Anda di halaman 1dari 76

HUBUNGAN KEPATUHAN SOP DAN PENGGUNAAN APD

TERHADAP KEJADIAN TERTUSUK JARUM PADA TENAGA


MEDIS DI PUSKESMAS PELAMBUAN BANJARMASIN
TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan guna menyusun Skripsi unutuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:
WIWI
NPM 18070517

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA)
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI BANJARMASIN
TAHUN 2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal penelitian oleh Fatma Amelia NPM. 18070087

Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Banjarmasin, …………. 2022


Pembimbing I

Eddy Rahman, S. Kp. G., M. Kes


NIDN. 1121098601

Banjarmasin, …………. 2022


Pembimbing II

Deni Suryanto, SKM., M. Kes


NIDN.

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal penelitian oleh Fatma Amelia NPM. 18070087

Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Banjarmasin, …………. 2022


Pembimbing I

Eddy Rahman, S. Kp. G., M. Kes


NIDN. 1121098601

Banjarmasin, …………. 2022


Pembimbing II

Deni Suryanto, SKM., M. Kes


NIDN.

iii
Halaman Pengesahan Proposal Penelitian

Proposal Penelitian Oleh Fatma Amelia

Telah dipertahankan didepan dewan penguji

Pada tanggal

Dewan Penguji

Ketua

Eddy Rahman, S. Kp. G., M. Kes


NIDN. 1121098601

Anggota I
Deni Suryanto, SKM., M. Kes
NIDN.

Anggota II
…………………………….
NIDN.

Mengesahkan

Dekan FKM,

Meilya Farika Indah, SKM., M.Sc


NIK. 060709281

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Esa atas segala limpahan rahmat dan

karunia- Nya sehingga saya dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul

Hubungan Kepatuhan Sop Dan Pengguan APD Terhadap Kejadian Tertusuk Jarum

Pada Tenaga Medis Dipuskesmas Pelambuan Tahun 2022

Penyusunan proposal penelitian ini diajukan guna menyusun Skripsi untuk

memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

(S.K.M) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan

(UNISKA) Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada

1. Prof. Abd. Malik, S. PT, M.Si, Ph.D selaku rektor Universitas Muhammad

Arsyad Al-Banjari Banjarmasin

2. Meilya Farika Indah, SKM., M.Sc selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin

3. Chandra, SKM., M.Kes selaku Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al

Banjari Banjarmasin

4. Eddy Rahman,S.Kp.G.,M.Kes. selaku pembimbing I membantu membimbing

saya sampai menyelesaikan Proposal penelitian ini dan Penguji I Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universistas Islam Kalimantan Muhammad Al Banjari

Banjarmasin.

v
5. Deni Suryanto,SKM.,M.Kes selaku Pembimbing II membantu membimbing

saya sampai menyelesaikan Proposal penelitian ini Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin

6. Bahtiar, SKM selaku Kepala Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai

Tengah

7. Seluruh dosen dan karyawan/karyawati di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

8. Seluruh staf karyawan/karyawati di Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu

Sungai Tengah.

9. Orang Tua saya yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil

dengan do’a yang tulus ikhlas dan mencurahkan segala kasih sayang nya

10. Teman-teman saya yang telah memberikan dukungan moril dan selalu

memberi semangat untuk menyelesaikan proposal penelitian ini.

Saya sebagai penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini masih jauh dari

kata sempurna dan banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi isi maupun

penulisan.

Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan

terdorong oleh rasa ingin tahu, kemauan, dan kerja keras sehingga dapat

menyelesaikan proposal penelitian ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua

pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan

pembuatan proposal penelitian ini.

vi
Penulis berharap semoga proposal penelitian ini dapat memberikan manfaat

bagi seluruh pembaca dan berguna bagi dunia kesehatan masyarakat.

Banjarmasin, Juni 2022

Wiwi

18070517

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................v

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ..............................................................................................x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................1

B. Rumusan Masalah .........................................................................5

C. Tujuan Penelitian ..........................................................................6

D. Manfaat Penelitian ........................................................................6

E. Keaslian Penelitian .......................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................10

A. Tinjauan Umum KecelakAan Tertusuk Jarum ............................10

B. Tinjauan Umum Terjadi Tertusuk Jarum.....................................11

C. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD) ............................30

D. Tinjauan Umum Tentang pengguaan Alat Pelindung Diri

(APD) ...........................................................................................43

E. Teori Domino...............................................................................48

F. Kerangka Teori ............................................................................51

viii
G. Kerangka Konsep .........................................................................52

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................54

A. Rancangan Penelitian ...................................................................54

B. Populasi dan Sampel ....................................................................54

C. Definisi Operasional ....................................................................56

D. Teknik pengumpulan Data pengolahaan Data ...........................57

E. Analisis Univariat ........................................................................58

F. Waktu dan Tempat Penelitan .......................................................62

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................65

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian ............................................................................7

Tabel 3.1.Definisi Operasional .........................................................................54

Tabel 3.2. Waktu Penelitian ..............................................................................62

Tabel 3.3. Biaya Penelitian ..............................................................................63

Tabel 3.4. Penggunaan APD .............................................................................64

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tingkat Risiko dan Matrik Risiko ................................................29

Gambar 2.2. Piramida Kecelakaan ....................................................................50

Gambar 2.3. Kerangka Teori Kerangka Teori Arikunto (2010). ......................51

Gambar 2.4. Kerangka Teori Kerangka ...........................................................52

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

NSI (Needle Stick Injury) adalah luka yang disebabkan oleh jarum

suntik seperti jarum suntik hipordemik, jarum pengambil darah, stylet

intravena, dan jarum penghubung dari sistem pengiriminan intravena yang

secara tak tak disengaja menusuk kulit. NSI adalah potensi bahaya bagi orang

yang bekerja dengan jarum hipodermik dan peralatan jarum lainnya. Luka ini

dapat terjadi pada saat proses penggunaan, pembongkaran, dan pembuangan

jarum. Jika tidak dibuang secara tepat, jarum dapat terselip pada linen atau

sampah dan melukai pekerja lainnya (Tomas Jalu Putranto dkk, 2019).

Dari 39.47 juta petugas kesehatan di seluruh dunia 66,7%-nya adalah

perawat (World Health Organization, 2013). Di Indonesia perawat juga

merupakan bagian terbesar dari tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit

yaitu sekitar 47,08% dan paling banyak berinteraksi dengan pasien. Dan dalam

hal ini tentu saja perawat mempunyai potensi untuk terjadinya kecelakaan kerja

pada perawat (Depkes, 2014).

Royal Collage of Nursing telah melakukan survei pada 4.407 orang

perawat di Inggris pada bulan November 2008 dan menemukan fakta bahwa

hampir separuh dari perawat atau sekitar 48% pernah mengalami luka tusuk

akibat jarum suntik maupun benda tajam (RCN, 2009). Di Indonesia,,

penelitian dari Joseph tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka kecelakaan NSI

1
2

atau tertusuk jarum mencapai 38-73% dari total petugas kesehatan (Idayanti,

2008).

Data menurut World Health Organization secara global menyatakan

bahwa sekitar 3 juta dari 35 juta pekerja tenaga kesehatan menerima paparan

patogen melalui darah setiap tahun. Dua juta diantaranya tertular virus

Hepatitis B, sembilan ratus ribu tertular virus Hepatitis C (HCV), dan seratus

tujuh puluh ribu lainnya tertular virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Kasus ini lebih dari 90% terjadi di negara berkembang. Sebanyak 8- 12%

diantaranya pekerja sensitif terhadap lateks (bahan sarung tangan/handscoone

pekerja rumah sakit). Kasus lainnya di USA menetapkan setiap tahun terdapat

5000 petugas kesehatan terinfeksi hepatitis B, 47 lainnya positif HIV. Setiap

tahun sebesar 600.000-1.000.000 terdapat laporan luka tusuk jarum, sedangkan

perkiraan kasus yang tidak terlaporkan sebanyak 60%. Kasus Indonesia pada

tahun 2004 tercatat 65,4% petugas pembersih suatu rumah sakit di Jakarta

mengalami dermatitis kontak iritan kronik di tangan. Penelitian Joseph tahun

2005 hingga 2007 mencatat bahwa angka Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)

Needlestick Injuries (NSI) atau disebut dengan tertusuk benda tajam mencapai

sebesar 38-73% dari total petugas kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor 1087 tahun 2010).

Hasil penelitian National Safety Council (NSC) tahun 2011 mencatat bahwa

penyebab kecelakaan kerja sebesar 88% karena faktor unsafe behaviour, 10%

faktor unsafe action dan sebesar 2% tidak diketahui penyebabnya. Kecelakaan

kerja akibat benda tajam atau yang disebut dengan Needlestick injury (NSI)
3

merupakan masalah yang serius di bidang pekerjaan kesehatan, serta menjadi

persoalan keselamatan kerja yang harus dihadapi oleh para tenaga kesehatan

umumnya. Tenaga kesehatan yang umumnya terbanyak di rumah sakit adalah

perawat. Adapun pekerja perawat biasanya mereka memiliki kontak yang

paling lama dengan pasien dan memiliki risiko mengalami Needlestick injury.

