Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA RABIES

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Gadar II


Dosen Pengampu : Ns. Sukini, M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 2 (No Absen 11-21)

1. Edy Septiwibowo (ST182012)


2. Esti Coma (ST182013)
3. Faisal Hidayatullah (ST182014)
4. Fatah Kholison (ST182015)
5. Ferdin Alfino Iskandar (ST182016)
6. Ferryda Leyla Mariana Widyastuti (ST182017)
7. Guntur Setiawan (ST182018)
8 Hari Purnomo (ST182019)
9 Indah Adhitama Chrisnanda (ST182020)
10 Jumiran (ST182021)

PROGRAM TRANSFER PRODI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan GADAR II tentang asuhan
keperawatan pada rabies dengan baik dan tepat waktu. Penugasan ini merupakan
salah satu komponen untuk mendapatkan nilai tambahan pada salah satu mata
kuliah yang di tempuh dalam jurusan S1 transfer keperawatan angkatan XI di
STIKES Kusuma Husada Surakarta.

Kami menyadari bahwa dalam tugas makalah ini, jika tanpa adanya
bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, tentu tidak akan dapat
terselesaikan. Oleh kerena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang sudah membimbing kami
serta teman-teman yang sudah mensuport serta membantu kami dalam
menyelelesaikan makalah ini.

Semoga amal baik pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
GADAR II ini mendapat imbalan yang sesuai dari Allah SWT. Kami menyadari
makalah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan. Maka dari itu, kami mohon maaf sebesar-besarnya dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Surakarta, Januari 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................ i

Kata Pengantar ................................................................................................ ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1

C. Tujuan ................................................................................................. 2

D. Manfaat ............................................................................................... 2

BAB II ............................................................................................................. 3

A. Konsep Penyakit ................................................................................. 3

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ................................................... 17

BAB III ........................................................................................................... 31

A. Kesimpulan ......................................................................................... 31

B. Saran .................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang

dapat menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit

ini ditandai dengan disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu

berakhir dengan kematian. Rabies merupakan salah satu penyakit menular

tertua yang dikenal di Indonesia. Virus rabies termasuk dalam genus Lyssavirus

dan famili Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus sendiri terdiri dari 80 jenis virus

dan virus rabies merupakan prototipe dari genus ini. Sejarah penemuan rabies

bermula 2000 tahun SM ketika Aristoteles menemukan bahwa anjing dapat

menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui gigitan. Ketika seorang

anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing rabies pada tahun

1885, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis anjing

tersebut, menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena

anak tersebut tidak menderita rabies.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada

pasien dengan rabies?

1
C. Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan

pada pasien dengan penyakit rabies.

D. Manfaat

Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan

konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan rabies.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi/Pengertian

Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan

suatu penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang

disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan dari gigitan hewan penular

rabies. Hewan yang rentan dengan virus rabies ini adalah hewan berdarah

panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa kucing, anjing,

kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.

Pada hewan yang menderita rabies, virus ditemukan dengan jumlah

yang banyak pada air liurnya. Virus ini ditularkan ke hewan lain atau ke

manusia terutama melalui luka gigitan. Oleh karena itu bangsa karnivora

adalah hewan yang paling utama sebagai penyebar rabies.

Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat

berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan

akan selau berakhir dengan kematian.

2. Etiologi

Adapun penyebab dari rabies adalah :

a Virus rabies.

b Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.

3
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman

yang terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan

menginfeksi tubuh manusia

c Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika air

liur hewan yang terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang seperti

kelopak mata atau mulut atau kontak melalui kulit yang terbuka.

3. Patofisiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur

hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya

atau manusia melaui gigitan dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis,

setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2 minggu virus akan tetap

tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk ke dalam tubuh,

virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh

melalui pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini

memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang menunjukkan jarak

virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat. Amplifikasi

terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan

memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan

sudah tidak berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan

mortalitas 100 %. Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan

memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron, terutama

mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus,

4
dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral,

virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada

serabut saraf volunter maupun otonom.

Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan

dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah.

Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa

sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan sikap

emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien

akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.

Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya

akibat gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang

utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang

terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga dapat

masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva

mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui makanan

belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang

ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi

melalui inhalasi ini.

5
4. Manifestasi Klinis

Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :

a Bentuk ganas (Furious Rabies)

Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah

tanda-tanda terlihat.

