Anda di halaman 1dari 156

KEBEBASAN PERS TERHADAP MASYARAKAT

DI KOTA BANJARMASIN TAHUN 1998-2009

FARIZ MOHAMMAD
A1A115003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2022
KEBEBASAN PERS TERHADAP MASYARAKAT
DI KOTA BANJARMASIN TAHUN 1998-2009

FARIZ MOHAMMAD
A1A115003

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2022

ii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

KEBEBASAN PERS TERHADAP MASYARAKAT


DI KOTA BANJARMASIN TAHUN 1998-2009

Nama : Fariz Mohammad


NIM : A1A115003

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan di hadapan Dewan Penguji
skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung
Mangkurat.

Banjarmasin, Maret 2022

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Hj. Rochgiyanti, M.Si., M.Pd. Dr. M. Z. Arifin Anis, M.Hum.


NIP 19621212 198703 2 003 NIP 19570922 198603 1 002

Mengetahui,
Koordinator Program Studi Pendidikan Sejarah

Drs. Rusdi Effendi, M.Pd.


NIP 196607311991031002

iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

KEBEBASAN PERS TERHADAP MASYARAKAT


DI KOTA BANJARMASIN TAHUN 1998-2009

Nama : Fariz Mohammad


NIM : A1A115003

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program Studi
Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat.

Hari, tanggal : Senin, 11 April 2022


Waktu : 10.00-11.00 WITA
Tempat : Via Zoom Meet
Dinyatakan : LULUS/TIDAK LULUS

Susunan Dewan Penguji

1. Dr. Hj. Rochgiyanti, M.Si., M.Pd. (……………)

2. Dr. M. Z. Arifin Anis, M.Hum. (……………)

3. Wisnu Subroto, S.S., M.A. (……………)

Mengesahkan,
Jurusan Pendidikan IPS Program Studi Pendidikan Sejarah
Ketua Koordinator

Dr. Syaharuddin, S.Pd., M.A. Drs. Rusdi Effendi, M.Pd.


NIP 197403012002121004 NIP 196607311991031002

iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fariz Mohammad


NIM : A1A115003
Program Studi : Pendidikan Sejarah
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Perguruan Tinggi : Universitas Lambung Mangkurat
Judul Skripsi : “KEBEBASAN PERS TERHADAP
MASYARAKAT DI KOTA BANJARMASIN
TAHUN 1998-2009

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri,
kecuali dicantumkan sebagai kutipan/acuan dalam naskah dengan disebutkan
sumbernya dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan tesis ini merupakan hasil jiplakan, plagiat atau
manipulasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sehat dan tanpa paksaan
dari siapapun.

Banjarmasin, Maret 2022


Yang membuat pernyataan

Materai
10.000

FARIZ MOHAMMAD
NIM. A1A115003

v
ABSTRAK

Fariz Mohammad (A1A115003). 2022. Kebebasan Pers Terhadap Masyarakat


di Kota Banjarmasin Tahun 1998-2009. Pembimbing: (1) Dr. Hj.
Rochgiyanti, M.Si., M.Pd.; (2) Dr. M. Z. Arifin Anis, M.Hum.

Latar belakang penelitian ini adalah perkembangan pers ketika terjadi


peralihan rezim dari Orde Baru ke masa Reformasi yang dianggap oleh para
jurnalis sebagai awal dari terbentuknya kebebasan pers di seluruh Indonesia,
termasuk di Kota Banjarmasin yang memiliki berbagai media massa.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang proses perkembangan
kebebasan pers di Kota Banjarmasin pada awal Reformasi tahun 1998 hingga
tahun 2009 dan dampak positif serta negatif dari kebebasan pers terhadap jurnalis
dan sumber media di Kota Banjarmasin ketika masa peralihan Orde Baru ke
Reformasi.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Ada
beberapa langkah dalam memakai metode sejarah, yaitu heuristik, kritik,
interpretasi dan historiografi. Teknik pengumpulan data berupa pengamatan
(observasi), interview (wawancara), kepustakaan, dan dokumentasi yang
berhubungan dengan fokus penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pers yang ada di Indonesia,
termasuk Kota Banjarmasin yang juga mengalami perubahan pasca peralihan
masa antara masa Orde Baru ke era Reformasi. Era Reformasi sendiri merupakan
era jurnalis mendapat kebebasan dalam hak meliput dan menyiarkan suatu berita
kepada khalayak umum sesuai dengan UU Pers No. 40. Tahun 1999. Pada era
sebelumnya (Orde Baru), para pelaku jurnalis sangat dibatasi oleh pemerintah
dengan dalih menjaga keamanan negara. Selain media massa surat kabar yang
dikenal masyarakat sebagai sumber berita pertama, di masa Reformasi juga telah
berkembang media-media lainnya, seperti siaran radio, siaran televisi, dan sampai
media internet. Disamping itu dengan kebebasan pers, dampak yang ada pastinya
akan memengaruhi para jurnalis dan media massanya baik dari sisi positif, seperti
akses informasi berita yang sedang ramai mudah diketahui oleh publik dan lain
sebagainya, maupun dari sisi negatif, seperti maraknya berita bohong dan lain
sebagainya.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah perkembangan pers di Kota
Banjarmasin dinilai tumbuh pesat, apalagi setelah terbitnya UU Pers No. 40
Tahun 1999 yang merupakan awal dari kebangkitan para jurnalistik dalam
merangkai dan memberikan informasi berita kepada masyarakat di Kota
Banjarmasin.

Kata Kunci: Kebebasan Pers, Media Massa.

vi
RIWAYAT HIDUP

A. Data Diri

Nama : Fariz Mohammad


Tempat, Tanggal Lahir : Banjarmasin, 21 Juni 1997
Foto 3x4
Umur : 24 Tahun
Latar belakang Jenis Kelamin : Laki-laki
sesuai foto
Agama : Islam
ijazah S1
Alamat : Jalan Belitung Darat, Gang Mufakat,
RT 16, NO 22A, Kelurahan Belitung
Selatan, Kecamatan Banjarmasin Barat,
Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
70116
B. Data Keluarga No. Hp :
0887436155749
Ayah E-mail :
farizmohammad10@gmail.com
:
Wildan
Tarmuzi
Tempat, Tanggal Lahir : Martapura, 10 April 1959
Nama Ibu : Lili Irianti Mala, S.H
Tempat Tanggal Lahir : Bukit Tinggi. 23 Agustus 1964

C. Riwayat Pendidikan
SD : SDN Pasar Lama 1 Banjarmasin : 2003-2009
SMP : MTsN Mulawarman Banjarmasin : 2009-2012
SMA : SMAN 2 Banjarmasin : 2012-2015

D. Riwayat Organisasi
 PMR MTsN Mulawarman
 PRAMUKA
 Japan Art Club SMAN 2 Banjarmasin

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadiran Allah


SWT karena berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya jualah penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul “Kebebasan Pers Terhadap Masyarakat di Kota
Banjarmasin Tahun 1998-2009”. Skripsi ini dibuat sebagai laporan akhir
perkuliahan yang penulis susun untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan
sejarah jurusan ilmu pengetahuan sosial, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak dan pada kesempatan ini dengan rendah hati izinkan saya mengucapkan
terima kasih sebasar-besarnya kepada:
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Chairil Faif Pasani, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
2. Dr. Syahruddin, M.A selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin.
3. Bapak Drs. Rusdi Effendi, M.Pd selaku ketua program studi pendidikan sejarah
fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin.
4. Dr. Hj. Rochgiyanti, M.Si., M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan petunjuk dan menyumbangkan banyak tenaga, waktu dan pikiran
yang berguna sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Dr. Mohammad Zaenal Arifin Anis, M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang
telah yang telah memberikan petunjuk dan menyumbangkan banyak tenaga,
waktu dan pikiran yang berguna sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Segenap bapak/ibu dosen pengajar Program Studi Pendidikan Sejarah atas jasa-
jasanya dalam memberikan pelajaran dan pendidikan selama menuntut ilmu
sehingga sampai ketingkat akhir dalam studi ini.
7. Kepada kedua orang tuaku dan adikku tercinta yang telah memberikan
semangat, kasih sayang lahir bathin sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman angkatan 2015 Reg A dan B, Program Studi Pendidikan
Sejarah terimakasih telah memberikan semangat.
9. Seluruh narasumber yang telah membantu memberikan informasi terkait
dengan penelitian yang saya tulis.
Penulis juga menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang penulis miliki. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

viii
semua pihak demi skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
dan agar kiranya dalam penulisan yang selanjutnya, penulis dapat lebih
menyempurnakannya.
Banjarmasin, Maret 2022
Penulis

Fariz Mohammad
NIM A1A115003

ix
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... ii


Lembar Persetujuan Ujian Skripsi ..................................................................... iii
Lembar Pengesahan Skripsi ............................................................................... iv
Pernyataan Keaslian Tulisan .............................................................................. v
Abstrak ............................................................................................................... vi
Riwayat Hidup ................................................................................................... vii
Kata Pengantar ................................................................................................... viii
Daftar Isi ............................................................................................................. x
Daftar Gambar .................................................................................................... xii
Daftar Lampiran ................................................................................................. xiii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1


A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 7
C. Batasan Masalah ..................................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
F. Metode Penelitian ................................................................................... 9
1. Memilih Topik yang Sesuai ............................................................... 10
2. Heuristik ............................................................................................ 11
3. Kritik Sumber .................................................................................... 13
4. Interpretasi ......................................................................................... 15
5. Historiografi ....................................................................................... 15
G. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 16
1. Pers .................................................................................................... 16
2. Proses Kebebasan Pers ...................................................................... 26
3. Dampak Kebebasan Pers ................................................................... 30
H. Penelitian yang Relevan ......................................................................... 36
I. Sistematika Penulisan ............................................................................. 38

BAB II. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ................................................ 40


A. Gambaran Umum Kota Banjarmasin ..................................................... 40
1. Sejarah Singkat Perkembangan Kota Banjarmasin ........................... 40
2. Kondisi Wilayah ................................................................................ 41
3. Kondisi Demografi ............................................................................ 43
B. Gambaran Singkat Pers Sebelum Era Reformasi Tahun 1998 di Kota
Banjarmasin ............................................................................................ 44
1. Era Kolonial Belanda ......................................................................... 44
2. Masa Pendudukan Jepang .................................................................. 49
3. Masa Orde Lama ............................................................................... 50
4. Masa Orde Baru ................................................................................. 58

x
BAB III. PERKEMBANGAN KEBEBASAN PERS DI KOTA
BANJARMASIN AWAL REFORMASI TAHUN 1998
SAMPAI TAHUN 2009 ...................................................................... 67
A. Keadaan Jurnalis pada Masa Reformasi di Kota Banjarmasin ............... 67
1. Perubahan Kebijakan Terhadap Pers Antara PWI Pusat Dengan
PWI Daerah ....................................................................................... 70
2. Pengaruh Pers Terhadap Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya
yang ada di Kota Banjarmasin ........................................................... 71
B. Pengembangan Sarana Pers di Kota Banjarmasin pada Tahun
1998-2009 ............................................................................................... 77
1. Surat Kabar ........................................................................................ 77
2. Radio .................................................................................................. 81
3. Televisi .............................................................................................. 85
4. Internet ............................................................................................... 88
C. Upaya Media dalam Menyampaikan Informasi Terhadap Masyarakat
di Kota Banjarmasin di Masa Reformasi Tahun 1998-2009 .................. 91

BAB IV. DAMPAK KEBEBASAN PERS TERHADAP JURNALIS DAN


SUMBER MEDIA DI KOTA BANJARMASIN TAHUN
1998-2009 ........................................................................................... 95
A. Dampak Kebebasan Pers Pers Terhadap Jurnalis dan Sumber Media
di Banjarmasin Tahun 1998-2009 .......................................................... 95
1. Dampak Positif .................................................................................. 97
2. Dampak Negatif ................................................................................. 105

BAB V. PENUTUP ............................................................................................ 112


Kesimpulan ............................................................................................. 112

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 115


LAMPIRAN ....................................................................................................... 118

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Peta Wilayah Kota Banjarmasin .................................................................... 42
2.2 Surat Kabar Banjarmasin Post ....................................................................... 60
2.3 Surat Kabar Dinamika Berita ........................................................................ 62
2.4 Surat Kabar Kalimantan Post ........................................................................ 63
3.1 Gedung PWI Cabang Kalimantan Selatan .................................................... 71
3.2 Gedung Banjarmasin Post ............................................................................. 78
3.3 Gedung RRI Banjarmasin .............................................................................. 83
3.4 Gedung TVRI Banjarmasin (Kalimantan Selatan) ........................................ 88
3.5 Kantor Website apahabar.com ....................................................................... 91

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Pedoman Wawancara ....................................................................................... 118
2. Daftar Informan ............................................................................................... 120
3. Foto-Foto Dokumentasi ................................................................................... 122
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers ... 126

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media massa merupakan salah satu alat yang digunakan untuk

berkomunikasi setiap hari, kapan saja dan dimana saja antara satu orang

dengan orang yang lain. Setiap orang akan selalu memerlukan media massa

untuk mendapatkan informasi mengenai kejadian di sekitar mereka, dengan

media massa pula orang akan mudah mendapatkan informasi yang mereka

butuhkan pada saat tertentu mereka menginginkan informasi. Disisi lain,

manusia dapat berbagi kejadian–kejadian yang terjadi di sekitar mereka kepada

orang lain, sehingga antara satu orang dengan orang lain di daerah yang

berbeda dapat melakukan pertukaran informasi mengenai kejadian disekitar

mereka melalui media massa.

Media massa, termasuk didalamnya seperti surat kabar, televisi, radio,

merupakan sarana informasi sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini

ditandai dengan lahirnya media berbasis internet. Media massa yang mapan

harus menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan tersebut.

Mereka tidak lagi berkutat pada edisi cetak saja, tetapi mulai lebih

serius menggarap media versi online. Mereka menyadari sepenuhnya,

kehadiran media online bisa saja menjadi batu sandungan bagi media cetak

yang tidak mengikuti era baru tersebut. Media cetak yang tidak punya versi

1
2

online akhirnya tertinggal dan lama-kelamaan bisa mati digilas oleh perubahan

itu.1

Jaminan hukum yang pasti bagi implementasi kebebasan pers di Tanah

Air masih mengalami hambatan-hambatan, memang pelaksanaannya masih

bisa berjalan dan media berfungsi namun tidak optimal bagi publik.

Implementasi kebebasan pers di Indonesia masih jauh dari ideal. Belum lagi,

bila menganalisis media yang berparadigma liberal dibandingkan dengan

media yang berparadigma media publik atau media yang bertanggungjawab

terhadap sosial, sedangkan untuk landasan hukumnya memang terdapat dalam

UUD 1945.2

Pasca tumbangnya pemerintah Orde Baru di tahun 1998, merupakan

tonggak lahirnya kebebasan pers di Indonesia dan munculnya pasal 28 F UUD

1945. Melalui amandemen kedua, yang berbunyi,” setiap orang berhak

berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan mengungkapkan

segala jenis saluran yang tersedia.” Sebenarnya fungsi utama media massa

adalah menyampaikan informasi, menghibur, mendidik, dan memberikan

pengaruh kepada publik (to inform, to entertain, to educate, and to influence).

Pers Indonesia didalam menjalankan fungsinya memiliki kebebasan

yang dijamin UUD. Namun, pada saat yang sama, pers yang bebas juga

memiliki tanggung jawab. Kebebasan dan tanggung jawab adalah dua sisi dari
1
Wahyudin, Jurnalistik Olahraga. (Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2016), hlm. 3.
2
Atmakusumah, Tuntutan Zaman: Kebebasan Pers dan Ekspresi. (Jakarta: Spasi & VHR
Book-Yayasan Tifa, 2009), hlm. 5.
3

satu mata uang yang sama, ini semua diatur dalam UU Pers dan Kode Etik

Jurnalistik.3

Setelah rezim Orde Lama, maka Indonesia memasuki masa

pemerintahan Orde Baru. Selama 32 tahun, rezim Orde Baru telah

“memanfaatkan” pers atau media massa sebagai alat perjuangan politiknya.

Pers telah dipakai sebagai alat propaganda pembangunan ekonomi yang

menjadi jargon utama dari rezim Orde Baru, dengan kata lain pers mengabdi

pada ideologi pembangunan.4

Pasca Reformasi, pemerintah mencabut sejumlah peraturan yang

dianggap mengekang kehidupan pers. Peraturan tersebut antara lain: Peraturan

Menteri Penerangan Nomor 1 tahun 1984 tentang Ketentuan-Ketentuan Surat

Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), Permenpen Nomor 2 Tahun 1969 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Wartawan, Surat Keputusan (SK) Menpen

Nomor 214 Tentang Prosedur dan Persyaratan untuk Mendapatkan SIUPP, dan

SK Menpen Nomor 47 Tahun 1975 tentang Pengukuhan PWI dan Serikat

Pekerja Surat Kabar Sebagai Satu-Satunya Organisasi Wartawan dan

Organisasi Penerbit Pers Indonesia. Kebebasan pers ini kemudian ditegaskan

lagi lewat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU No. 40

/1999 menggantikan Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 mengenai

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, yang ditambah dengan Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1967, dan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor

3
Jurnalisme Positif (Panduan Kerja Para Jurnalis Berita Satu Media Holding), hlm. 3.
4
Togi Simanjuntak, Wartawan Terpasung (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1998),
hlm. 73.
4

21 Tahun 1982. UU No. 40/1999 menegaskan tidak ada sensor dan

pembredelan terhadap pers.5

Pasal-pasal yang menegaskan kemerdekaan, fungsi dan pentingnya pers

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 adalah Pasal 2 : Kemerdekaan

pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip

demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pasal 3 ayat (1): Pers nasional

mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol

sosial. Pasal 6 : Pers nasional melaksanakan peranannya: memenuhi hak

masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi,

mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta

menghormati kebhinnekaan mengembangkan pendapat umum berdasarkan

informasi yang tepat, akurat, dan benar melakukan pengawasan, kritik, koreksi,

dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan

memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Ada pun kemerdekaan pers diatur dalam:

a. Pasal 4 ayat (1) : Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi

warga negara,

b. Pasal 4 ayat (2) : Terhadap pers nasional tidak dikenakan

penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran,

c. Pasal 4 ayat (3) : Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional

mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan

gagasan dan informasi.

5
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
5

Undang-Undang tentang Pers memberi sanksi kepada mereka yang

menghalang-halangi kerja wartawan. Pasal 18 Undang-Undang tentang Pers

menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja

melakukan tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi

pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta." 6 Dalam

dunia pers saat ini mempunyai dua wajah baru yang menghiasinya, wajah yang

satu ialah kebebasan pers mempunyai dampak positif dan satu yang satunya

lagi mempunyai dampak negatif bagi kehidupan sosial dan bermasyarakat.

Dampak positif dari pers ialah sejalan dengan fungsi pers dalam

kedudukannya yaitu memberi ruang kepada publik untuk menginformasikan

segala sesuatu yang berguna untuk khalayak umum dari semua golongan

yang ada dalam masyarakat dan dapat memberi tambahan wawasan nusantara

dalam kehidupan bernegara ataupun memberi ruang pendidikan secara umum.

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh pers sangatlah banyak apabila

masyarakat tidak bisa memilih mana yang harus ditonton atau didengarkan.

Bagi golongan muda, yang sangatlah rawan dengan dampak buruk kebebasan

pers, karena dapat mempengaruhi tingkah laku, maupun pola pikir seseorang

secara tidak sadar. Perkembangan mode yang ditampilkan oleh pers

cenderung mempengaruhi trend dan gaya anak muda zaman sekarang salah

satunya trend berbusana, model potongan rambut dan trend perawatan tubuh.

Kebebasan pers harus diimbangi oleh pemikiran-pemikiran yang logis

yang akan memberi contoh positif untuk kalangan muda supaya bangsa ini bisa
6
Ibid.
6

menguatkan jati dirinya sendiri tanpa haruslah meniru atau berpatokan oleh

bangsa asing karena sesuatu yang dari luar tidaklah semuanya baik dan benar.

Akhirnya bangsa ini bisa memberi contoh kebebasan pers yang positif, jujur,

benar-benar transparan, menjunjung tinggi norma, nilai, kaidah agama dan adat

istiadat kepada dunia luar. Implikasi atau dampak langsung yang saat ini paling

dirasakan oleh masyarakat, adalah kebebasan pers yang bisa dikatakan

“kebabalasan” dalam mengeluarkan atau menyatakan pendapat.

Pers atau pun masyarakat bisa dengan vulgar menyatakan pendapat,

seperti mengkritik kebijakan dari pemimpin atau pemerintah. Pernyataan itu

bisa mereka sampaikan dalam aksi unjuk rasa, demonstrasi atau dalam bentuk

pernyataan yang siap disiarkan oleh berbagai media. Perilaku masyarakat juga

sedikit berubah, yang dulunya dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi

etika, sopan santun dan tata karma, sekarang sudah mulai luntur.

Fenomena ini disebabkan karena masyarakat yang termakan informasi-

informasi yang sebelumnya tidak disaring dan dikritisi, sehingga tentu akan

dengan mudah percaya dengan isu-isu tidak benar dari berita-berita bohong

yang akibatnnya tentu dapat membuat kerugian, bahkan perpecahan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Upaya mengatasi kebebasan pers yang

“kebabalasan” itu, maka pihak yang berwenang harus lebih ketat mengawasi

pemberitaan-pemberitaan yang diproduksi oleh media-media, dan tidak segan

memberikan sanksi tegas terhadap media yang melanggar rambu-rambu yang

telah ditetapkan. Dalam hal ini, penulis ingin lebih mengetahui latar belakang

serta proses perkembangan pers sampai dampak yang dirasakan masyarakat di


7

Kota Banjarmasin, sehingga penulis memberikan penelitian ini dengan judul

“Kebebasan Pers Terhadap Masyarakat di Kota Banjarmasin Tahun 1998-

2009”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan masalahan yang akan diteliti, dalam hal ini adalah:

1. Bagaimana proses perkembangan kebebasan pers di Kota Banjarmasin pada

awal Reformasi tahun 1998 sampai tahun 2009 ?

2. Bagaimana dampak positif dan negatif dari kebebasan pers terhadap jurnalis

dan sumber media di Kota Banjarmasin tahun 1998-2009 ?

C. Batasan Masalah

Agar penelitian dapat mengahasilkan data yang serasi, maka diperlukan

pembatasan masalah yang akan dikaji. Permasalahan dalam penulisan ini

dibatasi pada “Perkembangan Kebebasan Pers Terhadap Masyarakat di Kota

Banjarmasin Tahun 1998-2009.

1. Batasan Subyek (Pelaku)

Batasan subyek, yaitu batasan mengenai tokoh atau orang yang mengetahui

informasi tentang perkembangan kebebasan pers terhadap wartawan sampai

warga masyarakat di Kota Banjarmasin.

2. Batasan Obyek (peristiwa)


8

Batasan obyek, yaitu bagaimana proses Perkembangan Kebebasan Pers

Terhadap Masyarakat di Kota Banjarmasin, meliputi;

a. Proses kebebasan pers

b. Dampak kebebasan media terhadap wartawan dan masyarakat

3. Batasan Spasial (Tempat)

Batasan spasial atau tempat dalam penelitian ini adalah Kota Banjarmasin.

Hal tersebut dikarenakan Banjarmasin merupakan ibukota Provinsi

Kalimantan Selatan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini.

4. Batasan Temporal (waktu)

Batasan temporal atau waktu dalam penelitian ini dari tahun 1998-2009.

Objek penelitian dari penulisan ini adalah jurnalis yang berada di Kota

Banjarmasin. Tahun 1998 dipilih karena pada tahun tersebut merupakan

transisi antara masa Orde Baru ke era Reformasi. Batasan akhir penelitian

pada tahun 2009 karena pada tahun tersebut merupakan akhir masa jabatan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses perkembangan kebebasan pers di Kota

Banjarmasin pada awal Reformasi tahun 1998 hingga tahun 2009.

2. Untuk mengatahui dampak positif dan negatif dari kebebasan pers

terhadap jurnalis dan sumber media di Kota Banjarmasin tahun 1998-

2009.
9

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan akan memberikan kontribusi

bagi pengembangan dan konsep-konsep dalam mata kuliah Sejarah

Indonesia Era Orde Baru Sampai Reformasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang

perkembangan kebebasan pers terhadap perilaku masyarakat di Kota

Banjarmasin tahun 1998-2009.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi manfaat bagi Dosen

dan Mahasiwa Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas, Universitas

serta Lembaga terkait.

c. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi sumber refrensi bagi peneliti

yang akan datang.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip

sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif,

menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil dalam bentuk

tulisan.1 Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis

1
Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
hlm. 43-44.
10

rekaman-rekaman dan peninggalan masa lampau.2 Menurut Kuntowijoyo

dalam kedudukannya sebagai ilmu, sejarah terikat pada prosedur penelitian

ilmiah, sejarah juga terikat pada penalaran yang bersandar pada fakta,

kebenaran sejarah terletak pada kesediaan sejarawan untuk meneliti sumber

sejarah secara tuntas sehingga diharapkan ia akan mengungkap sejarah

obyektif. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan tahapan-tahapan tersebut

sebagai mata rantai yang saling berpengaruh dan sebagai urutan yang harus

dikaji dan analisis secara mendalam dalam penulisan sejarah. Adapun langkah-

langkah tersebut adalah:

1. Memilih Topik yang Sesuai

Langkah ini merupakan landasan awal dalam jalannya proses

penelitian. Tahap yang pertama kali penulis lakukan sebelum melakukan

penelitian adalah memilih dan menentukan tema dan topik penelitian.

