Dosen Pengajar :
Irwan Sulistio, SKM, M.Si
Disusun oleh :
Dea Ayu Liandari (P27833120009) Annisa Paramytha A. (P27833120043)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah "Kutu (Lice) Sebagai
Vektor Penyakit“
Makalah ini telah kami susun dengan sebaik-baiknya dan mendapatkan bantuan dari
beberapa pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Dan merupakan salah
satu syarat untuk melengkapi tugas dasar kesehatan lingkungan jurusan kesehatan lingkungan
Poltekkes Surabaya. Untuk itu, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan bekerjasama dalam makalah ini.
Terlepas dari itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasannya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami dapat mengevaluasi
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................ 1
Daftar Isi ......................................................................................................................... 2
Bab I (PENDAHULUAN) ............................................................................................. 3
a. Latar Belakang .................................................................................................... 3
b. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
c. Tujuan ................................................................................................................. 4
d. Manfaat ............................................................................................................... 4
Bab II (TINJAUAN PUSTAKA) ................................................................................... 5
a. Macam Penyakit Yang Ditularkan Oleh Kutu/Lice ........................................... 5
b. Gambaran Kejadian Penyakit Yang Ditularkan Oleh Kutu/Lice ...................... 6
c. Mekanisme Penularan Penyakit Oleh Kutu/Lice ............................................... 8
d. Klasifikasi Kutu/Lice .......................................................................................... 8
e. Bioekologi Kutu/Lice.......................................................................................... 11
Bab III (PENUTUP) ...................................................................................................... 20
a. Kesimpulan ........................................................................................................ 20
b. Saran .................................................................................................................. 21
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 22
Lampiran ………………………………………………………………………………. 23
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kutu (Lice) merupakan serangga ektoparasit obligat karena seluruh hidupnya
berada pada dan tergantung pada tubuh inangnya. Oleh karena itu secara morfologi kutu
ini sudah beradaptasi dengan cara hidupnya, misalnya dengan tidak memiliki sayap,
sebagian besar tidak bermata, bentuk tubuh yang pipih dorsoventral, bagian mulut
disesuaikan untuk menusuk-isap atau untuk mengunyah, dan memiliki enam tungkai atau
kaki yang kokoh dengan kuku yang besar pada ujung tarsus yang bersama dengan
tonjolan tibia berguna untuk merayap dan memegangi bulu atau rambut inangnya.
Kebanyakan ahli Amerika menempatkan kutu dalam dua ordo yaitu Anoplura dan
Mallophaga, sedangkan ahli-ahli dari Inggris, Jerman dan Australia menempatkan dalam
satu ordo tunggal yaitu Phthiraptera dengan sub ordo Anoplura (kutu penghisap),
Mallophaga (kutu penggigit) dan Rhynchophthirina (kutu gajah).
Secara umum jenis-jenis kutu yang banyak menyerang hewan di Indonesia adalah
Menopon gallinae, Menacanthus stramineus, Cuclotogaster heterographus, Goniocotes
dissimilis, Goniodes gigas, dan Lipeurus caponis pada ayam; Columbicola columbae
pada burung merpati dang unggas liar lainnya; Heterodoxus longitarsus dan Trichodectes
canis pada anjing; Felicola subrostratus pada anjing; Damalinia ovis, D. caprae,
Linognathus ovillus, dan L. stenopsis pada domba dan kambing; Haematopinus
eurysternus dan H. tuberculatus pada sapi dan kerbau; dan Haematomyzus elephantis
pada gajah.
Adapun jenis-jenis kutu yang menyerang manusia terdiri atas tiga subspesies yaitu
Pediculus humanus capitis (kutu kepala), P. humanus corporis (kutu badan) dan Phthirus
pubis (kutu kemaluan). Kutu kepala dan badan ternyata merupakan varietas dari satu
spesies. Keduanya dapat melakukan perkawinan (interbreeding), keturunannya fertil dan
perbedaan morfologinya juga sedikit. Kutu mengalami metamorfosis tidak sempurna,
mulai dari telur, nimfa instar pertama sampai ketiga lalu dewasa. Seluruh tahap
perkembangannya secara umum berada pada inangnya. Telurnya berukuran 1–2 mm,
berbentuk oval, berwarna putih dan pada beberapa jenis permukaan telur bercorak-corak
dan dilengkapi dengan operkulum. Telur kutu disebut nits (lingsa, Jawa), yang direkatkan
3
pada bulu (rambut) inangnya dengan semacam zat semen pada bagian ujung dasar telur.
Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor induk kutu mencapai 10–300 butir selama
hidupnya. Telur menetas menjadi nimfa (kutu muda)setelah 5–18 hari tergantung jenis
kutu. Warna nimfa dan kutu dewasa keputih-putihan, dan makin tua umurnya makin
berwarna gelap. Kutu dewasa bisa hidup 10 hari hingga beberapa bulan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam penyakit yang ditularkan oleh kutu ?
2. Bagaimana gambaran proses penularan penyakit oleh kutu ?
3. Bagaimana mekanisme penularan penyakit oleh kutu?
4. Bagaimana klasifikasi kutu ?
5. Apa yang dimaksud dengan Bioekologi kutu ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa saja macam-macamp enyakit yang ditularkan oleh kutu.
