Anda di halaman 1dari 28

“ KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PENYAKIT RABIES ”

OLEH :

NAMA-NAMA KELOMPOK III :

1. KURNIA .B. OROWALLA


2. INKA .C. NGAHU DJAWA
3. PRITILIA .M. AKOIT
4. DESTY .S. TOULAY
5. HARYANTO .N. LEONG
6. SHEILANIA .F. TUMELUK
7. TIRSA .E. KASSE
8. RYAN. C. TANONE
9. DOMINGGUS NAHAK
10. YUNITA NABUASA

KELAS/SEMESTER : B/V

PRODI : S1- KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama hikma kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
Asuhan Keperawatan mata kuliah Manajemen Keperawatan Tropis II yang berjudul ” KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT RABIES ”. Asuhan Keperawatan ini ini
salah satu tugas dari mata kuliah Manajemen Keperawatan Tropis II di program studi S1
keperawatan.Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penuliasan
makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran secara konstrukif dari para
pembaca demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini.

Kupang, 13 Oktober 2021

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................................1


B. Tujuan ...........................................................................................................................1
C. Manfaat .........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................2

A. Definisi/pengertian .......................................................................................................2
B. Etiologi .........................................................................................................................2
C. Patofisiologi ..................................................................................................................3
D. Pathway ........................................................................................................................4
E. Manifestasi Klinis .........................................................................................................6
F. Pemeriksaan Penunjang ..............................................................................................8
G. Penatalaksanaan ..........................................................................................................9
H. Komplikasi ..................................................................................................................11
I. Asuhan Keperawatan Teori......................................................................................14

BAB III PENUTUP ................................................................................................................23

A. Kesimpulan .................................................................................................................23
B. Saran ...........................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat menyerang
semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai dengan disfungsi hebat
susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Rabies merupakan salah satu
penyakit menular tertua yang dikenal di Indonesia. Virus rabies termasuk dalam genus Lyssavirus
dan famili Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus sendiri terdiri dari 80 jenis virus dan virus rabies
merupakan prototipe dari genus ini. Sejarah penemuan rabies bermula 2000 tahun SM ketika
Aristoteles menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui
gigitan. Ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing rabies pada
tahun 1885, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut,
menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak menderita
rabies.

B. Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit rabies.

C. Manfaat

Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan konsep
dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan rabies.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi/Pengertian

Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan suatu penyakit
infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan
ditularkan dari gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan dengan virus rabies ini adalah
hewan berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa kucing, anjing,
kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.

Pada hewan yang menderita rabies, virus ditemukan dengan jumlah yang banyak pada air
liurnya. Virus ini ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui luka gigitan. Oleh
karena itu bangsa karnivora adalah hewan yang paling utama sebagai penyebar rabies.

Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti karena
bila telah menyerang manusia atau hewan akan selau berakhir dengan kematian.

2. Etiologi

Adapun penyebab dari rabies adalah :

a. Virus rabies.
b. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang terdapat dalam
air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi tubuh manusia

c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

2
Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika air liur hewan yang
terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang seperti kelopak mata atau mulut atau kontak
melalui kulit yang terbuka
3. Patofisiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melaui gigitan dan
kadang melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2
minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk ke dalam
tubuh, virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui
pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa
inkubasi yang panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf
pusat. Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan
memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidak berguna
lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100 %. Jika virus telah mencapai
otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron, terutama
mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus, dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer
dalam serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom.

Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan
berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai infeksi sistem limbik,
sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan
sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien akan menggigit
mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.

Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan hewan yang
mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi
jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga dapat
masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat
genitalia eksterna. Penularan melalui makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi

3
melalui inhalasi jarang ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi
melalui inhalasi ini.

4
4. Pathway

Anjing Kucing Kera Rakun

Menggigit/menjilati Manusia Luka Resiko


Infeksi

Virus masuk ke dalam tubuh,melalui ludah.

