Anda di halaman 1dari 29

Tugas : Kelompok

Dosen : Nurlina, S.Kep., Ns.

MAKALAH

ASKEP PADA PASIEN GIGITAN BINATANG

“RABIES”

DI SUSUN

OLEH

1. EMI
B2 002 17 001
2. CAKRA WARDANA
B2 002 17 009
3. RINA LESTARI
B2 002 17 014

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BARAMULI PINRANG

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul Askep pada Pasien Gigitan Binatang
“Rabies” ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca.

Di dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Dan tidak lupa kami mohon
maaf bila terjadi kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Harapan kami semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga
kami dapat memperbaiki bentuk maupaun isi makalah ini sehingga ke depannya dapat menjadi
lebih baik.

Pinrang , 22 Juni 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................1
D. Manfaat............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit....................................................................................2
1. Definisi.......................................................................................................2
2. Etiologi.......................................................................................................2
3. Patofisiologi...............................................................................................3
4. Fathway......................................................................................................5
5. Menifestasi Kliniks....................................................................................7
6. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................9
7. Penetalaksanaan.......................................................................................10
8. Komplikasi...............................................................................................12
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.............................................................15
1. Pengkajian................................................................................................15
2. Diagnosa...................................................................................................17
3. Intervensi .................................................................................................18
4. Implementasi............................................................................................25
5. Evaluasi ...................................................................................................25
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.............................................................................................26
B. SARAN ........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat
menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai dengan
disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Rabies
merupakan salah satu penyakit menular tertua yang dikenal di Indonesia. Virus rabies
termasuk dalam genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus sendiri terdiri
dari 80 jenis virus dan virus rabies merupakan prototipe dari genus ini. Sejarah penemuan
rabies bermula 2000 tahun SM ketika Aristoteles menemukan bahwa anjing dapat
menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui gigitan. Ketika seorang anak laki-laki
berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing rabies pada tahun 1885, Louis Pasteur
mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut, menjadikannya orang
pertama yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak menderita rabies.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
dengan rabies?

C. Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit rabies.

D. Manfaat

Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan konsep
dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan rabies.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi/Pengertian

Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan suatu penyakit
infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan
ditularkan dari gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan dengan virus rabies ini
adalah hewan berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa kucing,
anjing, kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.

Pada hewan yang menderita rabies, virus ditemukan dengan jumlah yang banyak pada
air liurnya. Virus ini ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui luka gigitan.
Oleh karena itu bangsa karnivora adalah hewan yang paling utama sebagai penyebar rabies.

Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti
karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selau berakhir dengan kematian.

2. Etiologi

Adapun penyebab dari rabies adalah :

a. Virus rabies.
b. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang terdapat dalam
air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi tubuh manusia

c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

v
Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika air liur hewan yang
terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang seperti kelopak mata atau mulut atau kontak
melalui kulit yang terbuka

3. Patofisiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melaui gigitan
dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan,
selama 2 minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk
ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh
melalui pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer.
Masa inkubasi yang panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan
sistem saraf pusat. Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural
junction dan memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah
tidak berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100 %. Jika virus
telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian
neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus,
dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian
bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun
otonom.

Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh
dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai infeksi sistem
limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi
pengontrolan sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien
akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.

Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan hewan
yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies
akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka.
Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva

vi
mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui makanan belum pernah
dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang ditemukan pada manusia. Hanya
ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasi ini.

vii
4. Pathway

Anjing Kucing Kera Rakun

Menggigit/menjilati Manusia Luka Resiko


Infeksi

Virus masuk ke dalam tubuh,melalui ludah.

Virus berpindah dari tempatnya


dengan perantara saraf.

