Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur
kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah,
dan inayahnya. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan judul “Bahaya Noice (Bising)”
sebagai tugas mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja .
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan teman-
teman sekalian. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna,
karena masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka penulis menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Dengan makalah ini, penulis
mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis serta pembaca
pada umumnya.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................................2
Bab II Tinjuan teori
A. Kesimpulan............................................................................................................15
Daftar Pustaka....................................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri yang ada pada saat ini ditinjau dari modal kerja yang digunakan dapat
dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu industri besar (Industri Dasar), industri
menengah (Aneka industri) dan industri kecil dengan teknologi sederhana atau tradisional
dan dengan jumlah modal yang relatif terbatas merupakan industry yang banyak bergerak
disektor informal. Pekerja pada kelompok ini kebanyakan belum mendapatkan pelayanan
kesehatan kerja seperti yang diharapkan. Padahal, setiap aktifitas produksi tersebut disadari
atau tidak, dapat menjadi sumber bising yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja
tersebut dan mengganggu masyarakat sekitarnya.
Era industrialisasi saat ini dan dimasa mendatang memerlukan pelayanan kesehatan
kerja untuk mencegah terjadinya dua wabah atau pola penyakit yang paling rentan ditemui di
kelompok kerja industry yaitu penyakit infeksi dan penyakit non infeksi yang disebabkan
oleh "Non-Living Organism" atau "Non-Living Contaminant" seperti zat-zat kimia, debu,
panas, logam-logam berat, tekanan mental, perilaku hidup tak sehat dan lain-lain. Penyakit-
penyakit tersebut antara lain berupa pneumokoniosis, kanker, gangguan kardiovaskuler,
keracunan zat-zat kimia/logam berat, ketulian akibat bising, kecelakaan akibat kerja dan lain-
lain. Sejalan dengan era industrialisasi, penyakit non infeksi, termasuk penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan penyakit akibat kerja akan meningkat sehingga perlu
upaya antisipasi secara tepat waktu dan dapat mencapai seluruh sasaran. Dalam rangka
meningkatkan kesehatan kerja khususnya bagi pekerja sektor informal, Departemen
Kesehatan sebagai instansi pemerintah berkewajiban untuk membina kesehatan masyarakat
1
khususnya pekerja sektor informal, menyusun petunjuk praktis tentang bagaimana cara
bekerja secara baik dan benar menurut kaidah kesehatan untuk berbagai jenis pekerjaan pada
aneka ragam industri kecil sehingga kesehatan tenaga kerja dapat terjaga dengan baik.
Kebisingan merupakan sebuah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada
tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Upaya
pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan kualifikasi suatu
perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul. Kebisingan merupakan
salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan.
Oleh karena itu disini, kami akan membahas tentang asuhan keperawatan komunitas
pada kelompok kerja dengan kebisingan guna mengetahui dan memahami berbagai dampak
dan tindakan yang bisa diberikan dalam pemberian pelayanan kesehatan kerja pada
kelompok kerja dengan kebisingan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kebisingan?
2. Bagaimana sifat dan sumber dari bising?
3. Apa saja jenis-jenis dari bising?
4. Bagaimana efek dari kebisingan?
5. Bagaimana cara mengendalikan bising?
6. Bagaimana cara mengukur kebisingan?
7. Apa standar dari kebisingan?
8. Apa saja jenis pemeriksaan pendengaran?
9. Bagaimana upaya keselamatan atau kesehatan kerja?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada kesehatan kerja dengan kebisingan?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari kebisingan, sifat dan sumber dari
bising, jenis-jenis dari bising, efek dari kebisingan, cara mengendalikan bising, cara
mengukuran kebisingan, standar dari kebisingan, jenis pemeriksaan pendengaran, upaya
keselamatan atau kesehatan kerja dan asuhan keperawatan pada kesehatan kerja dengan
kebisingan.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Kebisingan
1. Menurut Doelle (1993): suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan
tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara
fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran
dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga.
2. Menurut Patrick (1977): kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang
tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.
3. Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu.
4. Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
5. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dari
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.
Jadi, kebisingan dapat juga diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan
tempat dan waktunya sehingga dapat merugikan manusia dan lingkungan. Bising
dikategorikan sebagai polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi efeknya cukup
besar.
