Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENYAKIT PADA DAERAH TROPIS


“Rabies”

Dosen Pengampu:
Rahmawati S. S.ST.M.Pd

Disusun oleh :

Jusmitha Novi Haryanti P07220119128


Rayna Rachmawaty P07220119136
Reninda Rara Safira P07220119137

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN KELAS BALIKPAPAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
TAHUN AJARAN
2020

1
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas karunianya sehingga penyelesaian


tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. “ Rabies ” ini
disususn dan dikemas dari berbagai sumber sehingga memungkinkan untuk
dijadikan referensi maupun acuan. Besar harapan makalah ini dapat
memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan di bidang keilmuan khususnya
Penyakit Pada Daerah Tropis
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
lebih menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penyusun ucapkan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca makalah ini.

Balikpapan, 3 Juni 2020

Penyusun

2
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan Penulisan................................................................................4
C. Sistematika Penulisan.........................................................................4
Bab II Tinjauan Teori
I. Pengertian Penyakit Rabies................................................................6
II. Cara Penularan Penyakit Rabies.........................................................6
III. Tanda dan Gejala Penyakit Rabies.....................................................7
IV. Penanganan Kasus Penyakit Rabies...................................................8
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persyarafan………………...10
B. Etiologi……………………………………………………..11
C. Patofisiologi dan Pathway………………………………….13
D. Manifestasi Klinik…………………………………….……14
E. Penatalaksanaan……………………………………....…….15
F. Komplikasi…………………………………………………16
G. Pengkajian……………………………………………….…16
H. Diagnosa................................................................................17
I. Intervensi……………………………….…………………..17
J. Evaluasi…………………………………………………….22
Bab III Penutup
A. Kesimpulan.......................................................................................23
B. Saran.................................................................................................23
Daftar Pustaka...............................................................................................24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pengenalan pertama tentang adanya penyakit yang kemudian
dikenal sebagai rabies adalah pada anjing. Informasi paling dini yang
diketahui tentang penyakit ini adalah ketika ditemukannya sumber
untuk penyakit-penyakit pada anjing tahun 1885 sebelum Masehi (SM),
yaitu sejak zaman pre-mozaik di Kota Eshmuna yng dikenal sebagai
zaman raja Hamurabi dari Babylonia Kuno. Pada saat itu telah
ditemukan adanaya suatu peraturan khusus tentang suatu jenis penyakit
pada anjing yang lengakap dengan sanksinya serta tentang kewajiban
bagi seorang pemilik anjing untuk memelihara dan merawatnya dengan
baik serta bertanggung jawab. Bagi anjing yang kedapatan telah
menggigit orang lain dan kemudian oleh pihak yang berwenang
dinyatakan mengidap penyakit menular akan mendapatkan sanksi
hukuman. Peraturan tersebut antara lain berbunyi sebagai berikut :
“Apabila anjing menjadi gila dan petugas dapat membuktikannya untuk
diketahui oleh pemilik anjing; apabila dia (pemilik) semula telah
tidakmengurungnya sehingga anjing tersebut kedapatan menggigit
seseorang dan ternyata menyebabkan kematiannya (orang yang digigit),
maka pemilik anjing harus membayar denda 2/3 mina (40 shekel) perak.
Apabila anjing tersebut menggigit seorang budak dan menyebabkan
kematiannya, maka pemilik harus membayar denda 15 shekel perak” .
Lebih dari itu, dapat ditafsirkan pula bahwa pada saat itu telah
berkembanh pemahaman tentang cirri-ciri klinis anjing yang terserang
penyakit rabies, yaitu :
a. Anjing sebagai hewan yang rentan;
b. Cara penularan penyakit melalui gigitan anjing;