Medula Spinalis Otak

Virus Berinkubasi

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

Difusi Na dan Ca berlebih

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih

Kejang Cemas

8
parsial umum

5.
sederhana kompleks absens mioklonik Tonik kloni atonik

Kesadaran Gg peredaran darah Aktivitas otot

Resiko
Reflek hipoksia Metabolisme
injury
menelan
Permeabilitas Keb. O2 Suhu tubuh
kapiler
Gangguan makin
Pola Nutrisi meningkat
Sel neuron asfiksia
otak rusak
Hipertermi
Gangguan Pola Nafas

9
5. Manifestasi Klinis

Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :


a. Bentuk ganas (Furious Rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda terlihat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
1) Hewan menjadi penakut atau menjadi galak
2) Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat
menjadi agresif
3) Tidak menurut perintah majikannya
4) Nafsu makan hilang
5) Air liur meleleh tak terkendali
6) Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan memakan barang, benda-
benda asing seperti batu, kayu dsb.
7) Menyerang dan menggigit barabg bergerak apa saja yang dijumpai
8) Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan
9) Ekor diantara 2 (dua)paha
b. Bentuk diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
1) Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk
2) Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak terlihat
3) Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka
4) Air liur keluar terus menerus (berlebihan)
5) Mati
c. Bentuk Asystomatis
a. Hewan tidak menunjukan gejala sakit
b. Hewan tiba-tiba mati

10
Pada Manusia

Ketika seseorang pertama kali digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies, gejalanya
dapat terlihat pada otot rangka. Masa inkubasi rata-rata pada manusia sekitar 3 – 8 minggu,
lebih lama daripada masa inkubasi pada hewan. Sangat jarang tapi pernah ditemukan masa
inkubasi selama 19 tahun. Pada 90 % kasus, masa inkubasinya kurang dari 1 tahun. Ada pula
yang menyebutkan bahwa masa inkubasinya adalah 60 hari untuk gigitan yang terdapat di
kaki. Gigitan pada wajah hanya membutuhkan waktu sekitar 30 hari. Hal ini disebabkan
karena lokasi inokulasi yang makin dekat dengan otak, makin pendek masa latennya. Pada
masa inkubasi ini, virus rabies menghindari sistem imun dan tidak ditemukan adanya respon
antibodi. Saat ini, pasien dapat tidak menunjukkan gejala apa – apa (asimptomatik).

Pada stadium prodromal, virus mulai memasuki sistem saraf pusat. Stadium
prodromal berlangsung 2 – 10 hari dan gejala tak spesifik mulai muncul berupa sakit kepala,
lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, nyeri otot, insomnia, mual, muntah, dan nyeri
perut. Parestesia atau nyeri pada lokasi inokulasi merupakan tanda patognomonik pada rabies
dan terjadi pada 50 % kasus pada stadium ini, dan tanda ini mungkin menjadi satu-satunya
tanda awal.

Setelah melewati stadium prodromal, maka dimulailah stadium kelainan neurologi


yang berlangsung sekitar 2 – 7 hari. Pada stadium ini, sudah terjadi perkembangan penyakit
pada otak dan gejalanya dapat berupa :

a. Bentuk spastik (furious rabies): peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings
dan esofagus, kejang, aerofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, dan hidrofobia. Yang
sangat terkenal adalah hidrofobia di mana bila pasien diberikan segelas air minum, pasien
akan menerimanya karena ia sangat haus, dan mencoba meminumnya. Akan tetapi
kehendak ini dihalangi oleh spasme hebat otot-otot faring. Dengan demikian, ia menjadi
takut dengan air sehingga mendengar suara percikan air kran atau bahkan mendengar
perkataan air saja, sudah menyebabkan kontraksi hebat otot-otot tenggorok. Spasme otot-
otot faring maupun pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti
meniupkan udara ke wajah pasien atau menyinari matanya. Pasien akan meninggal dalam
3 – 5 hari setelah mengalami gejala-gejala ini.
11
b. Bentuk demensia.
Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat melakukan tindakan
kekerasan, koma, mati.
c. Bentuk paralitik (dumb rabies): Pada bentuk ini pasien tampak lebih diam daripada tipe
furious. Gejala yang dapat muncul pada bentuk ini adalah demam dan rigiditas. Paralisis
yang terjadi bersifat simetrik dan mungkin menyeluruh atau bersifat ascending sehingga
dapat dikelirukan dengan Guillain-Barre Syndrome. Sistem sensoris biasanya masih
normal.