Virus berpindah dari tempatnya


dengan perantara saraf.

Medula Spinalis Otak

Virus Berinkubasi

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

Difusi Na dan Ca berlebih

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih

Kejang Cemas

5
parsial umum

5.
sederhana kompleks absens mioklonik Tonik kloni atonik

Kesadaran Gg peredaran darah Aktivitas otot

Resiko
Reflek hipoksia Metabolisme
injury
menelan
Permeabilitas Keb. O2 Suhu tubuh
kapiler
Gangguan makin
Pola Nutrisi meningkat
Sel neuron asfiksia
otak rusak
Hipertermi
Gangguan Pola Nafas

6
6. Manifestasi Klinis

Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :


a. Bentuk ganas (Furious Rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda terlihat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
- Hewan menjadi penakut atau menjadi galak
- Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat
menjadi agresif
- Tidak menurut perintah majikannya
- Nafsu makan hilang
- Air liur meleleh tak terkendali
- Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan memakan barang, benda-
benda asing seperti batu, kayu dsb.
- Menyerang dan menggigit barabg bergerak apa saja yang dijumpai
- Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan
- Ekor diantara 2 (dua)paha
b. Bentuk diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
- Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk
- Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak terlihat
- Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka
- Air liur keluar terus menerus (berlebihan)
- Mati
c. Bentuk Asystomatis
- Hewan tidak menunjukan gejala sakit
- Hewan tiba-tiba mati
7
Pada Manusia

Ketika seseorang pertama kali digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies, gejalanya
dapat terlihat pada otot rangka. Masa inkubasi rata-rata pada manusia sekitar 3 – 8
minggu, lebih lama daripada masa inkubasi pada hewan. Sangat jarang tapi pernah
ditemukan masa inkubasi selama 19 tahun. Pada 90 % kasus, masa inkubasinya kurang
dari 1 tahun. Ada pula yang menyebutkan bahwa masa inkubasinya adalah 60 hari untuk
gigitan yang terdapat di kaki. Gigitan pada wajah hanya membutuhkan waktu sekitar 30
hari. Hal ini disebabkan karena lokasi inokulasi yang makin dekat dengan otak, makin
pendek masa latennya. Pada masa inkubasi ini, virus rabies menghindari sistem imun dan
tidak ditemukan adanya respon antibodi. Saat ini, pasien dapat tidak menunjukkan gejala
apa – apa (asimptomatik).

Pada stadium prodromal, virus mulai memasuki sistem saraf pusat. Stadium
prodromal berlangsung 2 – 10 hari dan gejala tak spesifik mulai muncul berupa sakit
kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, nyeri otot, insomnia, mual, muntah,
dan nyeri perut. Parestesia atau nyeri pada lokasi inokulasi merupakan tanda
patognomonik pada rabies dan terjadi pada 50 % kasus pada stadium ini, dan tanda ini
mungkin menjadi satu-satunya tanda awal.

Setelah melewati stadium prodromal, maka dimulailah stadium kelainan neurologi


yang berlangsung sekitar 2 – 7 hari. Pada stadium ini, sudah terjadi perkembangan
penyakit pada otak dan gejalanya dapat berupa :
a. Bentuk spastik (furious rabies): peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings
dan esofagus, kejang, aerofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, dan hidrofobia. Yang
sangat terkenal adalah hidrofobia di mana bila pasien diberikan segelas air minum, pasien
akan menerimanya karena ia sangat haus, dan mencoba meminumnya. Akan tetapi
kehendak ini dihalangi oleh spasme hebat otot-otot faring. Dengan demikian, ia menjadi
takut dengan air sehingga mendengar suara percikan air kran atau bahkan mendengar
perkataan air saja, sudah menyebabkan kontraksi hebat otot-otot tenggorok. Spasme otot-
8
otot faring maupun pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti
meniupkan udara ke wajah pasien atau menyinari matanya. Pasien akan meninggal dalam
3 – 5 hari setelah mengalami gejala-gejala ini.
b. Bentuk demensia.
Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat melakukan tindakan
kekerasan, koma, mati.
c. Bentuk paralitik (dumb rabies): Pada bentuk ini pasien tampak lebih diam daripada tipe
furious. Gejala yang dapat muncul pada bentuk ini adalah demam dan rigiditas. Paralisis
yang terjadi bersifat simetrik dan mungkin menyeluruh atau bersifat ascending sehingga
dapat dikelirukan dengan Guillain-Barre Syndrome. Sistem sensoris biasanya masih
normal.