2. Mengetahui gambaran proses penularan penyakit oleh kutu.
3. Mengetahui mekanisme penularan penyakit oleh kutu.
4. Mengetahui apa itu klasifikasi kutu.
5. Mengetahui pengertian bioekologi kutu.
D. MANFAAT
Makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran dalam bidang kesehatan
dan untuk menambah wawasan mengenai kutu pedikulosis kapitis dan sekitarnya. Agar
selanjutnya dapat dilakukan upaya peningkatan pengetahuan mengenai perilaku bersih
dan tentang pedikulosis kapitis supaya pembaca dapat menghindari penularan pedikulosis
kapitis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kutu Tubuh
Kutu tubuh hidup dan bertelur di atas pakaian, dan pindah ke kulit manusia untuk
mencari makan. Kutu tubuh dapat menyebarkan penyakit, terutama jika Anda tidak menjaga
kebersihan diri dengan baik. Tak seperti dugaan banyak orang, ternyata anjing, kucing,
dan hewan peliharaan lainnya tidak berperan dalam perpindahan kutu manusia. Anda hanya
bisa tertular kutu dari manusia lainnya, tidak bisa dari spesies yang berbeda seperti anjing.
Kutu di badan diketahui menularkan penyakit (epidemik tifus, demam parit, dan louse-borne
relapsing fever).
Tifus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri rickettsial yang dibawa oleh
kutu dan tungau. Ketika kutu dan tungau yang membawa bakteri rickettsial menggigit
seseorang, bakteri penyebab tifus ini pun akan lantas pindah dan menginfeksi tubuh.
Trench fever atau demam parit adalah penyakit yang disebabkan oleh kutu tubuh.
Penyakit ini dikenal sebagai demam lima hari, dengan gejala seperti demam tinggi
mendadak, sakit kepala parah, sakit punggung, nyeri kaki, dan ruam tubuh.
Louse-borne relapsing fever merupakan penyakit kutu yang disebabkan oleh
Spirochaete borrelia recurrentis, yaitu bakteri yang ditularkan oleh kutu pada manusia.
2. Kutu Kemaluan
Kutu kemaluan biasanya ditemukan menempel pada rambut di area
kemaluan. Namun kutu kemaluan juga bisa kita jumpai misalnya di alis, bulu
mata, jenggot, kumis, bulu dada, ketiak, dan lain-lain. Harus kita ketahui anjing, kucing, dan
hewan peliharaan lainnya tidak bisa menularkan jenis kutu ini pada manusia. Penyakit kutu
kemaluan disebabkan oleh parasit Pthirus pubis yang menyebar melalui kontak fisik seperti
hubungan seksual pada vaginal, anal, dan oral; berciuman; dan berpelukan.
3. Kutu Kepala
Kutu kepala berada di area kulit kepala dan leher, menempelkan telurnya ke dasar
batang rambut. Kutu rambut tidak bisa melompat atau terbang, mereka hanya bisa bergerak
dengan cara merangkak. Karena itu, kutu kepala biasanya menyebar melalui kontak kepala
langsung yang memungkinkan hama ini merangkak dari rambut seseorang ke rambut orang
lain, misalkan penggunaan sisir bergantian.
Dibandingkan dengan jenis kutu lainnya, kutu kepala tidak dapat menularkan
penyakit apa pun. Kutu kepala hanya dapat menimbulkan gejala ringan, berupa rasa gatal
(pruritus) sebagai reaksi alergi terhadap gigitan kutu. Gejala lain dari kutu kepala di
antaranya adalah sensasi sesuatu bergerak di rambut, tidak bisa tidur karena rasa gatal di
kepala, dan luka di kepala karena goresan.
5
4. Kutu Rambut
Kutu rambut adalah parasit kecil yang ditemukan di kulit kepala dan mempunyai
kemampuan untuk mengisap darah di kepala. Dalam Bahasa medis disebut pediculosis.
Pedikulosis merupakan penyakit yang sangat umum dengan estimasi jumlah kasus sebanyak
6-12 juta per tahun.
Kutu rambut dapat bertelur di kepala manusia dan biasanya akan berada di bagian
rambut yang berdekatan dengan kulit kepala. Gangguan ini hanya terjadi pada manusia dan
dapat menular pada manusia lain. Kutu rambut umumnya menyerang anak-anak pada usia
sekolah, tetapi tidak menutup kemungkinan orang dewasa yang tinggal serumah dengan
anak tersebut untuk terserang penyakit kutu ini.
Seseorang yang terjangkit kutu rambut ini akan merasakan gatal-gatal pada kulit
kepala, kuping, dan juga leher. Gatal ini timbul karena air liur kutu yang dapat menimbulkan
reaksi alergi di kulit kepala. Kutu ini memiliki enam kaki dan ukurannya hanya sebesar biji
wijen dan memiliki warna sama dengan rambut.
