Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

“Bahaya Noice (Bising)”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dosen Pengampu :

Ns. Rahmawati Shoufiah, S.ST.M.Pd

Disusun oleh :

Anggie Yoya Dwi Lestari P07220119108

Dian Widyawati Haeri P07220119116

Fiqry Fadhila P07220119121

Reninda Rara Safira P07220119137

PRODI D-III KEPERAWATAN KELAS BALIKPAPAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur
kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah,
dan inayahnya. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan judul “Bahaya Noice (Bising)”
sebagai tugas mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja .

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan teman-
teman sekalian. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna,
karena masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka penulis menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Dengan makalah ini, penulis
mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis serta pembaca
pada umumnya.

Balikpapan, 10 Agustus 2021

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................................2
Bab II Tinjuan teori

A. Pengertian kebisingan .............................................................................................2


B. sifat kebisingan .......................................................................................................3
C. Smber Masalah Penelitian .......................................................................................3
D. Memillih Masalah Penelitian ..................................................................................5
E. Memilih dan Menetapkan Masalah Penelitian ........................................................7
F. Perbedaan Masalah Penelitian dan Pertanyaan Penelitian.......................................9
G. Pentingnya Tujuan Penelitian ...............................................................................10
H. Merumuskan Tujuan Umum dan Tujuan Khusus .................................................11
I. Keterkaitan Tujuan dan Masalah Penelitian .........................................................11
J. Merumuskan Manfaat Penelitian ..........................................................................12
Bab III Penutup

A. Kesimpulan............................................................................................................15
Daftar Pustaka....................................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk  memenuhi


kebutuhan hidupnya. Pembangunan industri memang telah memberikan dampak positip bagi
kekuatan ekonomi nasional yang ditandai dengan semakin  berkembangnya berbagai jenis
industri dengan beranekaragam jenis produk. Keadaan ini tidak dapat dipungkiri,
memberikan lapangan pekerjaan yang semakin luas sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi para pekerja dan keluarganya.

Industri yang ada pada saat ini ditinjau dari modal kerja yang digunakan dapat
dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu industri besar (Industri Dasar), industri
menengah (Aneka industri) dan industri kecil dengan teknologi sederhana atau tradisional
dan dengan jumlah modal yang relatif terbatas merupakan industry yang banyak bergerak 
disektor informal. Pekerja pada kelompok ini kebanyakan belum mendapatkan pelayanan
kesehatan kerja seperti yang diharapkan. Padahal, setiap aktifitas produksi tersebut disadari
atau tidak, dapat menjadi sumber bising yang dapat mempengaruhi kesehatan  pekerja
tersebut dan mengganggu masyarakat sekitarnya.

Era industrialisasi saat ini dan dimasa mendatang memerlukan pelayanan kesehatan
kerja untuk mencegah terjadinya dua wabah atau pola penyakit yang paling rentan ditemui di
kelompok kerja industry yaitu penyakit infeksi dan penyakit non infeksi yang disebabkan
oleh "Non-Living Organism" atau "Non-Living Contaminant" seperti zat-zat kimia, debu,
panas, logam-logam berat, tekanan mental, perilaku hidup tak sehat dan lain-lain. Penyakit-
penyakit tersebut antara lain berupa pneumokoniosis, kanker, gangguan kardiovaskuler,
keracunan zat-zat kimia/logam berat, ketulian akibat bising, kecelakaan akibat kerja dan lain-
lain. Sejalan dengan era industrialisasi, penyakit non infeksi, termasuk penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan penyakit akibat kerja akan meningkat sehingga perlu
upaya antisipasi secara tepat waktu dan dapat mencapai seluruh sasaran. Dalam rangka
meningkatkan kesehatan kerja khususnya bagi pekerja sektor  informal, Departemen
Kesehatan sebagai instansi pemerintah berkewajiban untuk  membina kesehatan masyarakat

1
khususnya pekerja sektor informal, menyusun petunjuk   praktis tentang bagaimana cara
bekerja secara baik dan benar menurut kaidah kesehatan untuk berbagai jenis pekerjaan pada
aneka ragam industri kecil sehingga kesehatan tenaga kerja dapat terjaga dengan baik.

Kebisingan merupakan sebuah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada
tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Upaya
pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan kualifikasi suatu
perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul. Kebisingan merupakan
salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan.