4
c. Dampak yang dapat terjadi terhadap ancaman keselamatan jiwa
orang yang digigit yang berarti ancaman terhadap kesehatan
masyarakat;
d. Secara terbatas tentang cara pencegahan sederhana dengan prinsip
menghindari terjadinya gigitan anjing;
e. Diterbitkan aturan yang memberikan efek jera bagi pemilik untuk
lebih hati-hati dan bertanggung jawab terhadap anjing piaraannya.
Aturan tersebut diatas dikenal dengan Code of Hamurabi of Ancient
Babylon. Undang-undang yang mengatur sanksi hukuman terhadap
masalah rabies dan penyakit yang membahayakan keselamatan hidup
orang, dan sampai sekarang pun secara khusus belum ada di Indonesia
yang seperti ini.
Rabies diperkirakan sebagai penyakit paling lama dikenal di
masa silam yang menyerang manusia. Pada tahun 3000 SM, seorang
dokter di Asia menyatakan telah menemukan adanya penyakit gila pada
anjing dan manusia yang di kemudian hari diyakini sebagai rabies. Ciri-
ciri anjing yang telah dicurigai mengidap penyakit rabies secara klasik
antara lain sebagai berikut :
a. Mulut menganga dengan lidah menjulur;
b. Keluar air liur yang banyak dari mulutnya;
c. Telinga terkulai lemah
d. Posisi ekor menggantung;
e. Terjadi perubahan suara sewaktu menyalak.
Pada saat itu belum disebut sebagai penyakit rabies. Namun,
Democritus salah seorang filsuf terkenal, secara cermat telah menulis
tentang rabies pada hewan dan pada orang. Ia menyatakan bahwa rabies
telah ditemukan di Yunani pada tahun 425 SM sebagaimana
diungkapkan oleh Hippocrates. Begitu pula Aristoteles pada tahun 340
SM telah menulis tentang penelitian tentang penyakit Rabies, dan cerita
tersebut dituangkan dalam bukunya Natural History of Animals.

5
Terjadinya penularan oleh air liur anjing rabies telah diamati
oleh Cardanus, seorang penulis Romawi dengan memberikan batasan
bahwa bahan penyebab infeksi itu disebut sebagai “racun” yang dalam
bahasa latin disebut Virus. Celsus seorang dokter, dala studinya pada
abad I menyimpulkan bahwa gigitan semua hewan yang mengandung
Virus Rabies berbahaya bagi manusia. Dia adalah orang yang pertama
yang mengungkapkan perlunya upaya untuk menghindarkan diri dari
penularan atau melakukan tindak pencegahan dengan menyarankan agar
korban yang digigit dicegah dari bahaya tertular dengan melakukan
“pembakaran” jaringan bekas luka agar penyebab penyakit mati
sehingga tidak tertulari oleh penyakit tersebut, yang kemudian dikenal
dengan cara kauterisasi luka. Hal ini berarti masalad penyakit zoonotik
khususnya rabies telah sangat dikenal pada saat itu. Karena adanya
penemuan dan penelitian para ahli sehingga menghasilkan dampak
positif pada dunia kesehatan.
Pada abad XVIII, rabies telah menyebar keberbagai Negara
diseluruh daratan eropa dan menimbulkan wabah diberbagai Negara.
Tapi dari penelitian dan penemuan para ahli dan juga telah dilakukan
eliminasi pada anjing yang di curigai mengidap Rabies. Maka, pada
tahun 1862 negara Skandinavia berhasil terbebas penyakit rabies dan
kemudian juga dilakukan Kerajaan Inggris tahun 1903 kecuali Wales.
Namun Prancis telah membawanya kembali pada Perang Dunia I oleh
seorang tentara yang kembali dari perang, dan segera setelah itu
dilakukan kampanye pemberantasan rabies sehingga terbebas kembali
pada tahun 1921 hingga 2005 dan segera terus diperketat hingga
sekarang.
Berbagai pengalaman didalam negeri dan belajar dari Negara lain dalam
pengamanan bahaya rabies membuktikan bahwa tidak mudah untuk
membebaskan penyakit ini, karena masalahnya sangat kompleks dan
memerlukan penanganan yang serius. Namun, terbukti pula bahwa
masih banyak success story dengan penuh kesungguhan untuk

6
memberantas rabies. Berbagai Negara yang berhasis bebas dari rabies
adalah inggris, Jepang, Taiwan, Norwegia, Finlandia, Denmark, dan
Prancis. Keberhasilan Indonesia dalam memberantas rabies adalah di
Pulau Jawa. Keberhasilan ini dapat menjadi acuan yang perlu
dikembangkan untuk daerah lain, walau disadari bahwa masing-masing
daerah memiliki situasi dan kondisi yang berbeda
B. Tujuuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami tentang apa yang di maksud
penyakit Rabies
2. Mahasiswa mampu memahami tentang tanda dan gejala penyakit
Rabies
3. Mahasiswa mampu memahami tentang cara penlaran penyakit
Rabies
4. Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi penyakit Rabies
5. Mahasiswa mampu memahami cara pemanganan kasus Rabies
6. Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada
kasus Rabies
C. Sistematika Penulisan
Penulis membagi penulisan asuhan keperawatan ini menjadi 3 bab, yang
terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
BAB III : PENUTUP