Kutu kepala dapat menyebar ketika seseorang menggaruk kepala atau rambut
bersentuhan dengan suatu benda, seperti sisir, topi, bantal, dan handuk. Telur-telur dari kutu
kepala ini akan berwarna putih dan terlihat seperti ketombe tetapi sulit untuk dikeluarkan.
Gejala kutu rambut dapat menyebar hingga ke leher dan telinga. Selain rasa gatal,
penderita juga dapat merasakan ada sesuatu yang merayap di kulit kepala. Rasa gatal di kulit
kepala membuat penderita menggaruk kepala terus menerus. Gatal akan lebih terasa pada
malam hari, karena kutu lebih aktif dalam kondisi gelap. Akibatnya, penderita menjadi sulit
tidur. Menggaruk kepala secara terus menerus akan menyebabkan kulit kepala terluka, dan
jika luka tersebut terinfeksi bakteri, akan muncul nanah. Seseorang yang mengidap kutut
rambut bisa mengalami berbagai gejala, antara lain:
6
Diagnosis Kutu Rambut
Kutu rambut bukanlah penyakit yang terbilang serius. Namun, kutu rambut yang
dibiarkan tanpa penanganan bisa memicu kondisi lainnya. Misalnya, terkelupasnya kulit
kepala, sehingga menimbulkan infeksi. Kondisi ini bisa terjadi ketika pengidapnya
menggaruk-garuk kulit kepala yang gatal akibat serangan kutu rambut.
Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengobati kutu rambut. Misalnya:
Gunakan asam cuka untuk menghilangkan kutu rambut, karena sifat asam dari cuka dapat
langsung menghabisi kutu-kutu tersebut. Meski begitu, cuka harus digunakan secara hati-
hati agar tidak menimbulkan iritasi pada kulit kepala.
Malathion 0,5 atau 1 persen. Obat berbentuk spray ini biasanya dianjurkan untuk pasien
usia >6 tahun. Setelah diaplikasikan ke kulit kepala, pasien dianjurkan untuk
membiarkannya selama 1 malam.
Gameksan 1 persen. Setelah diaplikasikan ke kulit kepala, obat harus dibiarkan selama 12
jam.
Setidaknya ada beberapa upaya yang bisa dicoba untuk mencegah kutu rambut, antara lain:
7
C. Mekanisme Penularan Penyakit oleh Kutu/lice
Secara garis besar, mekanisme penularan penyakit oleh kutu dibagi menjadi 2 cara
penularan yaitu :
Pedikulosis disebabkan oleh kutu jenis Pediculus humanus var capitis yang merupakan
organisme berukuran sebesar biji stroberi yang bertahan hidup dengan menghisap darah pada
kulit kepala inang. Kutu rambut memiliki siklus hidup sebagai berikut:
Kutu betina memproduksi telur yang akan menetas dalam kurun waktu 8-9 hari setelah
induk bertelur.
Nimfa menjadi kutu dewasa setelah 9-12 hari, lalu bertahan hidup sebagai kutu dewasa
dalam kurun waktu 3-4 minggu.
Kutu rambut dapat menular melalui kontak langsung dengan pengidapnya. Risiko
penularan yang paling besar contohnya menginap bersama seseorang yang mengidap kutu
rambut. Selain itu, melakukan kontak fisik seperti menyentuh kepala dan berpelukan juga bisa
meningkatkan risiko tertular kutu rambut. Kutu rambut juga bisa menular ketika seseorang
berbagi barang-barang pribadi (sisir, handuk, topi, atau baju) dengan pengidapnya.
Kutu merupakan serangga ektoparasit obligat karena seluruh hidupnya berada pada dan
tergantung pada tubuh inangnya. Oleh karena itu secara morfologi kutu ini sudah beradaptasi
dengan cara hidupnya, misalnya dengan tidak memiliki sayap, sebagian besar tidak bermata,
bentuk tubuh yang pipih dorsoventral, bagian mulut disesuaikan untuk menusuk-isap atau untuk
mengunyah, dan memiliki enam tungkai atau kaki yang kokoh dengan kuku yang besar pada
ujung tarsus yang bersama dengan tonjolan tibia berguna untuk merayap dan memegangi bulu
atau rambut inangnya. Kebanyakan ahli Amerika menempatkan kutu dalam dua ordo yaitu
Anoplura dan Mallophaga, sedangkan ahli-ahli dari Inggris, Jerman dan Australia menempatkan
dalam satu ordo tunggal yaitu Phthiraptera dengan sub ordo Anoplura (kutu penghisap),
Mallophaga (kutu penggigit) dan Rhynchophthirina (kutu gajah).