Gejala Rabies Pada Manusia:

a. Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan menurun, badan
terasa lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah sekitar gigitan (rasa
panas, nyeri berdenyut)
b. Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara
c. Air liur dan air mata keluar berlebihan
d. Pupil mata membesar
e. Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
f. Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah
otak yang itdak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
9
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah
dalam otak
e. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA
a) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit : K, Na
d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl

8. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan rabies adalah dengan menghilangkan virus bebas dari tubuh
dengan pembersihan dan netralisasi, yang diikuti dengan penginduksian sistem imun
spesifik terhadap virus rabies pada orang yang terpajan sebelum virusnya bereplikasi di
susunan saraf pusat. Hal ini membutuhkan vaksinasi aktif maupun pasif. Pada vaksinasi
pasif, imunoglobulin rabies dari orang yang telah divaksinasi sebelumnya (Human Rabies
Immune Globulin), diberikan kepada pasien yang belum memiliki imunitas sama sekali.
Sehingga dalam hal ini vaksinasi pasif disebut pula serum anti rabies. Sedangkan
vaksinasi aktif rabies atau vaksin anti rabies terbagi atas:

a. Nerve Tissue derived Vaccines (NTV) yang diproduksi dari jaringan otak hewan yang
terinfeksi. NTV dapat menyebabkan reaksi neurologi berat karena adanya jaringan
bermyelin pada vaksin. Akan tetapi, NTV , masih tetap banyak digunakan sebagai
pencegahan rabies.
10
b. Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) yang dikultur dalam fibroblast manusia.
Merupakan jenis vaksin rabies yang paling optimal saat ini.

Di Amerika Serikat, pencegahan setelah terkena gigitan adalah sebagai berikut : 1


dosis Human Rabies Immune Globulin (HRIG) dan 5 dosis vaksin anti rabies dalam
periode 28 hari. HRIG harus diberikan segera setelah tergigit/terpajan dalam 24 jam
pertama. HRIG hendaknya tidak diinjeksikan pada tempat yang sama dengan vaksin.
Setelah itu, 5 dosis vaksin anti rabies harus diberikan pada hari 0, 3, 7, 14, dan 28 dengan
dosis 1 ml tiap kali.

Sedangkan di Indonesia sendiri, penanganan penderita yang tergigit anjing atau


hewan tersangka dan positif rabies adalah sebagai berikut :

a. Luka gigitan
1. Dicuci dengan air sabun (detergen) 5–10 menit kemudian dibilas dengan air bersih.
a) Alkohol 40-70 %
b) Berikan yodium atau senyawa amonium kuartener 0,1 %
c) Penyuntikan SAR secara infiltrasi di sekitar luka. Menunda penjahitan luka, jika
penjahitan diperlukan gunakan anti serum lokal.
d) Dapat diberikan Toxoid Tetanus, antibiotik, anti inflamasi, dan analgesik.

b. Kontak, tetapi tanpa lesi, kontak tak langsung, tak ada kontak - - - -
c. Menjilat kulit, garukan atau abrasi kulit, gigitan kecil (daerah tertutup), lengan, badan, &
tungkai. Beri VAR
1) Hari 0 : 2 x suntikan IM
2) Hari 7 : 1 x suntikan IM
3) Hari 21 : 1 x suntikan IM Imovax / Verorab 0,5 ml deltoid kiri dan 0,5 ml di kanan

d. Menjilat mukosa, luka gigitan besar/dalam, luka di kepala, leher, jari tangan, dan kaki.
Serum Anti Rabies (SAR)
1) ½ dosis disuntikkan infiltrasi di sekitar luka
2) ½ dosis sisa disuntikkan IM regio glutea.