Pekerjaan perawat merupakan jenis pekerjaan yang beresiko kontak dengan

darah, cairan tubuh pasien, tertusuk jarum suntik bekas pasien, dan bahaya-

bahaya lain yang dapat menjadi media penularan penyakit (Mapanawang dkk,

2017).

Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI (2009) mengatakan bahwa

penyebab utama kejadian Needlestick injury adalah karena faktor manusia dan

faktor pekerjaan. Faktor manusia dapat meliputi kurangnya pengetahuan,

keterampilan, kerja tim jelek, mengantuk, sedangkan faktor pekerjaan meliputi

beban kerja, standar kerja tidak jelas, dan kualitas alat tidak baik.

Menurut hasil penelitian Kurniawati dkk (2013) dalam hasil penelitian

mereka menunjukkan nilai tertinggi 14 kali responden mengalami kecelakaan

kerja tertusuk jarum pada 1 tahun terakhir. Hasil analisis bivariat menunjukkan

praktik penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) berhubungan dengan

kejadian kecelakaan tertusuk jarum.

Dalam kegiatan sehari-hari tenanga medis selalu bersentuhan dengan

jarum suntik, tetapi masih ditemukan beberapa tenanga medis tidak

menerapkan SOP secara urut dan tidak menggunakan APD dengan lengkap,
4

hal ini dapat menjadi salah satu faktor risiko tertusuk jarum yang berdampak

pada penularan penyakit lewat media darah. Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pelambuan yang berlokasi di

Banjarmasin bahwa di temukan masih banyak nya tenanga medis yang kurang

perhatian dan kesadaran / kepatuhan dalam menjalan kan SOP dan dalam

menggunakan APD sehingga Tenaga medis memilik potensi untuk terpapar

penyakit dan juga terjadinya kecelakaan kerja karena disebabkan unsafe action

dan unsafe condition Berdasarkan data pada tahun 2021, terdapat kejadian

kecelakaan kerja, baik yang ringan sebanyak 15 kasus atau sekitar 20%, selain

itu kecelakaan tertusuk jarum suntik dan tertusuk benda tajam 17%, dan untuk

kecelakaan berat sebanyak 10 kasus atau sekitar 15 % seperti kecelakaan

terjatuh karna lantai yang licin, kejatuhan alat kerja yang tidak berada pada

tempat yang aman.

Bentuk perlindungan diberikan selain metode eliminasi, subsitusi,

rekayasa teknis dan administrasi. Puskesmas Pelambuan juga sudah membuat

SOP dan pemberian APD yang sudah disediakan dan yang sudah memenuhi

standar APD Puskesmas Pelambuan menyadari tingginya potensi bahaya

tertusuk jarum yang terjadi setiap tahun dipuskesmas yang meningkat ada

dilingkungan Puskesmas Pelambuan sebagai yang terkemuka yang berlokasi

Pelambuaan. Dengan dilaksanakannya sistem manajemen kesehatan

keselamatan kerja yang baik di harapkan Puskesmas Pelambuan mampu

menekan dan terus menurunkan angka kejadian kecelakaan kerja dipuskesmas

disetiap tahunnya untuk mencapai zero accident dalam kegiatan pekerjaan


5

dipuskesmas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat

“Hubungan kepatuhan SOP dan pengguaan APD terhadap kejadian tertusuk

jarum pada tenanga medis di Puskesmas Pelambuan untuk mencegah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penggunaan kepatuhan SOP dan

penggunaan APD terhadap kejadiaan tertusuk jarum pada. Tenaga medis

berdasakan data-data dan uraian diatas.

1. Pertanyaan Masalah

a. Apakah ada hubungan kepatuhan SOP dan penggunaan APD terhadap

kejadian tertusuk jarum pada dengan tenaga medis diwilayah kerja

Puskesmas Pelambuan tahun 2022?

b. Apakah ada kelebihan dan kekurangan pada hubungan kepatuhan SOP

dan penggunaan APD terhadap kejadian tertusuk jarum di wilayah kerja

Puskesmas Pelambuan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi hubungan Kepatuhan SOP dan penggunan APD

Terhadap Kejadiaan Tertusuk Jarum pada Tenaga Medis Dipuskesmas

Pelambuan Tahun 2022

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi kejadiaan tertusuk jarum pada tenaga kesehatan

medis di Puskesmas Pelambuan 2022


6

b. Mengidentifikasi Kepatuhan sop pada tenaga medis di Puskesmas

Pelambuan tahun 2022

c. Mengidentifikasi penggunaan APD pada tenaga medis Puskesmas

Pelambuan

d. Menganalisis hubungan kepatuhan SOP dengan kejadiaan tertusuk

jarum pada tenaga kesehatan medis Tahun 2022

e. Menganalisis hubungan penggunaan APD terhadap kejadian tertusuk

jarum pada tenaga medis puskesmas pelambuan?

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Intansi

Penelitiaan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan masukan

bagi Puskesmas Pelambuan dalam pengambialan data kebijakan untuk

terkait rencana pengedalian kepatuhan SOP dan penggunaan APD.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi sumber kepustakaan dan informasi di

Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari.

3. Bagi Peneliti

Diharapkan menambah wawasan penelitian tentang kejadian

tertusuk jarum pada tenagan medis.

4. Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai referensi dan

menambah wawasan mengenai kejadian tertusuk jarum pada tenaga

medis.
7

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1

Keaslian Penelitian

No Nama Judul Populasi dan Desain Hasil Penelitian

Sampel

1 Romanus Hubungan 46 respoden Analitik Bedasrkan hasil


Fau uji chi square
kepatuhan SOP dan yang bekerja observasional
diperoleh nilai P
pergunaan APD diruang dengan
Value sebesar
terhadap kejadian rawat inap metode cross 0.015 dimana
nilai P Value lebih
tertusuk jarum sectional
kecil dari alpha
pada tenaga medis study melalui
(0.05) maka Ho
(2019). pendekatan ditolak, artinya
kepatuhan SOP
kuantitatif
berhubungan
secara signifikan
dengan kejadian
tertusuk jarum.
2. Maulana faktor yang fisik, sarana terjadi kerjadian

memungkinkan kesehatan tertusuk jarum

terjadinya perilaku atau sumber- dan 9 orang

berupa lingkungan sumber (37.5%) tidak

fisik, sarana khusus yang terjadi kejadian

kesehatan atau mendukung tertusuk jarum,

sumber-sumber sedangkan dari 22


8

khusus yang responden yang

mendukung (2009) kepatuhan

SOPnya patuh,

diketahui 5 orang

(22.7%) terjadi

kerjadian tertusuk

jarum dan 17

orang (77.3%)

tidak terjadi

kejadian tertusuk

jarum

3. Notoatmo Faktor -faktor yang Metode yang jika kepatuhan

djo mempengaruhi Digunakan SOP tidak patuh

kejadian terjadi dalam maka peluang

tertusuk jarum melaksanakan terjadinya

suntik pada tenaga aktifitas tertusuk jarum

medis (2007) dalam suatu adalah 6 kali

organisasi di lebih besar

masa lalu, dibandingkan jika

masa kini dan kepatuhan SOP

masa depan. nya patuh

dimana SOP Juga

merupakan salah
9

satu cara dalam

mengurangi

angka kecelakaan

jarum suntik di

tahun 2019 kalau

SOP yang ada

dipatuhin
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kecelakan Tertusuk Jarum

1. Pengertian Kecelakan Tertusuk Jarum

Sebagai petugas kesehatan yang bekerja lingkungan Puskesmas

pelambuan penting untuk mengetahui apa itu Needle Stick Injury. Needle

Stick Injury atau NSI merupakan istilah untuk kecelakaan kerja yang

dialami oleh petugas kesehatan yang disebabkan karena tertusuk jarum

atau tertusuk benda medis tajam yang sudah terkontaminasi cairan

infeksius dari pasien. Sepintas, NSI tampak seperti kecelakaan kerja yang

ringan karena hanya sekedar tertusuk jarum atau tersayat benda medis

tajam. Namun ternyata ada potensi penularan infeksi penyakit yang besar

yang dapat ditularkan dari jarum /benda medis tajam yang bekas

digunakan untuk pasien yang kemudian melukai pada petugas terpajan.

Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kewaspadaan diri supaya kita

jangan sampai mengalami kejadian NSI tersebut. Adapun penyakit yang

dapat ditularkan pada petugas dari kejadian NSI ini adalah penyakit

penyakit yang merupakan golongan Blood Borne Disease.