Secara umum jenis-jenis kutu yang banyak menyerang hewan di Indonesia adalah
Menopon gallinae, Menacanthus stramineus, Cuclotogaster heterographus, Goniocotes
dissimilis, Goniodes gigas, dan Lipeurus caponis pada ayam; Columbicola columbae pada
burung merpati dang unggas liar lainnya; Heterodoxus longitarsus dan Trichodectes canis pada
anjing; Felicola subrostratus pada anjing; Damalinia ovis, D. caprae, Linognathus ovillus, dan L.
stenopsis pada domba dan kambing; Haematopinus eurysternus dan H. tuberculatus pada sapi
dan kerbau; dan Haematomyzus elephantis pada gajah. Adapun jenis-jenis kutu yang menyerang
manusia terdiri atas tiga subspesies yaitu Pediculus humanus capitis (kutu kepala), P. humanus
corporis (kutu badan) dan Phthirus pubis (kutu kemaluan). Kutu kepala dan badan ternyata
merupakan varietas dari satu spesies. Keduanya dapat melakukan perkawinan (interbreeding),
keturunannya fertil dan perbedaan morfologinya juga sedikit.
Kutu ini berukuran sangat kecil, tidak mempunyai sayap dan berukuran 2 – 4 mm
dengan memiliki bagian mulut penghisap. Dalam hidupnya, kutu kepala mengalami
metamorfosis tidak sempurna yang diawali dengan telur, nimfa dan dewasa. Apabila terjadi
perkawinan diantara kutu jantan dan betina, dalam waktu 24 jam kemudian kutu betina akan
9
meletakkan 7-10 butir telur setiap harinya. Sekitar 3 hingga 4 hari kemudian telur akan menetas
menjadi nimfa. Stadium nimfa akan mengalami tiga kali pengupasan kulit sehingga menjadi kutu
dewasa. Kutu kepala dapat hidup selama 30 hari dengan mengisap darah manusia. Jika tanpa
darah kutu hanya bisa bertahan selama 15 hingga 20 jam. Apabila seseorang merasakan gatal
sehingga menggaruk kepala, ini adalah proses nimfa dan kutu dewasa mengisap darah di kepala
mereka. Biasanya, kutu hanya bisa hidup sekitar 1–2 hari di luar kepala sedangkan telurnya dapat
bertahan sehingga 10 hari.
Pediculosis capitis merupakan penyakit kulit kepala akibat infestasi ektoparasit obligat
tungau/lice spesies Pediculus humanus var. capitis yang termasuk dalam famili Pediculidae.
Parasit ini termasuk parasit yang menghisap darah dan keseluruhan siklus hidupnya berada di
kepala manusia. Penyakit ini sering menyerang anak-anak yang berusia 3-11 tahun terutama
anak perempuan. Hal ini dikarenakan anak perempuan memiliki rambut panjang dan sering
memakai aksesoris rambut. Penyakit ini menyerang semua ras dan semua tingkatan sosial,
namun lebih banyak terdapat pada status sosio-ekonomi yang rendah. Penularan dapat terjadi
secara langsung, melalui rambut ke rambut, atau secara tidak langsung melalui topi, bantal,
kasur, sisir, kerudung.
10
E. Bioekologi Kutu/Lice
a. Pediculosis Capitis
11
b) Morfologi Pediculus capitis
Kutu kepala memiliki dua mata dan tiga pasang kaki berwarna abu-abu
dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Kutu betina memiliki ukuran
panjang 1,2 – 3,2 mm dan lebar lebih kurang 1/2 dari panjangnya. Kutu jantan
memiliki ukuran yang lebih kecil dan jumlahnya hanya sedikit (Handoko, 2010).
Kutu kepala tidak bersayap dan memiliki tiga pasang kaki yang pada bagian
ujungnya dilengkapi dengan cakar yang berguna untuk mencengkram kulit kepala.
Bentuk dan ukuran dari cakar ini disesuaikan dengan susunan dan bentuk rambut.
Bagian abdomen terbagi atas beberapa segmen dan bentuknya datar pada bagian
dorsoventral (Guenther,2012).
Kutu kepala memiliki mulut yang kecil di bagian anterior yang dilengkapi
dengan pengait (hook) yang dapat melekat ke kulit kepala selama menghisap
darah. Umumnya, kutu kepala akan menghisap darah kira-kira lima kali dalam
sehari dengan waktu 35-45 menit (Guenther,2012).
BIONOMIK
Perilaku
Pediculus capitis mencengkeram rambut manusia. Enam kaki menonjol dari
segmen toraks yang menyatu. Seperti tipikal di Anoplura, kaki ini pendek dan
diakhiri dengan satu cakar dan " ibu jari " berlawanan. Di antara cakar dan ibu
jarinya, kutu tersebut mencengkeram rambut inangnya. Dengan kaki pendek dan
cakar besar, kutu beradaptasi dengan baik untuk menempel pada rambut inangnya.
Adaptasi ini membuat mereka tidak mampu melompat, atau bahkan berjalan dengan
efisien di permukaan datar. Kutu dapat memanjat helai rambut dengan sangat cepat,
memungkinkannya bergerak cepat dan menjangkau inang lain.
Tempat Perindukan
Pediculus humanus capitis biasa meletakkan telur pada rambut kurang dari 5 mm
dari kulit kepala, sehingga seiring bertumbuhnya rambut kepala, telur yang semakin
matang akan terletak lebih jauh dari pangkal rambut (Rahman, 2014).