Tanda-tanda yang sering terlihat :

- Hewan menjadi penakut atau menjadi galak

- Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan

menyendiri tetapi dapat menjadi agresif

- Tidak menurut perintah majikannya

- Nafsu makan hilang

- Air liur meleleh tak terkendali

- Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan

memakan barang, benda-benda asing seperti batu, kayu dsb.

- Menyerang dan menggigit barabg bergerak apa saja yang

dijumpai

- Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan

- Ekor diantara 2 (dua) paha

b Bentuk diam (Dumb Rabies)

Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.

Tanda-tanda yang sering terlihat :

- Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk

6
- Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak

terlihat

- Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka

- Air liur keluar terus menerus (berlebihan)

- Mati

c Bentuk Asystomatis

- Hewan tidak menunjukan gejala sakit

- Hewan tiba-tiba mati

Pada Manusia

Ketika seseorang pertama kali digigit oleh hewan yang terinfeksi

rabies, gejalanya dapat terlihat pada otot rangka. Masa inkubasi rata-rata

pada manusia sekitar 3 – 8 minggu, lebih lama daripada masa inkubasi pada

hewan. Sangat jarang tapi pernah ditemukan masa inkubasi selama 19

tahun. Pada 90 % kasus, masa inkubasinya kurang dari 1 tahun. Ada pula

yang menyebutkan bahwa masa inkubasinya adalah 60 hari untuk gigitan

yang terdapat di kaki. Gigitan pada wajah hanya membutuhkan waktu

sekitar 30 hari. Hal ini disebabkan karena lokasi inokulasi yang makin dekat

dengan otak, makin pendek masa latennya. Pada masa inkubasi ini, virus

rabies menghindari sistem imun dan tidak ditemukan adanya respon

antibodi. Saat ini, pasien dapat tidak menunjukkan gejala apa – apa

(asimptomatik).

7
Pada stadium prodromal, virus mulai memasuki sistem saraf pusat.

Stadium prodromal berlangsung 2 – 10 hari dan gejala tak spesifik mulai

muncul berupa sakit kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas,

nyeri otot, insomnia, mual, muntah, dan nyeri perut. Parestesia atau nyeri

pada lokasi inokulasi merupakan tanda patognomonik pada rabies dan

terjadi pada 50 % kasus pada stadium ini, dan tanda ini mungkin menjadi

satu-satunya tanda awal.

Setelah melewati stadium prodromal, maka dimulailah stadium

kelainan neurologi yang berlangsung sekitar 2 – 7 hari. Pada stadium ini,

sudah terjadi perkembangan penyakit pada otak dan gejalanya dapat berupa:

a Bentuk spastik (furious rabies)

Peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings dan esofagus,

kejang, aerofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, dan hidrofobia.

Yang sangat terkenal adalah hidrofobia di mana bila pasien diberikan

segelas air minum, pasien akan menerimanya karena ia sangat haus, dan

mencoba meminumnya. Akan tetapi kehendak ini dihalangi oleh spasme

hebat otot-otot faring. Dengan demikian, ia menjadi takut dengan air

sehingga mendengar suara percikan air kran atau bahkan mendengar

perkataan air saja, sudah menyebabkan kontraksi hebat otot-otot

tenggorok. Spasme otot-otot faring maupun pernapasan dapat pula

ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti meniupkan udara ke

wajah pasien atau menyinari matanya. Pasien akan meninggal dalam 3

– 5 hari setelah mengalami gejala-gejala ini.

8
b Bentuk demensia

Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat

melakukan tindakan kekerasan, koma, mati

c Bentuk paralitik (dumb rabies)

Pada bentuk ini pasien tampak lebih diam daripada tipe furious. Gejala

yang dapat muncul pada bentuk ini adalah demam dan rigiditas. Paralisis

yang terjadi bersifat simetrik dan mungkin menyeluruh atau bersifat

ascending sehingga dapat dikelirukan dengan Guillain-Barre Syndrome.

Sistem sensoris biasanya masih normal

Gejala Rabies Pada Manusia:

a Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan

menurun, badan terasa lemah, mual, muntah dan perasaan yang

abnormal pada daerah sekitar gigitan (rasa panas, nyeri berdenyut)

b Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan

suara

c Air liur dan air mata keluar berlebihan

d Pupil mata membesar

e Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan

f Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya

meninggal dunia.