Blood Borne Disease merupakan penyakit yang ditularkan oleh

mikroorganisme yang dibawa melalui darah, yaitu Hepatitis B, Hepatitis

C, dan HIV. Penyakit tersebut merupakan penyakit yang disebabkan oleh

10
11

virus yang dapat menimbulkan komplikasi yang berat dikemudian hari

(Dr. Sardjito 2019)

Beberapa faktor, diantaranya adanya perilaku kurang berhati-hati,

kurang patuh terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD), adanya

tindakan para petugas yang masih belum sesuai prosedur, adanya

tindakan / prosedur yang tidak aman serta belum adanya standar prosedur

operasional yang mencakup mengenai keamanan petugas dalam suatu

tindakan medis. Namun demikian, NSI dapat kita cegah dengan

meningkatkan kewaspadaan diri pada saat menggunakan alat medis

tajam baik sebelum, selama dan sesudah penggunaan, meningkatkan

kepatuhan dalam penggunaan APD secara rasional, senantiasa berhati-

hati saat menggunakan jarum suntik atau alat medis tajam dan

menjalankan prosedur yang telah ada berkaitan penggunaan, peletakan,

serta pembuangan benda medis tajam tersebut. Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) (Djauhari 2015)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari

pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya

bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan,

maupun kerugian lainnya jadi dapat di katakan bahwa Keselamatan dan

Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam

mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang

mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan

Kesehatan Kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita


12

mengendalikan risiko ( risk management ) agar tidak terjadi hal yang

tidak diinginkan Peningkatan jumlah rumah sakit di Indonesia akan

menyebabkan peningkatan produksi limbah medis yang dihasilkan.

Dengan limbah medis yang semakin banyak, besar kemungkinan limbah

medis (Meiawati 2019).

Proses pemisahan limbah yakni jarum suntik yang dilakukan

petugas berpotensi bahaya yang teridentifikasi yakni tertusuk jarum saat

melakukan pemisahan dapat mencemari lingkungan serta menjadi

penularan berbagai macam penyakit apabila tidak dikelola dengan baik.

Dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari limbah medis rumah sakit

dapat menjadi transmisi berbagai macam penyakit antara lain HIV atau

AIDS, Hepatitis B (HBV), dan Hepatitis C (HCV) serta penyakit lainnya

yang dapat ditularkan melaui darah.4 Salah satu jenis limbah medis padat

yang dapat menularkan penyakit Hepatitis B yakni Limbah Medis Padat

Jarum.

2. Faktor Instrumen

Sebagian besar luka yang disebabkan oleh benda tajam atau NSI

berada pada kamar operasi dan sebagian besar penyebab NSI terletak

pada pisau dan jarum jahit yang memang sering digunakan dalam proses

operasi. Instrumen lainnya yang dapat menyebabkan luka menurut Agus

Dwi Hermana (2006) adalah sebagai berikut:

a. Jarum Hipodemik
13

Jarum hipodemik adalah jarum yang berfungsi sebagai alat suntik

untuk memasukkan suatu zat ke dalam tubuh. Selain untuk

memasukkan zat, jarum ini juga dapat digunakan untuk mengambil zat

cair dari tubuh seperti darah.

b. Troikart laparoskopi

Troikart laparoskopi adalah instrumen ramping yang merupakan

teleskop mini dengan sistem serat optic yang dapat menerangi bagian-

bagian dalam perut pada proses pembedahan

c. Trokart Laparoskopi

Mata bor bedah tulang, kawat, dan gergaji Alat-alat ini termasuk

alat-alat yang sering digunakan oleh dokter dan perawat saat melakukan

perawatan atau operasi terhadap pasien.

d. Jarum kauter

Jarum kauter adalah jarum listrik/laser yang berfungsi untuk

membakar suatu sampel jaringan tubuh seperti jerawat.

NIOSH (1999) mengemukakan bahwa jenis alat yang meningkatkan resiko

terjadinya NSI adalah sebagai berikut:

1. Perangkat jarum yang berongga.

2. Perangkat jarum yang berlu dibongkar pasang saat digunakan.

3. Jarum suntik yang tetap mempertahankan jarum setelah dipakai.

4. Jarum yang melekat pada tabung dan sulit untuk dimasukan ke dalam

sharps container.
14

Penyebab Langsung Luka tertusuk jarum harus mendapat perhatian dan

perlakuan khusus, terutama jika jarum yang mengakibatkan luka tersebut

sebelumnya digunakan untuk menyuntik pasien. Dapat terjadi penularan penyakit

dari pasien kepada tenaga medis yang mengalami luka tusukan. Sangat banyak

penyakit yang dapat menular melalui darah

Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi

nosokomial antara lain:

1. Berhubungan dengan status kesehatan pasien

a. Usia lanjut

b. Malnutrisi (kekurangangizi)

c. Alkoholisme (kecanduanalcohol)

d. Perokok

e. Penyakit kronis, seperti penyakit paru kronis dan kanker

f. Diabetes mellitus (penyakit kencing manis)

2. Berhubungan dengan proses akut

a. Operasi

b. Trauma

c. Luka bakar

3. Berhubungan dengan tindakan invasive (tindakan yang memasuki tubuh

pasien)

a. Inkubasi trakeal (memasukan selang ke dalam organ trakea untuk

membantu pernafasan)

b. Pemasangan kateter pada pembuluh darah sentral


15

c. Pemasangan kateter urin (ke dalam kandung kemih untuk pasien dengan

gangguan berkemih)

d. Cuci darah

4. Berhubungan dengan pengobatan

a. Transfuse darah

b. Pengobatan imunosupresi (penekanan sistem daya tahan tubuh)

c. Penggunaan antibiotik yang sembarangan dapat mengakibatkan bakteri

menjadi ressten atau kebal terhadap antibiotik tersebut dan

menghilangkan bakteri “baik” di dalam tubuh

d. Posisi berbaring yang terlalu lama

e. Nutrisi parenteral (nutrisi yang diberikan melalui pembuluh darah)

f. Lamanya perawatan di puskesmas atau pelayanan medis lain

Menurut Edhie Djohan Utama & Rahmat Sjah, pencegahan infeksi nosokomial

adalah dengan cara diberikan aseptik dan antiseptik kepada penderita. Pencegahan

dilakukan untuk memutuskan mata rantai infeksi. Pencegahan lainnya adalah

dengan meningkatkan kekebalan pasien dengan imunisasi aktif dan pasif.

Pencegahan infeksi nosokomial juga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang

2. Menggunakan Alat Pelingung Diri (APD) untuk menghindari kontak

dengan darah dan cairan tubuh yang lainnya.

3. Manajemen alat medis tajam secara benar untuk menghindari resiko

penularan penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk

darah pasien
16

4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan

prinsip yang benar

5. Menjaga sanitasi lingkungan secara benar.

B. Tinjauan Umum Terjadi Tertusuk Jarum

1. Pengertian Umum Tentang Tertusuk Jarum Suntik

Luka menurut World Health Organization (2014) adalah kerusakan

fisik yang terjadi ketika tubuh manusia tiba-tiba mengalami penurunan

energi dalam jumlah yang melebihi ambang batas toleransi fisiologis atau

akibat dari kurangnya satu atau lebih elemen penting seperti oksigen. Luka

adalah istilah umum untuk menyebut segala jenis luka pada tubuh yang

disebabkan oleh kecelakaan, terjatuh, hantaman, serta benturan fisik

lainnya. Sehingga luka juga dapat diartikan sebagai luka yang merupakan

suatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh karena suatu paksaan atau

tekanan fisik maupun kimiawi

Jarum suntik atau juga dikenal dengan istilah jarum hipodermik

adalah jarum yang secara umum digunakan dengan alat suntik untuk

menyuntikkan suatu zat ke dalam tubuh. Jarum ini juga dapat digunakan

untuk mengambil sampel zat cair dari tubuh. Luka tusuk jarum suntik

berasal dari jarum atau sepotong ampul 24 yang pecah yang tercakup oleh

darah atau cairan tubuh lainnya. Dalam kebanyakan kasus, luka tusuk jarum

suntik terjadi dalam transfusi darah atau produknya, pengambilan sampel

(Elmi, dkk, 2018)


17

2. Penyebab
The International Council of Nurses (2005) menyatakan penyebab

dari luka tusuk jarum suntik adalah pemberian injeksi, menutup jarum

suntik, pengambilan darah, pemasangan infus atau pada saat membuang

jarum. Luka ini banyak terjadi diarea bangsal ataupun ruang operasi. Alasan

utama untuk terjadinya NSI ini adalah kecerobohoan dan kurangnya

pengetahuan atau tidak mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

Jagger (1992), Perilaku rawan adalah saat petugas kesehatan

melakukan recapping (memasukan dengan tangan jarum suntik bekas pakai

pada tutupnya sebelum dibuang) (Pangalila, dkk, 2017). Pusat Kesehatan

Kerja (2003) mengatakan masalah penyebab kecelakaan kerja yang paling

besar yaitu faktor manusia akibat kurang pengetahuan dan keterampilan,

kurang kesadaran dari direksi dan karyawan yang acuh tak acuh dan

menganggap remeh dalam melaksanaakan Standar Operasional Pekerja

(Wulandini, dkk, 2016)

Administrasi Ini adalah kebijakan tempat kerja yang bertujuan untuk

membatasi pajanan pada potensi bahaya. Kebijakan ini bertujuan untuk

membatasi risiko pajanan seperti halnya kewaspadaan universal. Contohnya

antara lain termasuk pengalokasian sumber daya yang menunjukkan suatu

komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja, panitia pencegahan

cidera akibat jarum, adanya rencana pengendalian pajanan, penggantian

peralatan yang tidak aman, dan pelatihan yang konsisten dalam penggunaan

peralatan yang aman. Standar Operasional Prosedur Kewaspadaan Standar

berdasarkan World
18

a. Kebersihan Tangan
1) Ringkasan Teknik

a) Cuci Tangan (40-60 detik) : basahi tangan dan gunakan sabun, gosok

seluruh permukaan, bilas kemudian keringkan dengan handuk sekali

pakai, sekaligus untuk mematikan keran. 43

b) Penggosokan tangan (20-30 detik) : gunakan produk dalam jumlah

cukup untuk seluruh bagian tangan, gosok tangan hingga kering

2) Ringkasan Indikasi

a) Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasian dan diantara

pasien, baik menggunakan maupun tidak menggunakan sarung

tangan

b) Segera setelah sarung tangan dilepas

c) Sebelum memegang peralatan

d) Setelah menyentuh darah, cairan tubuh sekret, ekskresi, kulit terluka,

dan benda-benda terkontaminasi, walaupun menggunakan sarung

tangan

e) Selama merawat pasien, saat bergerak dari sisi terkontaminasi kesisi

bersih dari pasien

f) Setelah kontak dengan benda-benda disamping pasien.