Kebiasaan Makan
Pediculus capitis adalah serangga parasit yang habitatnya di kepala manusia
yang hidup dengan memakan yaitu mengisap darah manusia. Semua tahapan
kecuali telur adalah pengumpan darah dan menggigit kulit empat sampai lima kali
sehari untuk diberi makan. Mereka menyuntikkan air liur yang mengandung
12
antikoagulan dan menghisap darah. Darah yang dicerna diekskresikan sebagai frass
merah tua. Parasit ini bersifat ektoparasit yaitu parasit yang hidup diluar tubuh
hospes. Kutu ini bergerak dengan cara merayap, tidak bisa loncat atau terbang.
13
b. Morfologi Pediculus Humanus Capitis
1. Telur (nits)
Telur berwarna putih mempunyai operculum 0,6-0,8 mm disebut nits.
Bentuknya lonjong dan memiliki perekat, sehingga dapat melekat erat pada
rambut. Warna telur terlihat samar dan mirip dengan warna rambut dan mudah
dilihat pada bagian posterior. Telur yang kosong ( nits ) lebih mudah dilihat
karena tampak putih diantara rambut yang gelap. Beberapa ahli menyebut nits
lebih menunjuk pada telur yang kosong. Telur diinkubasi oleh panas tubuh dan
biasanya menetas dalam 8 sampai 9 hari , tapi bisa menetas antara 7 sampai 12
hari tergantung pada udara sekitar panas atau dingin. Daerah favorit tempat
melekatnya telur adalah di dekat telinga dan bagian belakang kepala (Sutanto
dkk, 2008). Telur kutu tubuh selain diletakkan pada serat pakaian dan kadang-
kadang pada rambut tubuh manusia.
2. Nimfa
Nimfa berbentuk seperti kutu rambut dewasa, hanya bentuknya lebih
kecil. Telur yang menetas akan berubah menjadi nimfa. Nimfa terlihat seperti
kutu kepala dewasa, tetapi ukurannya masih sebesar kepala peniti. Nimfa akan
menjadi kutu kepala dewas setelah tujuh hari dan berganti kulit sebanyak lima
kali.
3. Kutu Dewasa
Kutu kepala dewasa mempunyai panjang sekitar 2 sampai 3 mm
(ukuran biji wijen), memiliki 6 kaki. Kutu rambut dewasa berbentuk pipih dan
memanjang, berwarna putih abu-abu, kepala ovoid bersudut, abdomen terdiri
dari 9 ruas, Thorax dari khitir seomennya bersatu. Pada kepala tampak
sepasang mata sederhana disebelah lateral, sepasang antena pendek yang terdiri
atas 5 ruas dan probosis, alat penusuk yang dapat memanjang. Tiap ruas thorax
yang telah bersatu mempunyai sepasang kaki kuat yang terdiri dari 5 ruas dan
berakhir sebagai satu sapit menyerupai kait yang berhadapan dengan tonjolan
tibia untuk berpegangan erat pada rambut (Wijayanti, 2007).
Kutu rambut jantan berukuran 2mm, alat kelamin berbentuk seperti
huruf “V”. Sedangkan kutu rambut betina berukuran 3mm, alat kelamin
berbentuk seperti huruf “V” terbalik. Pada ruas abdomen terakhir mempunyai
lubang kelamin di tengah bagian dorsal dan 2 tonjolan genital di bagian lateral
yang memegang rambut selama melekatkan telur (Wijayanti, 2007). Kutu
betina dapat hidup antara 3 sampai 4 minggu dan setelah bisa berbaring hingga
10 telur per hari. Ini telur kecil yang melekat erat pada pangkal rambut poros
yang berjarak ± 4mm dari kulit kepala dengan zat seperti lem yang diproduksi
oleh kutu (Frakowski et al, 2010). Jumlah telur yang diletakkan selama
hidupnya diperkirakan 140 butir (Wijayanti, 2007).
BIONOMIK
A. Perilaku
Kutu tidak bisa melompat atau terbang, tetapi dapat merangkak. Kutu
rambut kepala dapat bergerak dengan cepat dan mudah berpindah dari satu hospes
ke hospes lain. Penelitian mengungkapkan bahwa kutu dapat berpindah antar
sarung bantal pada malam hari Kutu rambut ini dapat bertahan 10 hari pada
14
suhu 5℃ tanpa makan, dapat menghisap darah untuk waktu yang lama, mati pada
suhu 40℃. Panas yang lembab pada suhu 60℃ memusnahkan telur dalam waktu
15-30 menit.
B. Tempat perindukan
Tempat-tempat yang disukainya adalah rambut pada bagian belakang
kepala. Telur dari kutu ini lebih mudah ditemukan terutama pada tengkuk dan
bagian belakang kepala. Pada infeksi berat, helaian rambut akan melekat satu
dengan yang lainnya dan mengeras, dapat ditemukan banyak kutu rambut dewasa,
telur (nits) dan eksudat nanah yang berasal dari gigitan yang meradang.
C. Kebiasaan makan
Kutu dewasa dan nympha mendapatkan makanannya dengan menghisap
darah manusia. Kutu makan dengan cara menggigit melalui kulit dan
menyuntikkan air liur untuk mencegah darah dari pembekuan, kemudian
mengisap darah ke saluran pencernaan.