Skripsi yang berjudul “Kebebasan Pers Terhadap Masyarakat di Kota

Banjarmasin Tahun 1998-2009” merupakan kajian sejarah perjurnalistikan.

Pada awalnya, ketertarikan penulis terhadap tema dan judul ini

adalah berawal dari ketertarikan penulis terhadap mata kuliah sejarah

Indonesia Era Orde Baru Sampai Reformasi, khususnya sejarah tentang

perjalanan pers. Walaupun selama perkuliahan tidak secara detail dibahas

mengenai pers, namun hal tersebut tidak mengurangi keinginan penulis

untuk mengangkat tema tesebut. Terlebih lagi penulis berharap dengan

pembahasan yang difokuskan di Kota Banjarmasin mengenai pers dari masa

2
Louis Gottschalk, Understanding History: A Primer of Historical Method, a.b. Nugroho
Notosusanto, “Mengerti Sejarah”, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 35
11

peralihan Orde Baru ke Reformasi, agar bisa menjadi pengetahuan bagi

pihak-pihak yang ingin mengetahui lebih lanjut perihal pers di Kota

Banjarmasin.

2. Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Heuristik merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian

sejarah, yaitu suatu kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan

data-data, atau materi sejarah atau evidensi sejarah. 3 Sumber (sumber

sejarah disebut juga data sejarah; bahasa Inggris dalam bentuk tunggal, data

bentuk jamak; menurut bahasa Latin datum berarti pemberian) yang

dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Sebelum

menentukan teknik pengumpulan sumber sejarah, pertama-tama yang perlu

dipahami adalah bentuk dari sumber sejarah yang akan dikumpulkan.

Penentuan sumber sejarah akan mempengaruhi tempat (dimana) atau

siapa (sumber informasi lisan) dan cara memperolehnya. Sumber sejarah

dibedakan atas sumber tulisan, lisan, dan benda. Sumber sejarah primer

yang tertulis dalam sejarah umumnya berupa dokumen (arsip).4 Sumber

menurut bahannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu tertulis dan tidak tertulis

atau dokumen. Adapun tahap heuristik, penulis mengunakan sumber dan

jenis data seperti:

a. Sumber Lisan

3
Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah Dalam Perspektif Ilmu Sosial, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009), hlm. 153
4
Abdul Rahman Hamid & Muhammmad Saleh Madjid. Pengantar Ilmu Sejarah,
(Yogyakatra: Ombak, 2011), Hlm, 43.
12

Sumber lisan biasanya didapatkan dari hasil wawancara kepada para

informan, yaitu orang-orang atau narasumber langsung atau yang

mengetahui tentang perkembangan pers di Kota Banjarmasin. Dalam

penelitian ini, wawancara dilakukan dengan beberapa informan yang

mengetahui tentang perkembangan pers setelah berakhirnya era Orde

Baru sampai masuknya era Reformasi. Syarat informan tersebut,

misalnya adalah dari segi usia, juga dari segi berapa lama menggeluti

pekerjaan sebagai pers, sehingga data yang didapatkan objektif. seperti

halnya wawancara yang dilakuan dengan beberapa narasumber,

diantaranya adalah Ir. Zainal Helmie yang menjabat sebagai Ketua PWI

cabang Kota Banjarmasin, Akhmad Surya Purnamayang menjabat

sebagai wartawan senior di RRI Banjarmasin, H. Gusti Pangeran Rusdi

Effendi yang merupakan pendiri dan pemimpin umum surat kabar

Banjarmasin Post, Hj. Sunarti Suwarno yang merupakan pimpinan

redaksi surat kabar Kalimantan Post, Milhan Rusli yang menjabat

sebagai ketua JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia) dan pimpinan

redaksi apahabar.com, Nanik Hayati sebagai anggota IJTI (Ikatan

Jurnalis Televisi Indonesia) koresponden CNN Indonesia cabang

Kalimantan Selatan, Hj. Lili Irianti Mala, S.H. yang menjabat sebagai

redaktur Skh. Kalimantan Post, serta H. Syamsuddin Hassan yang

menjabat sebagai Wartawan LKBN Antara Kota Banjarmasin.

b. Sumber Tulisan
13

Sumber tulisan biasanya terdiri dari sumber utama (primer) dan sumber

pelengkap (sekunder). Dalam penelitian ini sumber primer

menggunakan data berupa buku-buku dan dokumen tertulis mengenai

perkembangan pers Kota Banjarmasin pada masa transisi era Orde Baru

tahun 1998 ke era Reformasi sampai tahun 2009. Sedangkan sumber

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa laporan

penelitian, seperti makalah, skripsi, jurnal dan laporan lainnya yang

membahas mengenai pers, khususnya pers di Banjarmasin pada akhir

masa Orde Baru hingga Reformasi.

c. Sumber benda adalah alat-alat yang digunakan dalam pers tersebut

dengan teknik observasi langsung dilokasi, sumber benda disini

merupakan bagian perlengkapan dari pelaksanaan kegiatan pers

tersebut.

3. Kritik Sumber

Kritik sumber yakni kegiatan meneliti apakah jejak-jejak itu sejati,

baik bentuk maupun isinya, sehingga benar-benar merupakan fakta yang

dapat dipertanggungjawabkan, sehingga hal ini diperlukan kritik eksternal

dan internal.

a. Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian

terhadap aspek-aspek “luar” dari sumber sejarah.5 Misalnya dalam

wawancara, peneliti menentukan informan yang benar-benar memiliki

kapasitasnya sebagai informan dan memiliki pengetahuan akan objek


5
Helius Syamsudin, Metodologi Sejarah (Yogjakarta: Ombak, 2007), hlm. 132.
14

yang diteliti, terutama adalah wartawan media di Kota Banjarmasin.

Kritik eksternal ditujukan untuk menjawab beberapa pertanyaan

berikut:

a) Apakah sumber yang telah kita peroleh tersebut betul-betul sumber

yang kita kehendaki.

b) Apakah sumber itu sesuai dengan aslinya atau hanya tiruannya.

c) Apakah sumber tersebut masih utuh atau telah mengalami

perubahan.

Dalam kritik eksternal lisan ini, peneliti mengajukan beberapa

pertanyaan kepada para informan lalu membandingkan beberapa

informasi yang diberikan oleh informan tersebut. Hasil wawancara dari

beberapa informan tersebut kemudian dibandingkan dan disimpulkan

sehingga memperkuat hasil penelitian ini serta dilakukanya observasi

lapangan langsung yang dilakukan. Sedangkan dalam kritik sumber,

yaitu dengan cara mengumpulkan data yang lengkap seperti tanggal dan

tempat dari penulisan serta originalitas dari penulisan.

b. Kritik Internal

kritik internal, yaitu dengan membandingkan jawaban dari para

informan yang telah didapatkan. Dalam penelitian ini, peneliti benar-

benar berusaha mencari dan menggambarkan data yang sesuai dengan

fokus penelitian. syarat infoman tersebut bisa diliat dari segi usia,

ketertibatan dalam kegiatan dan orang yang mengatahui jalannya

kegiatan. Keritik internal yang dilakukan pada sumber lisan dapat


15

ditempuh dengan membandingkan melalui para informan, yaitu dengan

melakukan perbandingan kesaksian sumber sejarah lisan dengan

mewancarai tokoh atau pelaku pers sebagai informan utama dan juga

masyarakat umum yang mengetahui tentang perkembangan pers di Kota

Banjarmasin.

4. Interpretasi

Interpretasi adalah hal menetapkan makna yang saling berhubungan

dari fakta-fakta yang diperoleh setelah diterapkan kritik ekstern maupun

kritik intern dari data-data yang didapatkan sehingga memberikan kesatuan

berupa bentuk peristiwa lampau. Dalam tahap ini peneliti menafsirkan dan

menyusun sumber-sumber yang telah diperoleh dan kemudian menyusun

kajian terhadap hasil penafsiran tersebut kedalam bentuk yang sistematis.

Data-data yang diperoleh didukung dengan daftar pertanyaan yang

ditanyakan kepada para narasumber, seperti bagaimana perkembangan pers

di Kota Banjarmasi pada akhir masa Orde Baru tahun 1998 hingga masa

Reformasi tahun 2009. Penulis berusaha memberikan data yang benar-benar

valid dan berusaha memberikan gambaran yang lengkap sehingga tujuan

dan manfaat penelitian dapat tercapai.

5. Penyajian atau Historiografi

Historiografi, yaitu menyampaikan sintesis yang diperoleh dalam

bentuk tulisan atau dengan kata lain penyampaian laporan hasil penelitian

sejarah setelah melalui tahapan-tahapan di atas dalam bentuk karya sejarah.

Historografi merupakan langkah terakhir yaitu menulis kembali data-data


16

hasil penelitian yang sudah teruji kebenarannya sehingga menghasilkan

tulisan ini, yakni perkembangan pers di Kota Banjarmasin tahun 1998-2009.

Proses penulisan dilakukan agar fakta-fakta sebelumnya terlepas satu sama

lain dapat disatukan sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan

sistematis dalam bentuk deskriftif.

G. Tinjauan Pustaka

Kajian Pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau literatur yang

menjadi landasan pemikiran dalam penelitian.1 Dalam kajian pustaka dapat

berupa buku yang sesuai dengan topik ataupun majalah. Disini penulis

menggunakan sumber pustaka dalam melakukan penelitian.

1. Pers

a. Pengertian Pers

Istilah pers atau press berasal dari istilah latin Pressus artinya

adalah tekanan, tertekan, terhimpit, padat. Pers dalam kosakata Indonesia

berasal dari bahasa Belanda yang mempunyai arti sama dengan bahasa

Inggris “press”, sebagai sebutan untuk alat cetak.2 Keberadaan pers dari

terjemahan istilah ini pada umumnya adalah sebagai media penghimpit

atau penekan dalam masyarakat, sedangkan makna lebih tegasnya adalah

dalam fungsinya sebagai kontrol sosial.

Pengertian pers didalam Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13

dibedakan dalam dua arti, yang dalam arti luas adalah media tercetak
1
Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah, (Yogyakarta:
Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, 2013), hlm. 6
2
Samsul Wahidin. Hukum Pers. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 35
17

atau elektronik yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta,

pendapat, usulan dan gambar kepada masyarakat luas secara regular.

Laporan yang dimakasud adalah setelah melalui proses mulai dari

pengumpulan bahan sampai dengan penyiarannya. Dalam pengertian

sempit atau terbatas, pers adalah media tercetak seperti surat kabar

harian, surat kabar mingguan, majalah dan buletin, sedangkan media

elektronik, meliputi radio, film dan televisi.3

Dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, yang dimaksud

dengan pers ialah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang

melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi: mencari, memperoleh,

memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik

dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan

grafik maupun dalam bentuk lainnya, dengan menggunakan media cetak,

media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.4

b. Asas – Asas Pers

I. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 2 yang

menyatakan, kemerdekaan pers ialah salah satu wujud kedaulatan

rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan

supremasi hukum.5

a) Asas Demokrasi

3
Ibid.
4
Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
5
Edi Susanto. Hukum Pers di Indonesia. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 38.
18

Maksud dari asas demokrasi adalah pers harus menjunjung

tinggi nilai demokrasi dengan menghormati dan menjamin adanya

hak asasi manusia dan menjunjung tinggi kemerdekaan dalam

penyampaian pikiran/pendapatnya, baik secara lisan maupun

tulisan.6

b) Asas Keadilan

Dalam penyampaian informasinya kepada khalayak ramai

(masyarakat) itu harus memegang teguh nilai keadilan. Dimana

dalam pemberitaan itu tidak memihak atau tunduk pada salah satu

pihak tetapi harus berimbang dan tidak merugikan salah satu pihak

(berat sebelah).7

c) Asas Supremasi Hukum

Pers dalam menjalankan setiap kegiatannya harus

berlandaskan hukum. Dimana meletakkan hukum sebagai landasan

bertindak yang diposisikan di tingkat tertinggi. Sehingga pers tidak

lantas begitu bebasnya bertindak meskipun telah ada jaminan

kebebasan pers yang diberikan oleh Undang-Undang.8

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 5 ayat (1)

mewajibkan pers untuk menghormati asas praduga tak bersalah

dalam memberitakan peristiwa dan opini yang menyatakan, pers

nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan

menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat


6
Ibid.
7
Ibid.
8
Ibid.
19

serta asas praduga tak bersalah. Penjelasan pasal 5 ayat (1) UU Pers

menyebutkan bahwa:

“Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak


menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan
seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih
dalam proses peradilan serta dapat mengakomodasikan
kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan
tersebut.”

II. Kode Etik Jurnalistik PWI

Kode Etik Jurnalistik Perkumpulan Wartawan Indonesia

berasaskan pada prinsip-prinsip Profesionalitas, Nasionalisme,

Demokrasi, dan Religius.9

a) Asas Profesionalistas

Asas yang tidak memutarbalikkan fakta, tidak memfitnah,

berimbang, adil dan jujur, mengetahui perbedaan kehidupan pribadi

dan kepentingan umum, mengetahui kredibilitas nara sumber,

sopan dan terhormat dalam mencari berita, tidak melakukan

plagiat, meneliti semua kebenaran bahan berita terlebih dahulu

tanggung jawab moral besar (mencabut sendiri berita yang salah

walaupun tanpa ada permintaan).10

b) Asas Nasionalisme

Maksud dari asas nasionalime ini adalah asas yang

memprioritas kepentingan umum, mendahulukan kepentingan

nasional; Pers bebas mengkritik pemerintah sepanjang hal itu untuk

kepentingan nasional, mengabdi untuk kepentingan bangsa dan


9
Kode Etik Jurnalistik.
10
Ibid.
20

negara, memperhatikan keselamatan keamanan bangsa,

memperhatikan persatuan dan kesatuan bangsa.11

c) Asas Demokrasi

Pers dapat berisi promosi tetapi pers tidak boleh menjadi

alat propaganda; Harus cover both side; Harus jujur dan

berimbang.12

d) Asas Religius

Maksud dari asas ini adalah pemberitaan yang dilakukan

oleh wartawan tidak boleh melecehkan agama atau keyakinan

agama lain, serta wartawan mesti beriman dan bertakwa pada

agama yang dianutnya.13

c. Falsafah Pers

Ibarat sebuah negara yang memiliki falsafah, pers juga memiliki

falsafahnya sendiri. Istilah falsafah berasal dari bahasa Inggris, yaitu

Philosophy yang dapat diartikan sebagai tata nilai atau prinsip-prinsip

untuk di jadikan pedoman dalam menangani urusan-urusan yang bersifat

praktis yang mana falsafah disusun berdasarkan sistem politik yang

dianut oleh sebuah negara dan masyarakat dimana pers tersebut hidup.14

d. Fungsi Pers

Fungsi pers juga diatur dalam Undang-Undang Pers ini yakni

sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial serta

11
Ibid.
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Hikma Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktek. (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2005), hlm.17.
21

berfungsi juga sebagai lembaga ekonomi. Suatu masyarakat yang take off

menuju taraf kehidupan modem tidak akan terlepas pula dari kemajuan di

bidang jurnalistik.15

fungsi pers di tengah masyarakat ada bermacam-macam, yakni :

a) To Inform

Pers mempunyai fungsi untuk memberi informasi atau kabar

kepada masyarakat atau pembaca, melalui tulisan, siaran dan tayangan

yang rutin kepada masyarakat pers memberikan informasi yang

beraneka ragam.16

b) To Educate.

Pers berfungsi sebagai pendidik, melalui berbagai macam

tulisan atau pesan-pesan yang diberikannya, pers bisa mendidik

masyarakat pembacanya.17

c) To Controle

Pers di tengah-tengah masyarakat mempunyai peran

memberikan kontrol sosial lewat kritik dan masukan yang bersifat

15
Pasal 3 menyebutkan : (1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. (2) Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers
nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
16
Dahlan Surbakti. “Peran Dan Fungsi Pers Menurut Undang-Undang Pers Tahun 1999
Serta Perkembangannya”. Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 5 No. 1, 2015, hlm. 80.
17
Ibid.
22

membangun. Pemberitaan adanya penyimpangan dan tindakan

melanggar peraturan yang dilakukan oleh sebagian kelompok

masyarakat atau pejabat merupakan wujud sumbangsih dalam

mengontrol masyarakat dan aparat pemerintah.18

d) To Bridge

Pers mempunyai fungsi sebagai penghubung atau

menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah atau sebaliknya.

Aspirasi yang tidak dapat tersalurkan melalui jalur atau kelembagaaan

yang ada, bisa disampaikan lewat pers.19

e) To Entertaint

Pers bisa memberikan hiburan kepada masyarakat, menghibur

di sini bukan hanya dalam pengertian hal-hal yang lucu saja tetapi bisa

dalam bentuk kepuasan dan kesenangan.20 Pers diperlukan sesuai

dengan fungsinya, baik bagi seseorang, organisasi, lembaga maupun

institusi, tidak hanya untuk memperoleh informasi tetapi lebih dari itu

karena pers dapat membentuk opini masyarakat.21

e. Peranan Pers

Pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi

unsur komunikasi dan pengawasan rakyat terhadap lingkungan sistem

pemerintahan, atau dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

18
Ibid.
19
Ibid.
20
Ibid.
21
Muldjohardjo, Delik Pers di dalam Praktek dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,
Media Hukum, Persatuan Jaksa Republik Indonesia, Vol. 1 No. 4, 22 Februari 2003, Jakarta, hlm.
22.
23

bernegara. Melalui komunikasi yang terbuka, pemerintah menjadi lebih

terbuka. Keterbukaan ini menjadi pertanda berlakunya suatu

pemerintahan yang demokratis, sebab masyarakat pun menyampaikan

pesan dan masukannya secara terbuka.

f. Perkembangan Jurnalis

Dari segi kata, jurnalisme berasal dari kata “jurnal” dan “isme”.

Jurnal artinya laporan, isme artinya paham atau ajaran. Jurnalisme artinya

paham atau aliran jurnalistik. Isme artinya paham, seperti pada kata

nasionalisme, patriotisme dam lain-lainnya.

Secara bahasa, istilah dan praktis, nyaris tidak ada bedanya antara

pengertian jurnalistik dan jurnalisme yang hakikatnya serupa. Secara

harafiah, pengertian jurnalisme (berasal dari kata journal) yaitu catatan

harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari. Jurnalisme merupakan

kegiatan yang berhubungan kegiatan untuk mencari dan mengolah

informasi untuk disiarkan ke khalayak.

Selama perkembangannya, jurnalisme menjadi sebuah profesi

yang dilakukan oleh seorang yang bekerja pada media massa. Di dalam

profesi dibutuhkan keahlian dan kerja sesuai dengan keahliannya

sehingga orang itu mendapat imbalan.22 Jurnalisme adalah seni dan

profesi dengan tanggung jawab profesional art and craft with

professional respondsibilities yang mensyaratkan wartawannya melihat

dengan mata yang segar eyes that see pada setiap peristiwa untuk

menangkap aspek-aspek yang unik.


22
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 9.
24

Jurnalisme bukanlah tentang menulis saja, ibarat anda belajar

tentang “apa sesungguhnya mencari itu dan apa sebenarnya bertanya

mengenai hal-hal pelik dengan kegigihan”.23 Seorang jurnalis mencari

atau mendapatkan informasi dari segala penjuru untuk mendapatkan

berita yang terbaik. Dengan kepiawainnya jurnalis juga mendapatkan

informasi dari tokoh masyarakat, instansi pemerintah, humas, lembaga

swadaya masyarakat, dan sebagainya.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang kian hari semakin

berkembang, jurnalisme juga semakin berkembang pula. Jurnalisme yang

awalnya hanya dimonopoli oleh media cetak sudah bertambah dengan

media elektronik seperti televisi dan radio. Bahkan sekarang, sudah kian

mewabah fenomena internet yang mau tidak mau menyeret pembahasan

jurnalisme ke bentuk media baru itu.

Lebih dari itu, media cetak dan elektronik saat ini sudah

berkolaborasi dengan media internet. 24 Saat ini, jurnalisme berdasarkan

cara publikasinya terbagi menjadi 3 macam, yaitu:

a) Jurnalisme Cetak

Jurnalisme cetak adalah jurnalisme yang mempublikasikan

informasi atau berita melalui tulisan dan dicetak seperti koran dan

majalah.

b) Jurnalisme Online

23
Ishwara Luwi, Jurnalisme Dasar, (Jakarta: RT Kompas , 2011), hlm. 17.
24
Nurudin, Op. Cit., hlm. 13.
25

Jurnalisme daring atau online adalah jurnalisme yang

menyiarkan informasi melalui internet namun mengikuti kode etik

jurnalis. Jurnalisme online kini terus berkembang seiring

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, bahkan program

berita televisi pun juga membuat media onlinenya sendiri. Jurnalistik

online juga menumbuh kembangkan konsep Citizen Journalism yang

diperlihatkan dengan perkembangan media sosial (social media),

seperti Facebook, Twitter, dan Youtube.

c) Jurnalisme Siaran

Jurnalisme siaran adalah jurnalisme yang menyiarkan berita

atau informasinya melalui televisi atau radio. Jurnalisme siaran

dituntut untuk tidak hanya pandai membuat teks berita namun juga

mampu berkomunikasi dengan lancar, baik di depan kamera maupun

radio. Selain itu, jurnalisme siaran juga dituntut untuk memiliki suara

yang bagus agar menarik perhatian penonton.

Wartawan televisi bekerja secara cepat mengumpulkan

informasi, menentukan lead berita, menulis berita dan melaporkannya.

Hal tersebut dilakukan, baik secara langsung (live) atau direkam

dalam bentuk paket yang akan disiarkan kemudian. Perkembangan

teknologi yang cepat dalam pengiriman gambar dan suara (electronic

news-gathering techniques), mengharuskan wartawan televisi untuk

bekerja lebih cepat pula, ia harus secara cepat berangkat ke lokasi


26

liputan, mengumpulkan informasi di lapangan dan melaporkannya

langsung di depan kamera.25

2. Proses Kebebasan Pers

a. Pengertian Proses

Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi

secara alami atau didesain mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian

atau sumber daya lainnya yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses

mungkin dikenali oleh perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat

dari satu atau lebih objek di bawah pengaruhnya. Definisi lain dari proses

adalah serangkaian kegiatan yang saling terkait atau berinteraksi yang

mengubah input menjadi output.

Kegiatan ini memerlukan alokasi sumber daya seperti orang dan

materi. Input dan output yang dimaksudkan mungkin tangible (seperti

peralatan, bahan atau komponen) atau tidak berwujud (seperti energi atau

informasi). Soewarno menjelaskan bahwa proses adalah sesuatu tuntutan

perubahan dari suatu peristiwa perkembangan sesuatu yang dilakukan

secara terus-menerus. Setiap proses yang berjalan selalu menghasilkan

sesuatu. Hasil yang diciptakan tersebut bisa berupa hasil yang memang

diinginkan atau hasil yang tidak diinginkan.26

b. Proses Kebebasan Pers di Indonesia

25
Morissan, Andy Corry Wardhani, dan Farid Hamid. Teori Komunikasi Massa, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 48.
26
Soewarno Handayaningrat. Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen, (Jakarta: Haji
Mas Agung, 1990), hlm. 2.
27

Proses Kebebasan pers di Indonesia lahir setelah Orde Baru

tumbang pada 1998 dan munculnya pasal 28 F UUD 1945, melalui

amandemen kedua, yang berbunyi :

“Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi


untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan mengungkapkan
segala jenis saluran yang tersedia.”