Oleh karena itu disini, kami akan membahas tentang asuhan keperawatan komunitas
pada kelompok kerja dengan kebisingan guna mengetahui dan memahami berbagai dampak 
dan tindakan yang bisa diberikan dalam pemberian pelayanan kesehatan kerja pada
kelompok kerja dengan kebisingan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kebisingan?
2. Bagaimana sifat dan sumber dari bising?
3. Apa saja jenis-jenis dari bising?
4. Bagaimana efek dari kebisingan?
5. Bagaimana cara mengendalikan bising?
6. Bagaimana cara mengukur kebisingan?
7. Apa standar dari kebisingan?
8. Apa saja jenis pemeriksaan pendengaran?
9. Bagaimana upaya keselamatan atau kesehatan kerja?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada kesehatan kerja dengan kebisingan?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari kebisingan, sifat dan sumber dari
bising, jenis-jenis dari bising, efek dari kebisingan, cara mengendalikan bising, cara
mengukuran kebisingan, standar dari kebisingan, jenis pemeriksaan pendengaran, upaya
keselamatan atau kesehatan kerja dan asuhan keperawatan pada kesehatan kerja dengan
kebisingan.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kebisingan

Pengertian kebisingan menurut beberapa ahli, antara lain:

1. Menurut Doelle (1993): suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan
tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara
fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran
dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga.
2. Menurut Patrick (1977): kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang
tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.
3. Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu.
4. Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak 
dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
5. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dari
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.
Jadi, kebisingan dapat juga diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan
tempat dan waktunya sehingga dapat merugikan manusia dan lingkungan. Bising
dikategorikan sebagai polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi efeknya cukup
besar.

B. Sifat dan Sumber Bising


1. Sifat Bising
Sifat dari kebisingan (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003) antara lain :
a) Kadarnya berbeda.
b) Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula.
c) Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.
2. Sumber Bising

3
Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan
industri, kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan seni, dan
kebisingan lalu lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap,
dan alat-alat.
a) Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
1) Indoor  : manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin.
2) Outdoor : lalu lintas, industri dan kegiatan lain.
b) Pembagian sumber bising lain dapat dibedakan menjadi:
1) Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara) Tingkat tekanan suara dari
lalu lintas dapat diprediksi dari:
 Kecepatan lalu lintas.
 Kecepatan kendaraan.
 Kondisi permukaan jalan.
2) Industri: tergantung kepada jenis industri dan peralatan
 Mesin-mesin proses, pemotong, penggerinda, kompresor, kipas dan
pompa.
 Sumber terbesarnya abrasi gas pada kecepatan tinggi, dan katup ketel uap.
3) Bidang jasa gedung. Ventilasi, pembangkit pendingin ruangan, pompa
pemanas, plambing dan elevator.
4) Bidang domestic. Kegiatan rumah tangga, vaccum cleaner, mesin cuci,
danpemotong rumput.
5) Aktivitas waktu luang: balap mobil, diskotik, ski dan menembak.

C. Jenis-jenis Bising

Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan:

1. Bising terus menerus (continuous noise) Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin
yang beroperasi tanpa henti, misalnya blower , pompa, kipas angin, gergaji sirkuler,
dapur pijar, dan peralatan pemprosesan (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
2. Bising terus-menerus (Prabu, Putra, 2009) adalah bising dimana fluktuasi dari
intensitasnya tidak lebih dari 6 db dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi

4
menjadi 2 (dua) yaitu:
a) Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini
relatif tetap dalam batas kurang dari 5 db untuk periode 0.5 detik berturut-turut,
seperti suara kipas angin, suara mesin tenun.
b) Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya
mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji
sirkuler, katup gas.
3. Bising terputus-putus (intermittent noise) Adalah kebisingan saat tingkat kebisingan
naik dan turun dengan cepat, seperti lalu lintas dan suara kapal terbang di lapangan
udara (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Bising jenis ini sering disebut juga
intermittent noise, yaitu bising yang  berlangsung secar tidak terus-menerus,
melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang,
kereta api (Prabu,Putra, 2009).
4. Bising tiba-tiba (impulsive noise) Merupakan kebisingan dengan kejadian yang
singkat dan tiba-tiba. Efek awalnya menyebabkan gangguan yang lebih besar, seperti
akibat ledakan, misalnya dari mesin  pemancang, pukulan, tembakan bedil atau
meriam, ledakan dan dari suara tembakan senjata api (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003). Bising jenis ini memiliki  perubahan intensitas suara melebihi 40 db
dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara
tembakan suara ledakan mercon, meriam (Prabu,Putra, 2009).
5. Bising berpola (tones in noise) Merupakan bising yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan atau pengulangan yang ditransmisikan melalui permukaan ke
udara. Pola gangguan misalnya disebabkan oleh  putaran bagian mesin seperti motor,
kipas, dan pompa. Pola dapat diidentifikasi secara subjektif dengan mendengarkan
atau secara objektif dengan analisis frekuensi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,
2003).
6. Bising frekuensi rendah (low frequency noise) Bising ini memiliki energi akustik
yang penting dalam range frekuensi 8-100 Hz. Bising jenis ini biasanya dihasilkan
oleh mesin diesel besar di kereta api, kapal dan  pabrik, dimana bising jenis ini sukar
ditutupi dan menyebar dengan mudah ke segala arah dan dapat didengar sejauh
bermil-mil (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

5
7. Bising impulsif berulang Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi
berulang-ulang, misalnya mesin tempa (Prabu,Putra, 2009).
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas (Prabu,Putra, 2009) :

1) Bising yang mengganggu (Irritating noise). Merupakan bising yang mempunyai


intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
2) Bising yang menutupi (Masking noise) Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas, secara tidak  langsung bunyi ini akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena teriakan atau isyarat tanda bahaya
tenggelam dalam bising dari sumber lain.
3) Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise) Merupakan bunyi yang
intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi  jenis ini akan merusak atau
menurunkan fungsi pendengaran.

D. Efek Kebisingan

Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap manusia, yaitu:

1. Gangguan kenyamanan dan stress pada anak-anak (Freddy Hernawan, 2008).


2. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat menimbulkan
gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non  pendengaran yang
bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan tidur, gangguan
pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang/mudah marah (Dian Anggraeni, 2006).
3. Gangguan pendengaran sebesar 3,85 % untuk kebisingan impulsif dan gangguan
pendengaran sebesar 27,78% untuk kebisingan kontinyu pada pekerja di industri
kompor dan bengkel las Malang (Pasaoran Tamba I, 2001).
4. Gangguan terhadap konsentrasi kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya
kualitas dan kuantitas kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
5. Gangguan dalam kenikmatan bekerja terutama pada orang yang sangat rentan
terhadap kebisingan sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan konsentrasi
dan kehilangan semangat kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
Menurut (Prabu, Putra, 2009) dampak kebisingan bagi pekerja:

6
1) Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-
putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa  peningkatan
tekanan darah (± 10 mmhg), peningkatan nadi, konstriksi  pembuluh darah perifer
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.
Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam
telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah
tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem  pencernaan dan
keseimbangan elektrolit.
2) Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan
dan lain-lain.
3) Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak
langsung membahayakan keselamatan seseorang.
4) Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala
pusing (vertigo) atau mual-mual.
5) Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada

7
pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah
pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di
area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali,
biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas
kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.
Pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tingkat bising dapat dilihat pada Tabel
berikut :

E. Pengendalian Bising

Permasalahan kebisingan bisa diuraikan menjadi tiga komponen, (Goembira,


Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003), yaitu:

1. Sumber radiasi.
2. Jalur tempuh radiasi.
3. Penerima (telinga).
Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga
komponen ini. Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu

8
pengendalian bising aktif  (active noise control ) dan pengendalian bising pasif ( passive
noise control ).

1. Active Noise Control 


a) Kontrol Sumber 
Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi
sumber, yaitu penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin
supaya kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance
yang  baik supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya
mengurangi faktor gesekan dan kebocoran suara, memperkecil dan
mengisolasi elemen getar, melengkapi peredam pada mesin, serta
pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi cara ini memerlukan penelitian
intensif dan umumnya  juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira,
Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan
di sumber antara lain (Tambunan, 2005).
b) Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat kebisingan
yang lebih rendah.
c) Mengganti “jenis proses” mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih
rendah) dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan
sebagai  penggantian proses riveting.
d) Modifikasi “tempat” mesin, spt pemberian dudukan mesin dengan
materialmaterial yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi.
e) Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja.
f) Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah
(unit harga terhadap reduksi db) daripada antisipasi pada propagasi atau
kontrol lingkungan. Pada area kerja dengan kebisingan > 100 db A, kontrol
sumber   berupa kontrol rekayasa mesin adalah hal yang mutlak dilakukan
menurut Standard Basic Requirement OSHA.
1) Cladding Cladding Cladding adalah salah satu jenis pengendali bising
untuk mengurangi  pancaran bising dari pipa akibat aliran fluida di
dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap suara dan bahan
impermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang

9
bervariasi.
2) Silencer, Attenuator, Muffler  Silencer, Attenuator, Muffler  Silencer  ,
attenuator, muffler  digunakan untuk mereduksi bising fluida dengan
meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida.
g) Kontrol Lingkungan
Rekayasa terhadap kebisingan di industri kurang diterapkan dengan baik.
Beberapa industri menyertakan spesifikasi tingkat kebisingan saat memilih
alat  baru, namun terkadang masih mengalami masalah kebisingan. Hal lain
yang dapat dilakukan antara lain yaitu dengan pengendalian pada medium
perambatan. Sebenarnya upaya pengendalian ini memiliki tujuan untuk 
menghalangi perambatan suara dari sumber suara yang menuju ke telinga
manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah  sound
barrier antara sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya
akan berhasil jika sound barrier tidak ikut bergetar saat tertimpa gelombang
yang merambat (tidak   beresonansi). Faktor terpenting yang akan
mempengaruhi keberhasilan  sound  barrier adalah bahan dimensi.
2. Passive Noise Control 
Cara ini dilakukan dengan mereduksi sumber bising yang berbeda fase 180 o dari
sumber bising. Misalnya suatu sumber bising di satu titik dalam ruang merambat
dengan gelombang p1. Jika dapat dibangkitkan suatu gelombang anti bising p2
dengan komponen amplitudo dan frekuensi yang sama dengan gelombang p1, dan
berbeda fasa 180 o , maka super posisi kedua gelombang akan saling
meniadakan.
3. Antisipasi Lain
Selain cara-cara pengendalian di atas, harus dilakukan antisipasi terhadap pekerja.
Salah satu tekniknya adalah dengan tes audiometric berkala terhadap pekerja,
pendidikan/pelatihan dan penghitungan fraksi dosis kebisingan. Tes audiometric
biasanya dilakukan oleh ahli THT secara medis.

10
F. Pengukuran Kebisingan

Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak
suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar
untuk  mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah
desibel (db). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan
tingkat desibel  berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi
bertambah 3 db, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat. Kebisingan bisa
menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi
lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari
kebisingan, maka  perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:

1. Noise Level Meter dan Noise Analyzer , untuk mengidentifikasi paparan.


2. Peralatan Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan
untuk  menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain  sound survey meter,
sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk
permasalahan bising kebanyakan  sound level met er dan octave band analyzer  sudah
cukup banyak memberikan informasi.

G. Standar Kebisingan

Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah


kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria
kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak.

1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai


ambang batas kebisingan. Lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.
2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE
01/MEN/1978
H. Jenis Pemeriksaan Pendengaran
1. Tes Garpu Tala
Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu
secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi

11
rendah sampai tinggi 128 HZ-2048 Hz. Satu perangkat garpu tala memberikan skala
pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi akan memudahkan survei kepekaan
pendengaran. Cara menggunakan garpu tala yaitu garpu tala di pegang pada
tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul pada  permukaan yang berpegas
seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan jangan memukulkan garpu tala pada
ujung meja atau benda keras lainnya karena akan menghasilkan nada berlebihan,
yang adakalanya kedengaran dari jarak yang cukup  jauh dari garpu tala dan bahkan
dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola getar garpu tala. Ada 6 jenis tes
garpu tala, yaitu:
1) Tes batas atas dan batas bawah
a) Tujuan : menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita
melewati hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal.
b) Cara Pemeriksaan : Semua garpu tala (dapat dimulai dari frekuensi terendah
berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya) dibunyikan satu persatu,
dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan
dengan lunak (dipetik dengan ujung jari kuku, didengarkan terlebih dahulu
oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapa intensitas bunyi
yang terendah bagi orang normal/nilai ambang normal), kemudian
diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE
pada jarak 1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang
menghubungkan MAE kanan dan kiri.
c) Interpretasi :
 Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
 Tuli Konduksi : batas bawah naik (frekunsi rendah tak terdengar)
 Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
Kesalahan terjadi bila garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak
dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita tak mendengar.
2) Tes Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
a) Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