3
Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan
industri, kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan seni, dan
kebisingan lalu lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap,
dan alat-alat.
a) Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
1) Indoor : manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin.
2) Outdoor : lalu lintas, industri dan kegiatan lain.
b) Pembagian sumber bising lain dapat dibedakan menjadi:
1) Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara) Tingkat tekanan suara dari
lalu lintas dapat diprediksi dari:
Kecepatan lalu lintas.
Kecepatan kendaraan.
Kondisi permukaan jalan.
2) Industri: tergantung kepada jenis industri dan peralatan
Mesin-mesin proses, pemotong, penggerinda, kompresor, kipas dan
pompa.
Sumber terbesarnya abrasi gas pada kecepatan tinggi, dan katup ketel uap.
3) Bidang jasa gedung. Ventilasi, pembangkit pendingin ruangan, pompa
pemanas, plambing dan elevator.
4) Bidang domestic. Kegiatan rumah tangga, vaccum cleaner, mesin cuci,
danpemotong rumput.
5) Aktivitas waktu luang: balap mobil, diskotik, ski dan menembak.
C. Jenis-jenis Bising
1. Bising terus menerus (continuous noise) Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin
yang beroperasi tanpa henti, misalnya blower , pompa, kipas angin, gergaji sirkuler,
dapur pijar, dan peralatan pemprosesan (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
2. Bising terus-menerus (Prabu, Putra, 2009) adalah bising dimana fluktuasi dari
intensitasnya tidak lebih dari 6 db dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi
4
menjadi 2 (dua) yaitu:
a) Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini
relatif tetap dalam batas kurang dari 5 db untuk periode 0.5 detik berturut-turut,
seperti suara kipas angin, suara mesin tenun.
b) Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya
mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji
sirkuler, katup gas.
3. Bising terputus-putus (intermittent noise) Adalah kebisingan saat tingkat kebisingan
naik dan turun dengan cepat, seperti lalu lintas dan suara kapal terbang di lapangan
udara (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Bising jenis ini sering disebut juga
intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung secar tidak terus-menerus,
melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang,
kereta api (Prabu,Putra, 2009).
4. Bising tiba-tiba (impulsive noise) Merupakan kebisingan dengan kejadian yang
singkat dan tiba-tiba. Efek awalnya menyebabkan gangguan yang lebih besar, seperti
akibat ledakan, misalnya dari mesin pemancang, pukulan, tembakan bedil atau
meriam, ledakan dan dari suara tembakan senjata api (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003). Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 db
dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara
tembakan suara ledakan mercon, meriam (Prabu,Putra, 2009).
5. Bising berpola (tones in noise) Merupakan bising yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan atau pengulangan yang ditransmisikan melalui permukaan ke
udara. Pola gangguan misalnya disebabkan oleh putaran bagian mesin seperti motor,
kipas, dan pompa. Pola dapat diidentifikasi secara subjektif dengan mendengarkan
atau secara objektif dengan analisis frekuensi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,
2003).
6. Bising frekuensi rendah (low frequency noise) Bising ini memiliki energi akustik
yang penting dalam range frekuensi 8-100 Hz. Bising jenis ini biasanya dihasilkan
oleh mesin diesel besar di kereta api, kapal dan pabrik, dimana bising jenis ini sukar
ditutupi dan menyebar dengan mudah ke segala arah dan dapat didengar sejauh
bermil-mil (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
5
7. Bising impulsif berulang Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi
berulang-ulang, misalnya mesin tempa (Prabu,Putra, 2009).
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas (Prabu,Putra, 2009) :
D. Efek Kebisingan
6
1) Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-
putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan
tekanan darah (± 10 mmhg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.
Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam
telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah
tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan
keseimbangan elektrolit.
2) Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan
dan lain-lain.
3) Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak
langsung membahayakan keselamatan seseorang.
4) Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala
pusing (vertigo) atau mual-mual.
5) Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada
7
pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah
pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di
area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali,
biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas
kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.
Pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tingkat bising dapat dilihat pada Tabel
berikut :
E. Pengendalian Bising
1. Sumber radiasi.
2. Jalur tempuh radiasi.
3. Penerima (telinga).
Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga
komponen ini. Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu
8
pengendalian bising aktif (active noise control ) dan pengendalian bising pasif ( passive
noise control ).