9
5. Pemeriksaan Penunjang

a Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan

jenis dan fokus dari kejang.

b Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri

biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

c Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan

menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk

memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terlihat bila

menggunakan pemindaian CT

d Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk

mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan

lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak

e Uji laboratorium

1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematocrit

3) Panel elektrolit

4) Skrining toksik dari serum dan urin

5) GDA

a) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang

(N < 200 mq/dl)

b) BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan

merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

c) Elektrolit : K, Na

10
d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

e) Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl)

f) Natrium (N 135 – 144 meq/dl)

6. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan rabies adalah dengan menghilangkan virus

bebas dari tubuh dengan pembersihan dan netralisasi, yang diikuti dengan

penginduksian sistem imun spesifik terhadap virus rabies pada orang yang

terpajan sebelum virusnya bereplikasi di susunan saraf pusat. Hal ini

membutuhkan vaksinasi aktif maupun pasif. Pada vaksinasi pasif,

imunoglobulin rabies dari orang yang telah divaksinasi sebelumnya (Human

Rabies Immune Globulin), diberikan kepada pasien yang belum memiliki

imunitas sama sekali. Sehingga dalam hal ini vaksinasi pasif disebut pula

serum anti rabies. Sedangkan vaksinasi aktif rabies atau vaksin anti rabies

terbagi atas:

a Nerve Tissue derived Vaccines (NTV) yang diproduksi dari jaringan

otak hewan yang terinfeksi. NTV dapat menyebabkan reaksi neurologi

berat karena adanya jaringan bermyelin pada vaksin. Akan tetapi, NTV

, masih tetap banyak digunakan sebagai pencegahan rabies.

b Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) yang dikultur dalam fibroblast

manusia. Merupakan jenis vaksin rabies yang paling optimal saat ini.

11
Di Amerika Serikat, pencegahan setelah terkena gigitan adalah sebagai

berikut : 1 dosis Human Rabies Immune Globulin (HRIG) dan 5 dosis

vaksin anti rabies dalam periode 28 hari. HRIG harus diberikan segera

setelah tergigit/terpajan dalam 24 jam pertama. HRIG hendaknya tidak

diinjeksikan pada tempat yang sama dengan vaksin. Setelah itu, 5 dosis

vaksin anti rabies harus diberikan pada hari 0, 3, 7, 14, dan 28 dengan dosis

1 ml tiap kali. Sedangkan di Indonesia sendiri, penanganan penderita yang

tergigit anjing atau hewan tersangka dan positif rabies adalah sebagai

berikut :

1) Luka gigitan

a) Dicuci dengan air sabun (detergen) 5–10 menit kemudian dibilas

dengan air bersih.

b) Alkohol 40-70 %

c) Berikan yodium atau senyawa amonium kuartener 0,1 %

d) Penyuntikan SAR secara infiltrasi di sekitar luka. Menunda

penjahitan luka, jika penjahitan diperlukan gunakan anti serum

lokal.

e) Dapat diberikan Toxoid Tetanus, antibiotik, anti inflamasi, dan

analgesik.

2) Kontak, tetapi tanpa lesi, kontak tak langsung, tak ada kontak –

3) Menjilat kulit, garukan atau abrasi kulit, gigitan kecil (daerah tertutup),

lengan, badan, & tungkai. Beri VAR

a) Hari 0 : 2 x suntikan IM

12
b) Hari 7 : 1 x suntikan IM

c) Hari 21 : 1 x suntikan IM Imovax / Verorab 0,5 ml deltoid kiri dan

0,5 ml di kanan

4) Menjilat mukosa, luka gigitan besar/dalam, luka di kepala, leher, jari

tangan, dan kaki. Serum Anti Rabies (SAR)

a) ½ dosis disuntikkan infiltrasi di sekitar luka

b) ½ dosis sisa disuntikkan IM regio glutea.

c) Vaksin Anti Rabies (VAR)

d) sesuai poin 3 Imovag rabies

e) 20 IU/kgBB

f) Imovax atau Verorab

g) Hari 90 : 0,5 ml IM di deltoid kanan/kiri –

5) Kasus gigitan ulang

a) < 1 tahun

b) > 1 tahun Berikan VAR hari 0

- Beri SAR + VAR secara lengkap Imovax, Verorab

- Imovax, Verorab, Imogan Rabies - 0,5 ml IM deltoid. Umur

< 3 tahun 0,1 ml IC flexor lengan bawah

- Umur > 3 tahun 0,25 ml IC flexor lengan bawah.