12
tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus
eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita
pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika
pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien
tidak dapat mendengarnya.
b) Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala
didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah
bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada
dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif
jika  pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus
eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :

a) Normal : tes rinne positif 


b) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama)
c) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
 Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
 Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
 Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada
posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga
mulamula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari
pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan
garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan
kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak
planum mastoid  pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat
memberikan isyarat  bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat
kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran

13
kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.

3) Tes Weber 
a. Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
b. Cara Pemeriksaan :
a) Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan
tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex,
dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.
Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang tidak
mendengar  atau mendengar lebih keras . Bila mendengar pada satu
telinga disebut laterisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua telinga tak
mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada laterisasi.
b) Interpretasi :
 Normal : Tidak ada lateralisasi
 Tuli konduksi : Mendengar lebih keras di telinga yang sakit
 Tuli sensorineural : Mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat
lebih dari satu.
4) Tes Schwabach
a. Tujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan
pemeriksa .
b. Cara pemeriksaan : garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian
tangkainya diletakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa, bila
pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke
mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka schwabach
memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan
yaitu Schwabah memendek atau normal. Untuk membedakan kedua
kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke
pemeriksa. Garpu tala 512 dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada
mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya
garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak 

14
mendengar berarti sam-sama normal, bila pemeriksa masih masih mendengar   
berarti schwabach penderita memendek.
c. Interpretasi :
 Normal : Schwabach normal
 Tuli konduksi : Schwabach memanjang
 Tuli sensorineural : Schwabach memendek 
d. Kesalahan terjadi bila :
 Garpu tala tidak di letakkan dengan benar, kakinya tersentuh sehingga
bunyi menghilang
 Isyarat hilangnya bunyi tidak segera diberikan oleh penderita
5) Tes Bing
Tes Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana garpu
tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup.
a. Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup
liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Garpu tala
digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber).
b. Interpretasi :
 Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut
normal
 Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga
tersebut menderita tuli konduktif .
6) Tes Stenger 
Tes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).
a. Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang
yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah garpu tala yang identik 
digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan,
dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Garpu tala pertama
digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga
jelas terdengar. Kemudian garpu tala yang kedua digetarkan lebih keras dan
diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli).
b. Interpretasi : apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga

15
kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi.
Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.
Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda dan saling melengkapi.

I. Upaya keselamatan atau kesehatan kerja

Upaya keselamatan atau kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas


kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh produktifitas
kerja yang optimal. Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian
antara  pekerja  pekerja dengan pekerja pekerja dan lingkungan lingkungan kerjanya
kerjanya baik secara fisik maupun psikis dalam hal cara/metoda kerja, proses kerja dan
kondisi kerja yang bertujuan untuk :

a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua


lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik secara fisik, mental maupun
kesejahteraan sosialnya.
b. Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh
keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
c. Memberikan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari nya dari
kemungkinan  bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang  bahaya yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
d. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaannya yang sesuai
dengan kemapuan fisik dan psikis pekerjaannya.

16
J. Asuhan Keperawatan pada Kesehatan Kerja dengan Kebisingan (Tukang Las)
1. Pengkajian
a. Identitas Pemilik
1) Nama : Tn. J
2) Umur : 55 th
3) Agama : Islam
4) Pendidikan : SMP
5) Pekerjaan : Wiraswasta (Pengrajin pagar dan kaca rumah)
6) Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
7) Lama mendirikan usaha : 20 tahun
b. Identitas Karyawan
1) Nama Karyawan : Tn. S
a) Umur :-
b) Agama : Islam
c) Pendidikan : SMP
d) Pekerjaan : Karyawan Las
e) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
f) Lama bekerja : 18 tahun
2) Nama Karyawan 2 : Tn. M
a) Umur :-
b) Agama : Islam
c) Pendidikan : SMP
d) Pekerjaan : Karyawan Las
e) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
f) Lama bekerja : 15 tahun
3) Nama Karyawan 3 : Tn. A
a) Umur :-
b) Agama : Islam
c) Pendidikan : SD
d) Pekerjaan : Karyawan Las
e) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