Perjalanan pers di Indonesia sebelum Reformasi telah mengalami

proses cukup panjang dan penuh liku. Sejarah pers di Indonesia tidak

terlepas dari sejarah politik Indonesia, dan dapat dipecah menjadi beberapa

periode :

I. 1945-1973: dari Pers perjuangan ke Pers Partisan

Tahun 1945, ketika Proklamasi Kemerdekaaan dan kelahiran

negara Republik Indonesia, telah ada industri pers yan memperjuangkan

tujuan nasional. Peristiwa pembentukan Republik Indonesia juga

melahirkan beberapa surat kabar yang baru, misalnya harian Merdeka

yang didirikan pada tanggal 1 Oktober 1945, hanya 44 hari setelah

Proklamasi Kemerdekaan. Pada zaman tersebut, surat-surat kabar dan

terbitan lain cukup bebas di bawah administrasi transisional yang

mengurus penyerahan kekuasaan dari pihak Belanda ke Rupublik

Indonesia. Pada tahun 1949, ketika Belanda mengakui kemerdekaan

maupun keberadaan Republik Indonesia ada 75 terbitan yang dapat

disebut pers.27
27
Ronny Andreas. “Tinjauan Yuridis Kebebasan Pers Sebelum dan Setelah Era Reformasi
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku.” Jurnal Online Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Riau. Volume 2, Nomor 1 Februari 2015, hlm. 9.
28

II. 1973-1990: Depolitisasi dan Komersialisasi Pers

Tahun 1973, Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan yang

memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi tiga partai, yaitu

Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai

Persatuan Pembangunan (PPP). Peraturan tersebut menghentikan

hubungan partai-partai politik dan organsisasi terhadap pers sehingga

tidak lagi mendapat dana dari partai politik. Oleh karena itu, pemimpin

terbitan harus mencari dana dari periklanan. Untuk dapat menarik iklan,

maka sebuah terbitan harus mempunyai landasan jumlah pembaca yang

banyak.28

III. 1990-1997: Masa Repolitisasi

Tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai repolitisasi lagi. Maksud

istilah ‘repolitisasi’ itu, bahwa pada tahun 1990-an sebelum gerakan

Reformasi dan jatuhnya Suharto, pers di Indonesia mulai menentang

pemerintah dengan memuat artikel-artikel yang kritis terhadap baik

tokoh maupun kebijakan Orde Baru. Repolitisasi memang tidak terjadi

secara jelas sebelum keruntuhan Suharto dan rezimnya.

Akan tetapi, ada beberapa peristiwa pada masa itu yang memberi

kesan repolitisasi. Pada tahun 1994, tiga majalah mingguan ditutup,

yaitu Tempo, DETIK dan Editor. Penutupan terbitan-terbitan tersebut

menunjukkan bahwa majalah-majalah itu melanggar peraturan

pemerintah karena memuat kritik terhadapnya. Disisi lain, pencabutan

28
Ibid.
29

SIUPP dan penutupannya membuktikan bahwa Orde Baru masih lebih

kuat.29

IV. 1997: Pengaruh Krisis Moneter

Pada saati krisis moneter melanda Indonesia, ancaman juga ada

terhadap stabilitas ekonomi pers, khususnya harga kertas koran yang

membubung tinggi. Wartawan dan karyawan-karyawan lain yang

dipekerjakan oleh perusahaan pers juga mengalami kesulitan, misalnya

potong gaji atau diberhentikan. Sebagai tanggapan terhadap krisis

monener, kebanyakan surat kabar mengurangi jumlah halaman,

misalnya mengurangi jumlah halaman pada koran serta memperkecil

ukurannya. Selain itu, beberapa surat kabar juga mengurangi masa

terbitnya.30

V. 1998: Reformasi dan Kebebasan Kers

Pasca Reformasi, pemerintah mencabut sejumlah peraturan

yang dianggap mengekang kehidupan pers. Peraturan tersebut antara

lain: Peraturan Menteri Penerangan Nomor 1 tahun 1984 tentang

Ketentuan-Ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP),

Permenpen Nomor 2 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Wartawan, Surat Keputusan (SK) Menpen Nomor 214 Tentang

Prosedur dan Persyaratan untuk Mendapatkan SIUPP, dan SK Menpen

29
Ibid., hlm. 9-10.
30
Ibid.
30

Nomor 47 Tahun 1975 tentang Pengukuhan PWI dan Serikat Pekerja

Surat Kabar Sebagai Satu-Satunya Organisasi Wartawan dan Organisasi

Penerbit Pers Indonesia.31

3. Dampak Kebebasan Pers

a. Pengertian Dampak

Pengertian dampak menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,

adalah pengaruh sesuatu yang menimbulkan akibat; benturan; benturan

yang cukup hebat sehingga menimbulkan perubahan.32 Secara etimologis

dampak berarti pelanggaran, tubrukan atau benturan.33 Pada mulanya

istilah dampak digunakan sebagai padanan istilah dalam Bahasa Inggris,

yakni kata impact.

Makna impact dalam Bahasa Inggris ialah tabrakan badan;

benturan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dampak berarti

benturan; pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun

positif). Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa dampak adalah

suatu perubahan yang terjadi akibat suatu aktifitas. Aktifitas tersebut

dapat bersifat alamiah baik kimia, fisik maupun biologi dan aktifitas

dapat pula dilakukan oleh manusia.34

Pendapat selanjutnya menjelaskan bahwa dampak adalah

perubahan nyata pada tingkah laku atau sikap yang dihasilkan oleh

keluaran kebijakan. Berdasarkan pengertian tersebut maka dampak

31
https://hukum.tempo.co/read/1059485/kebebasan-pers-di-indonesia/full&view=ok ,
dikutip pada 20 Juli 2020.
32
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (2003), hlm. 234.
33
Soerjono Soekanto. Op, Cit., hlm. 429.
34
Ibid, hlm. 43.
31

merupakan suatu perubahan yang nyata akibat dari keluarnya kebijakan

terhadap sikap dan tingkah laku.35 Berdasarkan beberapa pendapat yang

telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak adalah

suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat dari suatu aktivitas atau

tindakan yang dilaksanakan sebelumnya yang merupakan konsekuensi

dari dilaksanakannya suatu kebijakan sehingga akan membawa

perubahan baik positif maupun negatif.

b. Bentuk-Bentuk Dampak

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau

akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan

biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun

dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari

sebuah pelaksanaan pengawasan internal. Seorang pemimpin yang

handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan

terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil.

Dari penjabaran diatas maka kita dapat membagi dampak ke

dalam dua pengertian yaitu ;

a) Pengertian Dampak Positif

Dampak adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan,

mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan

agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. Sedangkan

positif adalah pasti atau tegas dan nyata dari suatu pikiran terutama

35
J. E. Hosio. Kebijakan Publik dan Desentralisasi: Esai-Esai dari Sorong, (Cetakan
Kedua, 2007), hlm. 57.
32

memperhatikan hal-hal yang baik. Positif adalah suasana jiwa yang

mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang

menjemukan, kegembiraan dari pada kesedihan, optimisme dari pada

pesimisme.

Positif adalah keadaan jiwa seseorang yang dipertahankan

melalui usaha-usaha yang sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya

supaya tidak membelokkan fokus mental seseorang pada yang

negatif. Bagi orang yang berpikiran positif mengetahui bahwa

dirinya sudah berpikir buruk maka ia akan segera memulihkan

dirinya. Jadi dapat disimpulkan pengertian dampak positif adalah

keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau

memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka

mengikuti atau mendukung keinginannya yang baik.

b) Pengertian Dampak Negatif

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, dampak negatif

adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat negatif. Dampak

adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau

memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka

mengikuti atau mendukung keinginannya. Berdasarkan beberapa

penelitian ilmiah disimpulkan bahwa negatif adalah pengaruh buruk

yang lebih besar dibandingkan dengan dampak positifnya, sehingga

dapat disimpulkan pengertian dampak negatif adalah keinginan


33

untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan

kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau

mendukung keinginannya yang buruk dan menimbulkan akibat

tertentu.

c. Dampak Kebebasan Pers Terhadap Demokratisasi di Indonesia

Gagasan mengenai kebebasan politik dan pemberdayaan warga

negara merupakan akar dari lahirnya ruang publik (public sphere). Hal

ini tidak lepas dari pandangan bahwa demokrasi yang baik itu tidak

hanya berkaitan dengan prosedur dan isi (procedure and content),

melainkan juga berkaitan dengan hasil (result) dari prosedur dan isi di

dalam demokrasi itu. Pandangan yang terakhir ini sering dikaitkan

dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau ada yang

membatasi partisipasi publik sebagai “the practice of consulting and

involving members of the public in the agendasetting decision making,

and policy forming activities of organisaztions or institutions responsible

for policy development”.36 Beberapa pengamat mengungkapkan adanya

peran media sebagai ruang debat publik, bahkan media ciri-ciri tersebut

sudah lama menjadi bagian integral dari pers, media massa mainstream,

baik cetak maupun elektronik yang menjadikan pers sebagai salah satu

pilar demokrasi. Namun, dalam realitanya media tradisional hanya

36
Kacung Marijan. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm. 109-110.
34

mencerminkan relasi top down, paternalistik, one to mony serta tidak

menunjukan arah demokratisasi.

Beberapa ahli berpendapat bahwa apa yang terjadi di Indonesia

pra Reformasi merupakan kondisi pengawasan dan ketakutan melalui

peraturan, baik tertulis maupun lisan yang mengkontrol ruang fisik dan

ruang mental atau yang disebut “panopticon”. Apapun yang dilakukan

atau yang dipikirkan orang tidak dapat lolos dari pengawasan

pemerintah. Dengan pengawasan yang ketat dari atas ke bawah rezim

Orde Baru ala meliterisme, menyebabkan ketakutan dalam masyarakat

untuk berorganisasi dan menyuarakan pendapat.

Suara, input serta pendapat yang terangkum dalam opini publik

seringkali juga harus melalui sensor yang terlebih dahulu dilakukan oleh

media. Media sebagai salah satu entitas juga tak lepas dari ketakutan dan

kekuasaan rezim Orba, bila terjadi ‘pelanggaran versi pemerintah’ maka

media harus siap untuk ditarik SIUP-nya (Surat Ijin Usaha Penerbitan),37

bila dibandingkan dengan era Orde Baru kebebasan berpendapat sudah

jauh lebih terbuka. Hal ini juga terjadi pada dunia maya, dengan

munculnya jurnalis warga.

Tulisan-tulisan kritis dan tajam banyak dijumpai di dalam blog,

baik yang dicetuskan oleh cendekiawan Indonesia maupun masyarakat

biasa. Berbagai tulisan tidak hanya menyangkut masalah krisis ekonomi

37
Pardamean Daulay dan Muhammad Jacky, Menelusuri Perkembangan Journalisme
Warga dan Dampaknya Terhadap Demokratisasi di Indonesia, (Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Citizen Journalism dan Keterbukaan Informasi Publik Untuk Semua, tanggal 11
November 2010, di UTCC – Pondok Cabe Tangerang, Jakarta), hlm. 8-9.
35

dan politik saja namun juga menyangkut kekayaan keluarga mantan

presiden Soeharto, kolusi dan korupsi pejabat, yang secara transparan

dikupas di internet. Pasca Reformasi, fenomena ini tetap bertahan,

munculnya situs-situs dan mailinglist yang secara konsisten membuka

forum-forum diskusi dan mengeksplorasi setiap kebijakan politik dan

isue-isue lain, seperti masalah ekonomi, budaya, dan sosial yang nantinya

berdampak secara politis juga seara gamlang difloorkan oleh opinian

makers. Apabila diamati, opini-opini yang beredar secara online pun

terlihat lebih lugas dikritisi oleh para penulis atau akivis cyberspace.38

Kebebasan pers jelas membawa berbagai implikasi yang

berdampak positif maupun negatif. Dampak positif, pers mempunyai

ruang gerak yang luas untuk bisa mendapatkan informasi, bebas

mewawancari siapapun. Keleluasaan ini jelas akan mendorong agar pers

bisa menjalankan fungsi kontrol sosial, mendidik, menghibur, penyebar

informasi. Dampak yang lebih lanjut pers diharapkan bisa mendorong

tumbuhnya kehidupan demokratis di dalam masyarakat.

Dampak negatif dari kebebasan ini pers nasional masih belum

menerapkan strategi peliputan yang akan menghasilkan berita yang

berimbang. Aspek akurasi dan fairness dalam penulisan berita seringkali

ditinggalkan. Tidak jarang pemberitaan pers di era kebebasan pers ini

bersifat tendensius, memojokkan (trial by press) yang merugikan pihak-

pihak tertentu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran kebebasan pers bila

38
Ibid.
36

tidak dilaksanakan dalam rambu-rambu kode etik jurnalistik dan aturan

hukum yang ada akan menjadi tirani baru bagi masyarakat.39

H. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan terhadap tulisan ini adalah penelitian yang telah

dilakukan peneliti sebelumnya dengan tema yang sama.

a. Skripsi Prayudha Aditya dengan judul “Peran Persatuan Wartawan

Indonesia (PWI) Kalsel Dalam Kemerdekaan Pers di Kota Banjarmasin

Tahun 1998-2018” Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Ilmu

Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ULM tahun

2020, isi skripsi ini berfokus pada perkembangan Persatuan Wartawan

Indonesia (PWI) Kalsel di era reformasi tahun 1998-2018. Kemudian

peranan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalsel dalam kemerdekaan

pers di Kota Banjarmasin Tahun 1998-2018.1 Hal yang bisa dijadikan

pembeda antara skripsi milik Prayudha Aditya dengan penelitian skripsi

yang sedang peneliti garap ini adalah penelitian yang dilakukan lebih

berfokus terhadap kebebasan pers yang dirasakan di Kota Banjarmasi pasca

runtuhnya orba dan masuknya era reformasi. Hal ini membuat segala

aktivitas pers yang ada tidak lagi dikekang hebat oleh pemerintah. Di sisi

lain, Akibat dari kebebasan pers, banyak sekali berita-berita yang beredar di

39
Susilastuti D.N. “Kebebasan Pers Pasca Orde Baru”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2000, hlm. 239-240.
1
Prayudha Aditya, “Peran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalsel Dalam
Kemerdekaan Pers di Kota Banjarmasin Tahun 1998-2018”, Banjarmasin: ULM, 2020
37

masyarakat yang kebenarannya masih belum valid, sehingga masyarakat

perlu memilah antara berita yang baik dengan berita yang kurang baik.

b. Skripsi Toha Putratama dengan judul “Perkembangan Periklanan di Surat

Kabar Kedaulatan Rakyat Pada Masa Orde Baru (1966-1998)” Jurusan Ilmu

Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM tahun 2007, skripsi ini berisi tentang

Surat Kabar Kedualatan Rakyat di Yogyakarta yang sudah berdiri sejak

masa sesudah kemerdekaan. Surat kabar ini merupakan salah satu surat

kabar yang tumbuh dan berkembang di Yogyakarta. Penerbitan surat kabar

ini dapat membantu masyarakat yang berada di Yogyakarta untuk

mendapatkan informasi yang berkembang pada saat itu. Dalam surat kabar

ini terdapat beberapa kolom yang berisi iklan. Iklan tersebut berguna bagi

masyarakat untuk memperoleh informasi tentang barang-barang yang

ditawarkan oleh pengiklan dan ada juga barang-barang yang mereka

butuhkan.2

c. Artikel Dahlan Surbakti dengan judul “ Peran Dan Fungsi Pers Menurut

Undang-Undang Pers Tahun 1999 Serta Perkembangannya” dalam Jurnal

Hukum PRIORIS, Vol. 5 No. 1, 2015.3 Artikel ini membahas tentang peran

dan fungsi pers pasca Reformasi atau setelah lahirnya Undang-Undang Pers

Tahun 1999 memperlihatkan perubahan yang signifikan, mengingat

beralihnya kekuasaan dari Presiden Soeharto yang identik dengan

pelaksanaan demokrasi semu, sehingga peran dan fungsi pers tersebut tidak

2
Toha Putratama, “Perkembangan Periklanan di Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Pada
Masa Orde Baru (1966-1998)”, Semarang: IAIN Walisongo, 2014.
3
Dahlan Surbakti. “Peran Dan Fungsi Pers Menurut Undang-Undang Pers Tahun 1999
Serta Perkembangannya”. Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 5 No. 1, 2015.
38

dilaksanakan maksimal termasuk dibatasinya kebebasan pers. Begitu pula

pada waktu itu jumlah media cetak maupun elektronik betul-betul dibatasi

dengan penerbitan SIUPP yang sangat ketat untuk lahirnya media cetak

baru, sehingga peran media cetak khususnya tidak seperti sekarang yang

begitu besar perannya dalam penyebaran informasi dan kontrol di

masyarakat dan negara.

I. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang akan memberikan gambaran

rekonstruksi dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bab I : Berisi sub bab pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah,

rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, tinjauan

pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Membahas tentang gambaran umum Kota Banjarmasin dan

kondisi pers sebelum tahun 1998 atau sebelum era Reformasi di

Banjarmasin.

Bab III : Memaparkan tentang perkembangan kebebasan pers di Kota

Banjarmasin awal Reformasi tahun 1998 sampai tahun 2009.

Bab IV : Menjelaskan tentang dampak positif dan negatif dari kebebasan

pers terhadap para pelaku jurnalis maupun sumber media di Kota

Banjarmasin tahun 1998-2009.

Bab V : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan jawaban

dari rumusan masalah yang telah dibahas.


BAB II

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Banjarmasin

1. Sejarah Singkat Perkembangan Kota Banjarmasin

Banjarmasin merupakan ibukota dari Provinsi Kalimantan Selatan.

Kota Banjarmasin terletak dibagian selatan dari Provinsi Kalimantan

Selatan dengan batas–batas seperti dari sebelah Utara berbatasan dengan

Kabupaten Barito Kuala, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten

Banjar (Kecamatan Tatah Makmur), sebelah Timur berbatasan dengan

Kabupaten Banjar dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito

Kuala & Sungai Barito. Asal mula nama Banjarmasin berasal dari sejarah

panjang Kota Banjarmasin.

Banjarmasin pada saat itu dikenal nama Istilah Banjarmasih.

sebutan ini diambil dari nama salah seoarang Patih yang sangat berjasa

dalam pendirian Kerajaan Banjar, yaitu Patih Masih, yang berasal dari

Desa Oloh Masih yang dalam bahasa Ngaju berarti orang Melayu atau

Kampung orang Melayu. Desa Oloh Masih inilah yang kemudian menjadi

Kampung Banjarmasih.

Patih Masih bersama dengan beberapa Patih lainnya sepakat

mengangkat Pangeran Samudera menjadi Raja. Pangeran Samudera ini

adalah putra kerajaan Daha yang mengasingkan diri di Desa Oloh Masih,

yang sejak itu terbentuklah kerajaan Banjar. Pada tahun 1664 Belanda

39
40

mengirimkan surat – surat ke Indonesia untuk kerajaan Banjarmasin masih

menyebut dalam ucapan Belanda “Bandzermash”.

Setelah tahun 1664 sebutan itu berubah menjadi Bandjarmasin, dan

pertengahan abad ke-19, sejak jaman Jepang kembali disebut

Bandjarmasin atau dalam ejaan baru bahasa Indonesia menjadi

Banjarmasin. Nama lain Kota Banjarmasin adalah Kota Tatas diambil dari

nama pulau Tatas, yaitu delta yang membentuk wilayah Kecamatan

Banjarmasin Barat dan sebagian Banjarmasin Tengah yang dahulu sebagai

pusat pemerintahan Residen Belanda pada zaman kerajaan Banjar di

Banjarmasin pertumbuhan kota dipengaruhi dan dipusatkan pada aliran

sungai. Kota Banjarmasin sendiri terhampar di dataran yang rendah dan

berada di bawah permukaan laut. Kota ini sering dijuluki sebagai “Kota

air” atau “Kota Seribu Sungai”, karena sebagian besar sungai mengalir

disana.1

2. Kondisi Wilayah

Banjarmasin merupakan salah satu kota yang terdapat di provinsi

Kalimantan Selatan. Kota ini memiliki luas wilayah ± 72 km. Secara

astronomis, Kota Banjarmasin terletak di koordinat antara 30 15’-30 22’

Lintang Selatan dan antara 1140 32’ Bujur Timur. Secara geografis

kewilayahan, kota ini berbatasan dengan daerah sekitarnya. Adapun batas-

batas wilayah Kota Banjarmasin antara lain :

1
Wisnu Subroto. "Sejarah Kota Banjarmasin Ketika Terjadi Perubahan Orientasi Dari Air
ke Darat Pada Awal Abad XX." SEUNEUBOK LADA: Jurnal ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya
dan Kependidikan. Vol. 1 No. 1, 2014, hlm. 87-91.
41

a. Di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala

b. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjar

c. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala

d. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banjar

Keberadaan Banjarmasin sebagai sebuah kota tidak terlepas dari

perjalanan yang panjang bagi maupun wilayah ini dalam mendapatkannya.

Adapun secara administratif, Pemerintah Kota Banjarmasin membawahi 5

(lima) kecamatan. Adapun kecamatan-kecamatan tersebut antara lain

meliputi : Kecamatan Banjar Barat, Kecamatan Banjar Selatan, Kecamatan

Banjarmasin Tengah, Kecamatan Banjar Timur, dan Kecamatan Banjar

Utara.

Gambar 2.1 Peta Wilayah Kota Banjarmasin

Sumber : https://peta-hd.com/peta-kota-banjarmasin/
42

3. Kondisi Demografi

Kota Banjarmasin terletak di tepian timur sungai Barito dan

dibelah oleh Sungai Martapura yang berhuludi Pegunungan Meratus. Kota

Banjarmasin dipengaruhi oleh pasang surut, sehingga berpengaruh kepada

drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan

masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana

transportasi air, pariwisata, perikanan dan perdagangan. Penduduk asli

Kota Banjarmasin terdiri dari mayoritas penduduk kota Banjarmasin

berasal dari etnis Banjar.

Penduduk asli yang mendiami Banjarmasin adalah orang Banjar

Kuala yang memiliki budaya sungai dengan interaksi masyarakat yang

sangat kuat terhadap sungai. Di Banjarmasin juga banyak terdapat orang

Banjar Pahuluan yang berasal dari Banua Anam serta orang Banjar dari

daerah-daerah lain di Kalimantan Selatan. Etnis minoritas terbesar yang

cukup mudah ditemui di Banjarmasin yaitu etnis Jawa dan Madura.

Orang Jawa di Banjarmasin dapat ditemui di hampir semua

kawasan dan umumnya telah membaur dengan orang Banjar, sedangkan

orang Madura lebih mengelompok dengan mendiami beberapa kantong

permukiman Madura di Banjarmasin seperti di Kampung Gadang,

Pekapuran, Kelayan dan Pasar Lama. Pada umumnya mereka bermukim di

kota besar, dan juga di Banjarmasin terdapat pemukiman keturunan

Tionghoa (di Jl. Veteran) dan Arab (di Jl. Antasan Kecil Barat). Etnis-etnis

lainnya yang terdapat di Banjarmasin yaitu etnis Bugis (dari Tanah


43

Bumbu, Kotabaru dan Sulawesi), Dayak (dari Bakumpai, Meratus dan

Kalimantan Tengah), Sunda, Batak dan lain-lain. Berdasarkan Data

Kementrian Dalam Negeri, jumlah penduduk Kota Banjarmasin ± 704.779

Jiwa.2

B. Gambaran Singkat Pers Sebelum Era Reformasi Tahun 1998 di Kota

Banjarmasin

1. Era Kolonial Belanda

Keberadaan pers di Banjarmasin sebenarnya sudah ada sejak masa

penjajahan Belanda yang datang ke Kalimantan Selatan pada tahun 1607,

lalu mereka menetap di Banjarmasin. Hal tersebut terungkap ketika

wilayah Banjarmasin dulunya merupakan satu–kesatuan dengan wilayah–

wilayah lainnya yang ada di Kalimantan. Sejatinya, nama “Kalimantan”

sendiri sebenarnya sudah dikenal sebelum abad ke-19 sampai

pemerintahan Sultan Banjar yang terakhir pada tahun 1857–1860.

Di dalam surat-suratnya kepada Belanda, Sultan Tamjidillah selalu

menyebut pulau Kalimantan, dan tidak pernah menyebut pulau Borneo.

Setelah kerajaaan Banjar dihapuskan dan Belanda menguasai Kalimantan,

nama “Borneo” menjadi lebih terkenal, dan bahkan sampai-sampai rakyat

tidak lagi mengenal nama “Kalimantan”. Pada tahun 1930 setelah

terbitnya surat kabar “Soeara Kalimantan”, maka nama Kalimantan lalu

menjadi tenar daripada nama Borneo yang digunakan pihak Belanda.

2
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/63/name/kalimantan-
selatan/detail/6371/kota-banjarmasin, dikutip pada 23 Juli 2020.
44

Nama “Kalimantan” ini kemudian mempunyai arti politis dalam

pergerakan kebangsaaan. Nama tersebut juga dipergunakan oleh berbagai

organisasi politik di Kalimantan, seperti Sarekat Kalimantan di

Marabahan yang didirikan oleh H. Mohammad Arif; Partai Politik

Ekonomi Kalimantan yang diketuai oleh Anang Acil Wiranegara di

Banjarmasin; dan lain sebagainya.1 Perihal surat kabar pertama yang

muncul di Banjarmasin, bisa dipastikan bahwa Surat kabar Java Bode

yang terbit di Surabaya pada tahun 1852 paling banyak mempengaruhi

terhadap terbitnya surat kabar di Kalimantan Selatan.

Sejarah pers dan persuratkabaran di Kalimantan Selatan dapat

dicatat dengan terbitnya surat kabar pertama di Banjarmasin bernama

Sinar Borneo dalam tahun 1906. Kemudian pada tahun 1907 terbit surat

kabar Pengharapan, disusul Borneo Advertentie Blad pada tahun 1913 dan

surat kabar berbahasa Kapuas bernama Brita Bahalap pada tahun 1914.2

Surat kabar Sinar Borneo diterbitkan oleh orang Belanda keturunan

Portugis bernama Mozes Neys. Wartawannya antara lain Anang Acil,

Muhammad Hamran, dan Amir Hasan Bondan. Karena kesukaran

memperoleh langganan dan berbagai sebab lainnya, surat kabar ini hanya

bisa bertahan sampai tahun 1907.