D. Pengendalian
Beberapa pengendalian yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hindari head-to -head (hair -to - hair) kontak selama bermain dan kegiatan
lain di rumah, sekolah, dan di tempat lain (olahraga, taman bermain, pesta
tidur, berkemah).
2. Tidak berbagi pakaian seperti topi, syal, mantel, seragam olahraga, pita
rambut, atau jepit rambut.
3. Tidak berbagi sisir, sikat, atau handuk. Sisir dan sikat disinfeksi digunakan
oleh orang yang penuh dengan merendam dalam air panas (setidaknya 60°C)
selama 5-10 menit.
4. Jangan berbaring di tempat tidur, sofa, bantal, karpet, atau boneka binatang
telah kontak dengan orang yang tejangkit kutu (http://www.cdc.gov/, 2013).
5. Meningkatkan hygiene personal seperti sering mengganti dan membersihkan
pakaian, topi, dan sarung bantal.
6. Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perawatan badan dan rambut
perlu ditanamkan baik kepada orang tua maupun para anak-anak (siswa)
sendiri.
7. Ketika salah sartu anggota keluarga diketahui terkena kutu kepala maka
dianjurkan untuk memeriksa keberadaan kutu pada anggota keluarga yang
lain.
8. Pengobatan juga harus dilakukan jika seseorang sudah terjangkit yang
ditandai dengan rasa gatal-gatal di kepala. Wheems dan Fasulo (2013)
15
Akibatnya, kutu kepala yang paling umum menginfestasi kalangan anak-anak.
Apabila seseorang penuh dengan kutu, ada kemungkinan bahwa seluruh
keluarga akan tertular. Di Amerika serikat, orang yang menyikat rambut secara
rutin memiliki kutu yang jumlahnya tidak lebih dari 12, akan tetapi pada
individu yang budaya perawatan yang berbeda sering meiliki seratus atau lebih
kutu hidup. Infestasi kutu manusia, yang disebut pediculosis, dapat menyebar
cepat dan dapat mencapai proporsi epidemi jika dibiarkan. Pada sekelompok
orang, faktor-faktor seperti usia, ras (Misalnya: Afrika-Amerika yang
rarelyinfested dengan kutu kepala, jenis kelamin, berkerumun di rumah, ukuran
keluarga, dan metode pakaian closeting mempengaruhi kursus dan distribusi
penyakit (Weems dan Fasulo, 2013).
c. Phthirus Pubis
16
b) Morfologi Phthirus Pubis
Telur
Telur Phthirus pubis berwarna putih kekuningan, memiliki panjang
sekitar 1 mm dan melekat kuat pada rambut atau pakaian. Beberapa telur dapat
melekat pada sehelai rambut. Betina meletakkan sekitar tiga telur per hari, dan
kesuburan pada 26-30 telur. Penetasan terjadi dalam 6-8 hari, dan pertumbuhan
membutuhkan waktu 13-17 hari pada suhu kulit normal (Robinson, 2005).
Nimfa
Nimfa menyerupai dewasa, tetapi lebih kecil. Tahap ketiga pada nimfa
jantan memiliki panjang 1,3-1,4 mm dan biasanya dengan dua tuberkel lateral.
Tahap ketiga nimfa betina memiliki panjang 1,0-1,5 mm panjang dan biasanya
dengan empat tuberkel lateral (Robinson, 2005).
Dewasa
Phthirus pubis berbentuk pipih dorsoventral, bilateral simetris, tidak
bersayap. Bentuk mulut tipe menusuk dan menghisap. Mempunyai spirakel di
bagian dorso ventral. Ada yang berpleural plate ada yang tidak. Metamorfosis
tidak lengkap, terjadi perubahan dari telur, nimfa, akhirnya menjadi dewasa.
Kepala Phthirus pubis terdapat clupeus, frons, letaknya antara antena dan mata,
sepasang mata faset (jelas terlihat), sepasang antena yang bersegmen empat
buah dan haustellum, terdapat labrum, epifaring, dan prestomal teeth.
Thorax pada Phthirus 1 pasang scpirakel dan 3 pasang kaki kuat dengan
claw (cengkram). Segmen thorax tidak terlihat jelas pada Phthirus, terdiri atas
prothorax, mesothorax dan metathorax. Kaki terdiri atas: coxa, trochanter,
femur, tibia tumb, tarsus, tarsal claw (kuku). Abdomen Phthirus pada tiap
segmen terdapat pleural plate, di bagian dorso lateral terdapat abdominal
spirakel dan tranverse band. Segmen abdominal ada 9 buah. Pada hewan jantan
segmen terakhir ada adeagus dan bentuknya asimetris, sedangkan pada betina
terdapat gonopodia, simetris. Segmen ke 3-5 bersatu dan pada segmen tersebut
terdapat 3 pasang spirakel yang bersatu dalam satu segmen. Pada segmen ke 6-
8 hanya terdapat 1 pasang spirakel saja pada tiap segmen. Pada segmen ke 1
dan 2 menghilang. Segmen ke 9 yaitu alat kelamin (Natadisastra, 2009).