11
3) Vaksin Anti Rabies (VAR)
4) sesuai poin 3 Imovag rabies
5) 20 IU/kgBB
6) Imovax atau Verorab
7) Hari 90 : 0,5 ml IM di deltoid kanan/kiri –

e. Kasus gigitan ulang


1) < 1 tahun
2) > 1 tahun Berikan VAR hari 0
a) Beri SAR + VAR secara lengkap Imovax, Verorab
b) Imovax, Verorab, Imogan Rabies - 0,5 ml IM deltoid. Umur < 3 tahun 0,1 ml IC
flexor lengan bawah
c) Umur > 3 tahun 0,25 ml IC flexor lengan bawah.
d) Sesuai poin 1,3,4

f. Bila ada reaksi penyuntikan : lokal, kemerahan, gatal, & bengkak Beri antihistamin
sistemik atau lokal. Jangan beri kortikosteroid.
g. Bila timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis, berikan
kortikosteroid dosis tinggi.

9. Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada
fase koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra cranial:
kelainan pada hypothalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone
anti diuretic (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi,
hipertermia, hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun
generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium
pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada
fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan
saraf otonomik.

12
Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan

JENIS KOMPLIKASI PENANGANANNYA

Neurologi

-          Hiperaktif Fenotiazin, benzodiazepine

-          Hidrofobia Tidak diberi apa-apa lewat mulut

-          Kejang fokal Karbamazepine, fenitoin

-          Gejala neurologi local Tak perlu tindak apa-apa

-          Edema serebri Mannitol, galiserol

-          Aerofobia Hindari stimulasi

Pituitary

-          SAHAD Batasi cairan

-          Diabetes insipidus Cairan, vasopressin

Pulmonal

-          Hiperventilasi Tidak ada

-          Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP

-          Atelektasis Ventilator

-          Apnea Ventilator

-          Pneumotoraks Dilakukan ekspansi paru

Kardiovaskular

-          Aritmia Oksigen, obat anti aritmia

13
-          Hipotensi Cairan, dopamine

-          Gagal jantung kongestif Batasi cairan, obat-obatan

-          Thrombosis arteri/vena Oksigen, obat anti aritmia

-          Obstruksi vena kava superior Cairan, dopamine

-          Henti jantung Batasi cairan, obat-obatan

-          Anemia

-          Perdarahan gastrointestinal Transfuse darah

-          Hipertermia H2 blockers, transfusi darah

-          Hipotermia Lakukan pendinginan

-          Hipooalemia Selimut panas

-          Ileus paralitik Pemberian cairan

-          Retensio urine Cairan paranteral

-          Gagal ginjal akut Kateterisasi

Pneumomediastinum Hemodialisa

Tidak dilakukan apa-apa

14
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Status Pernafasan
 Peningkatan tingkat pernapasan
 Takikardi
 Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
 Menggigil
b. Status Nutrisi
 kesulitan dalam menelan makanan
 berapa berat badan pasien
 mual dan muntah
 porsi makanan dihabiskan
 status gizi
c. Status Neurosensori
 Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
 Kejang
 Kelemahan
e. Integritas Ego
 Klien merasa cemas
 Klien kurang paham tentang penyakitnya

f. Pengkajian Fisik Neurologik :