17
f) Lama bekerja : 6 tahun
4) Nama Karyawan 4 : Tn. B
a) Umur :-
b) Agama : Islam
c) Pendidikan : SMA
d) Pekerjaan : Karyawan Las
e) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
f) Lama bekerja : 2 tahun
c. Status kesehatan dahulu dan sekarang
Tn. J dan para karyawan mengatakan sebelum menjalani pekerjaan ini mereka
tidak merasakan keluhan apapun namun setelah menjalani pekerjaan ini beberapa
tahun kemudian mereka mengeluh sering merasakan telinganya berdengung dan
itu sering terjadi ketika mereka sedang tidak beraktivitas juga terjadinya
penurunan pendengaran.
d. Pola persepsi pemeliharaan kesehatan
Tn. J dan para karyawan mengatakan tidak pernah memeriksakan kesehatannya
secara berkala.
e. Pola aktivitas
Tn. J dan para karyawan mengatakan aktivitas sehari-harinya melakukan
pekerjaan sebagai pembuat pagar rumah maupun kaca jendela mulai dari jam
07.00 – 16.00.
f. Pola nutrisi
Tn. J dan para karyawan mengatakan pola makannya teratur (3x/sehari) dan
nutrisi yang di konsumsi tergolong sudah memenuhi gizi.
g. Pola eliminasi
BAK : BAB :
Warna : kuning keruh Warna : kuning kecoklatan
Bau : khas Bau : khas
Jumlah : 500cc Jumlah : 2x/hari
h. Pola istrahat
Siang : istirahat kerja 1 jam Malam : tidu 5 jam/hari

18
i. Pola kognitif persepsual
Tn. J dan para karyawan mengatakn telinganya sering mendengung dan
mengalami penurunan pendengaran
j. Pola toleransi stress/koping
Mekanisme koping adaptif
k. Penampilan umum
Dari segi fisik Tn. J dan para karyawan tampak sehat
l. Perilaku selama wawancara
Tn. J dan para karyawan sangat kooperatif
2. Data Sosial dan Ekonomi
Penghasilan rata-rata perbulan :
( ) kurang dari Rp 500,000
( ) Rp 500,000 – 1000,000
() Lebih dari 1000,000
3. Data Lingkungan Fisik
a. Tempat kerja
1) Kepemilikan : ( ) sewa ( ) numpang () Milik sendiri
2) Jenis : () Permanen ( ) Semi ( ) Tidak permanen
3) Lantai : ( ) Tanah ( ) Papan () Tegel/semen
4) Ventilasi : ( ) Baik () Kurang
5) Apakah jendela dibuka setiap hari : () Ya ( ) Tidak
6) Penerangan : ( ) Baik () Cukup ( ) Kurang
7) Berapa luas tempat kerja : 250 M2
b. Sumber air
1) Penyediaan air bersih :
( ) PDAM () Sumur pompa ( ) Sumur gali
( ) Mata air ( ) Sungai ( ) Beli
2) Penyediaan air minum :
( ) PDAM () Sumur pompa ( ) Sumur gali
( ) Mata air ( ) Sungai ( ) Beli
3) Pengelolaan air minum : () Dimasak ( ) Tidak dimasak

19
c. Tempat penampungan air :
1) Jenis penampungan air : Bak
2) Kondisi : Terbuka
3) Pengurasan : Ya
4) Bila ya, berapa kali dalam seminggu : 2 kali
5) Kondisi airnya : tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna
d. Pembuangan sampah dan limbah
1) Cara pembuangan sampah : di tempat sampah umum
2) Tempat pembuangan sampah : Ada
3) Bila ada terbuka atau tertutup : terbuka
4) Pembuangan air limbah : Got
5) Kondisi saluran limbah : Lancar
6) Binatang yang banyak berkeliaran disekitar tempat sampah : Lalat, Nyamuk
7) Apakah lingkungan ini sering terjadi banjir : Tidak
4. Data Status Kesehatan
a. Sarana Kesehatan
1) Sarana kesehatan terdekat : Dokter praktek
2) Pemanfaatan sarana kesehatan : Ya
b. Masalah kesakitan
1) Apakah ada anggota keluarga dan kayawan yang menderita penyakit ( 1 tahun
terakhir) :
() Ya, Bila ya berapa orang 2 dan sebutkan Hipertensi dan ISPA
( ) Tidak
2) Sebelum dibawa ke pusat kesehatan, tindakan apakah biasanya yang
dilakukan keluarga : Membeli obat bebas
3) Bagaiaman upaya keluarga menolong anggota keluarga yang sakit : Ke dokter
praktek
4) Sarana transportasi yang digunakan : Sepeda motor
5. Pemeriksaan Fisik
a. Persyarafan (B3 : Brain)
1) Tingkat kesadaran : Compos Mentis, GCS :456