Gejala Rabies Pada Manusia:

a. Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan menurun, badan
terasa lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah sekitar gigitan (rasa
panas, nyeri berdenyut)
b. Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara
c. Air liur dan air mata keluar berlebihan
d. Pupil mata membesar
e. Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
f. Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah
otak yang itdak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah
dalam otak

12
e. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA
a) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit : K, Na
d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl

7. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan rabies adalah dengan menghilangkan virus bebas dari tubuh
dengan pembersihan dan netralisasi, yang diikuti dengan penginduksian sistem imun spesifik
terhadap virus rabies pada orang yang terpajan sebelum virusnya bereplikasi di susunan saraf
pusat. Hal ini membutuhkan vaksinasi aktif maupun pasif. Pada vaksinasi pasif,
imunoglobulin rabies dari orang yang telah divaksinasi sebelumnya (Human Rabies Immune
Globulin), diberikan kepada pasien yang belum memiliki imunitas sama sekali. Sehingga
dalam hal ini vaksinasi pasif disebut pula serum anti rabies. Sedangkan vaksinasi aktif rabies
atau vaksin anti rabies terbagi atas:

a. Nerve Tissue derived Vaccines (NTV) yang diproduksi dari jaringan otak hewan yang
terinfeksi. NTV dapat menyebabkan reaksi neurologi berat karena adanya jaringan
bermyelin pada vaksin. Akan tetapi, NTV , masih tetap banyak digunakan sebagai
pencegahan rabies.
b. Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) yang dikultur dalam fibroblast manusia.
Merupakan jenis vaksin rabies yang paling optimal saat ini.

13
Di Amerika Serikat, pencegahan setelah terkena gigitan adalah sebagai berikut : 1
dosis Human Rabies Immune Globulin (HRIG) dan 5 dosis vaksin anti rabies dalam periode
28 hari. HRIG harus diberikan segera setelah tergigit/terpajan dalam 24 jam pertama. HRIG
hendaknya tidak diinjeksikan pada tempat yang sama dengan vaksin. Setelah itu, 5 dosis
vaksin anti rabies harus diberikan pada hari 0, 3, 7, 14, dan 28 dengan dosis 1 ml tiap kali.

Sedangkan di Indonesia sendiri, penanganan penderita yang tergigit anjing atau hewan
tersangka dan positif rabies adalah sebagai berikut :

a. Luka gigitan

Dicuci dengan air sabun (detergen) 5–10 menit kemudian dibilas dengan air
bersih.

1) Alkohol 40-70 %
2) Berikan yodium atau senyawa amonium kuartener 0,1 %
3) Penyuntikan SAR secara infiltrasi di sekitar luka. Menunda penjahitan luka, jika
penjahitan diperlukan gunakan anti serum lokal.
4) Dapat diberikan Toxoid Tetanus, antibiotik, anti inflamasi, dan analgesik.

b. Kontak, tetapi tanpa lesi, kontak tak langsung, tak ada kontak - - - -
c. Menjilat kulit, garukan atau abrasi kulit, gigitan kecil (daerah tertutup), lengan, badan, &
tungkai. Beri VAR
1) Hari 0 : 2 x suntikan IM
2) Hari 7 : 1 x suntikan IM
3) Hari 21 : 1 x suntikan IM Imovax / Verorab 0,5 ml deltoid kiri dan 0,5 ml di kanan

d. Menjilat mukosa, luka gigitan besar/dalam, luka di kepala, leher, jari tangan, dan kaki.
Serum Anti Rabies (SAR)
1) ½ dosis disuntikkan infiltrasi di sekitar luka
2) ½ dosis sisa disuntikkan IM regio glutea.
3) Vaksin Anti Rabies (VAR)
4) sesuai poin 3 Imovag rabies
14
5) 20 IU/kgBB
6) Imovax atau Verorab
7) Hari 90 : 0,5 ml IM di deltoid kanan/kiri –

e. Kasus gigitan ulang


1) < 1 tahun
2) > 1 tahun Berikan VAR hari 0
a) Beri SAR + VAR secara lengkap Imovax, Verorab
b) Imovax, Verorab, Imogan Rabies - 0,5 ml IM deltoid. Umur < 3 tahun 0,1 ml IC
flexor lengan bawah
c) Umur > 3 tahun 0,25 ml IC flexor lengan bawah.
d) Sesuai poin 1,3,4

f. Bila ada reaksi penyuntikan : lokal, kemerahan, gatal, & bengkak Beri antihistamin
sistemik atau lokal. Jangan beri kortikosteroid.
g. Bila timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis, berikan
kortikosteroid dosis tinggi.

8. Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase
koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra cranial: kelainan pada
hypothalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti diuretic
(SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia,
hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun generalisata, dan sering
bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium pradromal sering terjadi
komplikasi hiperventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi
terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.

