
Perubahan afterload
Kulit dingin/lembab
Penurunan nadi perifer
Penurunan resistensi vaskuler
sistemik (sistemik vascular
resistence, SVR)

NOC
1. Cardiac Pump effectiveness
2. Circulation Status
3. Vital Sign Status
Kriteria hasil :
1. Klien mampu mengidentifikasi
Tanda vital dalam rentang normal
( tekanan darah, nadi, respirasi)
2. Dapat mentoleransi aktivitas,
tidak ada kelelahan
3. Tidak ada penurunan kesadaran

dengan kebutuhan
NIC
Cardiac Care
1. Evaluasi adanya nyeri
dada ( intensitas,
2.

lokasi, durasi)
Monitor status

3.

kardiovaskuler
Monitor adanya
perubahan tekanan

4.

darah
Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari

5.

kelelahan
Monitor toleransi

Variasi pada pembacaan tekanan


darah
Dyspnea
Pengisian kapiler memanjang
Perubahan warna kulit

6.

aktivitas pasien
Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan

Perubahan kontraktilitas
Batuk
Penurunan indeks jantung
Dyspnea nocturnal paroksimal
Perilaku / emosi
Ansietas / gelisah
Faktor-faktor yg berhubungan :
Perubahan afterload
Perubahan kontraktilitas
Perubahan frekuensi jantung

7.

ortopneu
Anjurkan untuk
menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi,
2.

suhu, dan RR
Monitor jumlah dan

3.

irama jantung
Monitor bunyi

4.

jantung
Monitor pola

5.

pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna,

6.

dan kelembaban kulit


Identifikasi penyebab
dari perubahan vital

5.

Gangguan menelan
Definisi: abnormal fungsi mekanisme
menelan yang dikaitkan dengan

NOC
1. Pencegahan aspirasi
2. Status menelan: tindakan pribadi

defisit struktur atau fungsi oral, faring


atau esofagus
Batasan karakteristik:
Gangguan fase esofagus:
Menolak makan
Menelan berulang
Kegelisahan yang tidak jelas

makan
Muntah sebelum menelan
Kurang mengunyah
Gangguan fase faring:
Keterlambatan menelan
Menolak makan, muntah
Refluks nasal
Faktor-faktor yg berhubungan:
Abnormalitas orofaring, laring

untuk mencegah pengeluaran

kesadaran, refleks

cairan dan partikel padat ke

batuk, muntah dan

3.

dalam paru
Status menelan: fase esofagus
Penyaluran cairan atau partikel

4.

padat dari faring ke lambung


Status menelan: fase oral
Persiapan, penahanan, dan

seputar waktu makan


Gangguan fase oral:
Tersedak & batuk sebelum

pergerakan cairan atau partikel


5.

padat ke arah posterior di mulut


Status menelan: fase faring
Penyaluran cairan atau partikel

padat dari mulut ke esofagus


Kriteria Hasil:
1. Dapat mempertahankan makanan
2.
3.

sign
NIC
Aspirasi precautions
1. Memantau tingkat

dalam mulut
Kemampuan menelan adekuat
Mampu mengontrol mual &
muntah

2.

kemampuan menelan
Menyuapkan
makanan dalam

3.

jumlah kecil
Memonitor status

4.

paru
Menjaga /
mempertahankan
jalan napas

6.
Hambatan komunikasi verbal
Definisi: penurunan, kelambatan,
atau ketiadaan kemampuan untuk
menerima, memproses, mengirim,
dan atau menggunakan sistem simbol
Batasan karakteristik:
Tidak ada kontak mata
Tidak dapat bicara
Kesulitan mengekspresikan pikiran

NOC
1. Anxiety self control
2. Coping
3. Sensory function: hearing &
vision
4. Fear self control
Kriteria hasil:
1. Komunikasi: penerimaan,
2.

interpretasi dan ekspresi pesan


Lisan, tulisan dan non verbal

3.

meningkat
Komunikasi ekspresif (kesulitan

secara verbal (mis; afasia, disfasia,

7.

apraksia, disleksia)
Devisit visual parsial
Ketidaktepatan verbalisasi
Pelo
Faktor-faktor yg berhubungan:
Perubahan SSP
Defek anatomis

berbicara): ekspresi pesan verbal

NIC
Comunication
enchancement: speech
deficit
1. Dorong pasien untuk
berkomunikasi secara
perlahan dan untuk
mengulangi
2.

permintaan
Dengarkan dengan

3.

penuh pehatian
Berdiri di depan

dan atau non verbal yang


4.

bermakna
Gerakan terkoordinasi: mampu
mengkoordinasi gerakan dalam
menggunakan isyarat

pasien ketika
4.

berbicara
Anjurkan ekspresi
diri dengan cara lain
dalam menyampaikan
informasi (bahasa
isyarat)

Anda mungkin juga menyukai