Bionomik
A. Perilaku
Phthirus pubis biasanya berada pada daerah kemaluan dan perianal,
sering menyebar ke atas perut dan payudara, dan dapat menduduki aksila, atau
mungkin menyebar ke bawah di sepanjang paha. Kepala jarang dipenuhi oleh
Pthirus pubis karena kurang cocok sebagai habitat karena kulit kepala-rambut
yang ramai dekat bersama-sama dan lebih halus dari pada pubis dan pada
aksila. Jangkauan antara dua kaki belakang-pasang serangga dewasa adalah
sekitar 2 mm. Kaki ini digunakan untuk menangkap rambut. Rambut tersebut,
dan tidak diragukan lagi tahap kadang aktif kutu adalah gudang pakaian,
tempat tidur, kursi dari jamban, dll, dan mudah menjadi terjerat dengan rambut
kemaluan atau dari orang-orang bersih yang mungkin datang dalam kontak
dengan itu. Sebuah kutu terpisah segera menempel setiap rambut dengan yang
terjadi kontak.
17
Oleh karena itu, sementara Phthirus umumnya disampaikan secara
langsung, hal itu juga dapat diperoleh secara tidak langsung. Ini adalah
makhluk tak berdaya ketika dihapus dari rambut yang menempel terus menerus
pada tubuh, dimana ia bergerak sekitar dengan berpindah dari rambut ke
rambut karena itu jauh lebih mungkin untuk disampaikan secara pasif dari host
ke host.Larva unfed muda biasanya mati dalam waktu sepuluh jam dari
munculnya. Ketika dihapus dari manusia, mereka bertahan lebih lama di 16-
20° C dibandingkan pada 30° C dan mati lebih cepat di tempat yang kering
daripada dalam suasana lembab, tidak ada banyak kutu semua tahapan yang
diuji ditemukan bertahan hingga 42 ½ jam, bila dipertahankan di bawah
kondisi yang berbeda. Hidup di manusia laki-laki selamat 22 hari, 17 hari
perempuan (Nuttal, 2009).
B. Tempat perindukan
Menurut Brown (2006) telur (nits) Phthirus pubis cukup besar bila dilihat
tanpa menggunakan mikroskop. Mereka hidup dan berkembang biak dimana
ada rambut kasar, seperti bagian tubuh berikut:
1) Alat kelamin
2) Ketiak
3) Dada
4) Jenggot
5) Bulu mata
6) Alis
C. Kebiasaan makan
Phthirus pubis memakan darah. Infestasi biasanya rambut pada daerah
kemaluan dan perineum, tetapi mungkin pindah ke ketiak, janggut, kumis
atau alis. Ini jarang terjadi pada kelopak mata dan dalam beberapa kasus telah
ditemukan di semua tahapan pada kulit kepala individu yang luar biasa
berbulu. Phthirus pubis relatif tidak bergerak ketika pada host, yang tersisa
melekat dan makan selama berjam-jam atau berhari-hari pada satu tempat
tanpa menghapus bagian mulutnya dari kulit (Weems, 2013).
Pengendalian
Perawatan
1. Cuci semua pakaian dan selimut dalam air panas.
2. Barang yang tidak dapat dicuci dapat disemprot dengan semprotan obat yang
dapat dibeli di toko. Dapat juga menyegel barang dalam kantong plastik untuk
10-14 hari untuk meredakan kutu.
3. Membuat yakin dengan siapa anda memiliki kontak seksual atau berbagi
tempat tidur dan diobati pada saat yang sama.
4. Orang dengan kutu kemaluan harus diperiksa untuk infeksi menular seksual
lain ketika kutu ditemukan.
18
Pengobatan
Pengobatan kutu kemaluan yang terbaik diobati dengan menggunakan
bahan yang mengandung permethrin, seperti Elimite atau Kwell:
1. Usapkan sampo ke rambut kemaluan yang kering dan sekitarnya selama 5
menit.
2. Bilas dengan baik.
3. Sisir rambut kemaluan dengan sisir bergigi halus untuk menghilangkan telur
(nits). Menerapkan cuka untuk rambut kemaluan sebelum menyisir dapat
membantu melonggarkan nits.
4. Kebanyakan orang hanya perlu 1 pengobatan. Jika pengobatan kedua
diperlukan, hal itu harus dilakukan 4 hari sampai 1 minggu kemudian.
5. Menggunakan obat-obatan untuk mengobati kutu meliputi sembuh dan Nix.
Lotion malathione adalah pilihan lain (Berman, 2014).