3) Sarung Tangan

a) Gunakan bila akan menyentuh darah, cairan tuibuh, sekret, ekskresi,

membran mukosa dan kulit tidak utuh

b) Ganti setiap selesai satu kali tindakan berikutnya pada pasien yang

sama setelah kontak dengan bahan-bahan yang berpotensi infeksius.


19

c) Lepaskan setelah penggunaan, sebelum menyentuh benda dan

permukaan yang tidak terkontaminasi, dan sebelum pindah ke

pasien lain, lakukan tindakan membersihan tangan segera setelah

melepaskan sarung tangan.

4) Pelindung Wajah

Masker bedah dan pelindung mata (pelindung mata, Kaca mata

pelindung)

3. Proses Penyimpanan Limbah Medis

Perwadahan limbah medis harus terpisah dengan wadah limbah mon medis

pada setiap sumbernya. Penyimpanan limbah dilakukan pada lokasi khusus

penyimpanan.22 Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa wadah yang

digunakan pada masing- masing ruangan memiliki bahan yang berasal dari plastik

dengan kualitas baik, tebal, tahan air, tahan goresan, dan dengan penutup yang

mudah dibuka dan ditutup menggunakan kaki sehingga tidak memerlukan tangan

untuk membukanya.

Wadah limbah infeksius berwarna kuning dan dilengkapi dengan label

“SAMPAH INFEKSIUS” dan berisi informasi jenis limbah medis yang dapat

dibuang di wadah tersebut. Sedangkan untuk limbah non medis yang digunakan

berwarna biru dan dilengkapi dengan tulisan “SAMPAH NON INFEKSIUS” dan

berisi informasi jenis limbah. Untuk tempat sampah limbah benda tajam berasal

dari jerigen bekas


20

Petugas housekeeping tidak menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan

peraturan Permen LHK 56 tahun 2015. Petugas ketika melakukan pengangkutan

limbah medis hanya menggunakan masker sebagai alat pelindung diri. Wawancara

mendalam yang di lakukan dengan staf sanitasi mendapatkan informasi bahwa

housekeeping ketika mengumpulkan limbah pada masing-masing ruangan

menggunakan APD lengkap, sedangkan ketika melakukan pengangkutan limbah

hanya menggunakan masker. Banyak kejadian cidera tertusuk jarum terjadi

sebelum dan selama pengelolaan jarum, tetapi juga disebabkan oleh wadah

penyimpanan limbah jarum yang tidak aman.

4. Kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP)

Merupakan komponen penting dalam manajemen keselamatan pasien. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan tenaga medis dalam pelaksanaan SOP asuhan di ruang Gambiran

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan pendekatan

cross sectional untuk mengetahui kepatuhan tenaga madis dan faktor yang

mempengaruhi (umur, lama kerja, tingkat pendidikan, motivasi, dan persepsi).

Instrumen penelitian menggunakan checklist, wawancara, dan kuesioner. Analisa

data menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil uji analisis

menunjukkan ada pengaruh antara motivasi dan persepsi terhadap kepatuhan

tenagan medis dalam pelaksanaan SOP. Variabel lainnya seperti umur, tingkat

pendidikan dan lama kerja tidak berpengaruh terhadap kepatuhan tenagan medis

motivasi, persepsi, standard operational procedure Amalia (2015)


21

a) Kesehatan Kerja

Pasal 23 Undang – undang No.23Tahun1992 tentang kesehatan, menyebutkan

bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja

yang optimal.Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit

akibat kerja dan syarat kesehatan kerja, disebutkan pula bahwa setiap tempat kerja

wajib menyelenggarakan kesehatan kerja menurut kesehatan kerja,adalah

spesialisasi dalam ilmu kesehatan / kesehatan masyarabeserta prakteknya yang

bertujuan, agar pekerja / masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi

- tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif

dan kuratif, terhadap penyakit – penyakit / gangguan – gangguan kesehatan yang

diakibatkan faktor – faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit

– penyakit umum. Tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

1) Pencegahan dan pemberantasan penyakit - penyakit dan kecelakaan -

kecelakaan akibat kerja

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.

3) Tenanga medis dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.

4) Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta

kenikmatan kerja.

5) Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari

6) Bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan

Tujuan akhir dan kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja

yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila di dukung oleh
22

lingkungan kerja yang memenuhi syarat – syarat kesehatan Ilmu dan seni yang

mencurahkan perhatian pada pengenalan, evaluasi dan kontrol faktor lingkungan

dan stress yang muncul di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kesakitan,

gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau menimbulkan ketidak nyamanan pada

tenaga kerja maupun lingkungannya .

1. Keselamatan Kerja Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko

kecelakaan atau kerusakan atau dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah

tingkat tertentu. Keselamatan kerja adalah upaya keselamatan yang di terapkan

ditempat kerja. Menurut Webster dalam Intercollegiate dictionary, keselamatan

sendiri mempunyai pengertian bebas interaksi antara manusia mesin media yang

berakibat kerusakan sistem, degradasi dari misi sukses, hilangnya jam kerja, atau

luka pada pekerja. Sedangkan gagalnya upaya kesehatan umumnya disebabkan oleh

hubungan sistem kerja manusia alat bahan komponen lingkungan yang

menghasilkan masalah besar sebagai akibat dari kurang bagusnya pengawasan di

industri.

2. Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering

disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya

untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah

tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan

karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan

penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja


23

3. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

lingkungannya serta cara - cara melakukan pekerjaan. Menurut Undang-

Undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat keselamatan kerja seluruh aspek

pekerjaan yang berbahaya berikut jenis-jenis bahaya akan diatur dengan peraturan

perundangan. Indikator penyebab keselamatan kerja adalah Keadaan tempat

lingkungan kerja

4. Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak

dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur Menurut

Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03/MEN/1998 tentang Tata Cara

Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan

adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat

menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. (Depnaker, 1998). Secara

umum penyebab kecelakaan ada dua, yaitu unsafe action (faktor manusia) dan

a. unsafe condition (faktor lingkungan). Menurut penelitian bahwa 80-85 %

kecelakaan disebab Unsafe Action

Unsafe Action dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut :

1).Ketidakseimbangan fisik tenaga kerja yaitu :

a) Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah

b) Cacat sementara

c) Cacat fisik
24

d) Kepekaan panca indera terhadap sesuatu

2). Kurang Pendidikan

a) Kurang pengelaman

b) Kurang terampil

c) Salah satu pengertian terhadap suatu perintah

d) Salah satu mengartikan

SOP (Standard Operational Procedure) sehingga mengakibatkan kesalahan

pemakaian alat kerja sebagai berikut :

a. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan

b. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya

c. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura- pura

d. Mengangkut beban yang berlebihan

e. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja

b. Unsafe Condition

Unsafe condition dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut:

1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai

2) Ada api di tempat bahaya

3) Pengamanan gedung yang kurang standar


25

4) Terpapar bising

5) Terpapar radiasi

6) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan

7) Kondisi suhu yang membahayakan

8) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan

9) Sistem peringatan yang berlebihan

Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya

Terjadinya kecelakaan kerja di sebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor

fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian

dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak

di harapkan akibat dari kerja.

Penelitian menunjukkan bahwa tenagab medis adalah petugas kesehatan dengan

risiko paling tinggi mengalami needle stick injury, khususnya pada mereka yang

berusia muda. Bekerja dengan shift yang banyak dan waktu kerja yang panjang juga

merupakan faktor risiko.