Surat kabar Pengaharapan diterbitkan oleh orang-orang yang

berasal dari keturunan Tionghoa, dipimpin oleh Tio Ie Soei dan Oei Tek

Hong. Surat kabar ini membawa misi untuk membela dan mempromosikan
1
Sejarah Pers di Banjarmasin, (Dokumen Pribadi Milik Pusat Wartawan Indonesia/PWI,
Cabang Banjarmasin), hlm. 3.
2
Ibid., hlm. 8.
45

kepentingan dagang golongan Tionghoa. Berita yang dimuat kebanyakan

bersifat biasa. Seperti berita lokal yang tidak ada kaitannya dengan

kepentingan rakyat pribumi, cerita rakyat dan iklan. Bahasa yang

digunakan adalah Melayu Tionghoa, terbit 4 (empat) halaman dengan

harga langganan 25 sen gulden sebulan. Surat kabar ini membangkitkan

persaingan di kalangan pedagang Belanda, sehingga mendorong mereka

untuk melakukan hal yang sama.

Surat kabar Borneo Advertentie Blad diterbitkan oleh seorang

pengusaha Belanda bernama Th. Neufer pada tahun 1913. Sesuai dengan

namanya, surat kabar ini kebanyakan memuat iklan yang sifatnya resmi

dari pemerintah Belanda dan pedagang Jerman. Mula-mula surat kabar ini

diterbitkan hanya dalam bahasa Belanda. Kemudian diterbitkan dalam dua

bahasa, yakni Belanda dan Melayu. Hal ini didasarkan pada kenyataan

bahwa pada masa itu masih sedikit orang yang bisa dan paham dengan

bahasa Belanda, bahkan yang pandai baca tulis pun masih sedikit.

Surat kabar Berita Bahalap ini diterbitkan oleh misionaris zending3

Kristen yang berada di Kuala Kapuas, menggunakan bahasa Kapuas.

Redaksinya berkantor di sebuah bangunan yang kemudian dijadikan

gedung Corie Theatre. Setelah Indonesia merdeka dibangun kembali

menjadi gedung Bioskop Mawar, dan pernah digunakan untuk gedung

President Theatre. Nama surat kabar ini yang sama artinya dengan “berita

baik”, tujuannya adalah untuk menyebarkan Agama Kristen di kalangan

3
Misionaris Zending dalam bahasa Belanda yang dapat diartikan sebagai lembaga yang
menyebarkan Agama Kristen tepatnya Kristen Protestan.
46

orang-orang Dayak. Terutama yang berada di daerah Kalimantan Tengah

sekarang ini. Disamping itu diterbitkan pula edisi khusus berbahasa

Dayak.4

Pasca empat surat kabar yang bisa dikatakan menjadi pelopor

penerbitan pers di Kalimantan Selatan itu tidak lagi melakukan

aktivitasnya, maka dua belas tahun kemudian atau lebih tepatnya pada

tahun 1926 di Banjarmasin, terbit dua surat kabar masing-masing bernama

Bintang Borneo dan Borneo Post. Surat kabar Bintang Borneo yang

dicetak dengan menggunakan bahasa Melayu, dipimpin oleh F.I.A. Regar

dengan wakilnya yang bernama Liem Lok Ie, sedang redakturnya adalah

Chairul Ali. Sementara di sisi lainnya, Surat kabar Borneo Post dicetak

dengan menggunakan bahasa Belanda yang dipimpin oleh seorang

Belanda bernama W. Smith. Kedua surat kabar tersebut mengemban misi

mempertahankan politik penjajahan Belanda di Indonesia.5

Surat kabar Bintang Borneo yang terbit di Banjarmasin sempat

pula menerbitkan edisi khusus Malam Djoem’at yang dipimpin oleh Amir

Hasan Bondan dan dibantu oleh Saleh Balala. Edisi khusus tersebut

diterbitkan setiap hari Kamis adalah sebagai salah satu siasat Belanda

untuk menarik pembaca kalangan Islam pribumi. Banjarmasin kala itu

sudah menjadi kota pusat pergerakan nasional untuk seluruh Pulau

Kalimantan, sehingga tidak mengherankan bila kehadiran dua surat kabar

yang membawa misi politik penjajahan tersebut ikut mengilhami para

4
Ibid., hlm. 9.
5
Ibid.
47

tokoh pergerakan untuk menerbitkan surat kabar yang akan mengemban

misi perjuangan. Dalam jangka waktu lebih kurang satu tahun, telah

muncul tiga penerbitan surat kabar di Banjarmasin menggunakan nama

Borneo, diambil dari nama Pulau Kalimantan di masa Hindia Belanda.6

Pada tahun 1926 terbit surat kabar yang juga menggunakan nama

Borneo, yakni Soeara Borneo. Tampil dengan corak nasional dibawah

pimpinan Housman Baboe, salah seorang tokoh pergerakan nasional yang

berasal dari Kalimantan Tengah sekarang ini. Sayangnya surat kabar yang

bercorak nasional ini tidak berusia lama, hanya lebih kurang satu tahun.

Berakhirnya penerbitan surat kabar tersebut, tidak hanya disebabkan

tekanan pihak penguasa Belanda dan kekurangan modal, lebih dari itu

karena dicetak pada percetakan milik orang Belanda.

Setelah terbitnya surat kabar Soeara Kalimantan dalam tahun

1930, dengan sendirinya para penulis artikel pada edisi khusus Malam

Djoem’at di surat kabar Bintang Borneo memasukkan artikelnya ke

Soeara Kalimantan. Hal ini pula yang menyebabkan edisi khusus Malam

Djoem’at tersebut dihentikan penerbitannya.7

Berdasarkan data yang didapatkan dari PWI Banjarmasin, tercatat

beberapa penerbitan pers di Kalimantan Selatan, seperti Sinar Borneo

(1906), Pengharapan (1907), Borneo Advertentie Blad (1913), Brita

Bahalap (1914), Perasaan Kita (1920), Persatoean (1920), Bendahara

Borneo (1925), Bintang Borneo (1926), Borneo Post (1926), Soeara

6
Ibid., hlm. 9-10.
7
Ibid., hlm. 10.
48

Borneo (1927), Sorak (1928), Soeara Kalimantan (1930), Oetoesan

Kalimantan (1932), Pantja Warna (1932), Tjanang (1933), Bingkisan dan

Soeara BIC (1934), Berita N.Oe (1935), Perintis dan Suara Pakat Dajak

(1935), Pelita Masjarakat (1935), Panggilan Waktoe (1937), dan Soeara

Musjawaratuthalibin (1939).8

Selain penerbitan pers berupa surat kabar harian dan mingguan

serta majalah bulanan, menurut catatan antara tahun 1935 – 1936 atas

inisiatif Hadhariah M. telah didirikan Pers Bureau atau Kantor Berita yang

diberi nama BORPENA (Borneo Pers Agenschap). Dengan demikian

BORPENA adalah merupakan Kantor Berita pertama pernah ada di

Kalimantan Selatan bahkan mungkin di Indonesia. Walaupun secara jujur

harus diakui bahwa usianya relatif pendek. Paling tidak para masa itu

tokoh pers Kalimantan Selatan sudah ikut memikirkan perlunya kantor

berita yang menjadi sumber informasi bagi berbagai penerbitan pers.9

2. Masa Pendudukan Jepang

Pasukan Jepang mula-mula mendarat di Tarakan dan Balikpapan

pada tahun 1942. Dengan hanya berjalan kaki dan menggunakan sepeda

hasil rampasan dari penduduk, akhirnya mereka sampai ke Banjarmasin

setelah menaklukkan tentara Belanda dan menguasai seluruh Pulau

Kalimantan.

Tak berapa lama terbitlah surat kabar Kalimantan Raya di

Banjarmasin dengan pemimpin redaksinya yang dijabat oleh A.A.

8
Ibid., hlm. 12-13.
9
Ibid., hlm. 13.
49

Hamidhan mantan pemimpin harian Soeara Kalimantan, dibantu oleh Gt.

Ahmad Soegian Noor, sedang penerbitnya adalah Asahi Shinboen. Dalam

perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa pemimpin pasukan Jepang di

Kalimantan Selatan tidak menyukai penggunaan nama Kalimantan Raya.

Alasannya karena penggunaan nama Kalimantan Raya dikhawatirkan bisa

mengundang tumbuhnya rasa kebanggaan nasional. Akhirnya nama surat

kabar itupun diubah menjadi Borneo Shinboen, dengan

penanggungjawabnya langsung dipegang oleh orang Jepang bernama K.

Kato, sementara A. A. Hamidhan hanya menjabat sebagai redaktur dengan

dibantu oleh beberapa rekannya, yakni A. A. Rivai, Gt. Ahmad Soegian

Noor, Fachruddin Mohani, Mirwan Ali, Ahmad Basoeni, Golak Kencana

dan Janti Tajana.10

3. Masa Orde Lama

Pasca Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945,

terjadi kekosongan kekuasaan di Kalimantan Selatan.11 Bagi rakyat

Indonesia, khususnya yang berada di Kalimantan Selatan, periode antara

tahun 1945-1949 benar-benar merupakan masa penuh dengan berbagai

usaha perlawanan terhadap Belanda yang ingin kembali menjajah dan

berkuasa kembali di Indonesia. Usahanya untuk kembali ke Indonesia

adalah dengan membonceng tentara sekutu dari Australia.

Sebenarnya Pemerintah Republik Indonesia telah menunjuk dan

mengangkat Ir. Pangeran Muhammad Noor sebagai Gubernur Kalimantan


10
Ibid.
11
https://historia.id/politik/articles/pers-perjuangan-di-kalimantan-PMLnJ/page/1, dikutip
pada 20 September 2020.
50

yang berkedudukan di Banjarmasin. Akan tetapi karena pasukan sekutu

(diwakili tentara Australia yang diboncengi pula oleh tentara Belanda)

yang ditugaskan melucuti tentara Jepang yang ada di Banjarmasin, telah

lebih dahulu masuk, maka menyebabkan Gubernur Kalimantan tidak bisa

menjalankan tugasnya.12

Rakyat Banjarmasin mencoba menghalang-halangi Belanda untuk

menancapkan kembali kekuasaannya melalui pemerintahan NICA, hingga

pecahnya pertempuran 9 Nopember 1945. Sebagai sebuah aksi perlawanan

rakyat, hal itu cukup membuat kaget pihak Belanda beserta sekutunya.

Pertempuran itu ternyata menjadi pemacu semangat perlawanan rakyat di

seluruh Kalimantan Selatan bahkan wilayah Kalimantan. Ada yang

melakukan perlawanan dalam bentuk sabotase, baik di bidang ekonomi

maupun komunikasi, dan ada pula yang melakukan perlawanan melalui

media massa atau pers.13

Menurut sejarawan Abdurrachman Surjomoharjodo yang ditulis

dalam buku yang berjudul Beberapa Segi Perkembangan Sejaran Pers di

Indonesia, yang berbunyi “Di bidang media massa yang merupakan alat

penting dalam menanam kembali kekuasaannya, Belanda menerbitkan

harian Soeara Kalimantan sebagai pengganti Borneo Shimbun dengan

mengambilalih semua fasilitas dari surat kabar itu”.14

12
Sejarah Pers di Banjarmasin, Op. Cit. hlm. 15.
13
Ibid., hlm. 16.
14
https://historia.id/politik/articles/pers-perjuangan-di-kalimantan-PMLnJ/page/1, dikutip
pada 20 September 2020.
51

Menurut Hassan Basry dalam Kisah Gerila Kalimantan dalam

revolusi Indonesia, 1945-1949, para pemuda sengaja membeli surat-surat

kabar pro-NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda), terutama Soeara

Kalimantan, untuk menghindari penyiaran yang bertentangan dengan isi

pamflet yang disebarkan ke seluruh Kalimantan Selatan pada 1 Oktober

1945. Pamflet itu berisi bahwa Indonesia telah merdeka dan mengajak

segala lapisan dan golongan, pegawai-pegawai, polisi-polisi, buruh-buruh

dan sebagainya bersatu padu dan supaya menolak kedatangan NICA.15

Selama masa perang kemerdekaan, tidak hanya dikenal adanya

pers perjuangan; akan tetapi ada pula yang disebut sebagai pers yang

kooperatif yang artinya bahwa pers yang didirikan oleh orang Indonesia,

tapi bersedia bekerjasama dengan pengusaha Belanda. Oleh karenanya

surat kabar yang sifatnya kooperatif ini memperoleh berbagai fasilitas atau

kemudahan dari penguasa Belanda, sehingga surat kabarnya bisa terbit

dengan lancar.

Dalam perkembangan pers di Kalimantan Selatan, yang agak

mengejutkan adalah adanya surat kabar yang bersedia bekerjasama dengan

penguasa Belanda yakni “Soeara Kalimantan” yang terbit pada tanggal 5

Oktober 1945. Pendiri dan pemimpinnya adalah Merah Ardansjah dan Gt.

Ahmad Soegian Noor. Tentu saja “Soeara Kalimantan” ini tidak ada

hubungannya dengan surat kabar Soeara Kalimantan yang pernah terbit

sebelumnya pada tahun 1930 sampai 1942.

15
Ibid.
52

Meskipun demikian, pendiri Soeara Kalimantan pada tahun 1930 –

1942 yakni A.A. Hamidhan yang sedang berada di Jakarta dan kebetulan

menjadi salah seorang anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,

telah mengajukan protes dan keberatan ketika mengetahui nama bekas

surat kabarnya dijiplak begitu saja oleh Merah Ardansjah dan Gt. Ahmad

Soegian Noor. Dengan adanya protes tersebut mereka berdua segera

mengubah nama surat kabar tersebut menjadi “Indonesia Merdeka”.

Surat kabar ini ternyata berusaha mengembalikan citranya sesuai

dengan nama yang disandang, yaitu bertepatan saat penyerahan kedaulatan

oleh Belanda kepada Indonesia. Surat kabar ini berhaluan nasional dan

mencoba mendekati “harian atau surat kabar PNI” pada waktu itu.

Disamping Belanda sendiri memang sudah memiliki terompetnya sendiri,

yaitu surat kabar Borneo Post yang terbit lagi dalam tahun 1945

bersamaan dengan berhasilnya NICA memasuki Banjarmasin. Pimpinan

surat kabar Borneo Post di zaman NICA adalah Mr. Van der Zijl. Tulisan

Mr. di depan nama Van der Zijl tersebut bukan berarti tuan, melainkan

singkatan dari gelar Meester in de Rechten atau sama dengan gelar S.H.

(sarjana hukum) sekarang. Penerbitan Borneo Post berakhir dengan

sendirinya seiring dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di

Indonesia.16

Setelah pemerintah kolonial Belanda harus menyerahkan kembali

kedaulatan ke tangan bangsa Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949,

maka terbentuklah Republik Indonesia Serikat dengan Presiden dan Wakil


16
Sejarah Pers di Banjarmasin, Op. Cit. hlm. 18.
53

Presiden masing-masing Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Pemerintahan

Republik Indonesia Serikat (RIS) hanya berusia lebih kurang satu tahun,

kemudian terbentuk kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Demikian juga yang mewarnai penerbitan pers atau surat kabar

yang ada di Kalimantan Selatan, khususnya di Kota Banjarmasin.

Misalnya harian “Indonesia Merdeka”, telah menjadi surat kabar dari

Partai Nasional Indonesia (PNI). Setelah keluarnya Merah Ardansjah dan

bergabung dengan Merah Daniel Bangsawan yang telah menerbitkan surat

kabar Soeara Hoeloe Soengai di Kandangan, harian Indonesia Merdeka

untuk seterusnya dipimpin dan dimiliki oleh Gt. Ahmad Soegian Noor.

Begitu juga Hadhariah M. pernah memperkuat dewan redaksi Indonesia

Merdeka selama beberapa waktu di zaman liberal tersebut. Bahkan Ahmad

Syar’i Musaffa, sebelum menjadi pemimpin redaksi harian Indonesia

Berdjoeang sempat pula magang di redaksi surat kabat Indonesia Merdeka.

Sementara itu, surat kabar harian Kalimantan Berdjoeang yang

menjadi media perjuangan dalam zaman perang kemerdekaan, pada tahun

1951 kantor redaksi dan administrasinya yang semula berada di Jalan

Kertak Baru (sekarang Kantor Pengadilan Tinggi Banjarmasin) pindah ke

Jalan Niaga Banjarmasin. 17

Memasuki era Demokrasi Terpimpin, di Kalimantan Selatan

ternyata pers pun tidak dapat melepaskan diri dan harus mengikuti garis-

garis politik yang telah diambil pemerintah pusat. Setelah lahirnya dekrit 5

Juli 1959 pemerintah berturut-turut mengeluarkan berbagai peraturan


17
Ibid., hlm. 19.
54

dengan tujuan supaya pengawasan lebih ketat dan pengendalian terhadap

pers diperketat. Semua surat kabar dan penerbitan lainnya dalam tahun

1960 diwajibkan mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin

Terbit (SIT).18 Dalam proses permohonan SIT baru tersebut antara lain

harus membuat 19 pasal pernyataan. Didalamnya terdapat janji

penanggung jawab surat kabar yang mendapat SIT mendukung

“Manipol/USDEK”.19

Di zaman Demokrasi Terpimpin atau lebih dikenal dengan istilah

NASAKOM (Nasional, Agama, Komunis) ini surat kabar yang terbit di

pusat ataupun di daerah harus mempunyai parpol atau ormas. Tiap parpol

atau ormas dibenarkan mempunyai organ resmi, sedangkan surat kabar

atau majalah harus berafiliasi kepadanya. Pemerintah juga mengeluarkan

peraturan baru yang mempersempit ruang gerak wartawan untuk

menyampaikan pendapat dan pikiran, sehingga dianggap bertentangan

dengan pasal 28 UUD 1945.

Dengan segala macam peraturan tersebut hanya surat kabar yang

pro NASAKOM yang dapat hidup, sedangkan surat kabar lainnya yang

menentang dibubarkan, namun daerah Kalimantan Selatan termasuk salah

18
Ibid., hlm. 23
19
Manipol/USDEK merupakan singkatan dari Manifesto politik / Undang-Undang Dasar
1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia yang oleh Soekarno dijadikan sebagai haluan negara Republik Indonesia, sehingga harus
dijunjung tinggi, dipupuk, dan dijalankan oleh semua bangsa Indonesia. Diumpamakan juga
Manifesto Politik/USDEK bagaikan Quran dan Hadis shahih yang merupakan satu kesatuan, maka
Pancasila dan Manifesto Politik/USDEK pun merupakan satu kesatuan yang sama. Lihat Juga
Printono (1960). Manipol/Usdek. Dua-R. hlm. 78 dan Soekarno (1965). Djuhartono, Kangseng
Gan, ed. Wedjangan revolusi, karya Bung Karno. Sebuah kamus ilmu perdjuangan untuk rakjat,
disusun menurut alfabet oleh sebuah team perangkai: Djuhartono dan Gan Kangseng. Jajasan
Penjebar Pantja-Sila. hlm. 307.
55

satu daerah yang cukup beruntung. Hal ini dikarenakan secara kebetulan

para perwira yang pernah menjadi Panglima Kodam X/Lambung

Mangkurat, yang juga Penguasa Pelaksana Perang Daerah dalam keadaan

darurat perang yang pernah berlaku pada masa itu secara pribadi bersikap

anti komunis. Orang yang dimaskud adalah Kolonel H. Hasan Basry yang

kemudian dalam karirnya dipercaya menjadi Panglima Komando antar

daerah Kalimantan. Kemudian pengganti Kolonel H. Hasan Basry adalah

Kolonel M.Yusi, sehingga dalam melaksanakan berbagai ketentuan

sebagaimana dimuat dalam Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No.10

tanggal 12 Oktober 1960, tidak seketat yang dikeluarkan oleh Pepelrada

Jakarta Raya.20

Selama berlakunya sistem Demokrasi Terpimpin, di Banjarmasin

terdapat 4 surat kabar harian, yakni Soeara Kalimantan, Indonesia

Berdjuang, Indonesia Merdeka, dan Utusan Kalimantan. Sementara itu, 3

majalah mingguan yang terbit adalah majalah Suara Pedagang Eceran

yang diterbitkan oleh Organisasi Pedagang Sejenis (OPS) pada tahun

1963. Majalah Swadaya yang dipimpin Haspan Hadna diterbitkan oleh

organisasi KADIN dalam tahun 1961. Mingguan Banjarbaru Post yang

dipimpin Arthum Artha diterbitkan oleh Yayasan Nusantara pada tahun

1962 sampai 1963. Dewan redaksinya terdiri dari Arthum Artha, Aspandi

Adul, dan Hadiatsyah Thalib.21 Kemudian sekitar awal tahun 1965 di

Kalimantan Selatan terbit sebuah surat kabar baru bernama “TRISAKTI”

20
Ibid.
21
Ibid., hlm. 24.
56

yakni surat kabar Partai Komunis Indonesia (PKI) dipimpin oleh

Tambunan, yang kemudian tidak terbit lagi setelah pecahnya G30S/PKI.

Dewan redaksi masing-masing adalah Amar Hanafiah, A.D. Ganie,

Sudiasih, M. Thamrin dan R.A. Sasmita.22

Sekitar awal bulan Januari 1966 di Jakarta bangkit para mahasiswa

yang dipelopori oleh “pasukan jaket kuning” dan Universitas Indonesia

yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

Selanjutnya diikuti dengan kehadiran Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar

Indonesia (KAPPI) dan Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI). Gerakan

mahasiswa tersebut menuntut pembubaran PKI, penyempurnaan “Kabinet

Dwikora”, dan penurunan harga-harga barang yang disebut sebagai Tri

Tuntutan Rakyat (Tritura). Bentuk gerakan yang lain adalah melakukan

demonstrasi di jalan raya, yang kemudian dikenal dengan nama

“Parlemen Jalan Raya”.

Gerakan Tritura di Banjarmasin yang dipelopori oleh KAMI dan

KAPPI dalam sebuah demonstrasi di jalan strategis telah mengakibatkan

jatuhnya korban Hasanuddin H.M, salah seorang mahasiswa Universitas

Lambung Mangkurat. Sebagai penghormatan atas jasa dan pengorbanan

almarhum diberi gelar “Pahlawan Ampera”. Aktivitas yang dilakukan

KAMI yang juga masuk dalam organisasi Ikatan Pers Mahasiswa

Indonesia (IPMI) melalui Biro Penerangan, berhasil menyiarkan berbagai

pendapat, pandangan dan kritik terhadap Orde Lama yang dikemas melalui

paket acara Varia Universitaria lewat siaran RRI Banjarmasin.


22
Ibid., hlm. 25.
57

Tidak lama setelah itu keluar keputusan Panglima Tertinggi

Soekarno Nomor 041/Kogam, yang menghentikan acara Varia

Universitaria sebagai suara mahasiswa. Akibat tidak mungkin lagi

menyampaikan pikiran dan pendapat melalui RRI dan adanya larangan

demonstrasi oleh penguasa, maka timbulkan pemikiran untuk menyalurkan

aspirasi mahasiswa lewat buletin yang dicetak stensial. Buletin mahasiswa

ini kemudian menjadi “Mimbar Mahasiswa” yang dicetak dua kali dalam

seminggu dan terbit pada tanggal 8 Agustus 1968. Kelahiran Mimbar

Mahasiswa tersebut dipelopori oleh mahasiswa seperti H.J. Djok Mentaya,

H. Anang Adenansi, Yustan Azidin, Muhammad Hadhariyah Rokh, Gusti

Rusdi Effendi, Roestam Effendi Karel, Amaril Hs.23

4. Masa Orde Baru

Perkembangan pers di Banjarmasin pada masa Orde Baru di mulai

pada tanggal 1 Oktober 1965. Kala itu ketika waktu sore, Mayor Jenderal

Umar Wirahadikusumah selaku Pangdam V Jaya melarang semua

penerbitan pers tanpa izin khusus. Alhasil dengan dikeluarkannya perintah

tersebut, maka sejak 1 Oktober 1965 surat kabar BPS (Badan Pendukung

Soekarnoisme) serta para pendukungnya berhenti terbit. Pelarangan terbit

ini juga dikeluarkan oleh Pangdam lain terhadap pers tanpa izin khusus.

Sementara di Jakarta sendiri, beberapa media surat kabar, seperti Duta

Masyarakat, Duta Revolusi, Kompas, dan Sinar Harapan, memperoleh izin

untuk meneruskan penerbitannya.24

23
Ibid., hlm. 25-26.
24
Ibid., hlm. 26.
58

Alasan dibalik itu tidak lain adalah di masa Orde Baru,

pembersihan dilakukan untuk menghilangkan unsur-unsur PKI yang

dikhawatirkan ada didalam tubuh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)

dan SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) di semua tingkatan termasuk yang

ada di wilayah Kalimantan Selatan. Dalam masa Orde Baru, dasar-dasar

“Pers Pancasila” diberikan kepada insan pers yang ada dalam kerangka

pembangunan demokrasi Pancasila.