7
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Pengertian
Selain Rabies, penyakit ini memiliki istilah lain, penyakit rabies
juga biasa disebut dengan nama penyakit anjing gila. Selain itu rabies
juga biasa disebut dengan penyakit hidrofobia, yang dimaksud rabies itu
sendiri adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh infeksi dengan virus
rabies, atau biasa rabies juga diartikan sebagai infeksi akut susunan
saraf pusat yang hamper selalu mematikan. Penyakit ini sebenarnya
telah dikenal secara luas oleh masyarakat terutama di daerah endemic.
Istilah lyssa juga dipakai di Indonesia terhadap rabies pada orang untuk
membedakan kasus pada orang dan pada hewan. Hewan-hewan yang
sering mengalami adalah anjing, rubah, srigala, kucing, kalong dan kera.
Di dunia juga telah dilaporkan bahwa kasus rabies juga terjadi
tanpa gigitan binatang, tetapi hanya dengan menghirup udara yang
mengandung rabies. Hal ini terjadi di dalam gua-gua, di mana terdapat
banyak sekali kalong yang telah menderita rabies. Selain itu dapat pula
terjadi di laboratorium karena kurang hati-hati. Rabies juga berlangsung
akut yang disebabkan rabiesvirus yang merupakan family dari
rhabdoviridae yang mempunyai virion terselubung berbentuk peluru
dengan salah satu ujungnya datar dan ujung lainnya membulat,
berukuran 75x180 nm. Rabies diperkirakan sebagai penyakit paling
lama dikenal di masa silam yang menyerang manusia. Pada tahun 3000
SM, seorang dokter di Asia menyatakan telah menemukan adanya
penyakit gila pada anjing dan manusia yang di kemudian hari diyakini

8
sebagai rabies. Ciri-ciri anjing yang telah dicurigai mengidap penyakit
rabies secara klasik antara lain sebagai berikut :
a. Mulut menganga dengan lidah menjulur;
b. Keluar air liur yang banyak dari mulutnya;
c. Telinga terkulai lemah
d. Posisi ekor menggantung;
e. Terjadi perubahan suara sewaktu menyalak.
II. Cara Penularan Penyakit Rabies
Sumber penularan penyakit rabies 90% dari anjing, 6% dari
kucing, 4% dari monyet dan hewan lain. Setelah menyerang dan
mengakibatkan radang otak. Virus akan menyebar ke air liur penderita
rabies. Pada anjing, virus ditemukan kurang dari 5 hari sebelum
timbulnya gejala. Gigitan hewan terinfeksi bias langsung menularkan
penyakit. Cakaran hewan terinfeksi perlu diwaspadai karena kebiasaan
hewan yang menjilati cakarnya.
Masa inkubasi pada hewan hamper sama dengan masa inkubasi
pada manusia. Pada manusia, masa inkubasi virus rabies ini sekitar 20-
90 hari. Beberapa literature menyatakan 30-60 hari. Masa inkubasi
dipengaruhi oleh beberapa factor, di antaranya:
1) Virulensi/srain virus
2) Banyak sedikitnya virus
3) Jarak lokasi gigitan dengan kepala (Susunan saraf pusat)
4) Jumlah luka gigitan
5) Dalam dan luasnya luka gigitan
6) Jumlah saraf pada luka gigitan
7) Respon imun penderita.
Setelah tergigit, virus rabies akan tetap berada pada lokasi gigitan
sampai selama + 2 minggu, kemudian virus akan bergerak menuju ujung
syaraf posterior untuk menuju ke otak. Dalam perjalanannya, Virus akan
bereplikasi (memperbanyak diri). Di otak, Virus akan menempati bagian

9
neuron saraf pusat terutama di hipotalamus, bagian otak , dan pada
system limbic.
Selanjutnya, virus akan bergerak menuju saraf tepi melalui saraf
eferen, volunteer, dan otonom, untuk mencapai hamper semua organ,
terutama pada kelenjar air liur, air mata dan ginjal. Pergerakan virus
tidak melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe. Pada saat perjalanan
virus ke otak , tubuh penderita belum menunjukkan gejala-gejala
terserang penyakit. Setelah berkembang biak di otak, Jumlah virus akan
cukup signifikan untuk menyebabkan gangguan fungsi. Adanya virus
pada system limbik yang mengontrol emosi yang menyebabkan
penderita kehilangan control kesadaran emosinya. Pada hewan, hal ini
dapat menyebabkan serangan pada pihak lain secara tiba-tiba tanpa
provokasi sebelumnya.
III. Tanda dan Gejala penyakit Rabies
1) Pada Manusia
Gejala awal biasanya tidak jelas. Pasien merasa tidak enak dan
gelisah. Gejala yang menonjol adalah rasa nyeri, panas, dan gatal
disekitar luka, kemudian bias diikuti kejang, sakit kepala
demam, dan sulit menelan. Apabila telah terjadi kelumpuhan
otot pernapasan. Maka penderita dapat terancam meninggal.
Gejala khas lainnya adalah hidrofobia, yaitu ketakutan penderita
terhadap air yang bias sampai terjadi kejang apabila berdekatan
dengan air. Gejala aerofobia dapat juga terjadi yaitu rangsangan
aliran udara seperti dari kipas angin pada muka pasien yang
dapat menyebabkan spasme.
2) Pada hewan
Hewan terinfeksi mengeluarkan banyak liur karena sulit
menelan. Anjing seringkali menjepit ekor diantara kedua
kakinya atau bertingkah laku aneh seperti tidak mengenal
majikannya. Selain itu, anjing yang biasa keluar malam akan
lebih sering keluar pada siang hari. Anjing yang tadinya jinak