Berikut adalah pertolongan pertama yang dapat dilakukan setelah needle stick

injury:

• Segera cuci luka dengan air yang mengalir dan sabun


26

• Bila memungkinkan, keluarkan darah dari luka dan segera tutup dengan

kassa steril, tapi jangan menghisapnya dengan mulut

• Semua selaput mukosa yang terpapar, misalnya konjungtiva, sebaiknya

diirigasi

• Singkirkan semua bahan dan alat yang mungkin terkontaminasi cairan tubuh

atau darah pasien, termasuk pakaian yang digunakan

• Segera identifikasi pasien yang menjadi sumber dan koordinasikan dengan

pimpinan untuk melakukan informed consent dan skrining pada pasien

• Laporkan kejadian ini pada pimpinan unit atau instalasi

• Segera lakukan pemeriksaan untuk HIV, hepatitis B, dan C jika pasien

bersedia diperiksa

Manajemen Resiko

Manajemen resiko merupakan desain prosedur serta implementasi prosedur

untuk mengelola suatu resiko usaha. Manajemen resiko merupakan antisipasi

atas semakin kompleksnya aktivitas badan usaha atau perusahaan yang dipicu

oleh perkembangan ilmu pengantuhan dan dan kemajuan tenologi. Definisi lain

yang menjelaskan tentang pengertian resiko adalah kemungkinan terjadinya

penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan kerugian. Resiko adalah

suatu kemungkinan terjadinya peristiwa menyimpang dari apa yang diharapkan,

namun penyimpangan ini baru terlihat bila sudah berbentuk kerugian, Pendapat

lain juga diutarakan oleh Abbas Salim dalam Kasidy, Resiko adalah
27

ketidakpastian yang mungkin melahirkan kerugian (loss). Sehingga dari

beberapa definisi yang telah diutarakan, dapat diambil kesimpulan bahwa resiko

adalah sesuatu yang belum pasti namun apabila tidak ditangani dengan tepat

akan menimbulkan kerugian bagi usaha

Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua

wirausaha. Proses dimana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat

menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di

dalam masing-masing aktivitas dari semua aktivitas. Fokus dari manajemen

resiko yang baik adalah identifikasi dan cara mengatasi resiko. Sasarannya untuk

menambah nilai maksimum berkesinambungan (sustainable) organisasi. Tujuan

utama untuk memahami potensi upside dan downside dari semua faktor yang

dapat memberikan dampak bagi organisasi. Manajemen resiko meningkatkan

kemungkinan sukses, mengurangi kemungkinan

a.Mengidentifikasi Resiko

Pengidentifikasian resiko merupakan proses analisa untuk menemukan

secara sistematis dan berkesinambungan atas resiko (kerugian yang potensial)

yang dihadapi perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan checklist untuk

pendekatan yang sistematis dalam menentukan kerugian potensial. Salah satu

alternatif sistem pengklasifikasian kerugian dalam suatu checklist adalah;

kerugian hak milik (property losses), kewajibanmengertikan kerugiaan orang

lain (liability losses) dan kerugian personalia (personnel losses). Checklist yang
28

Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah

pengukuran resiko dengan cara melihat seberapa besar potensi terjadinya

kerusakan (severity) dan probabilitas terjadinya resiko tersebut. Penentuan

probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subjektif dan lebih berdasarkan

nalar dan pengalaman. Beberapa resiko memang mudah untuk diukur, namun

sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang

terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan

yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam

implementasi perencanaan manajemen resiko.

Kesulitan dalam pengukuran resiko adalah menentukan kemungkinan

terjadi suatu resiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk

beberapa resiko tertentu.Selain itu, mengevaluasi dampak kerusakan (severity)

sering kali cukup sulit untuk asset immaterial


29

Gambar 2.1. Tingkat Risiko dan Matrik Risiko

a. MONITORING RESIKO DAN EVALUASI

Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu resiko merupakan

bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen resiko

tidaklah berhenti sampai di sini saja. Praktek, pengalaman, dan terjadinya kerugian

akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan

keputusan mengenai penanganan suatu resiko. Sangatlah penting untuk

selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi resiko dan pengukuran

resiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk

mengidentifikasi adanya resiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu
30

resiko terjadi maka respon yang dipilihakan sesuai dan diimplementasikan secara

efektif.

C. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat

pelindung diri atau pesonal protective equipment atau didefinisikan sebagai alat

yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan

oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat

kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya Menurut

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010,

alat pelindung diri atau personal protective equipment didefinisikan sebagai alat

yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya

mengisolasi sebagian atau seluruh tumbuh pontesi tempat bahaya ditempat kerja.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Pasal 108

menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan,

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya khususnya pada

saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja perlu dilakukan oleh

pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja

tersebut adalah dengan penggunaan APD. Penggunaan APD ditempat kerja sendiri

telah diatur melalui UndangUndang No.1 tahun 1970. Pasal - pasal yang mengatur

tentang penggunaan APD adalah antara lain Menurut Peraturan Menteri Tenaga
31

Kerja dan Transmigrasi RI No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri atau personal

protective equipment didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan

untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh

tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja Undang-Undang No. 25 Tahun 1997

tentang Ketenagakerjaan Pasal 108 menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai

hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral

dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

nilai- nilai agama”, maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya

khususnya pada saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja perlu

dilakukan oleh pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya perlindungan

terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD Penggunaan APD

ditempat kerja sendiri telah diatur melalui UndangUndang No.1 tahun 1970. Pasal

- pasal yang mengatur tentang penggunaan APD adalah antara lain :

1. Pasal 3 ayat 1 : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat–syarat

keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat perlindungan diri kepada

para pekerja.

2. Pasal 9 ayat 1c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan

pada tahap tenaga kerja baru tentang alat - alat pelindung diri bagi tenaga

kerja yang bersangkutan Alat pelindung diri (APD) berperan penting

terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam pembangunan

nasional, tenaga kerja memiliki peranan dan kedudukan yang penting

sebagai pelaku pembangunan. Sebagai pelaku pembangunan, perlu

dilakukan upaya - upaya perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik,


32

sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja.

terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat,

kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil produksi, terhentin

terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya akan

merugikan semua pihak serta berdampak kepada perekonomian nasional.

1. Program Penggunaan APD

Berdasarkan Pasal 14 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja,

pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib menyediakan APD secara cuma

- cuma terhadap tenaga kerja dan orang lainyang memasuki tempat kerja. Apabila

kewajiban pengusaha/pengurus perusahaan tersebut tidak dipenuhi merupakan

suatu pelanggaran undang - undang. Berdasarkan Pasal 12 huruf b, tenaga kerja

diwajibkan memakai APD yang telah disediakan.

2. Persyaratan APD

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat,

peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-

kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga

digunakan alat-alat pelindung diri (personal protective devices). APD harus

memenuhi persyaratan

1.Enak (nyaman) dipakai

2.Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan

3.Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi.


33

Menurut APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh tenaga

kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat. Tenaga kerja

berhak menolak untuk memakai jika APD yang disediakan tidak memenuhi syarat.

Dari ketiga pemenuhan persyaratan tersebut, harus diperhatikan faktor - faktor

pertimbangan di mana APD harus

1)Enak dan nyaman dipakai;

2)Tidak menggangu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja

3)Memberikan perlindungan efektif terhadap segala jenis bahaya /potensi bahaya

4)Memenuhi syarat estetika

5)Memperhatikan efek samping penggunaan APD

6)Mudah dalam pemeliharaan, tempat ukuran, tempat penyediaan, dan harga

terjangkau.

3. Jenis jenis APD

a. Masker

Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang

diakibatkan oleh bermacam - macam sebab antara lain :

1)Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi - operasi sejenis.

2)Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap.

3)Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia.


34

4)Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen di

udara.

Jenis-jenis masker dan penggunaannya

1. .Masker penyaring debu

Masker penayaring debu berguna melindungi pernapsan dari serbuk logam

atau lain nya

2. Masker berhidung

Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai ukuran 0.5

mikron, bila kita sulit bernapas waktu memakai alat ini maka hidungnya harus

diganti karena filternya terkontaminasi dengan debu.Masker macam tabungnya

tertulis untuk macam gas yang bagaimana masker tersebut BertabungMasker

bertabung mempunyai filter yang baik dari pada masker berhidung. Masker ini

sangat tepat digunakan untuk melindungi pernapasan dari gas tertentu.

Bermacam-macam tabung dapat dipasangkan dan bermacam digunakan

b. Sepatu Pengaman

Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap kecelakaan -

kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau

benda tajam lain yang mungin terinjak, logam pijar, asam - asam dan sebagainya.

Biasanya sepatu kulit yang ,buatannya kuat dan baik cukup memberikan

perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan tertimpa benda - benda berat masih

perlu sepatu dengan ujung tertutup baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja
35

di dalam sol perlu untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda runcing dan

tajam khususnya pada pekerjaan bangunan

c. Sarung Tangan

Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan pertimbangan akan

bahaya - bahaya dan persyaratan yang diperlukan. Antara lain syaratnya adalah

bebannya bergerak jari dan tangan. Macamnya tergantung pada jenis kecelakaan

yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan

kimia,terkena alur listrik terkena radiasi dan sebagainya. Sarung tangan juga sangat

membantu pada pengerjaan yang berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam

ataupun benda kerja yang licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator

untuk pengerjaan listrik.

d. Topi Pengaman (helmet)

Topi pengaman (helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa

pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda-benda lain yang bergerak.