1. Tanda – tanda vital

 Suhu

 Pernapasan

 Denyut jantung
15
 Tekanan darah

 Tekanan nadi

2. Hasil pemeriksaan kepala

 Fontanel : menonjol, rata, cekung

 Bentuk Umum Kepala

3. Reaksi pupil

 Ukuran

 Reaksi terhadap cahaya

 Kesamaan respon

4. Tingkat kesadaran

 Kewaspadaan : respon terhadap panggilan

 Iritabilitas

 Letargi dan rasa mengantuk

 Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain

5. Afek

 Alam perasaan

 Labilitas

6. Aktivitas kejang

 Jenis

 Lamanya

7. Fungsi sensoris

 Reaksi terhadap nyeri

 Reaksi terhadap suhu

16
8. Refleks

 Refleks tendo superficial

 Reflek patologi

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pola Nafas tidak Efektif b.d hambatan upaya napas


b. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan dan mencerna makanan
c. Hipertermia b.d proses penyakit
d. Ansietas b.d Kurang terpapar Informasi

17
3. Rencana Keperawatan

No Dx. Keperawatan SLKI Intervensi ( SIKI )


1. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas ( I. 01011)
Efektif b.d keperawatan selama 1x24 jam, Observasi
hambatan upaya diharapkan pola napas membaik, 1. Monitor Pola Napas( frekuensi,kedalaman, usaha napas )
napas dengan kriteria hasil: 2. Monitor Bunyi Napas Tambahan
a. Tekanan ekspirasi meningkat ( 5 ) 3. Monitor Sputum ( jumlah, warna, aroma )
b. Tekanan Inspirasi Meningkat ( 5 ) Terapeutik
1. pertahankan kepatenan jalan napas
2. berikan minum hangat
3. lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik,jika perlu
4. berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1.Kolaborasi Pemberian
Bronkodilator,Ekspektoran,Mukolitik,Jika Perlu

2. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi ( I.03119 )


Defisit Nutrisi b.d
keperawatan selama 1x24 jam Observasi
ketidakmampuan
diharapkan Status nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi
menelan makanan
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
dan mencerna 3. Identifikasi makanan yang disukai
18
a. Kekuatan otot pengunyah 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
makanan 5. Monitor Asupan Makanan
Meningkat ( 5)
6. Monitor Berat Badan
b.Kekuatan Otot menelan
Meningkat ( 5 ) Terapeutik
c. Nafsu Makan Membaik ( 5 )
1. Sajikan Makanan Secara Menarik dan suhu yang sesuai
2. Berikan makanan tinggi serat dan tinggi protein
3. Berikan Suplemen makanan, Jika Perlu

3. Hipertermia b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia ( I. 15506 )


proses penyakit keperawatan selama 1x24 jam Observasi
diharapkan Termoregulasi membaik, 1. Identifikasi penyebab Hipertermia
dengan kriteria hasil : 2 Monitor Suhu tubuh
- Suhu tubuh membaik ( 5 ) Terapeutik
- Suhu Kulit membaik ( 5 ) 1. Sediakan lingkungan yang dingin
- Tekanan Darah Membaik ( 5 )
2. longgarkan atau lepaskan pakian
3. Basahi dan Kipasi permukaan tubuh
4. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
Edukasi
1. Anjurkan Tirah Baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi Pemberian cairan dan elektrolit intravena, Jika Perlu
4. Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas ( I.09314 )
Ansietas b.d
19
keperawatan selama 1x24 jam Observasi
Kurang terpapar
diharapkan tingkat Ansietas 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Informasi
menurun/,dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Verbalisasi kebingungan Menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas ( verbal dan nonverbal )
(5)
- Verbalisa khawatir akibat kondisi Terapeutik
yang dihadapi Menurun ( 5 ) 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Perilaku Gelisah Menurun ( 5 ) 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, Jika
- Perilaku tegang Menurun ( 5 ) memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat Ansietas
4. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
5. Tempatkan barang pribadi yang akan memberikan kenyamanan
6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

Edukasi
1. Jelaskan Prosedur, termaksud sensasi yang mungkin dialami
2. Anjurkan Keluarga untuk tetap bersama pasien, Jika Perlu
3. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
4. Latih teknik Relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat Ansietas, Jika Perlu
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