10
bisa menjadi ganas. Ia akan menyerang apasaja yang bergerak
dan takut pada air (Hidrofobia). Jika terdapat tanda-tanda diatas
maka yang kharus dilakukan adalah menangkap anjing tersebut
untuk diisolasi dan diobservasi selam 10 hari. Apabila anjing
yang diobservasi mati, maka anjing tersebut kemungkinan besar
terkena rabies dan harus segera dibawa ke laboratorium agar
diotobsi untuk memastikan diagnosis. Jika anjing masih hidup,
maka anjing tersebut tidak terkena rabies.
IV. Perawatan Kasus Rabies
Penderita yang menunjukkan gejala rabies harus dirawat di
rumah sakit di ruang isolasi. Ruangan sebaiknya gelap dan tenang.
Pengobatan dan perawatan ditujukan untuk mempertahankan hidup
penderita. Petugas kesehatan (dokter dan perawat)yang menangani
seharusnya memakai alat perlindungan diri dari kemungkinan tertular
seperti: kacamata plastik, sarung tangan karet, masker, dan jas
laboratorium lengan panjang. Apabila diperlukan, vaksinasi pencegahan
dapat diberikan untuk petugas kesehatan dengan VAR 2x (hari ke-0 dan
hari ke-28) dengan dosis dan cara pemberian yang sama dengan
pemberian VAR pada luka. Ulangan dapat diberikan 1 tahun setelah
pemberian 1 dan setiap 3 tahun.
1. Identifikasi luka
a) Luka risiko rendah, adalah jilatan pada luka kecil di kulit
badan dan anggota gerak atau
b) Jilatan pada luka lecet akibat garukan.
c) Luka Risiko Tinggi, adalah jilatan pada mukosa (selaput
lender) utuh; jilatan pada luka leher, muka dan luka, luka
gigitan pada leher, muka dan kepala; luka gigitan pada jari
tangan dan kaki; luka gigitan pada daerah genitalia dan luka
gigitan yang dalam, lebar, atau banyak.
2. Tata Laksana Luka

11
a. Pencucian luka: Karena virus rabies masih akan menetap
pada luka gigitan selama 2 minggu sebelum kemudian
bergerak ke ujung saraf posterior, maka pencucian sangat
penting untuk mencegah infeksi. Pencucian dilakukan
dengan air mengalir, memakai sabun/ detergen selama 15
menit.
b. Pemberian antiseptic : Setelah dicuci, luka diberi antiseptic
seperti alcohol 70%, povidon iodine, obat merah, dan
sebagainya.
c. Tindakan penunjang : Dilakukan jahit situasi pada luka
yang dalam dan lebar untuk menghentikan pendarahan.
Sebelum dijahit harus diberikan suntikan SAR terlebih
dahulu.
3. Pemberian VAR (Vaksin anti-Rabies), atau VAR dan SAR
(Serum anti-Rabies)
a. Pada luka resiko rendah: Var diberikan pada semua kasus
penderita gigitan HPR yang belum pernah mendapatkan
VAR. Sejumlah 0,5 mL VAR disuntikkan IM pada region
deltoideusanak kanan dan kiri. Sedangkan pada bayi
disuntikkan dipangkal paha. Penyuntikan diberikan 4X (hari
ke-0 2x pada pangkal lengan kanan kiri, hari ke-7 1x, dan
hari ke-21 1x); sedangkan pada penderita yang sudah
pernah mendapat VAR lengkap sebelum tiga bulan tidak
perlu diberi VAR, bila sudah berusia 3 bulan sampai satu
tahun maka perlu diberikan VAR 1x, dan bila sudah berusia
lebih dari satu yahun maka perlu diberikan VAR lengkap
karena dianggap sebagai penderita baru.
b. Pada Luka Risiko Tinggi: Perlu diberikan VAR dn SAR.
VAR disuntikkan sebagaimana pada luka risiko rendah
ditambah dengan 1x pada hari ke-90. SAR disuntikkan
disekitar luka guigitan dan sisanya secara IM dengan dosis