9
bervariasi.
2) Silencer, Attenuator, Muffler Silencer, Attenuator, Muffler Silencer ,
attenuator, muffler digunakan untuk mereduksi bising fluida dengan
meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida.
g) Kontrol Lingkungan
Rekayasa terhadap kebisingan di industri kurang diterapkan dengan baik.
Beberapa industri menyertakan spesifikasi tingkat kebisingan saat memilih
alat baru, namun terkadang masih mengalami masalah kebisingan. Hal lain
yang dapat dilakukan antara lain yaitu dengan pengendalian pada medium
perambatan. Sebenarnya upaya pengendalian ini memiliki tujuan untuk
menghalangi perambatan suara dari sumber suara yang menuju ke telinga
manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah sound
barrier antara sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya
akan berhasil jika sound barrier tidak ikut bergetar saat tertimpa gelombang
yang merambat (tidak beresonansi). Faktor terpenting yang akan
mempengaruhi keberhasilan sound barrier adalah bahan dimensi.
2. Passive Noise Control
Cara ini dilakukan dengan mereduksi sumber bising yang berbeda fase 180 o dari
sumber bising. Misalnya suatu sumber bising di satu titik dalam ruang merambat
dengan gelombang p1. Jika dapat dibangkitkan suatu gelombang anti bising p2
dengan komponen amplitudo dan frekuensi yang sama dengan gelombang p1, dan
berbeda fasa 180 o , maka super posisi kedua gelombang akan saling
meniadakan.
3. Antisipasi Lain
Selain cara-cara pengendalian di atas, harus dilakukan antisipasi terhadap pekerja.
Salah satu tekniknya adalah dengan tes audiometric berkala terhadap pekerja,
pendidikan/pelatihan dan penghitungan fraksi dosis kebisingan. Tes audiometric
biasanya dilakukan oleh ahli THT secara medis.
10
F. Pengukuran Kebisingan
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak
suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar
untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah
desibel (db). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan
tingkat desibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi
bertambah 3 db, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat. Kebisingan bisa
menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi
lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari
kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:
G. Standar Kebisingan
11
rendah sampai tinggi 128 HZ-2048 Hz. Satu perangkat garpu tala memberikan skala
pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi akan memudahkan survei kepekaan
pendengaran. Cara menggunakan garpu tala yaitu garpu tala di pegang pada
tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul pada permukaan yang berpegas
seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan jangan memukulkan garpu tala pada
ujung meja atau benda keras lainnya karena akan menghasilkan nada berlebihan,
yang adakalanya kedengaran dari jarak yang cukup jauh dari garpu tala dan bahkan
dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola getar garpu tala. Ada 6 jenis tes
garpu tala, yaitu:
1) Tes batas atas dan batas bawah
a) Tujuan : menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita
melewati hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal.
b) Cara Pemeriksaan : Semua garpu tala (dapat dimulai dari frekuensi terendah
berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya) dibunyikan satu persatu,
dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan
dengan lunak (dipetik dengan ujung jari kuku, didengarkan terlebih dahulu
oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapa intensitas bunyi
yang terendah bagi orang normal/nilai ambang normal), kemudian
diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE
pada jarak 1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang
menghubungkan MAE kanan dan kiri.
c) Interpretasi :
Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
Tuli Konduksi : batas bawah naik (frekunsi rendah tak terdengar)
Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
Kesalahan terjadi bila garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak
dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita tak mendengar.
2) Tes Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
a) Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
12
tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus
eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita
pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika
pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien
tidak dapat mendengarnya.
b) Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala
didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah
bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada
dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif
jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus
eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
13
kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.
3) Tes Weber
a. Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
b. Cara Pemeriksaan :
a) Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan
tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex,
dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.
Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang tidak
mendengar atau mendengar lebih keras . Bila mendengar pada satu
telinga disebut laterisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua telinga tak
mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada laterisasi.
b) Interpretasi :
Normal : Tidak ada lateralisasi
Tuli konduksi : Mendengar lebih keras di telinga yang sakit
Tuli sensorineural : Mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat
lebih dari satu.