15
Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan

JENIS KOMLIKASI PENANGANANNYA

Neurologi

-          Hiperaktif Fenotiazin, benzodiazepine

-          Hidrofobia Tidak diberi apa-apa lewat mulut

-          Kejang fokal Karbamazepine, fenitoin

-          Gejala neurologi local Tak perlu tindak apa-apa

-          Edema serebri Mannitol, galiserol

-          Aerofobia Hindari stimulasi

Pituitary

-          SAHAD Batasi cairan

-          Diabetes insipidus Cairan, vasopressin

Pulmonal

-          Hiperventilasi Tidak ada

-          Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP

-          Atelektasis Ventilator

-          Apnea Ventilator

-          Pneumotoraks Dilakukan ekspansi paru

Kardiovaskular

16
-          Aritmia Oksigen, obat anti aritmia

-          Hipotensi Cairan, dopamine

-          Gagal jantung kongestif Batasi cairan, obat-obatan

-          Thrombosis arteri/vena Oksigen, obat anti aritmia

-          Obstruksi vena kava superior Cairan, dopamine

-          Henti jantung Batasi cairan, obat-obatan

-          Anemia

-          Perdarahan gastrointestinal Transfuse darah

-          Hipertermia H2 blockers, transfusi darah

-          Hipotermia Lakukan pendinginan

-          Hipooalemia Selimut panas

-          Ileus paralitik Pemberian cairan

-          Retensio urine Cairan paranteral

-          Gagal ginjal akut Kateterisasi

Pneumomediastinum Hemodialisa

Tidak dilakukan apa-apa

17
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Status Pernafasan
1) Peningkatan tingkat pernapasan
2) Takikardi
3) Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
4) Menggigil
b. Status Nutrisi
1) kesulitan dalam menelan makanan
2) berapa berat badan pasien
3) mual dan muntah
4) porsi makanan dihabiskan
5) status gizi
c. Status Neurosensori
Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
1) Kejang
2) Kelemahan
e. Integritas Ego
1) Klien merasa cemas
2) Klien kurang paham tentang penyakitnya

f. Pengkajian Fisik Neurologik :

1) Tanda – tanda vital

a) Suhu

b) Pernapasan

c) Denyut jantung

d) Tekanan darah

18
e) Tekanan nadi

2) Hasil pemeriksaan kepala

a) Fontanel : menonjol, rata, cekung

b) Bentuk Umum Kepala

3) Reaksi pupil

a) Ukuran

b) Reaksi terhadap cahaya

c) Kesamaan respon

4) Tingkat kesadaran

a) Kewaspadaan : respon terhadap panggilan

b) Iritabilitas

c) Letargi dan rasa mengantuk

d) Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain

5) Afek

a) Alam perasaan

b) Labilitas

6) Aktivitas kejang

a) Jenis

b) Lamanya

7) Fungsi sensoris

a) Reaksi terhadap nyeri

b) Reaksi terhadap suhu

8) Refleks

a) Refleks tendo superficial

19
b) Reflek patologi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
b. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolism
d. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi
e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
f. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka

20
3. Rencana Keperawatan

No Dx. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Gangguan pola Setelah diberikan tindakan a. Obsevasi tanda- tand vital 1. Tanda vital merupakan acuan untuk
nafas keperawatan, diharapkan pasien terutama respirasi. melihat kondisi pasien.
berhubungan pasien bernafas tanpa ada
dengan afiksia gangguan, dengan kriteria b. Beri pasien alat bantu 2. O2 membantu pasien dalam bernafas.
hasil : pernafasan seperti O2.
a. Pasien bernafas, tanpa 3. posisi yang nyaman akan membantu
ada gangguan. c. Beri posisi yang nyaman. pasien dalam bernafas.
b. Pasien tidak
menggunakan alat
bantu dalam bernafas
c. Respirasi normal (16-
20 x/menit)
2. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan a. Kaji keluhan mual, sakit a. menentukan intervensi selanjutnya.
nutrisi keperawatan diharapkan menelan, dan muntah yang
berhubungn kebutuhan nutrisi pasien dialami 1 pasien.
dengan terpenuhi, dengan kriteria b. Kaji cara / bagaimana b. Cara menghidangkan makanan dapat
penurunan hasil : makanan dihidangkan. mempengaruhi nafsu makan pasien.
refleks pasien mampu c. Berikan makanan yang c. Membantu mengurangi kelelahan
menelan menghabiskan makanan mudah ditelan seperti pasien dan meningkatkan asupan