20
2) Persepsi sensori :
 Pendengaran  Tuli konduksi dan tuli sensori
Telinganya berdengung
 Penciuman  penurunan penciuman
 Pengecapan  tidak ada kelainan
 Penglihatan  tidak ada kelainan
 Perabaan  tidak ada kelainan
6. Analisa Data

No Data Fokus Penyebab Masalah

1. DS : Gangguan Gangguan persepsi


- Tn. J dan para karyawan pendengaran sensori
mengatakan sebelum akibat kebisingan
menjalanin pekerjaan ini suara mesin
merkan tidak merasakan (ngelas)
keluhan apapun namun
setelah melakukan
pekerjaan ini beberpa
tahun kemudian mereka
mengeluh sering
merasakan telinganya
berdengung dan itu sering
terjadi ketika mereka
sedang tidak beraktifitas
Juga,terjadinya penurunan
pendengaran
DO :
- 4 dari 9 pekerja mengalami
tuli konduksi (frekuensi
rendah tak terdengar )
- 3 dari 9 pekerja mengalami
tuli sensori neurl
(frekuensi tinggi tak
terdengar )
2. DS : - Kurangnya Resiko cedera
DO : pengetahuan
- ventilasinya kurang perlindungan diri
- proteksi diri kurang dan kesehatan
- waktu bekerja lama mulai

21
dari jam 07.00 – 16.00
- istirahat kurang
- mesin yang dipakai masih
tradisional

7. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul
1) Gangguan persepsi sensori b.d ganguan pendengaran akibat kebisingan mesin
(ngelas) D.0085
2) Risiko Cedera d.d kurang nya pengetahuan D.0136
8. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa 1 Gangguan persepsi sensori b.d ganguan pendengaran akibat
kebisingan mesin (ngelas) D.0085
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam diharapkan
persepsi sensori membaik.
Kriteria hasil :
- verbalisasi mendengar bisikan menurun dengan skala 5
- kosentrasi membaik dengan skala 5
- orientasi membaik dengan skala 5

Intervensi :

Manajemen halusinasi 1.09288


observasi
 monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
 monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
 monitor isi halusinasi

terapeutik

 pertahankan lingkungan yang aman

22
 lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol perilaku
 diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
 hindari perdebatan tentang validasi halusinasi

edukasi

 anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi


 anjurkan bicara pada orang yang percaya untuk memberi dukungan dan
umpan balik
 anjurkan melakukan distraksi (mis.mendengarkan musik, melakukan
aktifitas dan teknik relaksasi

kolaborasi

 kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas

b. Diagnosa 2 resiko cedera d.d kurang nya pengetahuan D.0136


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24jam diharapkan tingkat
cedera menurun.
Kriteria hasil :
- kejadian cedera menurun dengan skala 5

Intervensi :

Manajemen kesehatan kerja 1.14512


observasi
 identifikasi kesehatan pekerja (mis. fungsi fisik,jiwa,spiritual,social dan
kebiasaan)
 Identifikasi standar prosedur kesehatan kerja, administrasi dan penerapan
peraturan tempat kerja terhadap standar
 identifikasi faktor resiko penyakit dan kecelakaan kerja
 monitor kesehatan pekerja secara berkala

23
terpeutik

 gunakan label atau tanda untuk zat atau alat yang berbahaya bagi
kesehatan
 lakukan perawatan pada kondisi akut
 latihan hidup dasar terkait kegawat daruratan
edukasi
 ajarkan tentang kesehatan dan modifikasi lingkungan kerja
 informasikan pekerja terkait zat atau alat yang berbahaya bagi kesehatan
kolaborasi
 rujuk kerumah sakit untuk perawatan lanjut pada cedera dan penyakit
akibat pekerjaan
c) Implementasi