4) Tes Schwabach
a. Tujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan
pemeriksa .
b. Cara pemeriksaan : garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian
tangkainya diletakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa, bila
pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke
mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka schwabach
memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan
yaitu Schwabah memendek atau normal. Untuk membedakan kedua
kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke
pemeriksa. Garpu tala 512 dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada
mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya
garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak
14
mendengar berarti sam-sama normal, bila pemeriksa masih masih mendengar
berarti schwabach penderita memendek.
c. Interpretasi :
Normal : Schwabach normal
Tuli konduksi : Schwabach memanjang
Tuli sensorineural : Schwabach memendek
d. Kesalahan terjadi bila :
Garpu tala tidak di letakkan dengan benar, kakinya tersentuh sehingga
bunyi menghilang
Isyarat hilangnya bunyi tidak segera diberikan oleh penderita
5) Tes Bing
Tes Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana garpu
tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup.
a. Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup
liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Garpu tala
digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber).
b. Interpretasi :
Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut
normal
Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga
tersebut menderita tuli konduktif .
6) Tes Stenger
Tes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).
a. Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang
yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah garpu tala yang identik
digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan,
dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Garpu tala pertama
digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga
jelas terdengar. Kemudian garpu tala yang kedua digetarkan lebih keras dan
diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli).
b. Interpretasi : apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga
15
kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi.
Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.
Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda dan saling melengkapi.
16
J. Asuhan Keperawatan pada Kesehatan Kerja dengan Kebisingan (Tukang Las)
1. Pengkajian
a. Identitas Pemilik
1) Nama : Tn. J
2) Umur : 55 th
3) Agama : Islam
4) Pendidikan : SMP
5) Pekerjaan : Wiraswasta (Pengrajin pagar dan kaca rumah)
6) Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
7) Lama mendirikan usaha : 20 tahun
b. Identitas Karyawan
1) Nama Karyawan : Tn. S
a) Umur :-
b) Agama : Islam
c) Pendidikan : SMP
d) Pekerjaan : Karyawan Las
e) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
f) Lama bekerja : 18 tahun
2) Nama Karyawan 2 : Tn. M
a) Umur :-
b) Agama : Islam
c) Pendidikan : SMP
d) Pekerjaan : Karyawan Las
e) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
f) Lama bekerja : 15 tahun
3) Nama Karyawan 3 : Tn. A
a) Umur :-
b) Agama : Islam
c) Pendidikan : SD
d) Pekerjaan : Karyawan Las
e) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
17
f) Lama bekerja : 6 tahun
4) Nama Karyawan 4 : Tn. B
a) Umur :-
b) Agama : Islam
c) Pendidikan : SMA
d) Pekerjaan : Karyawan Las
e) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
f) Lama bekerja : 2 tahun
c. Status kesehatan dahulu dan sekarang
Tn. J dan para karyawan mengatakan sebelum menjalani pekerjaan ini mereka
tidak merasakan keluhan apapun namun setelah menjalani pekerjaan ini beberapa
tahun kemudian mereka mengeluh sering merasakan telinganya berdengung dan
itu sering terjadi ketika mereka sedang tidak beraktivitas juga terjadinya
penurunan pendengaran.
d. Pola persepsi pemeliharaan kesehatan
Tn. J dan para karyawan mengatakan tidak pernah memeriksakan kesehatannya
secara berkala.
e. Pola aktivitas
Tn. J dan para karyawan mengatakan aktivitas sehari-harinya melakukan
pekerjaan sebagai pembuat pagar rumah maupun kaca jendela mulai dari jam
07.00 – 16.00.
f. Pola nutrisi
Tn. J dan para karyawan mengatakan pola makannya teratur (3x/sehari) dan
nutrisi yang di konsumsi tergolong sudah memenuhi gizi.