Kemudian pada tahun 1966 yang terkenal di Banjarmasin,

khususnya Kalimantan Selatan dan bahkan di Indonesia sendiri, apalagi

ketika meninggalnya Hasanuddin H.M. Bin Haji Madjedi pada 10 Februari

1966, pers di Banjarmasin mulai menggeliat melalui pers kampus,

makanya saat itu banyak berdiri pers-pers yang khususnya menerbitkan

tabloid atau koran mulai berkembang. Seperti misal Banjarmasin Post

sudah mulai berkembang sebelum tahun 1966.25

25
Wawancara dengan Ir. Zainal Helmie, tanggal 28 September 2020.
59

Gambar 2.2 Surat Kabar Banjarmasin Post

Sumber :dokumentasi Pribadi

Ada beberapa surat kabar yang dianggap masih tetap eksis di

Kalimantan Selatan yang sejak tahun 1966.

1. Surat kabar mingguan “Indonesia Merdeka” dicetak oleh NV.Suara

Kalimantan. Pimpinan surat kabar ini dipegang oleh Gusti Samsu

Hidayat sejak tahun 1980. Sebagai kelanjutan dari penerbitan yang

diusahakan dari tahun 1945, peredaran surat kabar ini tidak hanya di

Kalimantan Selatan, akan tetapi juga sampai ke wilayah Kalimantan

Tengah dan Kalimantan Timur.

2. Surat kabar “Media Masyarakat” semula adalah koran “Mimbar

Mahasiswa” yang terbit sejak tahun 1966. Dalam perkembangan

selanjutnya, karena dianggap tidak lagi membawakan aspirasi kampus

dan kemahasiswaan lalu diubah menjadi koran yang sifatnya umum,

yakni mulai tahun 1970 memilih nama “Media Masyarakat”. Setelah


60

sempat terbit selama 4 tahun dalam bentuk koran harian, pada tahun

1975 surat kabar ini terpaksa mengubah bentuk menjadi minggu

disebabkan antara lain karena keterbatasan modal. Tercatat sebagai

Pimpinan Umum H.Anang Adenansi dan Roestam Effendi Karel.

3. Pada tahun 1969 di Banjarmasin pernah terbit surat kabar mingguan

“Generasi Muda”, dipimpin oleh S.A. Abdis yang dibantu antara lain

oleh Usman Rifanie Arsyad, M. Hatta Mazani, Masrifani, dan Muchlis

Mondia. Sayangnya mingguan ini hanya sempat berumur 2 tahun dan

setelah tahun 1970 surat kabar ini berhenti terbit.

4. Surat kabar mingguan “Publika” terbit pada tahun 1970 di Banjarmasin,

pendirinya adalah Goembran Saleh. Penanggung jawab dan pemimpin

redaksi masing-masing dipercayakan kepada Isbat Kumis dan Mastari.

Surat kabar mingguan yang hanya dapat terbit 4 kali dalam satu bulan

ini, diterbitkan oleh PT. Swadaya dan dicetak melalui “Penerbitan

Offset Surabaya”.

5. Surat kabar harian “Upaya” memulai kiprahnya pada tahun 1970 di

Banjarmasin diterbitkan oleh CV. Karya dan sebagai pimpinan

perusahaan adalah H. Ramli. Pimpinan redaksi dipercayakan kepada

Kaspul Yamin. Setelah itu surat kabar harian ini mengalami perubahan

nama menjadi “Utama”. memasuki awal tahun 1978, surat kabar harian

“Utama” tidak dapat lagi terbit yang disebabkan antara lain kekurangan

modal serta banyaknya karyawan yang memilih untuk berhenti bekerja.


61

6. Surat kabar harian “Manikam” yang terbit pada tahun 1970 di

Banjarmasin dan hanya sempat berkiprah selama 2 tahun. Kehadiran

surat kabar ini atas prakarsa Mustafa, Drs. M. Nansi dan Rif’ah HB.

Pemimpin umum kala itu dipegang oleh Aliansyah Ludji dan pemimpin

redaksi dijabat oleh H. Sjahdan Salim.

7. Surat kabar harian “Dinamika Berita” yang diterbitkan oleh PT. Karya

Banjarmasin dan dicetak pada percetakan Mini Press-Offset, pertama

kali diluncurkan pada tanggal 2 Mei 1986. Sebagai pemimpin umum

sekaligus pemimpin redaksi dan penanggung jawab adalah H. Djohar

Hamid, sedangkan pimpinan perusahaan adalah H. Ahmad Abdullah.

Gambar 2.3 Surat Kabar Dinamika Berita

Sumber : dokumentasi Pribadi

Peredaran surat kabar ini tidak hanya meliputi wilayah Kalimantan

Selatan, akan tetapi juga sampai ke Kalimantan Timur dan Kalimantan

Tengah serta daerah lainnya. Kemudian setelah perkembangan yang

cukup baik, surat kabar ini kemudian menjelma menjadi Kalimantan


62

Post setelah mengalami berbagai perubahan manajemen dan

sebagainya.

Gambar 2.4 Surat Kabar Kalimantan Post

Sumber : dokumentasi Pribadi

8. Surat kabar harian “Papala” edisi Kalimantan Selatan diterbitkan oleh

CV. Canang Press Tahun 1966. Pendirinya adalah A.S. Musaffa dan

Ny. Gt. Djohansyah. Pemimpin umum perusahaan serta penanggung

jawabnya adalah A.S. Musaffa dan Rusli Desa, sedangkan pembantu

redaksi dipegang oleh Saniah, Busra Karim dan Siun Ihil. Surat kabar

harian yang berpaham nasional Golkar ini bertahan selama 7 tahun.

Penyebabnya antara lain dikarenakan faktor modal yang terbatas dan

kalah bersaing dalam hal pemasaran. Disamping itu, beberapa anggota

redaksinya lebih memilih mengundurkan diri dan bekerja pada usaha

penerbitan lain.

9. Surat kabar mingguan “Mercu Suar” yang diterbitkan oleh Yayasan

Mercu Suar dan dicetak pada percetakan “Adil” dan “Mosa”. Surat

kabar mingguan ini mulai beredar bulan Agustus 1966 dengan


63

kepeloporan beberapa tokoh seperti Khalik Dahlan, Mochlan Aham,

Adiani Noor, Tajuddin Noor, serta Iskandar Hasan. Hingga tahun 1972

surat kabar ini berubah nama menjadi surat kabar “Pembaharu”. Surat

kabar harian “Pembaharu” yang dipimpin oleh Yusrif Enani sebagai

kelanjutan dari surat kabar mingguan “Mercu Suar” mampu bertahan

selama 13 tahun hingga tahun 1985.

10. Surat kabar “Gawi Manuntung” diterbitkan oleh Yayasan Manuntung

Jaya dan dicetak pada PT. New Lambang, memulai kiprahnya sejak

tahun 1972. Surat kabar ini dipimpin oleh M. Ali Sri Indradjaya

sebagai pemimpin perusahaan dan Rusli Desa sebagai pemimpin

redaksi. Surat kabar yang bersifat independen ini pada mulanya terbit

dua kali seminggu yakni pada hari Selasa dan Jum’at. Kemudian dalam

perkembangan selanjutnya ikut terlibat dalam program Koran Masuk

Desa (KMD) yang edisinya terbit pada hari Jum’at. Sebenarnya cikal

bakal surat kabar “Gawi Manuntung” adalah surat kabar “Angkatan

Bersenjata” edisi Kalimantan Selatan yang kemudian diubah menjadi

surat kabar “Pelopor Baru” edisi Kalimantan Selatan hingga tahun

1972.

11. Surat kabar harian “Dinamika” terbit di Banjarmasin pada tanggal 24

Juni 1970 dipimpin oleh A.S. Ibahy sebagai pimpinan umum dan Rusli

Yusuf sebagai pemimpin redaksi. Surat kabar yang berhaluan

independen ini diterbitkan oleh Yayasan Sapta Karya. Sempat berkiprah

selama 12 tahun dan akhirnya berhenti terbit pada tahun 1982.


64

Penyebabnya antara lain kekurangan modal dan manajemen pendukung

yang kurang baik. Anggota redaksi yang sempat bergabung pada surat

kabar ini, antara lain Roestam Effendi Karel, Sabran Azis, Gazali

Razak, Busra Karim, dan H. Tajuddin Noor Nasth.26

Kemudian memasuki era 90-an, bisa dikatakan perkembangan pers

mengalami perkembangan yang luar biasa, meskipun cikal bakal

perkembagan pers sudah dimulai tahun 1966 sampai tahun 1980 dan di

tahun 1980 inilah penguatan dari para wartawan yang mempunyai misi

untuk membangun media, karena media pada kala itu hanya sedikit, misal

Media Banjarmasin Post, Media Dinamika Berita, Gawi Manuntung dan

termasuk Media Indonesia Merdeka. Ketika memasuki era 90an, bisa

dikatakan media-media mengalami perubahan modernisasi, seperti

perangkat komputer yang sudah banyak digunakan.

Selanjutnya pada tahun 1980 sampai awal 1990-an masih

didominasi oleh mesin ketik manual, meskipun ada beberapa media yang

sudah menggunakan mesin komputer, tetapi tidak banyak orang yang bisa

menggunakannya kala itu.

Sampai pada tahun 1995, beberapa jurnalis masih ada yang

menggunakan mesin ketik manual. Meskipun sebenarnya mereka sudah

dapat mengoperasikan mesin komputer, akan tetapi beberapa diantaranya

masih suka menggunakan mesin ketik yang biasa. Alasannya adalah

karena dengan menggunakan mesin ketik biasa, mereka dapat menemukan

inspirasi dalam menyampaikan suatu berita ke dalam tulisan-tulisan yang


26
Sejarah Pers di Banjarmasin, Op. Cit, hlm. 27-30.
65

mereka ketik, selain itu juga suara mesin ketik yang khas yang dinilai

mereka dapat memacu semangat ide-ide dalam menuangkan berita

kedalam kertas.

Kemudian pada tahun 1995-an, semua perangkat untuk mengetik

laporan berita wajib menggunakan mesin komputer. Perubahan-perubahan

perilaku yang berubah dari kemajuan teknologi itu memang membuat

sebagian wartawan senior agak gagap dalam menggunakan teknologi

modern. Akan tetapi, keahlian mereka dalam membuat sebuah berita itu

luar biasa karena bisa menulis sebuah berita dengan menggunakan mesin

ketik yang harus sangat teliti dalam setiap membuat kata dan susunan

kalimat.27

27
Wawancara dengan Ir. Zainal Helmie, tanggal 28 September 2020.
BAB III

PERKEMBANGAN KEBEBASAN PERS DI KOTA BANJARMASIN

AWAL REFORMASI TAHUN 1998 SAMPAI TAHUN 2009

A. Keadaan Jurnalis pada Masa Reformasi di Kota Banjarmasin Tahun

1998-2009

Pada umumnya plarform pers dari sebelum, awal Reformasi sampai

2009 tidak jauh berbeda, namun masing-masing dekade terakhir ada ciri

tersendiri atau menjadi catatan sebagai perbandingan. Sebagai contoh sebelum

era reformasi misalnya masa Orde Lama (Orla) dan Orde Baru (Orba) sedikit

banyak tentu ada beda. Pada masa Orla, pers yang merupakan supremasi

kebebasan berpendapat tidak ada ikatan atau ketentuan khusus yang seakan-

akan bebas, namun ada perangkap, baik secara sadar ataupun tidak sadar, yaitu

tentang "Hatzai Articelen" yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) warisan Hindia Belanda. Jadi kebebasan berpendapat

(termasuk dalam artikel) boleh dikatakan tidak.0

Kemudian pada masa Orba ada sedikit kebebasan, tetapi ada embel-

embelnya, yaitu "kebebasan yang bertanggung jawab" sebagaimana diatur

dalam Undang Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966

tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pers. Pengertian kebebasan yang bertanggung

jawab itu pada dasarnya jangan sampai mengganggu stabilitas berbangsa dan

bernegara yang berdasar Pancasila dan UUD 1945. Oleh karenanya pada Orba

itu ada sebutan "Pers Pancasila" dan "Pers Pembangunan".

0
Wawancara dengan H. Syamsuddin H., tanggal 27 November 2021.

66
67

Pada masa era Reformasi, kebebasan pers tetap menggunakan

kebebasan yang bertanggung jawab, hanya saja ketika ada UU Nomor 40

Tahun 1999 tentang Pers yang dianggap sebagai "Lex Specialized" yang

memberikan perlindungan terhadap pers dalam membuat karya-karya

jurnalistik. Dengan adanya UU 40/1999 aparat penegak hukum, seperti

kepolisian tidak bisa seenaknya memanggil wartawan. Terlebih dengan adanya

kerja sama antara Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan

Kapolri ketika itu.

Di sisi lain, tidak dipungkiri pula ketika itu terkadang masih ada aparat

penegak yang tidak memberlakukan UU 40/99 sebagai Lex Specialized,

apakah karena ketidaktahuan atau memang sikap arogansi. Warna lain dari

pertumbuhan dan perkembangan pers di Indonesia seiring keberadaan UU

40/99 organisasi kewartawanan bermunculan bagaikan "jamur di musim hujan"

mencapai 36 buah (termasuk PWI) antara lain PWI Reformasi, Aliansi Jurnalis

Indonesia (AJI) dan Ikan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI), bahkan ada

kepengurusan organisasi kewartawanan tersebut hanya terdiri satu keluarga dan

kedudukannya sangat lokal. Oleh karena itulah, sesuai dengan ketentuan dan

hasil previkasi Dewan Pers terhadap organisasi kewartawanan yang menjamur

tersebut, maka pada akhirnya hanya diakui yaitu seperti PWI, AJI dan IJTI.0

Pada masa Reformasi itu pula, banyak insan pers dengan karya-karya

jurnalistiknya yang kebablasan, karena menganggap pers bebas sehingga bisa

berbuat seenaknya dalam menari dan membuat berita. Hal tersebut

menimbulkan konotasi negatif terhadap pers seperti "perimanisme" serta


0
Ibid.
68

"wartawan Bodrex" dan "wartawan abal-abal". Padahal sebelum atau

menjelang masa Reformasi pun sudah sebulan "wartawan tanpa surat kabar"

(WTS) dan wartawan "Muncul Tanpa Berita" (Muntaber).

Perkembangan pers sesudah Reformasi hingga tahun 2009 fenomena

seperti masa-masa sebelumnya masih terlihat yang juga seakan mendapat

dukungan masyarakat atau kelompok tertentu. Sebagai contoh banyak pejabat

atau pemegang proyek yang terkesan lebih takut dengan wartawan Bodrex atau

abal-abal ketimbang wartawan yang resmi medianya. Akan tetapi, dalam dunia

pers di Indonesia pasca Reformasi atau hingga 2009 ada pula aturan baru

seperti KUHP yang diperbarui terdapat sejumlah pasal-pasal "karet" (yang bisa

membuat insan pers kena perangkap atau jerat) bila tidak berhati-hati.

Menjelang tahun 2009 dengan fasilitas internet, media-media "online"

atau "dalam jaringan" (Daring) mulai muncul. Media online merupakan sebuah

tantangan bagi media yang secara berangsur mulai hilang, disamping biaya

produksi yang relatif mahal atau kurang efesien dan efektif. Sebagai contoh di

Banjarmasin beberapa media cetak tak muncul lagi atau mengurangi penerbitan

seperti halnya Gawi Manuntung, Media Masyarakat, serta Spirit dan Metro

Banjar dari Banjarmasin Post Group.0

1. Perubahan Kebijakan Terhadap Pers Antara PWI Pusat Dengan PWI

Daerah

Mengutip Pasal 4 ayat 2 UU 40/1999 tentang Pers yang menegaskan

bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan

atau pelarangan penyensoran. Untuk itu tidak ada yang berhak mengatur
0
Ibid.
69

apalagi melarang pers dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.

Seluruh elemen bangsa dapat mendudukkan peran dan fungsi pers

sebagaimana mestinya dan tidak melalukan kecaman di luar batas apalagi

yang berupa ancaman. Selanjutnya dikatakan, peran pers sebagaimana diatur

dalam UU haruslah tetap menjalankan fungsi kontrol sosial, di samping

pendidikan dan hiburan, secara baik dan benar dengan mengutamakan

kepentingan bangsa dalam kerangka NKRI.0

Dari penjelasan tersebut maka tidak ada perbedaan perubahan

kebijakan terhadap pers antara PWI Pusat dengan PWI daerah termasuk di

Kalsel khususnya di Banjarmasin di masa Reformasi. Hal ini jelas membuat

kegiatan pers lebih bebas tanpa takut ancaman medianya akan dibredel.

Namun masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi pers Indonesia. Salah

satunya adalah masih kuatnya ancaman terhadap kebebasan pers, baik

berupa kekerasan, mulai dari kekerasan fisik hingga pembunuhan dan soal

regulasi yang mengancam kebebasan pers. Kasus kekerasan terhadap

jurnalis masih tinggi di Indonesia.

Gambar 3.1 Gedung PWI Cabang Kalimantan Selatan

0
Wawancara dengan Ir. Zainal Helmie, tanggal 28 September 2020.
70

Keterangan: Jl. Pangeran Hidayatullah, Benua Anyar, Kec. Banjarmasin Tim,


Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

2. Pengaruh Pers Terhadap Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang

ada di Kota Banjarmasin

Sistem pers memang tidak terlepas hubungannya dengan sistem

sosial dan sistem politik dari suatu masyarakat atau bangsa, karena

hubungan pers itu adalah dengan pemerintah dan masyarakat, sehingga

hubungannya atau interaksinya itu tidak bisa dihilangkan. Jadi sistem pers

itu tidak akan terlepas dari pengaruh pemikiran atau filsafat yang mendasari

sistem masyarakat dan sistem pemerintahan, sehingga pers itu berada dan

beroperasi.

Begitu juga kaitannya dengan ekonomi kerakyatan yang gencar

digalakkan oleh pemerintah, pers memiliki peran yang sangat strategis

untuk ikut memperkuat sistem perekonomian yang dibangun dengan

kekuatan dari ekonomi rakyat itu. Melalui pers itulah, ekonomi kerakyatan

yang dikembangkan di suatu daerah dapat diinformasikan dan dipromosikan

hingga daerah lain.

Kemudian mengangkat kembali peran media dalam pewarisan nilai

budaya dan kearifan lokal yakni dengan meningkatkan kesadaran

masyarakat untuk kembali mengempati kepeduliannya terhadap budaya

nasional. Selanjutnya peranan media dalam kesadaran pelestarian budaya


71

nasional karena hakikatnya kebudayaan adalah solusi dalam menjawab

permasalahan berbangsa dan bernegara.0

a. Politik

Perpolitikan di Banjarmasin atau berjuluk "Kota Seribu Sungai"

yang menjadi Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan (Kal-Sel) tidak

terlepas dari situasi dan kondisi politik secara nasional kala itu.

Sebagaimana kita ketahui bersama pada 1998 masa pergeseran

kekuasaan pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden

Soeharto ke era Reformasi yang mulai masa kepemimpinan Presiden BJ

Habibie.

Sesuai era Reformasi tersebut juga memulai era otonomi daerah

yang memunculkan "raja-raja kecil" serta pemekaran kabupaten dan

kota, namun Kota Banjarmasin tetap melakukan pemekaran. Wilayah

kecamatan yang semula empat menjadi lima dan penyebutannya pun

mengalami perubahan.

Semula Kecamatan Banjar Utara, Banjar Selatan, Banjar Timur

dan Kecamatan Banjar Barat, berubah menjadi Kecamatan Banjarmasin

Utara, Banjarmasin Selatan, Banjarmasin Timur, Banjarmasin Barat dan

Banjarmasin Tengah. Sementara eforia kebebasan berpolitik

sebagaimana dunia politik nasional, di "Kota Seribu Sungai"

Banjarmasin juga bertumbuhan partai politik (Parpol) tanpa

memperhitungkan kekuatan riil pada konstalasi dan konstatasi komitmen

warga masyarakat dalam berpolitik. Oleh karena itu, semua Parpol


0
Wawancara dengan Ir. Zainal Helmie, tanggal 28 September 2020.
72

dengan perkembangannya secara nasional di Ibu Kota Kalalimantan

Selatan pun juga ada.

Kendati saat verifikasi dan pelaksanaan pemilihan umum

(Pemilu) ada yang rontok. Sebagai contoh Parpol yang berhasil meraih

keanggotaan DPRD Kota Banjarmasin dan memegang kedudukan Ketua

Dewan setempat tetap Partai Golkar yang ketika hampir tidak ada

saingan atau notabene pemenang masih Parpol penguasa Orde Baru.

Keseluruhan konstelasi dan kontestasi politik di Kota Banjarmasin yang

berusia berabad-abad tidak terlepas dari peran pers, baik daerah setempat

maupun nasional, baik secara langsung ataupun tidak langsung.0

b. Ekonomi

Dalam dekade 1998–2009, pertumbuhan dan perkembangan

ekonomi di Kota Banjarmasin yang merupakan barometer perekonomian

di Kalimantan Selatan cukup bervariatif seiring pertumbuhan dan

perkembangan ekonomi nasional. Sebagaimana halnya perekonomian

nasional yang berdampak ke seluruh wilayah di Indonesia, sebagai sebab

akibat krisis moneter dan ekonomi Kota Banjarmasin juga turut terimbas

atau merasakan. Oleh sebab itu, pertumbuhan dan perkembangan

ekonomi Kota Seribu Sungai Banjarmasin juga melambat.

Kemudian pada masa kepemimpinan nasional Presiden H.

Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, geliat ekonomi di Ibu Kota

Kalimantan Selatan tersebut seiring kebijakan yang "membuka kran"

bagi keturunan Tionghoa selaku "penguasa dunia bisnis" kendati


0
Wawancara dengan H. Syamsuddin Hasan, tanggal 7 Maret 2021.
73

kelihatannya masih dalam kehati-hatian. Pasalnya sejak era Reformasi,

aksi-aksi massa atau yang mengatasnamakan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) juga semakin banyak. Kesemua itu sedikit atau

banyak, baik secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh dalam

dunia bisnis, pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.

Warga keturunan tersebut berkaca pada peristiwa menumbangkan

rezim pemerintahan Orde Lama dengan Angkatan 66-nya, dan terutama

di Banjarmasin sendiri terkenal dengan "Jumat Kelabu" Mei 1997 yang

hampir melumpuhkan atau memporak-porandakan perekonomian Ibu

Kota Provinsi Kalimantan Selatan tersebut.

Keadaan perekonomian Banjarmasin dengan konjungtor yang

tidak begitu stabil serta bervariabel itu juga tidak terlepas dari peran atau

pengaruh pers melalui berbagai bentuk karya tulis jurnalistik yang baik

secara langsung ataupun tidak langsung dapat memotivasi atau

mempromosikan untuk terus tumbuh maju dan berkembang.0

c. Sosial dan Budaya

Seiring era Reformasi pemerintahan juga berdampak pada sosial

dan budaya di Kota Banjarmasin sebagaimana halnya dengan kota-kota

lain di Indonesia secara umum. Sebagai contoh di bidang sosial

kemasyarakatan bermunculan organisasi masyarakat dan atau organisasi

kemasyarakatan pemuda (OKP), serta Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) dengan ciri khas atau spesifik masing-masing yang juga

melakukan sosial kontrol/partisipasi korektif. Akan tetapi, tidak


0
Ibid.
74

dipungkiri pula kemungkinan ada OKP dan LSM yang hanya sekadar

nama.

Begitu pula di bidang sosial budaya tumbuh dan berkembang

seirama dengan gerakan reformasi, sehingga kearifan lokal yang

merupakan ciri khas budaya daerah Banjar Kalsel hampir terpinggirkan.

Misalnya "Barong Sai" sebuah budaya dari "Timur Jauh" atau daratan

Tiongkok menggeliat kembali, seperti tiap Hari Raya Imlek hingga Cap

Gomeh ramai menjadi tontonan gratis warga Banjarmasin atau

masyarakat umum/khalayak. Sementara pemeran Barong Sai tersebut

lebih banyak warga masyarakat setempat (bukan keturunan).

Guna melindungi atau kelestarian kearifan lokal seperti seni

budaya daerah, atas inisiatif DPRD Kalsel membentuk peraturan daerah

(Perda) yang isinya antara lain menganjurkan hotel-hotel serta

restoran/rumah masih selalu menyuguhkan lagu-lagu dan budaya daerah

Banjar. Dalam hal sosial dan budaya tersebut, baik secara langsung

ataupun tidak langsung pers di Kota Banjarmasin juga turut serta

memberikan peran, seperti melakukan penyebarluasan, memotivasi agar

sosial dan budaya di Banjarmasin tumbuh dan berkembang secara

positif.0

Sebagaimana konten yang harus dibuat pers sebagai informasi

yang nanti disampaikan ke masyarakat, termasuk di Kota Banjarmasin,

yakni ada beberapa catatan antara lain :

0
Ibid.
75

a) Sebaiknya hal-hal yang berkaitan langsung dengan kepentingan

masyarakat banyak, misalnya petani.

b) Sebaiknya yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK) untuk pembaca/pendengar dari ilmuwan dan terpelajar

seperti mahasiswa.

c) Beragam kisah yang berkaitan dengan kesuksesan seseorang agar

menjadi contoh dan motivasi bagi masyarakat lain, terutama pembaca

atau pendengar dan pemirsa.

d) Mengurangi berita-berita politik yang banyak berisi "omong kosong"

terkecuali untuk lebih memperkuat persatuan dan kesatuan guna

terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) serta

tetap terjaganya keadaan kondusif.

e) Menyuguhkan berita tentang olahraga, apalagi olahraga yang digemari

setiap kalangan, misalnya sepak bola maupun tentang rekreasi dan

hiburang masyarakat, misalnya saja kawasan objek wisata.