Topi demikian harus cukup keras dan kokoh, tetapi ringan. Bahkan plastik dengan

lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini. Topi pengaman dengan

bahan elastis seperti karet atau plastik pada umumnya dipakai oleh wanita. Rambut

wanita yang memiliki risiko ditarik oleh mesin. Oleh karena itu, penutup kapala

harus dipakai agar rambut tidak terbawa putaran mesin dengan cara rambut diikat

dan ditutup oleh penutup kepala.

e. Pelindung Telinga
36

Telinga harus dilindungi terhadap loncatan api percikan logam, pijar atau

partikel - partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan di lakukan

dengan sumbat atau tutup telinga. Alat pelindung telinga merupakan salah satu

bentuk alat pelindung diri di gunakan untuk melindungi telinga dari paparan

kebisingan,sering disebut sebagai personal hearing protection atau personal

protective devices

f. Pelindung Paru-Paru (Repirator)

Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada kemungkinan

kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran- pencemaran mungkin berbentuk

gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di

tempat - tempat yang pengudaraannya buruk seperti tangki atau gudang bawah

tanah. Pencemar - pencemar yang berbahaya mungkin beracun, korosit, atau

menjadi sebab rangsangan. Pengaruh lainnya termasuk dalam bahaya kesehatan

kerja.

g. Pakaian Pelindung

Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-

bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin

seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak

berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita

sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai

perhiasan - perhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan - bahan
37

kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahanbahan

dapat meledak oleh aliran listrik statis.

Menurut 3, alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut bagian

tubuh yang dilindungi, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sebagai

berikut :

1) Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu

topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.

2) Mata : kacamata pelindung (protective goggles)

3) Muka : Pelindung muka (face shields)

4) Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah,

sarung tangan biasa (gloves) pelindung telapak tangan (handpad), dan

sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan (sleeve).

5) Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes).

6) Alat pernapasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan.

7) Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga.

8) Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas,

pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya.

9) Lainnya : Sabuk pengaman

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD

1)Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan


38

dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

a.Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt

behaviour). Sedangkan

Menurut Maulana (2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui

mata dan telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku

yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari pengetahuan. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu Awareness (kesadaran), yakni orang

tersebut menyadari dalam arti mengentauhi simtimulus dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

1. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

2. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

3. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.


39

4. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

a) Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respons

seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan

menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana (2009) sikap merupakan reaksi

atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi

sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan

kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan

pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek

tersebut.

Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007)sikap itu

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi merupakan ‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang

terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek

di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Seperti halnya

dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo,

2007) :

b) Menerima (Receiving)
40

Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

c) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

d) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mengindikasikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah.

e) Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala risiko.

Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau

pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan pernyataan - pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan

pendapat responden.

f) Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah

fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan

(support) dari pihak lain, misalnya: orang tua,


41

saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk

mendukung tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan tindakan (practice)

yaitu: Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai

obyeksehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan

tindakan tingkat pertama.

1) Respon terpimpin (Guide responce). Dapat melakukan sesuatu

sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah

merupakan indikator tindakan tingkat kedua.

2) Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah

merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai Faktor Pemungkin

(Enabling Factor)

3) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan

sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang

bergizi, dan sebagainya (Mulyanti, 2008).

Ketersediaan Fasilitas

Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan

penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, asas

keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai (Johny, 2000).
42

Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku

berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang

mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan.

Menurut penelitian Hakim (2004) menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara fasilitas APD dengan penggunaan APD Kenyamanan Fasilitas

Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat

menggunakan APD akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja

menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda. Pemakaian

APD dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka

lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu, pekerja

cenderung untuk melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan Faktor

penguat (Reinforcing Factors).

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.

Termasuk juga disini undang-undang, peraturan - peraturan, baik dari pusat maupun

pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan.

Pola Pengawasan

Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan kegiatan atau

pelaksanaan kegiatan suatu program yang selanjutnya memberikan pengarahan-

pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai 4. Tugas

pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan

aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan.
43

Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan pada

bahaya dari cara kerja, karena dapat membahayakan tenaga kerja itu sendiri dan

orang lain disekitarnya. Antara lain pemakaian APD yang tidak semestinya dan cara

memakai yang salah. Pengusaha perlu memperhatikan cara kerja yang dapat

membahayakan ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan

pekerjaan sehari-hari.

D Tinjauan Umum Tentang pengguaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk

melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja

pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini dengan timbulnya AIDS

(Acquired Immune Deficiency Syndrome), HBV (Hepatitis B Virus), HCV

(Hepatitis C Virus) dan munculnya kembali tuberkulosis di banyak negara,

penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas.

APD meliputi sarung tangan, masker, pelindung mata, gaun, kap, apron dan

alas kaki. APD yang sangat efektif terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetis

yang dapat menahan air, darah dan cairan lain untuk menembusnya .

1) Sarung Tangan

Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah

penyebaran infeksi, tetapi harus di ganti setiap kontak dengan satu pasien

ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung tangan harus

dipakai kalau menangani darah, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat).

Petugas kesehatan menggunakan sarung tangan untuk tiga alasan, yaitu:


44

a) Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien..

b) Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien Mengurangi

kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikro organisme

yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain.

2) Masker

Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari sewaktu

petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, bersin dan juga

mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke

dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.

3) Pelindung Mata Pelindung Mata

penutup adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan

kesehatan. Gaun penutup diperlukan sewaktu melakukan tindakan, bila baju

tidak ingin kotor.

4) Kap (penutup rambut)

Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah

melindungi pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan tubuh

lainnya.

5) Apron

Apron dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas air di

bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau

sedang membersihkan atau melakukan tindakan dimana darah atau cairan

tubuh akan tumpah.

6) Alas Kaki
45

Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda

tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes ke kaki. Sepatu bot dari karet

atau kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas dari

kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.

1. Tinjauan Tentang Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut, taat pada

perintah, aturan, berdisiplin. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melakukan sesuatu

yang dianjurkan (Depdikbud, 1996). adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju

terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang

ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan

dokter

a. Kepatuhan

Kepatuhan didefinisikan sebagai perubahan sikap dan tingkah laku untuk

mengikuti permintaan maupun perintah orang lain (Kusumadewi, 2012). Menurut

Arikunto (2010), kepatuhan petugas professional adalah perilaku seseorang yang

professional terhadap suatu anjuran, prosedur, atau peraturan yang harus dilakukan

atau ditaati

Perilaku kepatuhan bersifat sementara kerena perilaku tersebut akan

bertahan apabila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang maupun mengendur

maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal

apabila perawat itu sendiri menganggap perilaku ini bernilai positif yang akan

diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan. (Susanti, 2015


46

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

1) Faktor Internal

a) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi karena proses

penginderaan yang dilakukan seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo, 2010).

b) Sikap

Menurut Azwar (2015) sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi

dari perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek merupakan manifestasi dan

dapat mendeskripsikan perasaan seseorang terhadap objek tersebut. Faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap antara lain pengalaman pribadi, pengaruh orang

lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga

pendidikan dan lembaga agama maupun pengaruh faktor emosional.

Menurut kepatuhan seseorang sangat berhubungan

1.Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman.

2.Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang

3.Kepercayaan yang ada sebelumnya.

Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang

tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku kesehatan

merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam faktor yang

mempengaruhi perilaku
47

kesehatan adalah sebagai berikut :

1.Faktor-faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor- faktor

yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai tradisi. Seorang ibu mau

membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa disana akan dilakukan

penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya serta akan memperoleh

imunisasi untuk mencegah penyakit. Tanpa adanya pengetahuan ini, ibu tersebut

mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu. Faktor-faktor pemungkin

(Enabling Factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi

perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan

prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas,

Posyandu, Rumah Sakit, makanan bergizi. Sebuah keluarga yang sudah tahu

masalah kesehatan mengupayakan keluarganya menggunakan air bersih, makan

bergizi dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu mengadakan

fasilitas itu semua, maka denganterpaksa menggunakan air kali, makan seadanya.

2. faktor penguat (Reinforcing Factors) adalah faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan

mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Perlu adanya contoh-

contoh perilaku sehat dari para tokoh masyarakat

Mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related

behavior) sebagai berikut:


48

a. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan

seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk

tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi.

b. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan

mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi kemampuan untuk

mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha mencegah

penyakit.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan atau kegiatan

yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh

kesembuhan.

E. TEORI DOMINO

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Heinrich, 98 persen kecelakaan

disebabkan oleh tindakan tidak aman. Maka dari itu, Heinrich menyatakan, kunci

untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman

sebagai penyebab kecelakaan Teori Domino Heinrich oleh H.W. Heinrich, salah

satu teori ternama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Dalam Teori

Domino Heinrich terdapat lima penyebab kecelakaan, di antaranya:

a. Hereditas mencakup latar belakang seseorang, seperti pengetahuan yang

kurang atau mencakup sifat seseorang, seperti keras kepala.

b. Kesalahan manusia
49

c. Kelalaian manusia meliputi, motivasi rendah, stres, konflik, masalah yang

berkaitan dengan fisik pekerja, keahlian yang tidak sesuai, dan lain-lain.