No Tindakan keperawatan

1. - monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan


- pertahankan lingkungan yang aman
- lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol perilaku
- anjurkan bicara pada orang yang percaya untuk memberi dukungan dan umpan balik

2. - identifikasi kesehatan pekerja (mis. fungsi fisik,jiwa,spiritual,social dan kebiasaan)


- Identifikasi standar prosedur kesehatan kerja, administrasi dan penerapan peraturan tempat
kerja terhadap standar
- identifikasi faktor resiko penyakit dan kecelakaan kerja
- monitor kesehatan pekerja secara berkala
- ajarkan tentang kesehatan dan modifikasi lingkungan kerja
- informasikan pekerja terkait zat atau alat yang berbahaya bagi kesehatan

24
d) Evaluasi
a. Diagnosa 1 Gangguan persepsi sensori b.d ganguan pendengaran
akibat kebisingan mesin (ngelas)
Evaluasinya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
- verbalisasi mendengar bisikan menurun
- kosentrasi membaik
b. Diagnosa 2 resiko cedera d.d kurang nya pengetahuan D.0136
Evaluasinya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
- kejadian cedera menurun

25
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Bising merupakan suatu polusi lingkungan yang tidak terlihat namun efeknya
cukup besar kerusakan yang diakibatkan oleh bising kebanyakan merupakan kerusakan
setempat dan sporadic selain berpengaruh pada fisiologis dan psikologis manusia,bising
juga berpengaruh terhadap auditori manusia.komponen utama timbulnya biasing adalah
sumber bising media penghantar dan objek pendengar atau manusia. pengendalinya dapat
dilakukan terhadap salah satu bagian maupun keseluruh dari komponan tersebut .
Pendengaran merupakan salah satu panca indra manusia yang terpenting
disamping pengelihatan. Gangguan bagi seseorang dapat sangat merugikan karena
menghambat komunikasi individu dengan sekelilingnya. Peranan tespendengaran saat ini
mangkin penting, tes gaepu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi
pendengaran individu secara kuantitatif.
Upaya keselamatan atau kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapan bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh produktifitas
kerja yang optimal. Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian
antara pekerja dengan pekerja dilingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis
dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi kerja.
Upaya keselamatan kerja atau kesehatan kerja dilngkungan kebisingan yaitu
dengan mengurangi kebisiingan pada sumbernya melauli cara :
1. Memberi sekat (dari bahan kain,gabus atau karet pada landasan mesin,pemaparan
dan lain-lain )
2. Penanaman pohon hijau
3. penempatan dilakukan pada runagan tersendiri atau ruang kedap suara
4. menagtur lama waktu kerja agar tidak melebihi dari amabng batas kebisingna
yang diperkenankan , misalnya :85 db (A) untuk 8 jam pemanjaan , 90 db (A)
untuk 4 jam pemanjaan, 95 db (A) untuk 2 jam pemanjaan dan seterusnya
5. menggunkan sumbat telinga (ear plugs ) atau tutup telinga (ear muffs ) pada
waktu bekerja ditempat bising, karena alat tersebut mampu mengurangi intensitas
bising sampai 25-40 db.

26
B. Saran
1. Sebaiknya kita harus mengetahui batasan kebisingan yang normal ditempat kerja
2. Sebaiknya kita mengetahui komponen utama yang menyebabkan kebisingan agar
mampu mengidentifikasi masalah yang muncul
3. Sebaiknya selalu melindungi diri ditempat kerja melalui penggunaan-penggunaan
alat pelindung diri untuk keamanan diri dari kecelakaan kerja maupun dari timbulnya
masalah kesehatan akibat dari lingkungan kerja yang kurang sehat
4. Sebaiknya rutin melakukan pemeriksaan kesehatan saat cuti kerja untuk menjaga
kesehatan dan mengetahui perkembangan kesehatan pada diri
5. Sebaiknya dalam bekerja disesuaikan dengan kemampuan diri, diseimbangankan
dengan diri akan beban kerja dan tanggung jawab sehingga kesehatan diri akan
terjaga secara optimal

27
DAFTAR PUSTAKA

IK, D. (n.d.). Askep Bising. Retrieved Agustus 10, 2021, from https://id.scribd.com/:
https://id.scribd.com/document/151483785/ASKEP-BISING#download

28

Anda mungkin juga menyukai