12
0,1 mL/kgBB pada hari ke-0, bersamaan dengan pemberian
VAR.
4. Penganagan Jenazah
Dalam menangani jenazah penderita rabies, petugas harus tepat
memperhatikan norma agama, budaya, dan peraturan
perundangan yang berlaku. Petugas sebaiknya menggunakan alat
perlindungan diri saat memandikan jenazah dan mencuci tangan
dengan sabun/detergen setelah selesai.
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persyaraan
Embriologi Pembentukan Sistem Persarafan
Jaringan saraf berkembang dari ectoderm embrional yang
diinduksi untuk berkembang oleh korda dorsalis di bawahnya. Pertama,
terbentuk lempeng saraf; kemudian tepian lempeng menebal,
membentuk alur neural. Tepian alur saling mendekat untuk akhirnya
menyatu, membentuk tuba neural. Struktur ini membentuk seluruh
susunan saraf pusat, yang meliputi neuron, sel glia, sel ependim dan sel
epitel pleksus koroidalis.
Diferensiasi dini suatu lempengan ectoderm yang menebar,
neuralplate, berkembang di sepanjang garis dorsomedial embryo dan
ditransformasikan dengan invaginasi menjadi neural tubi. Neuraltubi
melepaskan diri dari ekstodem yang berada diatasnya dan menebal.
Tumbuh menjadi medulla spinalis dan ujung rostral neuraltubi. Yang
akhirnya membentuk otak membagi diri menjadi 3 buah vesikula retak
yang primer :
1. Prosenchepalon atau otak depan,yang terletak paling cranial
2. Mesencephalon, atau otak tengah,yang berada di belakang
prosencephalon dan
3. Rhmbencephalon atau otak belakang yang terletak paling caudal.
Dari procesepallon dibentuk telencepalon dan diencephalon.
Telencepalon membentuk cortex cerebri, Corpus striatum,
Rhinencephalon, vertrikulus lateralis. Dan bagian anterior dari

13
ventrikulus tertius. Diencephalon menjadi epitalamus, thalamus,
metatalamus, hipotalamus, ciasma oftikum, tubercirenium, lobus
posterior hipopyse. Korpus mammelaris dan sebagian besar dari
ventrikulus tertius. Dari mesencephalon berkembang lamina
kuadrigemina. Pedunculus cerebri dan aquaeduktus cerebri. Rombhen
cepalon kemudian menjadi mecenchepalon dan mielencephalon.
Metenchephalon membentuk cerebellum, pons dan bagian dari
ventriculuskuartus. Myencepalon membentuk medulla oblongata dan
bagian dari ventriculuskuartus.
Sel-sel yang berada lateral dari alur neural membentuk krista
neural. Sel-sel ini mengalami migrasi jauh dan ikut membentuk susunan
saraf tepi, dan beberapa struktur lain. Turunan krista neural mencakup:
(1) sel kromafin medulla adrenal; (2) melanosit kulit dan jaringan
subkutan; (3) odontoblas; (4) sel-sel pia mater dan arakhnoid; (5)
neuron sensorik di ganglia sensorik cranial dan spinal; (6) neuron
pascaganglion di ganglia simpatis dan parasimpatis; (7) sel Schwann di
akson perifer; dan (8) sel satelit di ganglia perifer.

B. Etiologi
Penyebab rabies adalah virus rabies yang termasuk family
Rhabdovirus. Bentuknya menyerupai peluru yang berukuran 180 nm
dengan panjang 75 nm, dan pada permukaannya terlihat struktur seperti
paku dengan panjang 9 nm. Virus ini tersusun dari Protein, lemak, RNA
dan karbohidrat. Virus rabies tidak dapat bertahan lama di luar jaringan

14
hidup. Virus mudah mati oleh sinar matahari dan sinar ultraviolet.
Dengan pemanasan 60 derajat Selsius selama 5 menit, virus rabies akan
mati. Virus ini tahan terhadap suhu dingin, bahkan dapat bertaha
beberapa bulan pada suhu -40 Celsius.
Pada suhu kamar, virus dapat bertahan hidup selama beberapa
minggu pada larutan gliserin pekat. Bila konsentrasi gliserinnya hanya
10%. Maka virus akan cepat mati. Virus tidak akan bertahan hidup lama
pada pelarut lemak seperti air sabun, detergen, kloroform, atau eter.
Semua hewan yang mati akibat dugaan rabies harus diperiksa di
laboratorium. Diagnosis rabies dipastikan jika pada pemeriksaan
histologist sel galgion hewan yang mati dengan dugaan rabies
ditemukan Negri bodies. Negri bodies adalah benda eksofil yang banyak
dijumpai di dalam sitoplasma saraf, berbentuk bulat yang mudah
diwarnai dengan eosin, fuchsin, Giemsa.