20
NO Dx HARI/TANGGAL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
1. 1 Senin, 11 Oktober 10 : 00 1. Memonitor Pola S:
2021 Napas( frekuensi,kedalaman, - Dispnea
usaha napas )
10 : 15 2. Memonitor Bunyi Napas O:
Tambahan - Pola Napas Abnormal
10 : 45 3. Memonitor Sputum ( jumlah,
warna, aroma ) A:
11 : 00 4. Mempertahankan kepatenan jalan Masalah Teratasi
napas
11 : 15 5. Memberikan minum hangat P:
Intervensi Dihentikan

2. 2 Selasa, 12 Oktober 10 : 00 1. Mengidentifikasi status nutrisi S:


2021 - Cepat kenyang saat makan
2. Mengidentifikasi alergi dan
10 : 15
intoleransi makanan
10 : 45 3. Mengidentifikasi makanan yang O:
disukai - Berat badan menurun minimal
4. Mengidentifikasi kebutuhan kalori
11 : 00 10% dibawah rentang Ideal
dan jenis nutrien
11 : 15 5. Memonitor Asupan Makanan A:
11 : 30 6. Memonitor Berat Badan Masalah Teratasi
P:
Intervensi Dihentikan
21
3. 3 Rabu, 13 Oktober 10 : 00 1. Mengidentifikasi penyebab S :
2021 Hipertermia -
10 : 15 2. Memonitor Suhu tubuh O:
Sediakan lingkungan yang dingin - Suhu tubuh diatas nilai normal
10 : 30 3. Melonggarkan atau lepaskan pakian
10 : 45 4. Membasahi dan Kipasi permukaan A :
tubuh Masalah Teratasi
11 : 00 5. Menghindari pemberian antipiretik
atau aspirin P:
11 : 15 6. Menganjurkan Tirah Baring Intervensi Dihentikan

4. 4 Kamis, 14 Oktober 10 : 00 1. Mengidentifikasi saat tingkat ansietas S :


2021 berubah - Merasa bingung
10 : 15 2. Mengidentifikasi kemampuan - Merasa khawatir dengan akibat
mengambil keputusan dari kondisi yang dihadapi
10 : 30 3. Memonitor tanda-tanda ansietas - Sulit berkonsentrasi
( verbal dan nonverbal ) O:
10 :45 4. Menciptakan suasana terapeutik - Tampak gelisah
untuk menumbuhkan kepercayaan - Tampak tegang
11 :00 5. Menemani pasien untuk mengurangi - Sulit Tidur
kecemasan, Jika memungkinkan
11 : 15 6. Memahami situasi yang membuat A :
22
Ansietas Masalah Teratasi
11 : 30 7. Menggunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan P:
11 : 45 8. Menempatkan barang pribadi yang Intervensi Dihentikan
akan memberikan kenyamanan
12 : 00 9. Memotivasi dan mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan

23
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada manusia lewat gigitanatau
cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka yang terkena air liur hewan penderita
rabies.Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat luka gigitan, selama dua mingguvirus
tetap tinggal pada tempat masuk dan dekatnya. Kemudian, virus akan bergerak mencapaiujung-
ujung serabut saraf posterios tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.

Masa inkubasi virus ini bervariasi, berkisar antara dua minggu sampai dua tahun. Tapi
umumnya 3-8minggu, tergantung jarak tempuh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di
otak, virus akanmemperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron-neuron,
terutamamempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang
otak.Akhirnya virus ini akan mencapai otak dan menyerang banyak bagian penting otak yang
menyebabkan kematian.

Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditanganidengan cepat dan sesegera
mungkin, untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan. Usaha
yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau
ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 persen, betadine, obat
merah atau lainnya)

24
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru.

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

Santosa NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta: Depkes RI,

Suharso Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Airlangga.

25

Anda mungkin juga menyukai