g. Pola eliminasi
BAK : BAB :
Warna : kuning keruh Warna : kuning kecoklatan
Bau : khas Bau : khas
Jumlah : 500cc Jumlah : 2x/hari
h. Pola istrahat
Siang : istirahat kerja 1 jam Malam : tidu 5 jam/hari
18
i. Pola kognitif persepsual
Tn. J dan para karyawan mengatakn telinganya sering mendengung dan
mengalami penurunan pendengaran
j. Pola toleransi stress/koping
Mekanisme koping adaptif
k. Penampilan umum
Dari segi fisik Tn. J dan para karyawan tampak sehat
l. Perilaku selama wawancara
Tn. J dan para karyawan sangat kooperatif
2. Data Sosial dan Ekonomi
Penghasilan rata-rata perbulan :
( ) kurang dari Rp 500,000
( ) Rp 500,000 – 1000,000
() Lebih dari 1000,000
3. Data Lingkungan Fisik
a. Tempat kerja
1) Kepemilikan : ( ) sewa ( ) numpang () Milik sendiri
2) Jenis : () Permanen ( ) Semi ( ) Tidak permanen
3) Lantai : ( ) Tanah ( ) Papan () Tegel/semen
4) Ventilasi : ( ) Baik () Kurang
5) Apakah jendela dibuka setiap hari : () Ya ( ) Tidak
6) Penerangan : ( ) Baik () Cukup ( ) Kurang
7) Berapa luas tempat kerja : 250 M2
b. Sumber air
1) Penyediaan air bersih :
( ) PDAM () Sumur pompa ( ) Sumur gali
( ) Mata air ( ) Sungai ( ) Beli
2) Penyediaan air minum :
( ) PDAM () Sumur pompa ( ) Sumur gali
( ) Mata air ( ) Sungai ( ) Beli
3) Pengelolaan air minum : () Dimasak ( ) Tidak dimasak
19
c. Tempat penampungan air :
1) Jenis penampungan air : Bak
2) Kondisi : Terbuka
3) Pengurasan : Ya
4) Bila ya, berapa kali dalam seminggu : 2 kali
5) Kondisi airnya : tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna
d. Pembuangan sampah dan limbah
1) Cara pembuangan sampah : di tempat sampah umum
2) Tempat pembuangan sampah : Ada
3) Bila ada terbuka atau tertutup : terbuka
4) Pembuangan air limbah : Got
5) Kondisi saluran limbah : Lancar
6) Binatang yang banyak berkeliaran disekitar tempat sampah : Lalat, Nyamuk
7) Apakah lingkungan ini sering terjadi banjir : Tidak
4. Data Status Kesehatan
a. Sarana Kesehatan
1) Sarana kesehatan terdekat : Dokter praktek
2) Pemanfaatan sarana kesehatan : Ya
b. Masalah kesakitan
1) Apakah ada anggota keluarga dan kayawan yang menderita penyakit ( 1 tahun
terakhir) :
() Ya, Bila ya berapa orang 2 dan sebutkan Hipertensi dan ISPA
( ) Tidak
2) Sebelum dibawa ke pusat kesehatan, tindakan apakah biasanya yang
dilakukan keluarga : Membeli obat bebas
3) Bagaiaman upaya keluarga menolong anggota keluarga yang sakit : Ke dokter
praktek
4) Sarana transportasi yang digunakan : Sepeda motor
5. Pemeriksaan Fisik
a. Persyarafan (B3 : Brain)
1) Tingkat kesadaran : Compos Mentis, GCS :456
20
2) Persepsi sensori :
Pendengaran Tuli konduksi dan tuli sensori
Telinganya berdengung
Penciuman penurunan penciuman
Pengecapan tidak ada kelainan
Penglihatan tidak ada kelainan
Perabaan tidak ada kelainan
6. Analisa Data
21
dari jam 07.00 – 16.00
- istirahat kurang
- mesin yang dipakai masih
tradisional
7. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul
1) Gangguan persepsi sensori b.d ganguan pendengaran akibat kebisingan mesin
(ngelas) D.0085
2) Risiko Cedera d.d kurang nya pengetahuan D.0136
8. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa 1 Gangguan persepsi sensori b.d ganguan pendengaran akibat
kebisingan mesin (ngelas) D.0085
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam diharapkan
persepsi sensori membaik.