Pemeriksaan Mikroskopik cairan serebrospinal dapat dilakukan


untuk menemukan virus rabies . Uji hewan coba menggunakan bayi
hewan (suckling animal) misalnya Hamster, tikus atau kelinci atau
kelinci dinokulasi intraktranial dengan suspense otak atau kelenjar lidah
submaksiler hewan yang diduga rabies, akan menunjukkan gejala rabies
misalnya terjadinya konvulsi.

15
Untuk membantu menegakkan diagnosis rabies pada manusia
maupun pada hewan dilakukan pemeriksaan serologi dan uji fluoresensi.
Pemeriksaan darah penderita menunjukkan gambaran eosinofilla dan
hiperglikemia, sedangkan pada pemeriksaan cairan serebsorpinal jumlah
protein dan sel meningkat
C. Patofisiologi
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya
akibat gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit
yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan
yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka.Virus
juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput
konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui
makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi
jarang ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi
terjadi melalui inhalasi ini. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies
akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui
pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini memasuki
saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang menunjukkan jarak virus pada
saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat. Amplifikasi terjadi
hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan
memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi
pencegahan sudah tidak berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi
fatal dengan mortalitas100 %.
Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri
dan menyebar ke dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai
predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus, dan
batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral,
virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada
serabut saraf volunter maupun otonom. Dengan demikian, virus dapat
menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang
biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai infeksi

16
sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat
berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan sikap emosional. Akibat
pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien akan menggigit
mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.

Pathway Penyakit Rabies

Penyakit
Rabies
17
D. Manifestasi Klinik
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah
terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih
dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada orang yang
digigit pada kepala, tempat yang tertutup celana pendek, atau bila
gigitan terdapat di banyak tempat.Pada 20% penderita, rabies dimulai
dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh
tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang
pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam.
Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali
dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan
pita suara bisa menyebankan rasa sakit luar biasa. Kejang ini terjadi
akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan
pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa
menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak
dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang juga
disebut hidrofobia (takut air).
E. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan rabies adalah dengan menghilangkan virus
bebas dari tubuh dengan pembersihan dan netralisasi, yang diikuti
dengan penginduksian sistem imun spesifik terhadap virus rabies pada
orang yang terpajan sebelum virusnya bereplikasi di susunan saraf
pusat. Hal ini membutuhkan vaksinasi aktif maupun pasif. Pada
vaksinasi pasif, imunoglobulin rabies dari orang yang telah divaksinasi
sebelumnya (Human Rabies Immune Globulin), diberikan kepada

18
pasien yang belum memiliki imunitas sama sekali. Sehingga dalam hal
ini vaksinasi pasif disebut pula serum anti rabies. Sedangkan vaksinasi
aktif rabies atau vaksin anti rabies terbagi atas:
1. Nerve Tissue derived Vaccines (NTV) yang diproduksi dari
jaringan otak hewan yang terinfeksi. NTV dapat menyebabkan
reaksi neurologi berat karena adanya jaringan bermyelin pada
vaksin. Akan tetapi, NTV , masih tetap banyak digunakan
sebagai pencegahan rabies.
2. Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) yang dikultur dalam
fibroblast manusia. Merupakan jenis vaksin rabies yang paling
optimal saat ini. Di Amerika Serikat, pencegahan setelah terkena
gigitan adalah sebagai berikut : 1 dosis Human Rabies Immune
Globulin (HRIG) dan 5 dosis vaksin anti rabies dalam periode
28 hari. HRIG harus diberikan segera setelah tergigit/terpajan
dalam 24 jam pertama. HRIG hendaknya tidak diinjeksikan pada
tempat yang sama dengan vaksin. Setelah itu, 5 dosis vaksin anti
rabies harus diberikan pada hari 0, 3, 7, 14, dan 28 dengan dosis
1 ml tiap kali. (5,9)
F. Komplikasi
Waktu antara paparan dan gejala penyakit yang dikenal sebagai
periode inkubasi dapat berjalan rata-rata dari 20 hingga 90 hari. Ketika
infeksi berkembang dan menuju otak, gejala ensefalitis (radang otak)
dan meningitis (radang jaringan di sekitar otak dan tulang belakang)
akan berkembang. Selama tahap penyakit selanjutnya, seseorang mulai
mengalami gejala fisik dan neuropsikiatri yang progresif dan sering
dramatis, seperti paranoia, perilaku abnormal, halusinasi, dan kejang.
Dari titik ini, penyakit ini berkembang dengan cepat,
menyebabkan delirium, koma, dan kematian dalam 7-10 hari. Begitu
gejala prodromal muncul, pengobatan hampir tidak pernah efektif.
Melihat komplikasi rabies yang ternyata serius, penting untuk
mendapatkan vaksinasi rabies sedini mungkin.