Sikap dan kondisi tidak aman

Sikap / tindakan tidak aman, seperti kecerobohan, tidak mematuhi prosedur

kerja, tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), tidak mematuhi rambu-rambu

di tempat kerja, tidak mengurus izin kerja berbahaya sebelum memulai pekerjaan

dengan risiko tinggi, dan sebagainya. Sedangkan, kondisi tidak aman, meliputi

pencahayaan yang kurang, alat kerja kurang layak pakai, tidak ada rambu-rambu

keselamatan kerja, atau tidak tersedianya APD yang lengkap.

• Kecelakaan kerja, seperti terpeleset, luka bakar, tertimpa benda di tempat kerja

terjadi karena adanya kontak dengan sumber bahaya.

• Dampak kerugian bisa berupa: Pekerja: cedera, cacat, atau meninggal dunia

• Pengusaha: biaya langsung dan tidak langsung

• Konsumen: ketersediaan produk

Kelima faktor penyebab kecelakaan ini tersusun layaknya kartu domino yang

di berdirikan. Hal ini berarti, jika satu kartu jatuh, maka akan menimpa kartu

lainnya.

Menurut Heinrich kunci untuk mencegah kecelakaan kerja adalah

menghilangkan sikap dan kondisi tidak aman (kartu ketiga). Sesuai dengan analogi

efek domino, jika kartu ketiga tidak ada lagi, seandainya kartu kesatu dan kedua

jatuh, ini tidak akan menyebabkan jatuhnya semua kartu . Adanya Gap atau jarak
50

dari kartu kedua dengan kartu keempat, jika kartu kedua jatuh, ini tidak akan sampai

meruntuhkan kartu keempat. Pada akhirnya, kecelakaan (kartu keempat) dan

dampak kerugian (kartu kelima) dapat dicegah.

Untuk menguatkan Teori Domino Heinrich, konsep Piramida Kecelakaan juga

menjelaskan hal yang sama.

Gambar 2.2. Piramida Kecelakaan

Tercatat kontribusi terbesar penyebab kecelakaan kerja adalah berasal dari

sikap dan kondisi tidak aman. Maka dari itu, untuk mengurangi kecelakaan kerja

dan risikonya bisa dilakukan pencegahan dengan meminimalisasi tindakan dan

kondisi tidak aman di tempat kerja, dengan cara:

1. Mengatur kondisi kerja sesuai peraturan perundangan.

2. Standarisasi, terkait syarat-syarat keselamatan, seperti pemasangan rambu-

rambu keselamatan.

3. Pengawasan agar peraturan dipatuhi.

4. Pelatihan terkait keselamatan untuk karyawan.


51

5. Laporan mengenai kecelakaan kerja, meliputi jenis kecelakaan kerja,jumlah

kecelakaan kerja, kerugian akibat kecelakaan kerja, dan sebagainya.

6. Program penghargaan atas prestasi karyawan dalam meminimalisasi

kecelakaan kerja.

7. Asuransi.

8. Membuat program K3 di tingkat perusahaan

F. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian teori diatas, maka dapat dibuat kerangka teori diadosi

dengan dimodifikasi dari Arikunto (2010).

Faktor internal dan Faktor ekternal

1. Faktor internal antara lain


sikap ,niat pengetahuan
,persepsi
2. Faktor eksternal Meliputi
lingkungan kerja,beban
kerja,sikap,(attitude toward
behavioral

1. Ketidakseimbangan fisik
Kecelakaan tertusuk
tenaga kerja
jarum
2. Kurang pendidikan
pengalaman dan salah
mengerti SOP

Faktor motivasi

1. Mempergaruhi kepatuhan
pelaksana SOP usia lama
2. Kerja tingkat pendidikan
vokasional dan profesional

Gambar 2.3. Kerangka Teori Kerangka Teori Arikunto (2010).


52

G. Kerangka Konsep

Variabel independent (Bebas)

Kepatuhan SOP

Penggunaan APD Tertusuk


Jarum

Terhadap Kejadian

Gambar 2.4. Kerangka Teori

H. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori diatas maka dalam pelitiaan ini dapat

dirumuskan hipotensi yang berkaitan dengan hubungan kepatuhan SOP dan

penggunaan APD terhadap kejadiaan tertusuk jarum di Puskesmas Pelambuan

BanjarmasinTahun 2022 sebagai berikut:

1. Ada hubungan kepatuhan dengan pengguaan APD

2. Ada hubungan kepatuhan terhadap kejadian tertusuk jarum pada tenaga

medis.di puskesmas pelambuan.

3. Ada hubungan kepatuhaan terhadap kejadiaan tertusuk jarum tenaga medis.


53

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Berdasarkan skema kerangka teori pada BAB II, peneliti mengambil

beberapa konsep yang dijadikan variabel pada penelitian ini, yakni sebagai berikut

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis

dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang

mungkin terjadi. Alat Pelindung Diri (APD) yaitu alat yang digunakan untuk

melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak

dengan bahaya (hazards) di tempat kerja dipuskesmas pelambuan yang dilakukan

oleh tenaga kesehatan saat selakukan pemberian obat dan penggambillan darah

kejadian tertusuk jarum dan lainnya. Dalam pelaksaannya ketika sedang bekerja

sorang petugas seharusnya selalu menggunakan Alat Pelindung Diri yang tepat,

dimana dalam penggunaannya seorang petugas harus mengetahui betapa

pentingnya menggunakan APD ketika sedang bekerja atau ketika sedang berada di

dalam laboratorium kesehatan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek yang memenuhi

Kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, hal. 93). Pada penelitian ini

peneliti mengambil populasi yaitu semua perawat yang bekerja diruang

54
54

tenanga medis dipuskesmas pelambuan sebanyak 42 orang dalam waktu

penelitian kurang lebih 1 bulan.

2. Sampel

Sampel penelitian didapatkan dengan menggunakan teknik

pengambilan sample purposive sampling, yaitu teknik pengambilan

sample yang disesuaikan dengan tujuan dan sasaran penelitian.Tenaga

medis yang dijadikan sample pada penelitian ini yaitu yang berisiko

tinggi menangani langsung pasien dengan memberikan obat pada pasien

dengan penyakit menular seperti perawat pada ruang isolasi atau

infeksius, dan ruang Jumlah sample yaitu tenaga medis dengan rincian

sebagai berikut

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1.

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara dan Alat Hasil Skala

Operasional Ukur Pengukuran Ukur

1. Kepatuhan Pedoman atau Angka dengan 1.Kurang Ordinal

SOP acuan untuk skala likert. Patuh 2.Patuh

melaksanakan 1.Sangat

tugas jarang 2.Jarang

pekerjaan 3.Sering

4.Sangat sering
55

sesuai dengan

fungsi dan alat

Penilaian

kinerja

berdasarkan

Indikator-

indikator

teknika

Admintratif

dan prosedur

sesuai tata

kerja pada

perawat ruang

untuk

mencegah

kecelakaan

Tahun 2019.

2. Kepatuhan Alat yang Angket dengan 1.Kurang Ordinal

Penggunaa mempunyai skala likert. Patuh

n APD kemampuan 1.Sangat 2.Patuh

Untuk jarang

melindungi
56

seseorang 2.Jarang

dalam Sering

pekerjaan yang 3.Sangat sering

fungsinya

melindungi

tenaga kerja

dari bahaya

ditempat kerja

pada perawat

ruang

rawat

3. Kejadian Suatu Angka dengan Terjadi < Ordinal

tertusuk kecelak skala likert. Tidak Terjadi

jarum aan akibat 1. Sangat

tertusuk jarang

jarum suntik Jarang 2.

yang dapat Sering

disebabkan Sangat 3.

oleh sering

pemberian

injeksi

menutup jarum

suntik,
57

pengambilan

darah,

pemasangan

infus atau

pembuangan

dan berisiko

telah.

tercemar darah

atau cairan

tubuh

tehadap ruang

Tenaga medis

rawat

D. Teknik pengumpulan Data pengolahaan Data

1. Teknik Pengumpulaan Data

Teknik pengumpulaan data dalam penelitiaan ini yaitu dengan

mengdatangi Puskesmas dari setiap responden, selajutnya penelitiaan

memberikan kuesioner kepada responden pada bulan juni 2022 dengan

pertanyaan menggenai kepatuhaan sop dan penggunaan APD terhadap

kejadiaan tertusuk jarum

2. Sumber Data

a. Data primer
58

Data data diperoleh dari responden melalui wawancara dan

kuesioner terkait dari humbungan kepatuhaan sop terhadap kejadiaan

tertusuk jarum

b. Data Skunder

Data yang diperoleh dari laporan pertahun menggenai kepatuhaan

sop dan penggunaan APD terhadap kejadiaan tertusuk jarum

3. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo 2012 Dalam penelitian ini pengolahan data

melalui berbagai tahapan sebagai berikut

a. Editing umumnya merupakan aktivitas pemeriksaan dan perbaikan

isi formulir atau kuesioner yang sudah diisi. Dalam survei ini,

peneliti memeriksa kembali data yang diterima atau dikumpulkan

dari responden. Kemudian diolah selama tahap pengumpulan data

atau setelah pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012)

E. Analisis Univariat

Instrument penelitian yaitu alat ukur pada variable yang akan diteliti.