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keadaan lingkungan yang kurang bersih dapat menjadikan tempat yang sangat baik
untuk berkembang biaknya berbagai vektor penyakit, vektor penyakit ini diantaranya
adalah serangga. Serangga adalah mahluk hidup yang paling berhasil dalam beradaptasi di
muka bumi ini. Oleh sebab itu serangga bisa di jumpai hampir di semua ekosistem, baik
pada ekosistem air, darat dan udara. Jenis dan populasi serangga di dunia ini sangat banyak
sekitar 800.000 jenis dengan jumlah populasi hampir tak terhitung. Semua penyebab
keinginan serangga untuk berdekatan dengan manusia jelas merugikan. Kerugiannya dapat
berupa gangguan kenyamanan maupun mengancam keselamatan jiwa
Kutu adalah parasit kecil dan tak bersayap yang ada di rambut, maupun
badan. Kutu mudah menyebar dalam tubuh atau pakaian dan menyebabkan dermatitis
(merah, gatal, bengkak) yang disebut penyakit kutu. Kutu mengalami daur hidup
metamorfosis sempurna. Artinya, daur hidup mereka mencakup telur, larva, kepompong
atau pupa, dan kutu dewasa. Kutu melewati seluruh fase tersebut selama kira-kira 21
hari.Kutu juga bisa menyebabkan penyakit yang serius antara lain:
1. Lyme
Jenis kutu berkaki hitam ini dapat menyebabkan ruam berbentuk lingkaran yang
khas dengan gigitan kutu dan membuat tubuh kelelahan, masalah pada otot saraf,
dan wajah
2. Rocky Mountain Spotted Fever
Penyakit yang disebabkan oleh kutu hewan ini akan menyebabkan tubuh
mendadak demam, sakit kepala, dan nyeri otot yang diikuti dengan ruam.
Pengobatan yang tidak tepat dan lambat akan berakibat sangat fatal.
3. Ehrlichiosis
Kutu yang berasal dari tubuh anjing, sapi, domba, kambing, dan kuda ini akan
menyebabkan demam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
20
4. Babesiosis
Jenis penyakit yang berasal dari kutu rusa ini dapat menyebabkan batuk kronis,
sakit kepala, dan malaise
B. Saran
Adapaun saran yang dapat kami sampaikan sebagai hasil dari makalah ini adalah
semoga kedepannya kami dapat menyusun makalah-makalah dengan lebih baik lagi.
Memperhatikan format makalah yang baik dan benar yang sesuai dengan ketentuan. Kami
menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari dari kesempurnaan, oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah tersebut. Sekian dan
terima kasih serta semoga dapat bermanfaat bagi kami sebagai penyusun serta kita semua
sebagai pembaca.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2004). Teori Parasitologi. Semarang: Akademi Analisis Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Natadisastra, D., & Agoes, R. (2009). Parasitologi Kedokteran: Ditinjau Dari Organ Tubuh yang Diserang.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Siskaphiany. (2014, April 16). Kesehatan Masyarakat (Promotive and Preventive Go Action). Retrieved
from siskaphiany.wordpress.com: https://siskaphiany.wordpress.com/2014/04/16/kutu-busuk-
cimex-hemipterus-kutu-kepala-pediculus-humanus-capitis-dan-kutu-kemaluan-phthirus-pubis-
beserta-pengendaliannya/
Sutanto, I., Ismid, I. S., Sjarifuddin, K. P., & Sungkar, S. (2008). Buku Ajar Parasitologi Kedokteran : Edisi
Keempat. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
https://www.halodoc.com/kesehatan/kutu-rambut
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fjournal.sociolla.com%2Fbeauty%2Fcara-
ampuh-menghilangkan-kutu-
rambut%2F&psig=AOvVaw388WWflyShcy_umXqmA2MN&ust=1612840211307000&source=images&c
d=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCKj7sZao2e4CFQAAAAAdAAAAABAG
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fparararam.com%2Fcara-menghilangkan-
kutu-rambut%2F&psig=AOvVaw3MfbI-5K4FRBRBAZoz7x-
W&ust=1612840482730000&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCOCGsJWp2e4CFQAAAAAd
AAAAABAD
Widniah Z.A. 2019. Model Perilaku Pencegahan Pediculus Humanus Capitis Pada Santriwati di
Pondok Pesantren. Surabaya:Universitas Airlangga
Hadi, U. K. (2011). BIOEKOLOGI BERBAGAI JENIS SERANGGA PENGGANGGU PADA HEWAN TERNAK DI
INDONESIA DAN PENGENDALIANNYA. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Nadyanti, Febri and Mutiara, Hanna (2019) Pengaruh Penggunaan Sampo dari Minyak Mimba
(Azadirachta indica A.juss ) terhadap Aktivitas Pediculus humanus capitis. AGROMEDICINE
UNILA, 6 (2). pp. 347-351. ISSN 2356-332X
22
LAMPIRAN
Telur (nits)
Gambar 1. Telur (nits) yang terdapat pada satu helai rambut. (Sumber: Nutanson, 2008)
Nimfa
Gambar 2. Telur Pediculus Capitis yang menetas menjadi nimfa. (Sumber: Nutanson, 2008)
23
Gambar 1. Pediculus humanus capitis, memiliki tubuh yang memanjang dan mulut di bagian
anterior yang menyempit.( Sumber: Guenther,2012 )
Siklus hidup
Telur (nits)
24
Gambar 2. Telur (nits) yang terdapat pada satu helai rambut. ( Sumber: Nutanson, 2008 )
Nimfa
Gambar 3. Telur P.humanus capitis yang menetas menjadi nimfa.( Sumber: Nutanson, 2008 )
25