19
G. Pengkajian
Pengkajian mengenai:
a) Status Pernafasan
1. Peningkatan tingkat pernapasan
2. Takikardi
3. Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
4. Menggigil
b) Status Nutrisi
1. kesulitan dalam menelan makanan
2. berapa berat badan pasien
3. mual dan muntah
4. porsi makanan dihabiskan
5. status gizi
c) Status Neurosensori
Adanya tanda-tanda inflamasi
d) Keamanan
1. kejang
2. kelemahan
e) Integritas Ego
1. Klien merasa cemas
2. Klien kurang paham tentang penyakitnya
H. Diagnosa
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan aiksia
2. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan releks
menelan
3. Demam berhubungan dengan viremia
4. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi
5. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
I. Intervensi
No. Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

20
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan aiksia
2. Setelah diberikan indakan keperawatan, diharapkan pasien bernafas
tanpa ada gangguan, dengan kriteria hasil :
a. pasien bernafas,tanpa ada gangguan.
b. pasien idak menggunakan alat bantu dalam bernafas
c. respirasi normal (16-20 X/menit)
d. Obsevasi tanda- tanda vital pasien terutama respirasi.
e. Beri pasien alat bantu pernafasan seperi O2.
f. Beri posisi yang nyaman.
3. Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien. O2
membantu pasien dalam bernafas. posisi yang nyaman akan
membantu pasien dalam bernafas. Gangguan pola nutrisi
berhubungn dengan penurunan releks menelan Setelah dilakukan
indakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi,
dengan kriteria hasil :
a. pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi
yang diberikan /dibutuhkan.
b. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami
pasien.
c. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
d. Berikan makanan yang mudah ditelan seperi bubur.
e. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
f. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien seiap
hari.
g. Berikan obat-obatan aniemeik sesuai program dokter.
h. Ukur berat badan pasien seiap minggu.
i. Untuk menetapkan cara mengatasinya.
j. Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
makan pasien.
k. Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan
asupan makanan

21
l. Untuk menghindari mual
m. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
n. Aniemeik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah
dan diharapkan intake nutrisi pasien
o. Untuk mengetahui status gizi pasien
4. Demam berhubungan dengan viremia Setelah dilakukan indakan
keperawatandiharapkan demam pasien teratasi, dengan kriteria hasil
a. Pasien bebas dari demam.
b. Kaji saat imbulnya demam
c. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) seiap 3 jam
d. Berikan kompres hangat
e. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program
dokter.
f. untuk mengideniikasi pola demam pasien.
5. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan
mempercepat penurunan suhu tubuh. Pemberian cairan sangat
pening bagi pasien dengan suhu inggi.
6. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang
penyakit. Setelah diberikan indakan keperawatan diharapkan ingkat
kecemasan keluarga pasien menurun/hilang,dengan kriteria hasil :
a. Melaporkan cemas berkurang sampai hilang
b. Melaporkan pengetahuan yang cukup terhadap penyakit pasien
c. Keluarga menerima keadaan panyakit yang dialami pasien.
7. Kaji ingkat kecemasan keluarga. Jelaskan kepada keluarga tentang
penyakit dan kondisi pasien.
8. Berikan dukungan dan support kepada keluarga pasien. Untuk
mengetahui ingkat cemas, dan mengambil cara apa yang akan
digunakan informasi yang benar tentang kondisi pasien akan
mengurangi ingkat kecemasan keluarga. Dengan dukungan dan
support,akan mengurangi rasa cemas keluarga pasien