Peneliti menggunakan instrument: angket. Angket yang diajukan kepada

responden adalah angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga

responden tinggal memilih jawaban. Angket merupakan alat ukur dengan

cara subjek diberi angket dengan beberapa pernyataan kepada responden.

Angket terdiri atas item peryataan berdasarkan skala likert. Jawaban dari

responden skor: 1 sangat jarang: 2 jarang: 3 sering: 4 sangat sering.


59

a. Teknik Analisa Data

dengan ketentuan sebagai berikut: a.Skor 4 bila jawaban “sangat sering”.

Skor 3 bila jawaban “sering” c.Skor 2 bila jawaban “jarang” d.Skor 1 bila

jawaban “sangat jarang”.

Setelah diberi bobot nilai selanjutnya dibuat kategori dari setiap

instrument untuk kualitas jawaban dari pasien berdasarkan nilai skor

kemudian ditetapkan klasifikasi (kriteria nilai) meliputi perhitungan

sederhana sebagai berikut

a. Menetapkan nilai tertinggi yaitu jumlah pertanyaan dikalikan skor

4. 15 x 4 = 60

b. Menetapkan nilai terendah yaitu jumlah pertanyaan dikalikan skor

1. 15x 1 = 15

c. Menentukan range, dengan cara nilai tertinggi dikurangi nilai

terendah. 60 – 15 = 45

d. Range dibagi 4 kategori untuk lebar kelas (interval) dari kategori

nilai yang akan dibuat 45 : 4 = 11.25

Kemudian untuk mengetahui presetase tiap kategori didalam hubungan

kepatuhan SOP dan kepatuhan APD maka digunakan rumus perhitungan

distribusi frekuensi sebagai berikut:

P = a x 100

Keterangan :

P : presentase

a : Jumlah responden dalam kategori tertentu.


60

b : Jumlah keseluruhan responden.

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar

benar mengukur apa yang diukur. (Notaadmojo, 2005). Alat ukur atau

instrument penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur

yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas data. Uji validitas dapat

menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji dengan

menggunakan uji t dan kemudian dilihat pernafsiran dari indeks

korelasinya. 17 Menurut hidayat (2013) langkah–langkah dalam

melakukan uji validitas instrument penelitian adalah dengan menggunakan

SPSS Untuk pertanyaan- pertanyaan yang tidak valid dapat diganti atau

direvisi atau di “drop” dihilangkan ( Notaadmojo, 2014)

Relibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.( Notaadmojo, 2014).

Metode pengolahan data dan analisis data

1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan

dengan menggunakan kuesioner, diolah dengan menggunakan komputer

dan kalkulator kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.

a. Analisis Univariat Dilakukan secara deskriptif pada masing-masing

variabel dengan analisis pada distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat Dilakukan untuk mengetahui hubungan perilaku

tenagan medis dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung


61

Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap Puskesmas tahun.

kontingensi 2x2, ada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Dasar

pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) :

a. H0 diterima jika χ2hitung ≤ χ2tabel atau ρ value ≥ (α) =

0,05.

b. H1 diterima jika χ2hitung > χ2tabel atau ρ value < (α) = 0,05

Jika H0 ditolak kemudian dilanjutkan uji keeratan hubungan dengan

menggunakan koefisien phi (Ø). Hasil uji statistik yang bermakna atau

diketahui adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat akan

diketahui keeratan hubungannya dengan uji koefisien Phi, yang

dimaksudkan untuk melihat keeratan atau kekuatan hubungan

dengankomputer. Berikut rumus perhitungan manual koefisien phi (Ø).

Rumus :

Q =1I – I

Besarnya nilai phi (Ø) berada diantara 0 sampai dengan 1 dengan

ketentuan :

0,76 - 1,00 : hubungan sangat kuat 0,51 - 0,75 : hubungan kuat

0,26 - 0,50 : hubungan sedang

0,01 - 0,25 : hubungan lemah

Data yang telah diolah dan dianalisis, disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan.


62

F. Waktu dan Tempat Penelitan

1. Waktu penelitian

No Agenda Bulan

April Mei Juni Juli

1 Penyusunan Proposal

2 Seminar Proposal

3 Pelaksanan Penelitian

4 Pengolahan, analisis data dan penyusunan

Laporan

5 Sidang Skripsi

Tabel 3.2. Waktu Penelitian

2. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Pelambuan Kota Banjarmasin.

G. Biaya Penelitian

1. Biaya Operasional:
Transportasi Rp. 100.000
2. Biaya Print dan Fotocopy:
Print selama penelitian Rp. 600.000
Fotocopy selama penelitian Rp. 200.000
3. Biaya Tak Terduga:
Simpanan atau persiapan keperluan Rp. 500.000
Total Rp. 1.400.000
63

No Pertanyaan SS S ST STS
1 Sebelum melakukan tindakan kepada pasien
penyuntikan kepada pesien ,harus membaca SOP
terlebih dahulu?
2 Apakah SOP Di puskeskesmas membuat tenaga
medis penyakit menular?
3 Sebelum tenaga medis melakukan menyuntik pada
pasien sudah sesuai SOP Di Puskesmas Pelambuan

4 Sebelum SOP menyuntikan sudah berjalan dengan


baik Di Puskesmas pelambuan ?
5 Apakahh pihak Puskesmas pelabuan pernah
mengvaluasi SOP Penyuntikakan pasien yang ada di
Puskesmas Pelambuan?
6 Apakah SOP penyakit menular dan pengendalian
terkena penyakit menular melalui jarum suntik selalu
disosialisakan kepada tenaga medis dalam
melakukan kesehatan?
7 Apakah SOP di puskesmas membuat tenaga medis
terhindar dari penyakit menular?
8 Sebelum melakukan SOP penyuntikan sudah berjalan
dengan baik?
9 Bagaimana SOP Menyuntikan sudah berjalan dengan
baik?
10 Apakah SOP Puskesmas pelambuan tenaga Medis
sesiuai standar dan SOP?

Tabel 3.3. Biaya Penelitian


64

A. Apakah penggunaan APD

NO Seberapa yakinkah Bapak/Ibu terhadap pernyataan di YA Tidak


bawah ini
1 Penggunaan APD menpergaruhi kesehatan tugas kesehatan
2 Kecelakaan pada tugaskesehatan dapat dicengah dengan
menggunakan APD yang sesuai dengan tingkat resiko yang
dihadapi
3 APD menjadi pelindungan bagi tenaga medis dari resiko
percikan darn kontak dengan cairan pasien
4 Memakai sarung tangan menggantikan tindakan mencuci
Tangan
5 Ada banyak jenis APD tetapi topi dan apron bukan
termaksuk APD
6 APD menjadi pertahanan utama terhadap pentakit dari
Pasien
7 Sarung tangan digunakan dalam menerapkan kewaspadaan
tranmisi kontak
8 Mengukur resiko sebelum melakukan tindakan untuk
memilih jenis APD keharusan
9 Saya paham bentul apa saja pungsi APD dan salah satu
nya adalah menghidari kontaminasi
10 Ada banyak jenis APD yang digunakan saat memberikan
tindakan pada pasien

Tabel 3.4. Penggunaan APD


65

DAFTAR PUSTAKA

Anizar. (2009). Craha ilmu. teknik kesehatan kehatan kerja.

Anizar, 2. (2009). teknik kesehatan masyarakat. Bandung,craha ilmu.

Fau, R. (2019). Hubuangan Kepatuhan Sop Dan Pengguan APD Terhadap Kejadian
Tertusuk jarum pada tenagan kesehatan. jakarta.

Fau, R. (2019). Humbungan Kepatuhan sop dan penggunaan APD terhadap jarum
pada tenaga medis dipuskesmas. Jarkarta.

Fau, R. (2019). Humbungan Kepatuhan sop dan penggunaan APD Tertusuk jarum
pada tenanga medis dipuskesmas pelambuan. jakarta.

Fau, R. (2019). Humbungan Kepatuhan Sop Dan Pengguaan APD Terhadap


Kejadian tertusuk jarum. Jakarta.
Harrianto, r. (2010). kesehatan kerja kesehatan kerja . jakarta.

Haryono. (2009). Higgiene perusahan dan kesehatan kerja. jakarta cvsagung. itb,
M. K. (2009). kesehatan kerja .

k3, M. (2009). occuppational safety and heralth administration. jarkarta. Kasidi.


(2010). Manajemen Resiko. Jarkarta,salemba empat.

Lukmansnul. (2004). kesehatan kesehatan kerja. craha ilmu. Lukmanul. (2004).


kersehatan kesehatan lingkungan . jogyakarta.

Milyndra. (2010). k3kesehatan dan masyarakat kerja,jakarta erlanga. jakarta.


Mulana. (2009). proposi kesehatan dan perilaku kesehatan.

Mulana. (2009). kesehatan dan ilmu perilaku. jarkarta.

Mulayanti. (2008). buku pintar kesehatan dan kesehatan kerja. jarkarta. Mulyanti.
(2008). buku pintar dan kesehatan kerja. jakarta.

Soekidjo, N. (2014). Proposi Kesehatan. julnal.

Suma'mur. (2009). perusahan dan kersehatan kerja. jakarta.

65

Anda mungkin juga menyukai