- Sesuai poin 1,3,4

6) Bila ada reaksi penyuntikan : lokal, kemerahan, gatal, & bengkak Beri

antihistamin sistemik atau lokal. Jangan beri kortikosteroid.

13
7) Bila timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis,

berikan kortikosteroid dosis tinggi.

7. Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan

biasanya timbul pada fase koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa

peningkatan tekanan intra cranial: kelainan pada hypothalamus berupa

diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti diuretic (SAHAD);

disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia,

hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun

generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi.

Pada stadium pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan depresi

pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal

jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.

14
Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan

JENIS KOMPLIKASI PENANGANANNYA

Neurologi

- Hiperaktif Fenotiazin, benzodiazepine

- Hidrofobia Tidak diberi apa-apa lewat mulut

- Kejang fokal Karbamazepine, fenitoin

- Gejala neurologi local Tak perlu tindak apa-apa

- Edema serebri Mannitol, galiserol

- Aerofobia Hindari stimulasi

Pituitary

- SAHAD Batasi cairan

- Diabetes insipidus Cairan, vasopressin

Pulmonal

- Hiperventilasi Tidak ada

- Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP

15
- Atelektasis Ventilator

- Apnea Ventilator

- Pneumotoraks Dilakukan ekspansi paru

Kardiovaskular

- Aritmia Oksigen, obat anti aritmia

- Hipotensi Cairan, dopamine

- Gagal jantung kongestif Batasi cairan, obat-obatan

- Thrombosis arteri/vena Oksigen, obat anti aritmia

- Obstruksi vena kava Cairan, dopamine

superior
Batasi cairan, obat-obatan

- Henti jantung

- Anemia

- Perdarahan Transfusi darah

gastrointestinal
H2 blockers, transfusi darah

- Hipertermia
Lakukan pendinginan

- Hipotermia
Selimut panas

- Hipooalemia
Pemberian cairan

16
- Ileus paralitik Cairan paranteral

- Retensio urine Kateterisasi

- Gagal ginjal akut Hemodialisa

Pneumomediastinum Tidak dilakukan apa-apa

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Status Pernafasan

- Peningkatan tingkat pernapasan

- Takikardi

- Suhu umumnya meningkat (37,9º C)

- Menggigil

b. Status Nutrisi

- kesulitan dalam menelan makanan

- berapa berat badan pasien

- mual dan muntah

- porsi makanan dihabiskan

- status gizi

c. Status Neurosensori

- Adanya tanda-tanda inflamasi

17
d. Keamanan

- Kejang

- Kelemahan

e. Integritas Ego

- Klien merasa cemas

- Klien kurang paham tentang penyakitnya

2. Pengkajian Fisik Neurologik

a. Tanda – tanda vital

- Suhu

- Pernapasan

- Denyut jantung

- Tekanan darah

- Tekanan nadi

b. Hasil pemeriksaan kepala

- Fontanel : menonjol, rata, cekung

- Bentuk Umum Kepala

c. Reaksi pupil

- Ukuran

- Reaksi terhadap cahaya

- Kesamaan respon

d. Tingkat kesadaran

- Kewaspadaan : respon terhadap panggilan

18
- Iritabilitas

- Letargi dan rasa mengantuk

- Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain

e. Afek

- Alam perasaan

- Labilitas

f. Aktivitas kejang

- Jenis

- Lamanya

g. Fungsi sensoris

- Reaksi terhadap nyeri

- Reaksi terhadap suhu

h. Refleks

- Refleks tendo superficial

- Reflek patologi

3. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia

b. Gangguan pola nutrisi b/d dengan penurunan refleks menelan

c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolism

d. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi

e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan

f. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka

19
4. Rencana Keperawatan

No Dx. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

Keperawatan

1. Gangguan pola Setelah diberikan tindakan a. Obsevasi tanda- tanda vital a. Tanda vital merupakan acuan untuk

nafas keperawatan, diharapkan pasien terutama respirasi. melihat kondisi pasien.

berhubungan pasien bernafas tanpa ada

dengan afiksia gangguan, dengan kriteria b.Beri pasien alat bantu pernafasan b. O2 membantu pasien dalam bernafas.

hasil : seperti O2.

a. Pasien bernafas, tanpa c. posisi yang nyaman akan membantu

ada gangguan. c. Beri posisi yang nyaman. pasien dalam bernafas.

b. Pasien tidak

menggunakan alat

bantu dalam bernafas

20
c. Respirasi normal (16-20

x/menit)

2. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan a.Kaji keluhan mual, sakit a.menentukan intervensi selanjutnya.

nutrisi keperawatan diharapkan menelan, dan muntah yang dialami

berhubungn kebutuhan nutrisi pasien pasien.

dengan terpenuhi, dengan kriteria b.Kaji cara / bagaimana makanan b.Cara menghidangkan makanan dapat

penurunan hasil : dihidangkan. mempengaruhi nafsu makan pasien.

refleks - pasien mampu c.Membantu mengurangi kelelahan pasien

menelan menghabiskan makanan c.Berikan makanan yang mudah dan meningkatkan asupan makanan

sesuai dengan porsi yang ditelan seperti bubur. d.Untuk menghindari mual

diberikan /dibutuhkan.

d. Berikan makanan dalam porsi e.Untuk mengetahui pemenuhan

kecil dan frekuensi sering. kebutuhan nutrisi.

21
e. Catat jumlah / porsi makanan f.Antiemetik membantu pasien

yang dihabiskan oleh pasien setiap mengurangi rasa mual dan muntah dan

hari. diharapkan intake nutrisi pasien

f. Berikan obat-obatan antiemetik meningkat.

sesuai program dokter. g.Untuk mengetahui status gizi pasien

g. Ukur berat badan pasien setiap

minggu.

3. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan a.Kaji saat timbulnya demam a.untuk mengidentifikasi pola demam

berhubungan keperawatan diharapkan pasien.

dengan demam pasien teratasi, b.Observasi tanda vital (suhu, nadi, b. Tanda vital merupakan acuan untuk

peningkatan dengan criteria hasil : tensi, pernafasan) setiap 3 jam mengetahui keadaan umum pasien.

metabolisme - Suhu tubuh normal (36 – c. Berikan kompres hangat

370C).

22
- Pasien bebas dari demam. c.Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan

d.Berikan terapi cairan intravena penguapan dan mempercepat penurunan

dan obat-obatan sesuai program suhu tubuh.

dokter. d.Pemberian cairan sangat penting bagi

pasien dengan suhu tinggi.

4. Cemas Setelah diberikan tindakan a.Kaji tingkat kecemasan keluarga. a.Untuk mengetahui tingkat cemas,dan

(keluarga) keperawatan diharapkan mengambil cara apa yang akan digunakan

berhubungan tingkat kecemasan keluarga b. Jelaskan kepada keluarga b. informasi yang benar tentang kondisi

kurang terpajan pasien tentang penyakit dan kondisi pasien akan mengurangi tingkat

informasi menurun/hilang,dengan pasien. kecemasan keluarga.

tentang kriteria hasil : c. Berikan dukungan dan support c.Dengan dukungan dan support,akan

penyakit. - Melaporkan cemas kepada keluarga pasien. mengurangi rasa cemas keluarga pasien.

berkurang sampai hilang

23
- Melaporkan pengetahuan

yang cukup terhadap

penyakit pasien

- Keluarga menerima

keadaan panyakit yang

dialami pasien.

5. Resiko cedera Setelah diberikan tindakan a.Identifikasi dan hindari faktor a.Penemuan faktor pencetus untuk

berhubungan keperawatan, diharapkan pencetus memutuskan rantai penyebaran virus

dengan kejang pasien tidak mengalami rabies.

dan kelemahan cedera,dengan kriteria hasil b.tempatkan klien pada tempat b. Tempat yang nyaman dan tenang dapat

: tidur yang memakai pengaman di mengurangi stimuli atau rangsangan yang

a.Klien tidak ada cedera ruang yang tenang dan nyaman. dapat menimbulkan kejang

akibat serangan kejang c.anjurkan klien istirahat c.efektivitas energi yang dibutuhkan untuk

b.klien tidur dengan tempat metabolisme.

24
tidur pengaman d.sediakan disamping tempat tidur d. lidah jatung dapat menimbulkan

c.Tidak terjadi serangan tongue spatel dan gudel untuk obstruksi jalan nafas.

kejang ulang. mencegah lidah jatuh ke belakng

d.Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi apabila klien kejang.