21
sesuai dengan porsi yang bubur. makanan
diberikan /dibutuhkan. d. Berikan makanan dalam d. Untuk menghindari mual
porsi kecil dan frekuensi
sering.
e. Catat jumlah / porsi e. Untuk mengetahui pemenuhan
makanan yang dihabiskan kebutuhan nutrisi.
oleh pasien setiap hari.
f. Berikan obat-obatan f. Antiemetik membantu pasien
antiemetik sesuai program mengurangi rasa mual dan muntah dan
dokter. g. diharapkan intake nutrisi pasien
meningkat.
g. Ukur berat badan pasien
setiap minggu. h. Untuk mengetahui status gizi pasien
3. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji saat timbulnya demam a. untuk mengidentifikasi pola demam
berhubungan keperawatan diharapkan pasien.
dengan demam pasien teratasi, b. Observasi tanda vital b. Tanda vital merupakan acuan untuk
peningkatan dengan criteria hasil : (suhu, nadi, tensi, mengetahui keadaan umum pasien.
metabolisme - Suhu tubuh normal (36 – pernafasan) setiap 3 jam
370C). c. Berikan kompres hangat c. Dengan vasodilatasi dapat
- Pasien bebas dari demam. meningkatkan penguapan dan
mempercepat penurunan suhu tubuh.
d. Berikan terapi cairan d. Pemberian cairan sangat penting bagi
intravena dan obat-obatan pasien dengan suhu tinggi.
22
sesuai program dokter.
4. Cemas Setelah diberikan tindakan a. Kaji tingkat kecemasan a. Untuk mengetahui tingkat
(keluarga) keperawatan diharapkan keluarga. cemas,dan mengambil cara apa
berhubungan tingkat kecemasan yang akan digunakan
kurang keluarga pasien b. Jelaskan kepada keluarga b. informasi yang benar tentang
terpajan menurun/hilang,dengan tentang penyakit dan kondisi pasien akan mengurangi
informasi kriteria hasil : kondisi pasien. tingkat kecemasan keluarga.
tentang a. Melaporkan cemas c. Berikan dukungan dan c. Dengan dukungan dan
penyakit. berkurang sampai hilang support kepada keluarga support,akan mengurangi rasa
b. Melaporkan pasien. cemas keluarga pasien.
pengetahuan yang cukup
terhadap penyakit pasien
c. Keluarga menerima
keadaan panyakit yang
dialami pasien.
5. Resiko cedera Setelah diberikan tindakan a. Identifikasi dan hindari a. Penemuan faktor pencetus untuk
berhubungan keperawatan, diharapkan faktor pencetus memutuskan rantai penyebaran
dengan kejang pasien tidak mengalami virus rabies.
dan kelemahan cedera,dengan kriteria hasil b. tempatkan klien pada b. Tempat yang nyaman dan tenang
: tempat tidur yang memakai dapat mengurangi stimuli atau
a. Klien tidak ada pengaman di ruang yang rangsangan yang dapat
cedera akibat tenang dan nyaman. menimbulkan kejang
serangan kejang c. anjurkan klien istirahat c. efektivitas energi yang dibutuhkan
23
b. klien tidur dengan untuk metabolisme.
tempat tidur d. sediakan disamping tempat d. lidah jatung dapat menimbulkan
pengaman tidur tongue spatel dan obstruksi jalan nafas.
c. Tidak terjadi gudel untuk mencegah
serangan kejang lidah jatuh ke belakng
ulang. apabila klien kejang.
d. Suhu 36 – 37,5 º C , e. lindungi klien pada saat e. tindakan untuk mengurangi atau
Nadi 60-80x/menit, kejang dengan : mencegah terjadinya cedera fisik.
Respirasi 16-20 1. longgarakn pakaian
x/menit Kesadaran 2. posisi miring ke
composmentis satu sisi
3. jauhkan klien dari alat
yang dapat melukainya
4. kencangkan pengaman
tempat tidur
5. lakukan suction bila
banyak sekret f. dokumentasi untuk pedoman
f. catat penyebab mulainya dalam penaganan berikutnya.
kejang, proses berapa lama,
adanya sianosis dan
inkontinesia, deviasi dari
mata dan gejala-hgejala