Kriteria hasil :
- verbalisasi mendengar bisikan menurun dengan skala 5
- kosentrasi membaik dengan skala 5
- orientasi membaik dengan skala 5
Intervensi :
terapeutik
22
lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol perilaku
diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
hindari perdebatan tentang validasi halusinasi
edukasi
kolaborasi
Intervensi :
23
terpeutik
gunakan label atau tanda untuk zat atau alat yang berbahaya bagi
kesehatan
lakukan perawatan pada kondisi akut
latihan hidup dasar terkait kegawat daruratan
edukasi
ajarkan tentang kesehatan dan modifikasi lingkungan kerja
informasikan pekerja terkait zat atau alat yang berbahaya bagi kesehatan
kolaborasi
rujuk kerumah sakit untuk perawatan lanjut pada cedera dan penyakit
akibat pekerjaan
c) Implementasi
No Tindakan keperawatan
24
d) Evaluasi
a. Diagnosa 1 Gangguan persepsi sensori b.d ganguan pendengaran
akibat kebisingan mesin (ngelas)
Evaluasinya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
- verbalisasi mendengar bisikan menurun
- kosentrasi membaik
b. Diagnosa 2 resiko cedera d.d kurang nya pengetahuan D.0136
Evaluasinya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
- kejadian cedera menurun
25
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Bising merupakan suatu polusi lingkungan yang tidak terlihat namun efeknya
cukup besar kerusakan yang diakibatkan oleh bising kebanyakan merupakan kerusakan
setempat dan sporadic selain berpengaruh pada fisiologis dan psikologis manusia,bising
juga berpengaruh terhadap auditori manusia.komponen utama timbulnya biasing adalah
sumber bising media penghantar dan objek pendengar atau manusia. pengendalinya dapat
dilakukan terhadap salah satu bagian maupun keseluruh dari komponan tersebut .
Pendengaran merupakan salah satu panca indra manusia yang terpenting
disamping pengelihatan. Gangguan bagi seseorang dapat sangat merugikan karena
menghambat komunikasi individu dengan sekelilingnya. Peranan tespendengaran saat ini
mangkin penting, tes gaepu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi
pendengaran individu secara kuantitatif.
Upaya keselamatan atau kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapan bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh produktifitas
kerja yang optimal. Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian
antara pekerja dengan pekerja dilingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis
dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi kerja.
Upaya keselamatan kerja atau kesehatan kerja dilngkungan kebisingan yaitu
dengan mengurangi kebisiingan pada sumbernya melauli cara :
1. Memberi sekat (dari bahan kain,gabus atau karet pada landasan mesin,pemaparan
dan lain-lain )
2. Penanaman pohon hijau
3. penempatan dilakukan pada runagan tersendiri atau ruang kedap suara
4. menagtur lama waktu kerja agar tidak melebihi dari amabng batas kebisingna
yang diperkenankan , misalnya :85 db (A) untuk 8 jam pemanjaan , 90 db (A)
untuk 4 jam pemanjaan, 95 db (A) untuk 2 jam pemanjaan dan seterusnya
5. menggunkan sumbat telinga (ear plugs ) atau tutup telinga (ear muffs ) pada
waktu bekerja ditempat bising, karena alat tersebut mampu mengurangi intensitas
bising sampai 25-40 db.
26
B. Saran
1. Sebaiknya kita harus mengetahui batasan kebisingan yang normal ditempat kerja
2. Sebaiknya kita mengetahui komponen utama yang menyebabkan kebisingan agar
mampu mengidentifikasi masalah yang muncul
3. Sebaiknya selalu melindungi diri ditempat kerja melalui penggunaan-penggunaan
alat pelindung diri untuk keamanan diri dari kecelakaan kerja maupun dari timbulnya
masalah kesehatan akibat dari lingkungan kerja yang kurang sehat
4. Sebaiknya rutin melakukan pemeriksaan kesehatan saat cuti kerja untuk menjaga
kesehatan dan mengetahui perkembangan kesehatan pada diri
5. Sebaiknya dalam bekerja disesuaikan dengan kemampuan diri, diseimbangankan
dengan diri akan beban kerja dan tanggung jawab sehingga kesehatan diri akan
terjaga secara optimal
27
DAFTAR PUSTAKA
IK, D. (n.d.). Askep Bising. Retrieved Agustus 10, 2021, from https://id.scribd.com/:
https://id.scribd.com/document/151483785/ASKEP-BISING#download
28