60-80x/menit, Respirasi 16- e.lindungi klien pada saat kejang e. tindakan untuk mengurangi atau

20 x/menit dengan : mencegah terjadinya cedera fisik.

d.Kesadaran composmentis - longgarakn pakaian

- posisi miring ke satu sisi

- jauhkan klien dari alat yang

dapat melukainya

- kencangkan pengaman tempat

tidur

- lakukan suction bila banyak

sekret

25
f.catat penyebab mulainya kejang, f. dokumentasi untuk pedoman dalam

proses berapa lama, adanya penaganan berikutnya.

sianosis dan inkontinesia, deviasi

dari mata dan gejala-hgejala

lainnya yang timbul.

g. sesudah kejang observasi TTV

setiap 15-30 menit dan obseervasi g. tanda-tanda vital indikator terhadap

keadaan klien sampai benar-benar perkembangan penyakitnya dan gambaran

pulih dari kejang. status umum klien.

h.observasi efek samping dan

keefektifan obat.

h. efek samping dan efektifnya obat

i. observasi adanya depresi diperlukan motitoring untuk tindakan

pernafasan dan gangguan irama lanjut.

26
jantung. i.kompliksi kejang dapat terjadi depresi

j.lakukan pemeriksaan neurologis pernafasan dan kelainan irama jantung.

setelah kejang j. Kompliksi kejang dapat terjadi depresi

pernafasan dan kelainan irama jantung.

k. kerja sama dengan tim : k. Untuk mengantisipasi kejang, kejang

- pemberian obat antikonvulsan berulang dengan menggunakan obat

dosis tinggi antikonvulsan baik berupa bolus, syringe

- pemeberian antikonvulsan pump.

(valium, dilantin,

phenobarbital)

- pemberian oksigen tambahan

- pemberian cairan parenteral

- pembuatan CT scan

27
6. Resiko infeksi Setelah diberikan tindakan a.Kaji tanda – tanda infeksi a. Untuk mengetahui apakah pasian

berhubungan keperawatan 3X24 jam mengalami infeksi. Dan untuk menentukan

dengan luka diharapkan tidak terjadi tindakan keperawatan berikutnya.

terbuka tanda-tanda infeksi. b. Pantau TTV,terutama suhu b. Tanda vital merupakan acuan untuk

Kriteria Hasil: tubuh. mengetahuikeadaan umum pasien.

-Tidak terdapat tanda tanda Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan

infeksi seperti: salah satu tanda – tanda infeksi.

Kalor,dubor,tumor,dolor,da c. Ajarkan teknik aseptik pada c. Meminimalisasi terjadinya infeksi

n fungsionalasia. pasien

-TTV dalam batas normal d. Cuci tangan sebelum memberi d. Mencegah terjadinya infeksi

asuhan keperawatan ke pasien. nosokomial.

e. Lakukan perawatan luka yang e. Perawatan luka yang steril

steril. meminimalisasi terjadinya infeksi.

28
5. Implementasi

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi

6. Evaluasi

Dx 1 :

a. pasien tidak mengalami gangguan dalam bernafas

b. pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas

Dx 2 :

a. Pasien tidak mengalami gangguan dalam makan dan minum

b. Pasien bisa menelan dengan baik

c. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.

Dx 3 :

a. Suhu pasien normal (36-370C)

b. Pasien tidak mengeluh demam

Dx 4 :

a. Keluarga pasien tidak cemas lagi.

b. Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu

dalam pemberian pengobatan.

Dx 5 :

a. Pasien tidak mengalami cedera.

29
b. Pasien tidak mengalami kejang

Dx 6 :

a. Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti : kalor, dolor, tumor, dubor,

dan fungsionalasia.

b. Luka pasien terjaga dan terawat

30
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada

manusia lewat gigitanatau cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula

lewat luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.Secara patogenesis,

setelah virus rabies masuk lewat luka gigitan, selama dua mingguvirus tetap

tinggal pada tempat masuk dan dekatnya. Kemudian, virus akan bergerak

mencapaiujung-ujung serabut saraf posterios tanpa menunjukkan

perubahan-perubahan fungsinya.

B. SARAN

Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditangani

dengan cepat dan sesegera mungkin, untuk mengurangi atau mematikan

virus rabies yang masuk pada luka gigitan. Usaha yang paling efektif ialah

mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau

ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70

persen, betadine, obat merah atau lainnya).

31
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume

2. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 13. Jakarta: EGC.

Doengoes E.Marilyn. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC

Kuswiyanto. 2015. Buku Ajar Virologi Untuk Analis Kesehatan. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price. 2015. Patofosiologi: konsep klinis proses-proses penyakit volume

2. Jakarta: EGC

32

Anda mungkin juga menyukai