B. Pengembangan Sarana Pers di Kota Banjarmasin Pada Tahun 1998-2009

1. Surat Kabar

Surat kabar berasal dari kata pers yang diambi dari istilah asing,

tetapi kerap dipakai dalam Bahasa Indonesia. Artinya ditulis press yang

berarti percetakan atau mesin cetak. Mesin cetak inilah yang

memungkinkan terbitnya surat kabar, sehingga orang mengatakan pers itu

adalah persuratkabaran. Sementara itu, jurnalistik berfungsi untuk


76

mengarahkan pers sebagai pembawa dan penyalur informasi, fakta, data,

keterangan dan hiburan bagi semua orang yang meminatinya. Oleh karena

itu, berbicara pers atau surat kabar kita hendaknya mempelajari juga ilmu

tentang jurnalistik. Adapun pengertian jurnalistik adalah kegiatan

menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan

menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya

dengan secepat-cepatnya.0

a. Periode 1998-2004

Seperti penjelasan yang dipaparkan oleh H. Gusti Pangeran

Rusdi Effendi, yakni selaku pendiri sekaligus pemimpin umum Surat

Kabar Banjarmasin Post, diketahui bahwa di era Reformasi bagi para

media adalah dengan munculnya UU kebebasan pers yang tentunya

dirasakan di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk pers di Kalimantan

Selatan, tepatnya di Banjarmasin. Akan tetapi yang menarik adalah pers

di Kalimantantan Selatan ini cukup berbeda dengan kebanyakan pers-

pers yang berada di wilayah lain di Indonesia adalah bahwa pers di

seluruh wilayah Kalimantan Selatan, termasuk Banjarmasin itu tidak

terlalu mempermasalahkan dari munculnya kebebasan pers.0

Gambar 3.2 Gedung Banjarmasin Post

0
Sumadria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2008), hlm. 3.
0
Wawancara dengan H. Gusti Pangeran Rusdi Effendi, tanggal 2 November 2020.
77

Keterangan: Gedung HJ Djok Mentaya, Jl AS Musyaffa No.16, Antasan Besar,


Kec. Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Alasan tersebut dikarenakan sebelum UU kebebasan pers itu

terbit, pers di seluruh wilayah Kalimantan Selatan dikenal sangat erat

kebersamaan antar sesama pers dan tidak saling mematikan, dalam

artian bagi media maupun pers sendiri tidak saling menjatuhkan dalam

upaya menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Meskipun berbeda media, tetapi justru para pers bersama-sama

bersatu untuk menciptakan kemajuan dalam menyampaikan berita yang

diperlukan masyakarat menjadi lebih baik lagi. Sejak masuk era

Reformasi, media di Banjamasin dituntut untuk berjuang dengan

adanya kebebasan pers agar bisa menyajikan berita yang berimbang dan

bisa dipertanggungjawabkan.0

b. Periode 2005-2009

Menurut Pendapat lainnya dipaparkan oleh Hj. Sunarti Suwarno,

Pimpinan Redaksi Surat Kabar Kalimantan Post yang menjelaskan

bahwa untuk perkembangan media surat kabar di era Reformasi, seperti

sekarang ini, secara perlahan pasti akan tertinggal apalagi dengan

kemajuan teknologi yang sangat pesat, membuat media surat kabar

harus menyampaikan sebuah informasi berita kepada masyarakat


0
Ibid.
78

menggunakan berbagai jenis media digital, seperti facebook, situs

website, dan sejenisnya.

Hal tersebut bukanlah sebuah tuntutan, melainkan sebuah

kebutuhan dan kalau media surat kabar masih ingin maju, setara dengan

media yang telah menggunakan digital, maka media surat kabar harus

bisa berinovasi menggunakan teknologi digital, supaya media surat

kabar masih bisa memberikan kebutuhan informasi, yang bisa diakses

dengan teknologi digital. 0

Serikat Penerbit Surat kabar (SPS) menyebutkan dalam kurun

waktu tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, surat kabar mengalami

pertumbuhan baik dilihat dari sisi jumlah surat kabar maupun dari sisi tiras

atau oplah yang dicetaknya. Data dari Serikat Penerbit Surat kabar

menyebutkan bahwa pada tahun 2006 jumlah surat kabar harian berjumlah

251 surat kabar dengan total tiras yang dicetak mencapai 6.058.486

eksemplar, kemudian di tahun 2009 jumlah surat kabar meningkat sebesar

25% menjadi sebanyak 315 surat kabar dan tiras yang dicetak menjadi

8.462.513 eksemplar atau meningkat sebesar 40% dibandingkan tahun

2009. Peningkatan jumlah suratkabar dan tiras ini di dorong oleh terbitnya

koran-koran lokal atau disebut juga sebagai community paper.

Dalam perkembangan selanjutnya, pendistribusian surat kabar

tidak hanya terbatas pada wilayah Kalimantan Selatan saja. misalnya saja

suarat kabar Banjarmasin Post yang juga bisa didapatkan di wilayah

Kalimantan Tengah (terutama di Kota Palangkaraya, Pangkalan Bun,


0
Wawancara dengan Hj. Sunarti Suwarno, tanggal 2 November 2020.
79

Muara Teweh, Tamiyang Layang, Sampit, dan Buntok), dan Kalimantan

Timur (terutama di Balikpapan). Banjarmasin Post merupakan surat kabar

yang memiliki oplah 75.000 eksemplar. Pembagian wilayah distribusi

yang terbagi dalam beberapa wilayah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Komposisi dan Wilayah Peredaran Harian


Banjarmasin Post
Jumlah
Provinsi Kabupaten/Kota
Oplah/Hari
Kota Banjarmasin 57,8%
Kota Banjarbaru dan
8,1%
Martapura
Hulu Sungai Utara, Tengah
2,8%
Kalimantan Selatan dan Selatan
Kotabaru 2,8%
Tanjung 1,9%
Pelaihari 2,3%
Marabahan 0,9%
Kalimantan Timur 1,4%
Kalimantan Tengah 14%
Pulau Jawa (Jakarta dan
3,9%
Surabaya)
(Sumber: Litbang Banjarmasin Post)

Luasnya jaringan persebaran Banjarmasin Post membuat surat

kabar ini memiliki pembaca yang beragam. Sasaran pembaca dari Koran

ini adalah remaja, mahasiswa hingga para pekerja. Hal ini dapat dilihat

dari rubrik yang dihadirkan oleh Banjarmasin Post seperti Facebook Kita,

Society, dan Kampusiana untuk menjaring pembaca usia remaja dan

pelajar, berita nasional dan internasional, berita politik, ekonomi dan

olahraga untuk menjaring pembaca yang lebih beragam baik dari latar

belakang pendidikan, usia dan pekerjaan. Meski Banjarmasin Post sendiri

tidak pernah melakukan survei pembaca, namun dengan oplah sebanyak

75.000 eksemplar dan persebaran wilayah yang menjangkau provinsi lain,


80

menjadi salah satu gambaran mengenai keberagaman pembaca

Banjarmasin Post sendiri.

2. Radio

Komunikasi di Indonesia sejak zaman kolonial sudah mengenal

alat komunikasi suara, berupa radio. Radio sendiri merupakan suatu alat

elektronik yang digunakan sebagai media komunikasi dan informasi yang

memiliki peranan penting dalam proses pasang surutnya pemerintahan

Bangsa Indonesia.0

a. Periode 1998-2004

Pada masa Orde Baru hingga Reformasi, perkembangan

komunikasi di Indonesia semakin meluas. Organisasi-organisasi pers

tidak hanya menggeluti masalah politik saja, tetapi juga mulai berperan

aktif dalam menyiarkan proses perubahan pembangunan terhadap

masyarakat luas, sehingga mereka mengerti akan adanya perubahan

pembangunan pada masa itu.0

Sebagai salah satu media radio terbesar di Indonesia, yaitu RRI

(Radio Republik Indonesia) pernah mengalami suatu peristiwa, yang

kala itu terjadi sebuah pergeseran masa pemerintahan antara masa Orde

Baru ke masa Reformasi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya

perubahan yang dirasakan RRI diseluruh Indonesia, termasuk RRI

cabang Banjarmasin cukup banyak. Diantaranya adalah setelah masuk

era Reformasi, pihak media yang biasa menyiarkan berita di radio, bisa
0
Deddy Wahyu Wijaya, “Sejarah Radio Republik Indonesia Wilayah Semarang Tahun
1945-1998”. Journal Of Indonesian History, Vol. 1. No. 1, 2012, hlm. 24-25.
0
Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI. (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 503.
81

mengomentari kinerja pejabat pemerintah yang dianggap buruk.

Padahal pada masa Orde Baru, mengkritisi pihak pemerintah justru

malah mendapatkan sanksi.

Hal tersebut dikarenakan RRI sendiri merupakan media

penyiaran radio yang mengikuti pemerintah. Dengan kata lain, RRI

sendiri pada masa Orde Baru itu dikekang dalam menyiarkan sebuah

berita yang didengarkan oleh masyarakat, sehingga masyarakat kala itu

tidak memberikan pandangan yang kurang baik terhadap kinerja

pemerintah terkait.0

Kemudian pada era Reformasi inilah, ada semacam kebebasan

dalam menyampaikan pendapat bagi pihak media terhadap pemerintah

yang tertuang didalam UU Pers No. 40 Tahun 1999. Meskipun

diberikan kebebasan berpendapat, namun media harus tahu aturan-

aturan yang telah dibuat secara baku, karena di UU tersebut memuat

bahwa sebagai media penyiaran publik harus bisa bertanggungjawab

dan informasi yang diberikan kepada masyarakat harus akurat

berdasarkan fakta dilapangan bukan opini belaka.0

Gambar 3.3 Gedung RRI Banjarmasin

0
Wawancara dengan Akhmad Surya Purnama, tanggal 2 November 2020.
0
Ibid.
82

Keterangan: Jalan Jenderal Ahmad Yani KM. 3.5 Nomor 7, Karang Mekar,
Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin, Kalimantan
Selatan.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

b. Periode 2005-2009

Memasuki era digital, posisi radio semakin tahun harus bisa

bersaing dengan munculnya berbagai macam dan jenis media lain

dalam menyampaikan berita kepada masyarakat, sehingga hal itu

pulalah yang menimbulkan pengaruh bagi media radio, termasuk RRI

Banjarmasin sendiri.

Diantara pengaruhnya, yakni antara lain akses cepat dalam

menyampaikan berita, meskipun kinerja RRI dapat dikatakan masih

normal dalam arti tidak menurun ataupun tidak menanjak secara pesat.

Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan RRI cabang Banjarmasin

kepada para pendengar ataupun penelepon. Meskipun bagi penelepon

sendiri lebih didominasi oleh orang-orang yang biasa melakukan

komunikasi dengan radio, tetapi ada juga orang-orang baru, walaupun

jumlahnya tidak banyak.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa keberadaan radio dalam

menyampaikan berita masih didengarkan dan diikuti oleh masyarakat.

Biasanya informasi yang disiarkan, selain pembahasan tentang

pembangunan, tentang desa adakalanya pembahasan yang disiarkan


83

perihal kriminal yang perlu juga didengarkan oleh masyarakat dan juga

informasi-informasi tersebut bisa cukup diperlukan oleh masyarakat

yang mungkin tidak terjangkau oleh jaringan internet ataupun

masyarakat tua yang tidak paham untuk mencari berita di internet.

Saat ini, RRI yang tersebar di seluruh Indonsia termasuk cabang

Banjarmasin juga sudah bisa diakses melalu internet dalam memberikan

berita online, karena RRI tidak ingin mengalami ketertinggalan dalam

menggunakan intenet sebagai sumber menyampaikan berita, misalnya

RRINet yang dapat diakses bagi masyarakat yang menggunakan ponsel

pintar maupun siaran televisi yang sudah mendapatkan frekuensi sinyal

RRI tersebut.

Meskipun demikian, RRI sendiri mengakui bahwa di era digital

ini, kepopuleran RRI sebagai media penyiaran informasi tidak

sepopuler dahulu, karena media yang menyampaikan berita kepada

masyarakat itu tidaklah sebanyak dan seberagam di era digital ini. Oleh

karena itu, agar RRI tetap eksis di era digital maka yang perlu

dilakukan adalah dengan berusaha menyesuaikan dengan kemajuan

zaman.0

3. Televisi

Kata televisi terdiri dari kata tele yang berarti “jarak” dalam bahasa

Yunani dan kata visi yang berarti “citra atau gambar” dalam bahasa Latin.

Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suaranya

0
Ibid.
84

dari suatu tempat yang berjarak jauh. 0 Sementara itu, menurut pendapat

lainnya menyebutkan bahwa televisi dalam bahasa Inggris disebut

television. Televisi terdiri dari istilah tele yang berarti jauh dan visi

(vision) yang berarti penglihatan.0

Televisi merupakan salah satu bentuk media sebagai alat

komunikasi masa. Komunikasi masa adalah pesan yang dikomunikasikan

melalui media masa pada sejumlah besar orang. Media komunikasi yang

termasuk masa yaitu radio siaran, televisi, film yang dikenal sebagai media

elektronik, serta surat kabar dan majalah yang keduanya termasuk media

cetak.0

a. Periode 1998-2004

Perkembangan media televisi pasca Orde Baru ke Reformasi

ialah sudah banyak pers yang memanfaatkan media digital, kemudian

banyak pers yang melakukan siaran langsung, sehingga mereka bisa

dengan mandiri membuat sebuah siaran, yang membuat terjadinya

persaingan antara siaran televisi masa depan.

Kalau dahulu siaran televisi bisa berdiri sendiri karena siaran

televisi secara terestrial0 yang memiliki sistem pemancar sendiri melalui

0
Sutisno, Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Video (Jakarta: PT Grasindo,
1993), hlm. 1.
0
Onong Uchijan/a Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Cet ke-3 (Bandung: PT.
Itra Aditya Bakti, 2003), hlm. 174.
0
Rema Karyanti. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2005), hlm. 3.
0
Penyiaran televisi digital terestrial secara umum didefinisikan sebagai pengambilan atau
penyimpanan gambar dan suara secara digital, yang pemprosesanya (encoding-multiplexing)
termasuk proses transmisi, dilakukan secara digital dan kemudian setelah melalui proses
pengiriman melalui udara, proses penerimaan (receiving) pada pesawat penerima, baik penerimaan
tetap di rumah (fixed reception) maupun yang bergerak (mobile reception) dilakukan secara
digital.
85

kanal terestrial sebelumnya. Sekarang dengan majunya perkembangan

zaman terlebih di era digital ini, tidak hanya para pers bahkan orang

yang bukan seorang jurnalis tapi mencoba belajar menjadi seorang

jurnalis bisa memanfaatkan media digital sebagai ajang untuk

menyampaikan sebuah informasi kepada masyarakat.

b. Periode 2005-2009

Sebelum pesatnya era digital, memang eranya televisi itu sudah

besar, seperti TVRI kemudian siaran-siaran dari TV swasta dan

sekarang meskipun era pertelevisian sudah tidak berjaya seperti dahulu,

tetapi masih dapat bertahan.

Hal ini dikarenakan siaran televisi sudah ditunjang oleh

kemajuan teknologi, sehingga masyarakat lebih mudah untuk

mengakses terhadap siaran tersebut melalui internet, kemudian

teknologi yang semakin canggih yang mudah dikuasai oleh masyarakat,

sehingga berbagai aplikasi yang semakin berkembang dapat digunakan

sebagai sarana untuk dapat mengeksiskan dirinya sendiri.0

Dahulu ketika seorang yang tekenal dibayar oleh televisi untuk

tampil diacaranya, tetapi setelah majunya teknologi seorang yang

terkenal dapat menyiarkan acara yang mereka sendiri dengan siaran

pribadi mereka, sehingga menurut televisi sendiri hal tersebut bisa

menjadi sebuah persaingan.

Apalagi dengan hadirnya berbagai tempat untuk melakukan

sebuah siaran seperti steaming Youtube, Instragram TV, Facebook TV,


0
Wawancara dengan Nanik Hayati, tanggal 2 Desember 2020.
86

dan sejenisnya, yang membuat masyarakat sudah jarang menyaksikan

sairan di televisi.0

Gambar 3.4 Gedung TVRI Banjarmasin (Kalimantan Selatan)

Keterangan: Jl. A. Yani No.Km. 6, Pemurus Luar, Kec. Banjarmasin Tim., Kota
Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

4. Internet

Perkembangan media digital atau internet ini beriringan dengan

berkembangannya teknologi. Pada awalnya, sekitar tahun 90-an

perkembangan teknologi itu kurang begitu digunakan oleh para pers dalam

menyampaikan sebuah berita kepada masyarakat. Alhasil media kala itu

para pers hanya bertumpu kepada media cetak dan setelah itu baru masuk

ke ranah media penyiaran atau radio.

a. Periode 1998-2004

Setelah kekuasaan Soeharto selama 32 tahun runtuh, dan

digantikan B.J. Habibie, pada 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999,


0
Ibid.
87

media seakan terbebas dari belenggu. Di era inilah kebebasan pers

dimulai hingga tahun sekarang ini. Tidak ada lagi ancaman

pemberedelan. Setiap orang atau perusahaan bebas membuat

perusahaan penerbitan.

Oleh karena itulah, di tengah euforia reformasi yang meledak-

ledak, tabloid, koran, dan majalah pun bermunculan dengan berita-

berita politik yang begitu dominan. Pers Indonesia semakin semarak

mulai tahun 2000 karena bermunculan media-media internet atau

online. Situasi semakin meriah karena hadir pula stasiun televisi yang

fokus pada siaran berita.0

Seiring dengan perkembangan teknologi, khususnya di media

digital, di Kota Banjarmasin sendiri ada banyak media digital yang

digunakan oleh pers, diantaranya adalah situs website apahabar.com.

Pada awalnya yang pertama kali merintis media digital online secara

nasional adalah situs Republika Online yang muncul pada tahun 1994,

kemudian disusul oleh situs Kompas Online yang sekarang berubah

nama menjadi Kompas.com yang muncul pada tahun 1995, selanjutnya

muncul situs Detik.com.0

Sementara itu, di Banjarmasin sendiri sampai awal tahun 2000-

an, para pers belum melirik untuk menggunakan media digital yang

pada kala itu sudah dipergunakan di beberapa daerah lain. Hal itu

dikarenakan teknologi yang digunakan oleh pers di Banjarmasin belum


0
http://nasional.kompas.com/read/2012/02/11/04210738/Kebebasan.Pers.yang.Berekses,
dikutip pada 25 November 2020.
0
Wawancara dengan Milhan Rusli, tanggal 23 November 2020.
88

sepenuhnya menggunakan teknologi dari digital. Padahal sekitar tahun

2000an, media di Banjarmasin seperti Banjarmasin Post sudah dapat

diakses melalui media digital.

b. Periode 2005-2009

Diperkirakan media digital online di Banjarmasin dapat diakses

secara baik oleh masyarakat pada tahun 2005-an, meskipun dalam

jangka tahun 2000-2004 akhir media online di Banjarmasin sudah bisa

diakses, tetapi para penggunanya kala itu masih sangat terbatas,

mengingat alat untuk mengakses media tersebut tidak semua orang

memilikinya. Kemudian dengan berjalannya waktu, masyarakat saat ini

lebih condong untuk mencari informasi berita melalui media internet

dengan alasan tidak memakan waktu banyak dan lebih praktis.

Media internet yang ada di Kota Banjarmasin sendiri bisa

dikatakan sangat beragam, baik sebelumnya adalah media cetak atau

media siaran radio yang melebarkan sayap dengan menggunakan media

digital sebagai sarana dalam memberikan berita maupun media digital

murni yang tidak berasal dari media manapun, meskipun tidak semua

media online itu terdaftar resmi di dewan pers.

Hal ini karena menurut dewan pers bahwa media pers yang

berasal dari manapun sejatinya harus memiliki perusahaan yang

memiliki badan hukum, sehingga agar tidak menjadi kacau antara

media internet dengan media lainnya, maka dibuatlah organisasi yang

membawahi media-media digital internet.


89

Organisasi yang membawahi media digital yang salah satunya

berada di Banjarmasin, yaitu JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia).

Jadi pada dasarnya organisasi itu berdiri agar dapat memverifikasi

media-media digital supaya mesia tersebut tidak dianggap sebagai

media digital yang tidak resmi.0

Gambar 3.5 Kantor Website apahabar.com

Keterangan: Teluk Dalam, Kec. Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin,


Kalimantan Selatan.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

C. Upaya Media dalam Menyampaikan Informasi Terhadap Masyarakat di

Kota Banjarmasin di Masa Reformasi Tahun 1998-2009

Di era globalisasi seperti sekarang ini beragam informasi, peristiwa,

dan ilmu pengetahuan menjadi sangat penting untuk diketahui secara cepat.

Sebagai pemberi informasi kepada masyarakat, media tentu menjadi sarana

yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan hal tersebut. Kini

beragam informasi peristiwa dan ilmu pengetahuan dengan mudah dan cepat

dapat diperoleh. Beragam peristiwa yang sedang terjadi di tempat lain detik itu

juga dapat diketahui. Berbagai informasi penting juga dapat dengan mudah dan

0
Ibid.
90

cepat diketahui karena keberadaan teknologi internet. Kini media sudah

menjadi alat ukur modernisasi dan menjadi kebutuhan primer sebuah keluarga.0

Pesatnya perkembangan media sosial kini karena semua orang bisa

memiliki media tersebut. Jika untuk memiliki media tradisional, seperti

televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang

banyak, lain halnya dengan media sosial. Media sosial dapat diakses dengan

jaringan internet tanpa biaya besar, tanpa alat mahal, dan dapat dilakukan

sendiri tanpa karyawan.0

Bagi jurnalis atau disebut juga dengan insan media, lahirnya UU Pers

No. 40 Tahun 1999 sangat berarti didalam dunia jurnalistik. UU ini juga

menjamin kebebasan media untuk dapat memproduksi, hingga menyiarkan

berita kepada masyarakat. UU Pers ini menempatkan pers sebagai bagian yang

tidak terpisahkan dari demokrasi dan penegakkan supremasi hukum. Meskipun

kebebasan pers itu ada, jurnalis dalam menjalankan profesinya tetap dibatasi

oleh berbagai rambu-rambu, diantaranya Kode Etik Jurnalistik maupun UU

Pers itu sendiri.

Jurnalis dalam menjalankan profesinya selalu berhubungan dengan

berbagai pihak yang menjadi sumber berita. Hubungan antara jurnalis dengan

sumber berita tidak akan menimbulkan persoalan apa-apa, sepanjang fakta atau

informasi yang disampaikan oleh jurnalis bersifat akurat dan benar serta dapat

0
Dindin Samsudin. “Peran Media Dalam Pemasyarakatan Istilah Bahasa Indonesia.”
Dalam Jurnal Metalingua: Vol. 13, No. 2, Desember 2015, hlm. 153.
0
Ibid.
91

dipercaya. Sebaliknya akan muncul persoalan apabila fakta yang diberitakan

justru tidak benar atau mengada-ada.0

a. Periode 1998-2004

Umumnya melalui media cetak masih dominan, seperti surat kabar

harian, mingguan, tengah bulanan dan bulanan. Selain itu, melalui radio dan

televisi seperti radio pemerintah (RRI), pemerintah daerah dan radio-radio

swasta. Kemudian TVRI serta telivisi swasta yang menempatkan

wartawan/koresponden/kontributor di Banjarmasin seperti RCTI dan TPI.

Sementara awak-awak medianya tidak lagi organisasi tunggal

kewartawanan yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), tetapi mencapai

belasan, bahkan secara nasional mencapai puluhan (tercatat 36 organisasi

kewartawanan) seperti PWI Reformasi, Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI),

dan Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI).0

b. Periode 2005-2009

Pengaruh pers di Kota Banjarmasin pada periode 2005-2009 tampak

semakin tajam seiring kemunculan media sosial (medsos). Kendati belum

semarak di masa kini, medsos dan era pertumbuhan sistem digital yang

semakin marak, seakan tanpa batas atau seenaknya sehingga menimbulkan

permasalahan tersendiri. Apalagi kalau dikaitkan dengan Undang-undang

(UU) yang berhubungan dengan informasi teknologi (IT) dan UU

keterbukaan informasi publik (KIP).