22
9. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan Setelah
diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak mengalami
cedera,dengan kriteria hasil :
a. Klien idak ada cedera akibat serangan kejang
b. klien idur dengan tempat idur pengaman
c. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
d. Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit, Respirasi 16-20
x/menit
e. .Kesadaran composmenis
f. Ideniikasi dan hindari faktor pencetus
g. .tempatkan klien pada tempat idur yang memakai pengaman di
ruang yang tenang dan nyaman.
h. anjurkan klien isirahat
i. sediakan disamping tempat idur tongue spatel dan gudel untuk
mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang lindungi
klien pada saat kejang dengan :
a. posisi miring ke satu sisi
b. jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
c. kencangkan pengaman tempat tidur
d. lakukan sucion bila banyak sekret
10. Catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya
sianosis dan inkoninesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala
lainnya yang timbul sesudah kejang observasi TTV seiap 15-30
menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari
kejang.
11. Observasi efek samping dan keefekifan obat. observasi adanya
depresi pernafasan dan gangguan irama jantung. lakukan
pemeriksaan neurologis setelah kejang kerja sama dengan im :
a. pemberian obat anikonvulsan dosis tinggi
b. pemeberian anikonvulsan (valium, dilanin, phenobarbital)
c. pemberian oksigen tambahan

23
d. pemberian cairan parenteral
e. pembuatan CT scan a.Penemuan faktor pencetus untuk
memutuskan rantai penyebaran virus rabies.
12. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi simuli atau
rangsangan yang dapat menimbulkan kejang efekivitas energi yang
dibutuhkan untuk metabolisme. lidah jatung dapat menimbulkan
obstruksi jalan nafas. Tindakan untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya cedera isik. dokumentasi untuk pedoman dalam
penaganan berikutny
13. Tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan
gambaran status umum klien. efek samping dan efekifnya obat
diperlukan moitoring untuk indakan lanjut. kompliksi kejang dapat
terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung. kompliksi
kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.
untuk menganisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan
obat anikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump
14. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka Setelah diberikan
indakan keperawatan 3X24 jam diharapkan idak terjadi tanda-tanda
infeksi. Kriteria Hasil:
a. Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperi:
Kalor,dubor,tumor,dolor,dan fungsionalasia.
b. TTV dalam batas normal
c. Kaji tanda – tanda infeksi.
d. Pantau TTV,terutama suhu tubuh.
15. Ajarkan teknik asepik pada pasien. Cuci tangan sebelum memberi
asuhan keperawatan ke pasien. Lakukan perawatan luka yang steril.
Untuk mengetahui apakah pasian mengalami infeksi. Dan untuk
menentukan indakan keperawatan berikutnya
J. Evaluasi
Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahuikeadaan umum pasien.
Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah satu tanda – tanda

24
infeksi. Meminimalisasi terjadinya infeksi, mencegah terjadinya infeksi
nosokomial, perawatan luka yang steril meminimalisasi terjadinya
infeksi.
a. Dx 1 :- pasien idak mengalami gangguan dalam bernafas
pasien idak menggunakan alat bantu dalam bernafas
b. Dx 2 : - Pasien idak mengalami gangguan dalam makan dan minum.
Pasien bisa menelan dengan baik
Pasien idak mengalami penurunan berat badan.
c. Dx 3 : -Suhu pasien normal (36-370C)
Pasien idak mengeluh demam
d. Dx 4 :- Keluarga pasien idak cemas lagi.
Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu
dalam pemberian pengobatan.
e. Dx 5 :-Pasien idak mengalami cedera.
Pasien idak mengalami kejang
f. Dx 6 : -Tidak ada tanda – tanda infeksi seperi :
kalor,dolor,tumor,dubor,dan fungsionalasia.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rabies adalah penyakit infeksi virus yang berlangsung akut dan
menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh rabiesvirus yang
berasal dari family Rhabdovirus. Penyebaran bisa terjadi kebanyakan
dari hewan anjing melalui gigitan hewan penderita tersebut atau kontak
langsung dengan air liur dari hewan yang menderita rabies.
Gejala yang akan timbul pada manusia adalah sensasi dingin
atau kesemutan di tempat gigitan, tidak enak badan, sakit kepala,
anoreksia, mual, sakit tenggorokan, rasa gugup/keresahan, hiperestesia,
fotofobia, takut terhadap air dan sensitive terhadap suara keras.
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik
yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Akhir kata
penyusun ucapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
orang yang membaca makalah ini.

26
Daftar Pustaka

Kurniawan, A. (2014). Pandangan Islam tentang Penanganan dan


Penanggulangan Penyakit Rabies. Makasar: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Negri Allaudin Makasar.
Makarim, D. F. (2020, Juni 4). Bahayanya Komplikasi dari gigitan Rabies.
Retrieved from Halodoc: https;//halodoc.com
Natution, A. A. (2013). Alur Penyebaran rabies di kabupaten Tabanan secara
Kewilayahan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Soedarto. (2009). Penyakit Menula Di Indoneisa. Jakarta: CV Sagung Seto.
Tilong, A. D. (2014). Pertolongan Pertama Pada Beragam Penyakit.
Jogjakarta: Flash Books.

27
28

Anda mungkin juga menyukai