24
lainnya yang timbul. g. tanda-tanda vital indikator
g. sesudah kejang observasi terhadap perkembangan
TTV setiap 15-30 menit penyakitnya dan gambaran status
dan obseervasi keadaan umum klien.
klien sampai benar-benar
pulih dari kejang. h. efek samping dan efektifnya obat
h. observasi efek samping dan diperlukan motitoring untuk
keefektifan obat. tindakan lanjut.
i. kompliksi kejang dapat terjadi
i. observasi adanya depresi depresi pernafasan dan kelainan
pernafasan dan gangguan irama jantung.
irama jantung. j. Kompliksi kejang dapat terjadi
j. lakukan pemeriksaan depresi pernafasan dan kelainan
neurologis setelah kejang irama jantung.
k. Untuk mengantisipasi kejang,
k. kerja sama dengan tim : kejang berulang dengan
1. pemberian obat menggunakan obat antikonvulsan
antikonvulsan dosis baik berupa bolus, syringe pump.
tinggi
2. pemeberian
antikonvulsan (valium,
dilantin, phenobarbital)

25
3. pemberian oksigen
tambahan
4. pemberian cairan
parenteral
5. pembuatan CT scan

6. Resiko infeksi Setelah diberikan tindakan a. Kaji tanda – tanda infeksi a. Untuk mengetahui apakah pasian
berhubungan keperawatan 3X24 jam mengalami infeksi. Dan untuk
dengan luka diharapkan tidak terjadi menentukan tindakan keperawatan
terbuka tanda-tanda infeksi. berikutnya.
Kriteria Hasil: b. Pantau TTV,terutama suhu b. Tanda vital merupakan acuan
a. Tidak terdapat tubuh. untuk mengetahuikeadaan umum
tanda tanda infeksi pasien. Perubahan suhu menjadi
seperti:Kalor,dubor, tinggi merupakan salah satu tanda
tumor,dolor,dan – tanda infeksi.
fungsionalasia. c. Ajarkan teknik aseptik c. Meminimalisasi terjadinya infeksi
b. TTV dalam batas pada pasien
normal d. Cuci tangan sebelum d. Mencegah terjadinya infeksi
memberi asuhan nosokomial.
keperawatan ke pasien.
e. Lakukan perawatan luka e. Perawatan luka yang steril
yang steril. meminimalisasi terjadinya infeksi.

26
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi

5. Evaluasi

Dx 1 :

a. pasien tidak mengalami gangguan dalam bernafas

b. pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas

Dx 2 :

a. Pasien tidak mengalami gangguan dalam makan dan minum

b. Pasien bisa menelan dengan baik

c. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.

Dx 3 :

a. Suhu pasien normal (36-370C)

b. Pasien tidak mengeluh demam

Dx 4 :

a. Keluarga pasien tidak cemas lagi.

b. Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu dalam pemberian
pengobatan.

Dx 5 :

a. Pasien tidak mengalami cedera.

b. Pasien tidak mengalami kejang

Dx 6 :

a. Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti : kalor, dolor, tumor, dubor, dan
fungsionalasia.

b. Luka pasien terjaga dan terawat

27
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada manusia lewat
gigitanatau cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka yang terkena air liur
hewan penderita rabies.Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat luka gigitan,
selama dua mingguvirus tetap tinggal pada tempat masuk dan dekatnya. Kemudian, virus
akan bergerak mencapaiujung-ujung serabut saraf posterios tanpa menunjukkan perubahan-
perubahan fungsinya.

Masa inkubasi virus ini bervariasi, berkisar antara dua minggu sampai dua tahun. Tapi
umumnya 3-8minggu, tergantung jarak tempuh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di
otak, virus akanmemperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron-neuron,
terutamamempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang
otak.Akhirnya virus ini akan mencapai otak dan menyerang banyak bagian penting otak yang
menyebabkan kematian.

Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditanganidengan cepat dan
sesegera mungkin, untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk pada luka
gigitan. Usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air
mengalir) dan sabun atau ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol
70 persen, betadine, obat merah atau lainnya)

B. SARAN
1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca dapat
memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gigitan Binatang.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui dan
menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gigitan Binatang.

28
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru.

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

Santosa NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta: Depkes RI,

Suharso Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Airlangga.

29

Anda mungkin juga menyukai