0
Wawancara dengan Lili Irianti Mala, tanggal 27 Desember 2020.
0
Wawancara dengan H. Syamsuddin Hasan, tanggal 7 Maret 2021.
92

Sebagai salah satu upaya media dalam menyampaikan informasi

terhadap masyarakat di Kota Banjarmasin pada masa Reformasi, yaitu

bagaimana mengendali arus pemberitaan agar tetap menghasilkan karya-

karya jurnalistik yang profesional dan proporsional. Upaya tersebut antara

lain melalui pelatihan-pelatihan, dan dalam waktu belakangan berupa ujian

kompetensi wartawan (UKW).

Medsos dan atau media digital menjadi saingan ketat serta semakin

kompetitif dengan medi cetak dalam menyebarluaskan pemberitaan dan

merebut perhatian pembaca atau mereka yang mau cepat mengetahui berita,

kendati keakuratan medsos tersebut belum menjadi jaminan. Pasalnya

pengisi medsos tersebut mungkin saja ada yang tidak mengetahui Kode Etik

Jurnalistik yang merupakan pedoman dalam mencari, mengolah dan

menyebarluaskan berita.0

0
Ibid.
BAB IV

DAMPAK KEBEBASAN PERS TERHADAP JURNALIS DAN SUMBER

MEDIA DI KOTA BANJARMASIN TAHUN 1998-2009

A. Dampak Kebebasan Pers Terhadap Jurnalis dan Sumber Media di

Banjarmasin Tahun 1998-2009

Kebebasan pers yang terjadi pasca Reformasi di Indonesia memberikan

kabar gembira bagi industri pers Tanah Air, termasuk di Banjarmasin. Manfaat

kebebasan pers bagi pers itu sendiri diantaranya kemudahan mengurus izin

pendirian perusahaan pers, bebas melakukan kontrol terhadap pemerintah,

berkumpul, dan berserikat. Adapun yang akan menjadi fokus kajian dalam

bahasan ini adalah dampak kebebasan pers terhadap penyebarluasan

informasi.0

Kebebasan pers tidak hanya berdampak bagi perusahaan pers semata,

melainkan juga bagi masyarakat. Dengan ramainya media massa, masyarakat

bisa mendapatkan informasi yang beragam dan dari berbagai sisi. Ramainya

surat kabar yang terbit membuat persaingan merebut pangsa pasar semakin

sengit. Setiap media juga dutuntut tampil beda menyajikan informasi. Jika

informasi yang disampaikan sama, pembaca cukup membaca satu media saja.

Dengan cara tampil beda itu, media massa akan dipilih oleh pembaca dan juga

laris di pasaran karena masyarakat membutuhkannya.0

0
Mardikola Tri Rahmad. “Dampak Kebebasan Pers Terhadap Penyebarluasan Informasi di
Sumatera Barat.” Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban. Volume 14, No. 1, Juni 2020, hlm.
1.
0
Ibid., hlm. 5.

93
94

Dengan adanya kebebasan pers yang diatur didalam UU No. 40 Tahun

1999, sebenarnya ancaman terhadap pers cenderung lebih besar karena media

bisa menulis dan menerbitkan berita apasaja. Sementara pihak yang dianggap

terdampak akibat dari produk jurnalis itu semakin banyak. Kondisi yang

mengancam terhadap kebebasan pers ketika era transisi (perpindahan dari era

Orde Baru ke Reformasi) hampir tidak pernah terjadi di Kota Banjarmasin. Hal

ini dikarenakan jurnalis di Kota Banjarmasin lebih mengutamakan informasi

yang akurat, benar dan terpercaya dalam mengolah dan menyajikan suatu

berita.0

Setiap suatu kebijakan membawa dampak, baik itu dampak positif

maupun dampak negatif, begitu juga dengan kebebasan pers. Pers atau media

massa memiliki peran yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan sudah

tidak diragukan lagi baik yang sifat baik atau tidak baik. Pada satu sisi

kebebasan pers membawa dampak posisif, sebab dengan adanya kebebasan

pers tersebut penyebaran inforrmasi kepada masyarakat jadi terbuka.

Begitupun juga sebaliknya kebebasan pers itu juga dapat menimbulkan dampak

buruk. 0

Menurut penututan H. Syamsuddin H., bahwa minat membaca

masyarakat umum ataupun mendengarkan informasi yang disampaikan oleh

media yang terbagi dua sesuai segmennya, yaitu ada “nang muyak” alias yang

bosan sampai tidak lagi membaca atau mau mendengarkan lagi karena berita

seperti itu-itu saja seperti memberi harapan tetapi tidak sesuai kenyataan,

0
Wawancara dengan Lili Irianti Mala, tanggal 27 Desember 2020.
0
Mardikola Tri Rahmad, Loc. Cit., hlm. 7.
95

apalagi kabar tersebut jelas-jelas bohong. Mereka yang seperti ini lebih

membaca atau mendengar hiburan atau bersifat pengajian/tambahan

pengetahuan. Di sisi lain, ada pula pembaca/pendengar hanya sekitar ingin tahu

agar tidak ketigalan berita, terlebih pada pekerja atau petani mereka lebih baik

bekerja daripada membaca atau mendengarkan yang "mengawang-awang" atau

hanya janji-janji saja.

Hal tersebut pula berdasarkan pantauan di daerah pedesaan yang

merupakan tempat tinggal sebagian besar penduduk dan sebagian besar petani

yang menyaksikan televisi. lebih banyak menonton tayangan hiburan atau

pengajian, dan sangat jarang menonton berita, kecuali berita olahraga serta hal-

hal yang berkaitan peningkatan usaha pertanian secara umum. Warga pedesaan

sangat jarang membaca surat kabar, terlebih dengan tidak ada lagi koran yang

masuk ke wilayah desa. Mereka lebih baik beli makanan keperluan rumah

tangga daripada membeli koran.0 Dari beberapa pemaparan tersebut, sehingga

pada bagian ini juga akan dipaparkan beberapa dampak dari kebebasan pers

tersebut, baik positif maupun negatif.

1. Dampak Positif

Kebebasan pers, baik kepada jurnalis maupun sumber media, dapat

bernilai positif karena adanya kebebasan pers yang berarti dalam hal ini

merupakan kemandirian pers terjamin. Kondisi ini berkorelasi terhadap

upaya mewujudkan pers yang ideal, yaitu menyajikan berita-berita atau

0
Wawancara dengan H. Syamsuddin H., tanggal 27 November 2021.
96

informasi yang akurat, benar, dan terpercaya. Hal ini membuat keberadaan

pers sebagai pilar keempat demokrasi benar – benar dapat terwujud.0

Beberapa dampak positif dari adanya kebebasan pers tersebut,

diantaranya:

1) Terbuka Dalam Penyampaian Informasi

Adanya kebebasan pers ini, para jurnalis dapat menjalankan

fungsinya dengan semaksimal mungkin, terutama dalam penyampaian

informasi. Informasi baik dan buruk akan cepat tersebar di masyarakat.

Manakala informasi yang disampaikan itu objektif dan jujur tentu akan

membawa dampak positif bagi publik, dan begitupun sebaliknya.0

Selain itu, dengan adanya kebebasan pers informasi yang

disampaikan lebih lengkap, karenanya tidak hanya informasi baik, tetapi

juga buruk. Oleh karenanya, dengan adanya kebebasan tersebut, pers lebih

leluasa menjalankan fungsinya, yakni kontrol sosial. Terlebih lagi, dengan

dalih kebebasan, terkadang kebebasan pers itu menjadi kelewawatan atau

kebabablasan.

Salah satu indikator kemerdekaan pers, yaitu seberapa jauh media

menyajikan berita berdasarkan perspektif atau pandangan yang beragam

sehingga audiens bisa memperoleh gambaran yang relatif lengkap tentang

suatu fakta atau peristiwa. Suatu peristiwa dapat dikupas dalam berbagai

0
Wawancara dengan Lili Irianti Mala, tanggal 27 Desember 2020.
0
Hamdan Daulay, Jurnalistik dan Kebebasan Pers. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2016), hlm. 30.
97

sisi, sehingganya masyarakat mengatahui apa yang sesungguhnya terjadi

tanpa ada infomasi yang tutupi ada dirahasiakan.0

2) Mendorong Perubahan Pola Pikir Masyarakat

Peran pers sebagai pencerah masyarakat atau sebagai media

pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan sosial dari

aspek perubahan pola pikir masyarakat. Perubahan sosial dari aspek

perubahan pola pikir ditandai dengan adanya pola pikir baru dari

masyarakat tersebut. Perubahan sikap diawali dari perubahan pola pikir

masyarakat. Pers sebagai pendidik dalam penyampaian informasinya

menyesuaikan dengan khalayak yang heterogen dan berbagai sosio

ekonomi, kultural dan lainnya agar penyampaian informasi tersebut dapat

diterima oleh masyarakat. Perubahan pola pikir ini sebagai proses

pembangunan bangsa dan karakter bangsa Indonesia yang diharapkan pada

masa depan.

Saat kita butuh pencerahan untuk bangkit dan maju. Salah satu cara

yang efektif untuk pencerahan ialah kontribusi media dalam pendidikan dan

pencerdasan bangsa. Pihak media terdiri atas dua yaitu pihak yang memiliki

idealisme dan pihak bisnis yang selalu memikirkan keuntungan (profit).

Keseimbangan antara dua pihak ini dapat menjadi kunci bagi kemajuan

bangsa. Selain itu pihak akademisi dan media harus berada dalam satu

langkah bersama mencerdaskan anak bangsa demi masa depan bangsa yang

0
Mardikola Tri Rahmad, Op. Cit., hlm. 7-8.
98

lebih baik. Akan tetapi langkah ini harus didukung bersama, karena

pembangunan bangsa tidak semata tanggung jawab media.0

3) Mendorong Perubahan Sikap Masyarakat

Peran media dalam sebagai pemberi informasi berkaitan dengan

adanya perubahan sikap masyarakat. Media dapat menciptakan perubahan

sikap yang diinginkan dari penyebarluasan informasi. Media menghasilkan

opini masyarakat yang terimbas melalui sikap masyarakat itu sendiri.

Perubahan sikap yang lebih baik atau lebih tidak baik ditentukan oleh media

sendiri. Media dapat menghapus kekerasan dan diskriminasi atau malah

menumbuhsuburkan sikap tersebut dalam masyarakat.

4) Mendorong Perubahan Budaya Materi Masyarakat

Peran pers sebagai hiburan yang memberikan perubahan budaya.

Wujud kebudayaan di masyarakat ini akan bergeser seiring mengikuti

perkembangan zaman melalui peran media sebagai pelopor perubahan yang

didalamnya ada pola pikir, sikap dan menjadi kebiasaan yang dianggap

wajar oleh masyarakat.0 Salah satu contoh trend kehidupan yang terjadi

pada masyarakat di Kota Banjarmasin, diantaranya menggunakan teknologi

smartphone atau telpon pintar yang selalu dipromosikan lewat media massa.

Akibatnya masyarakat akan tertarik, dan lama kelamaan akan menjadi

kebutuhan. Meskipun membutuhkan biaya yang relatif tinggi, masyarakat

akan mengusahakannya.

0
Ibid., hlm. 8-9.
0
Rini, “Peran Media Massa Dalam Mendorong Perubahan Sosial Masyarakat,” Jurnal
Ilmiah Orasi Bisnis, Edisi Ke- VI, November 2012, hlm. 51-56.
99

5) Kebebasan Berorganisasi dan Mendirikan Perusahaan Pers

Kebebasan berserikat dan berorganisasi bagi warga negara

merupakan bagian esensial dari demokrasi. Melalui organisasi, masyarakat

bisa mengartikulasikan dan memperjuangkan kepentingan-kepentingannya,

baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial dan budaya.0 Demikian pula

dengan jurnalis. Terjamin dan terlaksananya kebebasan berorganisasi dan

berserikat memungkinkan jurnalis memperjuangkan kepentingan dan nilai-

nilai yang diyakininya. Kemerdekaan pers sebagai bagian dari kondisi yang

harus ada bagi demokrasi juga mensyaratkan perlunya kebebasan berserikat

dan berorganisasi. Kebebasan berserikat dan berorganisasi dijamin oleh

konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, dan secara khusus

menyangkut pers diatur dalam Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers.

Hal itu terbukti semakin banyaknya organisasi profesi kewartawanan.

Sebelum reformasi hanya satu organisasi, yakni Persatuan Wartawan

Indonesia (PWI).0

Kebebasan pers juga berdampak bagi pendirian perusahaan dan

operasionalisasi perusahaan pers. Terbitnya UU No. 40/1999 di masa

Reformasi yang mengatur pers menjadi oase bagi kebebasan pers di

Indonesia. Sebelumnya, pendirian perusahaan pers diatur dalam UU No.

21/1982, dengan Pasal 1 angka 13 yang mensyaratkan pendirian perusahaan

pers harus menggunakan Surat Izin Usaha Perusahaan Penerbitan (SIUPP)

yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dihapusnya SIUPP membuka keran

0
Mardikola Tri Rahmad, Op. Cit., hlm. 9.
0
Wawancara dengan Ir. Zainal Helmie, tanggal 28 September 2020.
100

demokrasi melalui pers yang bebas dan independen, yang pada akhirnya

menjamurnya perusahaan pers di Indonesia.0

6) Kebebasan Menjalankan Kontrol Sosial

Dampak adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang

Pers, membuat pihak perusahan pers menjalankan tugas jurnalistik sesuai

tujuan utama pers. Semenjak adanya aturan tersebut, pers lebih leluasa

menjalankan fungsi sosial kontrolnya.0 Aturan itu juga membuat perusahaan

pers tidak lagi dibayang-bayangi oleh rasa was-was, pemanggilan oleh

aparat, ataupun ancaman terberatnya dibredel ataupun izin terbitnya dicabut.

Aturan tersebut bisa diibaratkan bagaikan “payung” yang bisa membuat

jajaran redaksi dapat menjalankan pekerjaan dengan tenang dan nyaman.

Akan tetapi, dengan adanya kebebasan pers tidak membuat

perusahaan pers bisa berbuat sekehendaknya, namun tetap berimbang dalam

melakukan kontrol sosial. Kendati bebas menjalani kontrol sosial,

perusahaan pers tetap harus mematuhi kode etik jurnalistik yang berlaku.

Jika melanggar kode etik jurnalistik, maka perusahaan pers bisa dikenakan

sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.0

7) Kemajuan Teknologi

Pada saat harga kertas semakin melambung dan perusahaan media

cetak sangat kesulitan untuk mengembangkan bisnis informasinya, mau

tidak mau media cetak harus berubah dan menyesuaikan diri agar mampu

0
Sapto Nugroho, Survei Indek Kemerdekaan Pers Indonesia 2017. (Jakarta: Dewan Pers),
hlm. 19.
0
Wawancara dengan H. Gusti Pangeran Rusdi Effendi, tanggal 2 November 2020.
0
Mardikola Tri Rahmad, Op. Cit., hlm. 10.
101

juga beradaptasi terhadap pesatnya pembaharuan dan perkembangan

teknologi digital. Surat kabar tidak hanya menempatkan diri menjadi media

kabar cetak, tetapi juga sebagai wadah informasi multimedia menggunakan

platform yang bermacam macam seperti internet, smartphone, aplikasi,

media sosial, web dan perangkat digital lainnya. Jika tersistem dalam bentuk

platform, media cetak bisa saja kedepan akan hilang atau sulit ditemukan,

tetapi dalam wadah saluran informasi akan tetap abadi, bahkan dengan

konten yang lebih majemuk dan heterogen kaya akan pilihan pilihan. Di sisi

lain, rintangan yang ditemui oleh surat kabar akan jauh sangat sulit jika

dibandingkan dengan buku sebab karakter bisnis surat kabar yang sangat

mementingkan pada keuntungan dari iklan.0

Penggunaan teknologi kekinian bagi sebuah surat kabar yang ada di

Banjarmasin sendiri tampaknya merupakan keniscayaan atau tuntutan agar

bisa berkembang, minimal tetap eksis. Barangkali tidak sepatutnya pula

kalau surat kabar menggunakan teknologi kekinian untuk hal-hal yang

mengarah negatif dan atau memunculkan dampak negatif. Surat kabar yang

menyalahgunakan pemanfaatan teknologi kekinian akan terseleksi secara

alami oleh masyarakatnya sendiri, dan pada gilirannya akan mati dengan

sendirinya atau tidak berkembang sebagaimana mestinya, terkecuali hanya

untuk intrik-intrik tertentu.0

0
Andoko. “Teknologi Digital: Akankah Media Cetak Berakhir?” Jurnal Ultimatics.
Universitas Media Nusantara. Volume 2, Nomor 1, 1 Juni. 2010, hlm. 6.
0
Wawancara dengan H. Syamsuddin H., tanggal 27 November 2021.
102

a. Periode 1998-2004

Selain lebih berhati-hati dalam membuat karya tulis jurnalistik,

baik berupa berita lempang maupun pendalaman dan karangan khas,

Jurnalis juga terus meningkatkan kualitas karya tulisnya, tanpa

mengenyampingkan kuantitas. Oleh karena itulah, secara kuantitatif

semakin banyak produk berita atau karya tulis jurnalistik jurnalis tersebut

kian nalar. Begitu pula kalau karya jurnalistik itu berkaitan kemajuan

daerah, maka daerahnya juga menjadi terpromosikan lebih luas, dan pada

gilirannya berdampak positif bagi daerah dan masyarakat setempat.

Sementara narasumber juga menjadi lebih terbuka karena sama-sama

memetik hasil positif dari karya tulis jurnalistik, dan pula membuat

dampak positif bagi orang lain.0

b. Periode 2005-2009

Pada dekade ini dampak positif bagi jurnalis dan sumber media di

Banjarmasin semakin terlihat, seperti interaksi positif antara pers -

pemerintah dan masyarakat. Oleh karenanya media massa juga mulai

semakin tumbuh dan berkembang, terutama media dalam jaringan

(daring) atau "online" seiring dengan keinginan masyarakat yang ingin

serba cepat mengetahui hal-hal yang terjadi. Kemudian lebih dari itu,

bahkan untuk memastikan dalam sistem jaringan pemberitaan ada di

antara jurnalis dan sumber media memperkuat dengan sistem kontrak.0

0
Wawancara dengan H. Syamsuddin Hasan, tanggal 7 Maret 2021.
0
Ibid.
103

2. Dampak Negatif

Disamping dampak positif, kebebasan pers terhadap jurnalis dan

sumber media juga ada bernilai negatif, yakni seiring dengan terciptanya

kebebasan pers sehingga membuat banyak sekali bermunculan media-media

dari berbagai jenis. Perkembangan ini diiringi dengan kecenderungan

banyaknya media-media yang mengabaikan sikap profesionalnya, misalnya

menulis liputan yang bersifat spekulatif dan mengabaikan kode etik.

Akibatnya fakta yang seperti itu dapat memunculkan pendapat minor

tentang kebebasan pers yang dianggap melewati batas atau kebablasan.

Media yang seperti itu dianggap dapat merugikan masyarakat karena

informasi yang disampaikan bisa saja tidak berdasarkan kondisi obyektif

yang dapat dipertanggungjawabkan.0

Peranan media massa dalam membawa arah bagi perubahan

masyarakat tidak bisa diabaikan. Apakah perubahan sosial masyarakat itu

diharapkan atau tidak, cepat atau lambat. Dampak yang terjadi akibat dari

peran media, dipastikan akan terjadi di tengah masyarakat. Pada bagian ini

penulis akan mencoba memaparkan dampak negatif kebebasan pers,

diantaranya :

1) Menyebabkan Krisis Moral

Keberadaan pers membuat pertukan informasi antar daerah bahkan

bangsa cukup cepat. Hal itu mengakibatkan terjadinya krisis nilai dan norma

di dalam masyarakat tersebut. Banyak masyarakat menganggap bahwa

perkembangan itu merupakan suatu modernisasi yang harus diikuti. Padahal


0
Wawancara dengan Lili Irianti Mala, tanggal 27 Desember 2020.
104

itu belum tentu sesuai dengan nilai budaya Indonesia. Kemerosotan moral

masyarakat tersebut tentunya membahayakan, karena akan mengancam

keamanan dan budaya bangsa.

Efektivitas media massa dalam perubahan sosial, meskipun

perubahan tersebut tidak diinginkan kelompok masyarakat, namun mampu

menembus ruang dan sekat-sekat yang dibangun oleh masyarakat tadi

terutama di era globalisasi ini. Media massa bagaikan “mahluk ghaib” yang

tidak bisa dikerangkeng oleh ruang dan waktu, sehingga bisa bergerak

leluasa untuk menginformasikan berbagai hal yang pada akhirnya mampu

membuat mentalitas (ideal) dan perilaku masyarakat terpengaruh, dan

ujung-ujungnya perubahan sosial tidak bisa dielakkan lagi.0

2) Dominasi Pemilik Modal

Kebebasan pers Indonesia idealnya dibangun di atas landasan

kebersamaan kepentingan pengelola media, dan kepentingan target

pelayanannya, tidak peduli apakah mereka itu mewakili kepentingan negara

(pemerintah), atau kepentingan rakyat.0 Dalam kerangka kebersamaan

kepentingan dimaksud, diharap aktualisasi kebebasan pers nasional tidak

hanya akan memenuhi kepentingan sepihak, baik kepentingan pengelola

(sumber), maupun pada pemenuhan kepentingan sasaran (publik media).0

Menyeimbangkan kepentingan pemilik modal dan kepentingan

masyarakat menjadi suatu tantangan bagi pers saat ini. Jika industri pers

0
Mardikola Tri Rahmad, Loc. Cit.
0
Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik. (Yogyakarta: UII Pres, 2004). hlm.
156.
0
Sudirman Tebra, Jurnalistik Baru. (Jakarta: Kalam Indonesia, 2005), hlm. 213.
105

tidak mampu menjaga keseimbngan ini dengan baik, maka ia akan

kehilangan kepercayaan di mata publik. Dampaknya, tentu akan berimbas

kepada pendapatan industri pers tersebut.

Sebagai contoh, apabila kepercayaan masyarakat di Banjarmasin

kepada suatu surat kabar hilang, berita-beritanya tidak akan dibaca, bahkan

juga akan berimbas pada penjualan surat kabar di Banjarmasin, seperti surat

kabar harian “Upaya” yang kemudian berganti nama menjadi “Utama”

terbit pada tahun 1970 harus terhenti memasuki awal tahun 1978,

disebabkan antara lain kekurangan modal serta banyaknya karyawannya

yang memilih untuk berhenti bekerja.0

3) Maraknya Berita Bohong dan Tidak Berimbang

Ketika kebebasan pers dimaknai sangat berlebihan, maka nilai

kejujuran tidak diindahkan dan membuat kebebasan itu tidak terkendali.

Kondisi ini membuat begitu mudah terjadinya berita bohong, fitnah,

mencari sensasi mansyarat, tidak berimbang. Padahal ldealnya kebebasan

pers haruslah memaknai sebagai perjuangan yang mempunyai nilai-nilai

kejujuran. Sikap kritis dalam menyampaikan sebuah berita juga harus

mengedepankan kejujuran.0

Alih-alih kerena kebebasan, kadang pers cendrung menyebar berita

bohong atau hoax. Terkadang juga hal itu disengaja untuk menaikkan

popularitras oleh sebagian media massa. Akibatnya, masyarakat mendapat

informasi tidak benar, dan dapat menimbulkan dampak yang lebih besar

0
Wawancara dengan Hj. Sunarti Suwarno, tanggal 2 November 2020.
0
Hamdan Daulay, Op. Cit., hlm. 141.
106

lagi, salah satunya masyarakat terprovikasi bahkan keresahan atau

keributan.

Dari gambaran tersebut nampak jelas, ada sisi-sisi negatif di antara

sisi positif kebebasan pers. Sisi positif tidak perlu lagi dibahas karena sudah

jelas itu yang diharapkan kalangan insan pers dan masyarakat pada umum.

Akan tetapi, hal yang paling urgen untuk dikaji adalah sisi negatif

kebebasan pers, sebab perspektif inilah yang akan mengancam masa depan

kebebasan pers yang telah susah payah memperolehnya.

Sisi negatif kebebasan pers dapat dilihat antara lain: merosotnya

profesionalisme wartawan, tidak berimbang dan memutarbalikkan fakta

sehingga terjadi pembodohan terhadap masyarakat, mengganasnya teror dan

kekerasan terhadap wartawan dan institusi pers; merebaknya penerbitan

pornografi; dan melemahnya penawaran demokrasi akibat menguatnya

kapitalisme media yang mengandalkan mekanisme pasar.0

Dampak negatif apabila masyarakat tidak siap terhadap

perkembangan media massa yang bisa memberikan opini kepada setiap

orang untuk menilai orang lain sehingga ada yang namanya pembunuhan

karakter seseorang. Perubahan sikap yang dapat menggalang persatuan dan

kemanusiaan tertapi juga perubahan sikap sebaliknya. Perubahan budaya

materi juga dikhawatirkan akan membuat adat istiadat menjadi terlupakan

ataupun lebih menghargai budaya populer yang ada dari pada budaya

0
Djoko Waluyo, Kebebasan Pers Dari Pandangan Wartawan, Kasus Wartawan PWI Dan
AJI, (Yogyakarta: Tiara Wacana Lokus, 2014), hlm. 116.
107

masyarakat itu sendiri, dan yang lebih global lagi menurunnya tingkat

kepercayaan kepada negara dan pemerintah sendiri.0

4) Tingginya Saingan Bisnis

Kebebasan mendirikan perusahaan pers ternyata tidak hanya

membawa angin segar bagi pers di Banjarmasin. Akan tetapi juga “momok”

negatif, karena persaingan antara perusahaan pers akan semakin sengit.

Awalnya persaingan antara perusahaan pers di Banjarmasin ada

sekitar 10 peruasahaan surat kabar sebelum era Reformasi, itu pun

diantaranya banyak yang tidak dapat bertahan lama karena berbagai hal,

seperti kalah bersaing antara surat kabar satu dengan surat kabar lainnya,

pembiayaan yang semakin mahal baik untuk biaya produksi ataupun

membayar gaji pegawai dan lain sebagainya.

5) Gambar Vulgar

Penampil ilustrasi yang vulgar (dalam konotasi negatif) pada

dasarnya bukan sebuah surat kabar yang menganut asas mendidik dan

pencerahan. Di sisi lain tidak dipungkiri, terkadang memerlukan ilustrasi

(vulgar dalam pengertian positif) guna lebih memberi kejelasan bagi

pembaca sehingga menjadi sebuah renungan untuk berbuat yang lebih baik

lagi. Oleh karena itu, tidak selalu ilustrasi pada surat kabar bersifat vulgar

terutama dalam hal negatif yang juga bisa berdampak negatif, misalnya

masalah kriminalitas dan pornografi/porno aksi. Lain halnya yang bernilai

positif, guna memotivasi untuk melakukan kegiatan serupa, sebagai hal

untuk kemajuan daerah dan masyarakat, terutama bagi diri pribadi


0
Rini, Op. Cit., hlm. 56-57.
108

seseorang dan keluarganya, seperti melakukan perbuatan yang bermanfaat

terhadap orang banyak.0

a. Periode 1998-2004

Setelah reformasi, surat kabar di Banjarmasin berkembang jauh

lebih kekinian disamping juga media berita lain, seperti siaran radio,

televisi, bahkan media online yang tentunya membuat persaingan akan

mejadi tinggi. Untuk memenuhi biaya operasional, masing-masing

peusahaan harus bekerja keras dan jeli mencari ruang pemasaran.

Terkadang mereka memuat informasi yang bersifat sensasi untuk

mengalahkan saingannya yang lain, bahkan juga melanggar etika jurnalistik

yang ada. Hal ini dilakukan bagi siapa yang “nakal” dan menghalakan

semua cara untuk menjalankan bisnis perusahaan pers mereka, sebab kalau

kalah dalam saingan bisnis ini bisa dipastikan perusahaan pers tersebut tidak

akan bertahan lama.0

b. Periode 2005-2009

Dalam periode ini dampak negatif bagi jurnalis dan sumber media

di Banjarmasin yang menjadi barometer kabupaten/kota lainnya di Kalsel

tidak jauh banyak berbeda dengan periode 1998 - 2004. Bahkan pada

periode 2005 - 2009 mulai rasionalisasi media cetak atau surat kabar

yang berdampak pada pengurangan karyawan (termasuk para wartawan),

karena politik ekonomi yang kurang stabil.

0
Wawancara dengan H. Syamsuddin H., tanggal 27 November 2021.
0
Rini, Loc. Cit.
109

Keadaan tersebut memunculkan media massa yang kurang

manajemen usaha dan mulai bermunculan medsos dengan tujuan tertentu

yang dapat merusak citra harkat dan martabat dunia pers atau jurnalistik.

Dengan situasi dan kondisi itu pula, banyak yang takut dengan wartawan

"abal-abal" ketimbang terhadap wartawan yang betul-betul mematuhi

Kode Etik Jurnalistik.0

0
Ibid.
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka kesimpulan dalam penelitian ini,

adalah :

a. Jurnalis di Kota Banjarmasin sudah muncul ketika Belanda menjajah

wilayah Kalimantan. Perihal surat kabar pertama yang muncul di

Banjarmasin, bernama Sinar Borneo dalam tahun 1906. Kemudian tahun

1907 terbit surat kabar Pengharapan, disusul Borneo Advertentie Blad

pada tahun 1913 dan surat kabar berbahasa Kapuas bernama Brita

Bahalap pada tahun 1914. Kemudian bermunculan pula surat kabar

lainnya, seperti surat kabar Borneo Advertentie Blad diterbitkan tahun

1913, Surat kabar Berita Bahalap ini diterbitkan oleh misionaris zending

Kristen yang berada di Kuala Kapuas, dan lain sebagainya. Kemudian

pada masa pendudukan Jepang tahun1942, surat kabar yang beredar

diantaranya surat kabar Kalimantan Raya yang diubah menjadi Borneo

Shinboen. Memasuki era Orde Lama, perkembangan pers di Kalimantan

Selatan, diantaranya seperti surat kabar Soeara Kalimantan, Indonesia

Berdjuang, Indonesia Merdeka, dan Utusan Kalimantan. Pada masa Orde

Baru, media masa yang dipergunakan jurnalis dalam menyampaikan berita

kepada masyarakat, diantaranya surat kabar mingguan “Indonesia

Merdeka”, surat kabar “Media Masyarakat”, surat kabar mingguan

110
111

“Publika” , dan sebagainya. Meskipun pada kenyataannya banyak dari

media-media masa tersebut yang tidak bertahan lama sampai masa era

Reformasi, tetapi ada beberapa juga yang bisa bertahan bahkan menjadi

media masa yang besar, seperti surat kabar harian “Dinamika Berita”

berganti nama menjadi “Kalimantan Post”.

b. Kebebasan pers di Kota Banjarmasin awal Reformasi tahun 1998,

diantaranya adalah pasca Reformasi, pemerintah mencabut sejumlah

peraturan yang dianggap mengekang kehidupan pers. Peraturan tersebut

antara lain: Peraturan Menteri Penerangan Nomor 1 tahun 1984 tentang

Ketentuan-Ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP),

Permenpen Nomor 2 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Wartawan, Surat Keputusan (SK) Menpen Nomor 214 Tentang Prosedur

dan Persyaratan untuk Mendapatkan SIUPP, dan SK Menpen Nomor 47

Tahun 1975 tentang Pengukuhan PWI dan Serikat Pekerja Surat Kabar

Sebagai satu-satunya Organisasi Wartawan dan Organisasi Penerbit Pers

Indonesia. Selain media surat kabar yang besar di Banjarmasin, media-

media lainnya yang juga berkembang di Banjarmasin, diantaranya adalah

radio RRI Banjarmasin, siaran televisi TVRI Kalimantan Selatan, dan

sebagainya. Bahkan media online pun juga cukup berkembang baik,

seperti situs informasi lokal Banjarmasin apahabar.com.

c. Dampak kebebasan pers di Banjarmasin ini, diantaranya: Pertama, industri

pers pasca Reformasi meningkat tajam di Banjarmasin. Hanya saja, dari

semua industri pers tidak semuanya mampu bertahan, karena tidak siap
112

bersaing di pasaran. Kedua, dampak positif kebebasan pers bagi pers itu

sendiri diantaranya kebebasan berorganisasi dan mendirikan perusahaan

pers, serta kebebasan menjalankan kontrol sosial. Sementara dampak

negatifnya, diantaranya adalah dominasi pemilik modal pada perusahaan

pers, dan tingginya persaingan bisnis antar industri pers. Ketiga, bagi

masyarakat, kebebasan pers dapat membuka penyampaian informasi,

mendorong perubahan pola pikir masyarakat, mendorong perubahan sikap

masyarakat, serta mendorong perubahan budaya materi masyarakat,

sedangkan sisi negatifnya menyebabkan krisis moral, maraknya berita

bohong dan tidak berimbang, munculnya konten berbau pornografi, dan

tingginya persaingan bisnis antar perusahaan pers.


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Abdurahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Atmakusumah. 2009. Tuntutan Zaman: Kebebasan Pers dan Ekspresi, Jakarta:
Spasi & VHR Book-Yayasan Tifa.
Daulay, Hamdan. 2016. Jurnalistik dan Kebebasan Pers, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Cetakan ke-3,
Bandung: PT. Itra Aditya Bakti.
Gottschalk, Louis. 1986. Understanding History: A Primer of Historical Method,
a.b. Nugroho Notosusanto, “Mengerti Sejarah”, Jakarta: UI Press.
Hamid, Abdul Rahman & Muhammmad Saleh Madjid. 2011. Pengantar Ilmu
Sejarah, Yogyakatra: Ombak.
Handayaningrat, Soewarno. 1990. Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: Haji Mas Agung.
Hamid, Farid, Morissan, dan Andy Corry Wardhani. 2010. Teori Komunikasi
Massa, Bogor: Ghalia Indonesia.
Hosio, J. E. 2007. Cetakan Kedua. Kebijakan Publik dan Desentralisasi: Esai-
Esai dari Sorong.
Ibrahim, Jabal Tarik. 2003. Sosiologi Pedesaan, Cetakan I; Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003. Jakarta: Pusat penelitian bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008. Jakarta: Pusat penelitian bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Karyanti, Rema. 2005. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Kusumaningrat, Hikma. 2005. Jurnalistik Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Luwi, Ishwara. 2011. Jurnalisme Dasar. Jakarta: RT Kompas.
Marijan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-
Orde Baru, Jakarta: Prenada Media Group.
Masduki. 2004. Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Yogyakarta: UII Pres.
Narwoko, J. Swi & Bagong Suyanto. 2011. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan, Edisi Keempat, Cet. Ke-5; Jakarta: Kencana.
Nugroho, Sapto. 2017. Survei Indek Kemerdekaan Pers Indonesia. Jakarta:
Dewan Pers.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Raja Grafindo Persada.

113
114

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugraha Notosusanto. 1993. Sejarah


Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Rochmat, Saefur. 2009. Ilmu Sejarah Dalam Perspektif Ilmu Sosial, Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Syamsudin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah, Yogjakarta: Ombak.
Simanjuntak, Togi. 1998. Wartawan Terpasung, Jakarta: Institut Studi Arus
Informasi.
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta
dan Gejala Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi ke-4. Jakarta (ID):
Rajawali Pers.
Sumadria, AS Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Susanto, Edi. 2010. Hukum Pers di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutisno, P. C. S. 1993. Pedoman praktis penulisan skenario televesi dan video.
Jakarta: PT Grasindo.
Tebra, Sudirman. 2005. Jurnalistik Baru, Jakarta: Kalam Indonesia.
Wahidin, Samsul. 2011. Hukum Pers. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahyudin. 2016. Jurnalistik Olahraga, Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Waluyo, Djoko. 2014. Kebebasan Pers dari Pandangan Wartawan, Kasus
Wartawan PWI dan AJI, Yogyakarta; Tiara Wacana Lokus.

Jurnal / Karya Ilmiah


Aditya, Prayudha. 2020. Peran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalsel
Dalam Kemerdekaan Pers di Kota Banjarmasin Tahun 1998-2018,
Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Andoko, Andrey. 2010. Teknologi Digital: Akankah Media Cetak Berakhir?
Jurnal Ultimatics. Volume 2, Nomor 1, Universitas Media Nusantara.
Andreas, R., Haryono, D., & Ghafur, A. 2015. Tinjauan Yuridis Kebebasan Pers
Sebelum dan Setelah Era Reformasi Berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan yang Berlaku (Doctoral dissertation, Riau University).
Jurnalisme Positif (Panduan Kerja Para Jurnalis Berita Satu Media Holding).
Muldjohardjo. 2003. Delik Pers di dalam Praktek dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya, Jurnal Media Hukum, Persatuan Jaksa Republik
Indonesia, Vol. 1 No. 4, Jakarta.
Pardamean Daulay dan Muhammad Jacky, 2010. Menelusuri Perkembangan
Journalisme Warga dan Dampaknya Terhadap Demokratisasi di
Indonesia. Makalah. disampaikan pada Seminar Nasional Citizen
Journalism dan Keterbukaan Informasi Publik Untuk Semua, tanggal 11
November, di UTCC – Pondok Cabe Tangerang, Jakarta.
115

Prenada Media Group, hlm.109-110.


Putratama, Toha. 2014. Perkembangan Periklanan di Surat Kabar Kedaulatan
Rakyat Pada Masa Orde Baru (1966-1998), Semarang: IAIN Walisongo.
Rahmad, Mardikola Tri. 2020. Dampak Kebebasan Pers Terhadap Penyebarluasan
Informasi di Sumatera Barat. Hadharah, Jurnal Keislaman dan
Peradaban, Volume 14, No. 1.
Rini. 2012. Peran Media Massa Dalam Mendorong Perubahan Sosial
Masyarakat, Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis, Edisi Ke-VI.
Samsudin, Dindin. 2015. Peran Media Dalam Pemasyarakatan Istilah Bahasa
Indonesia. Dalam Jurnal Metalingua, Volume 13, Nomor 2.
Sejarah Pers di Banjarmasin, Dokumen Pribadi Milik Pusat Wartawan
Indonesia/PWI, Cabang Banjarmasin.
Subroto, Wisnu. 2014. Sejarah Kota Banjarmasin Ketika Terjadi Perubahan
Orientasi Dari Air ke Darat Pada Awal Abad XX. SEUNEUBOK LADA:
Jurnal ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, Vol. 1 No.
1.
Surbakti, Dahlan. 2015. “Peran Dan Fungsi Pers Menurut Undang-Undang Pers
Tahun 1999 Serta Perkembangannya”. Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 5
No. 1.
Susilastuti, D. N. 2000. Kebebasan pers pasca orde baru. Jurnal Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Volume 4, Nomor 2, hlm. 221-242.
Tim Prodi Ilmu Sejarah. 2013. Pedoman Penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah ,
Yogyakarta: Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta.
Wijaya, Deddy Wahyu. 2012. “Sejarah Radio Republik Indonesia Wilayah
Semarang Tahun 1945-1998”. Journal Of Indonesian History, Vol. 1.
No. 1.

Internet
https://hukum.tempo.co/read/1059485/kebebasan-pers-di-indonesia/full&view=ok,
diakses pada 20 Juli 2020.
http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/63/name/
kalimantan-selatan/detail/6371/kota-banjarmasin, diakses pada 23 Juli
2020.
https://historia.id/politik/articles/pers-perjuangan-di-kalimantan-PMLnJ/page/1,
diakses pada 20 September 2020.
http://nasional.kompas.com/read/2012/02/11/04210738/
Kebebasan.Pers.yang.Berekses, diakses pada 25 November 2020.
116

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA
No Rumusan Tujuan Indikator Poin Pertanyaan
.

1. Keadaan Mengetahui Jurnalis a. Bagaimana keadaan


Jurnalis di
Banjarmasin
sebelum masa
Reformasi ?
b. Bagaimana jurnalis
menyampaikan
sebuah informasi
terpercaya kepada
masyarakat di
Banjarmasin
sebelum masa
Reformasi ?
c. Bagaimana
perubahan kebijakan
terhadap pers antara
PWI pusat dengan
PWI daerah,
khususnya di Kota
Banjarmasin di masa
Reformasi ?
d. Bagaimana
pengaruh pers
terhadap politik,
ekonomi, sosial, dan
budaya yang ada di
Kota Banjarmasin di
masa Reformasi ?
2. Pengembangan Mengetahui Sarana a. Bagaimana
perkembangan
media surat kabar di
Kota Banjarmasin
117

di masa reformasi ?
b. Bagaimana
perkembangan
media radio di Kota
Banjarmasin di
masa Reformasi ?
c. Bagaimana
perkembangan
media televisi di
Kota Banjarmasin
di masa
Reformasi ?
d. Bagaimana
perkembangan
media internet di
Kota Banjarmasin
di masa Reformasi ?
3. Upaya Mengetahui Menyampaikan a. Bagaimana upaya
yang dilakukan
media dalam
menyampaikan
kebutuhan informasi
terhadap masyarakat
di Kota Banjarmasin
di masa Reformasi ?
4. Dampak Mengetahui Jurnalis a. Bagaimana dampak
positif yang
dirasakan para
jurnalis dan sumber
media di masa
Reformasi ?
b. Bagaimana dampak
negatif yang
dirasakan para
jurnalis dan sumber
media di masa
Reformasi ?
118

Lampiran 2

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Ir. Zainal Helmie


Tempat Tanggal Lahir : Banjarmasin, 23 April 1968
Alamat : Jalan Sungai Andai Komplek PWI Blok f no 41
RT 30 Kelurahan Sungai Andai Kecamatan
Banjarmasin Utara

2. Nama : Akhmad Surya Purnama


Tempat Tanggal Lahir : Banjar, 10 Desember 1965
Alamat : Jalan A. Yani Km. 7 Mahligai RT 05 No. 31
Kertak Hanyar Kab. Banjar

3. Nama : H. Gusti Pangeran Rusdi Effendi


Tempat Tanggal Lahir : Banjarmasin, 2 Agustus 1942
Alamat : Kota Banjarmasin

4. Nama : Hj. Sunarti Suwarno


Tempat Tanggal Lahir : 04 April 1965
Alamat : Jl Sultan Adam Komp. Mahligai Blok C No. 1
Banjarmasin

5. Nama : Milhan Rusli


Tempat Tanggal Lahir : Martapura, 13 September 1962
Alamat : Kota Banjarmasin

6. Nama : Nanik Hayati


Tempat Tanggal Lahir : Banjarmasin, 20 Januari 1978
Alamat : Jln. Dahlia Kota Banjarmasin

7. Nama : Hj. Lili Irianti Mala, SH.


Tempat Tanggal Lahir : Bukittingi, 23 Agustus 1964
Alamat : Jl. Belitung Darat, Gang Mufakat No. 22
119

8. Nama : H. Syamsuddin Hasan, SH.


Tempat Tanggal Lahir : 4 Agustus 1949
Alamat : Jalan Gajah Mada komp. Bruntung Jaya
NO. 53
120

Lampiran 3
FOTO-FOTO DOKUMENTASI
Gambar 1. Wawancara Bersama Dengan Ketua PWI Cabang Kota Banjarmasin,
Bapak Ir. Ir. Zainal Helmie

(Sumber: Koleksi Pribadi)


Gambar 2. Wawancara Bersama Dengan Bapak Akhmad Surya Purnama, Yakni
Salah Seorang Wartawan Senior di RRI

(Sumber: Koleksi Pribadi)


121

Gambar 3. Wawancara Bersama Dengan H. Gusti Pangeran Rusdi Effendi,


Pendiri dan Pemimpin Umum Surat Kabar Banjarmasin Post

(Sumber: Koleksi Pribadi)

Gambar 4. Wawancara Bersama Dengan Hj. Sunarti Suwarno,


Pimpinan Redaksi Surat Kabar Kalimantan Post

(Sumber: Koleksi Pribadi)


122

Gambar 5. Wawancara Bersama Dengan Milhan Rusli,


Ketua JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia) dan Pimpinan Redaksi
apahabar.com

(Sumber: Koleksi Pribadi)

Gambar 6. Wawancara Bersama Dengan Nanik Hayati,


Anggota IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) Koresponden CNN Indonesia
Cabang Kalimantan Selatan

(Sumber: Koleksi Pribadi)


123

Gambar 5. Wawancara Bersama Dengan H. Syamsuddin Hasan, SH.,


Salah Seorang Staf Wartawan LKBN Antara Kota Banjarmasin

(Sumber: Koleksi Pribadi)

Gambar 6. Wawancara bersama Gt.Rudy Fitriadi, SE,


Kepala Bagian (Kabag) Akunting/Sirkulasi/Iklan Skh. Kalimantan Post

(Sumber: Koleksi Pribadi)


124

Lampiran 4
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
PERS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan
menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga
kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum
dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin;
b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati
nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang
sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran,
memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi,
dari pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban
dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang
profesional sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta
bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
e. bahwa Undang-undang No. 11 Tahun 1966, tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 4 Tahun
1967 dan diubah dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1982 sudah tidak
sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. b, c,
d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
125

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERS
126

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:


1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan
segala jenis uraian yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan
usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor
berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus
menyelenggarakan, menyiarkan, dan menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media
elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh
informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan
jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers
Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh Perusahaan pers asing.
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi
informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau
peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban
melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan
kegiatan jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan
peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak
mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang
harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang
merugikan nama baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan
kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun
tentang orang lain.
127

13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap
suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah
diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.

BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS

Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan
prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Pasal 3
1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan, dan kontrol sosial.
2. Disamping fungsi-fungsi tersebut pada (1), pers nasional dapat berfungsi
sebagai lembaga ekonomi.

Pasal 4
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai Hak Tolak.

Pasal 5
1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma- norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas
praduga tak bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
3. Pers wajib melayani Hak Koreksi.

Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
128

b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi


hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat,
dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

BAB III
WARTAWAN

Pasal 7
1. Wartawan babas memilih organisasi wartawan;
2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

BAB IV
PERUSAHAAN PERS

Pasal 9
1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan
pers.
2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.

Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers
dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk
kesejahteraan lainnya.

Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
129

Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab
secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers
ditambah nama dan alamat percetakan.

Pasal 13
Perusahaan pers dilarang memuat Iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu
kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa
kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga
negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.

BAB V
DEWAN PERS

Pasal 15
1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-
peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
g. mendata perusahaan, pers.
3. Anggota Dewan Pers terdiri dari:
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
130

c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dari atau komunikasi, dan bidang
lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan
pers.
4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu
hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari:
a. organisasi pers;
b. perusahaan pers:
c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.

BAB VI
PERS ASING

Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendiri perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang berlaku.

BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 17
1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan
pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika,
dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka
menjaga dan meningkatkan kualitas Pers nasional.
131

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 18
1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan
ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta
Pasal 13 dipidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19
1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan
di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku
atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang
ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam
waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-
undang ini.
132

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
1. Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers
(LN Republik Indonesia Tahun 1966 No. 40, TLN Republik Indonesia No.
2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1982
tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun
1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1967 (LN Republik Indonesia Tahun
1982 No. 52, TLN Republik Indonesia No. 3235);
2. Undang-undang No. 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap
Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum
(LN Republik Indonesia Tahun 1963 No. 23, TLN Republik Indonesia No.
2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-
buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan
berkala; dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 23 September 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 23 September 1999


MENTERI NEGARA/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd. MULADI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 166


133

PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
PERS

UMUM
Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi
media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana
untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi
secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945
maka perlu dibentuk Undang-undang tentang pers. Fungsi maksimal itu
diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan
rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang demokratis. Dalam kehidupan yang demokratis itu
pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang
transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.
Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi
juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa
setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang
berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan
pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan,
dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran
melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah".
Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting Pula untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun
penyelewengan dan penyimpangan lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati
hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka
dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap
orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koresi, oleh lembaga-lembaga
kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh Dewan Pers
dengan berbagai bentuk dan cara.
134

Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak


mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan
kesejahteraan Para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak
meninggalkan kewajiban sosialnya.

Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga
negara" adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau
penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya
penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung
jawab profesi yang dijabarkan dalam kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati
nurani insan pers.

Ayat (2)
Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak berlaku pada media
cetak dan media elektronik. Siaran yang bukan merupakan bagian dari
pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang
berlaku.
135

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber
informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi.
Hak tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat
penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan.
Hak Tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau
ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.

Pasal 5
Ayat (1)
Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat
kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih
dalam proses peradilan serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak
yang terkait dalam pemberitaan tersebut.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 6
Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat
untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan
informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkannya
keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju
masyarakat yang tertib.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Kode Etik Jurnalistik" adalah kode etik yang disepakati
organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.
136

Pasal 8
Yang dimaksud dengan "perlindungan hukum" adalah jaminan perlindungan
Pemerintah dan atau masyarakat kepada hartawan dalam melaksanakan fungsi,
hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 9
Ayat (1)
Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja
sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan strategis dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, negara
dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk lembaga atau badan usaha
untuk menyelenggarakan usaha pers.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji,
bonus, pemberian asuransi dan lain-lain. Pemberian kesejahteraan tersebut
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dengan
wartawan dan karyawan pers.

Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak mencapai
saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 12
Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara :
a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggung jawab penerbitan
serta nama dan alamat percetakan;
137

b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada


awal atau akhir setiap siaran karya jurnalistik;
c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter media yang
bersangkutan. Pengumuman tersebut dimaksud sebagai wujud
pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan.
Yang dimaksud dengan "penanggung jawab" adalah penanggung jawab
perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi.
Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana menganut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers
dan meningkatkan kualitas pers nasional.

Ayat (2)
Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (2)
huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan dugaan
pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik.

Ayat (3) s/d Ayat (7)


Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.
138

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Untuk melaksanakan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat
ini dapat dibentuk lembaga atau organisasi pemantau media (media watch).

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka
perusahaan tersebut diwakili oleh penanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam penjelasan Pasal 12.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999


NOMOR 3887
139
140
141
142
143

Anda mungkin juga menyukai