Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

Bahaya Lingkungan Kerja

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Reny Indrayani, S.KM, M.KKK

disusun oleh :

Erin Arifah Wijaya 152110101048

Assalia Nilofar 152110101103

Avisyah Damayanty 152110101134

Faizah Oktavita Adinda 152110101161

Geofani Armahedi 152110101215

Farah Puteri Fatmala 152110101249

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Jember

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur mendalam kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda
Rasulullah Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul Bahaya Lingkungan Kerja ini dimaksudkan untuk


memenuhi tugas pada mata kuliah Higiene Industri. Kami mengucapkan rasa
terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung
maupun tidak langsung selama penyusunan makalah ini hingga selesai. Secara
khusus terima kasih tersebut kami sampaikan kepada :

1. Ibu Reny Indrayani, S.KM, M.KKK, selaku dosen pengampu mata kuliah
Higiene Industri kelas A yang telah memberikan bimbingan dan dorongan
dalam penyusunan makalah ini.
2. Rekan-rekan yang menempuh mata kuliah yang telah memberikan dukungan
moril.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dari segi materi
maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan dalam penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan
khususnya bagi kami.

Jember, 11 September 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................2
2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja..................................................2
2.2 Pengertian Bahaya Kerja...................................................................................2
1. BAHAYA BIOLOGIS...................................................................................3
2. BAHAYA ERGONOMI................................................................................6
3.BAHAYA PSIKOLOGIS...............................................................................6
4. Pengendalian Bahaya Lingkungan Kerja....................................................32
BAB III PENUTUP......................................................................................................35
Kesimpulan............................................................................................................35
Saran......................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................36

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya
penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi
menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau
bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan
sistem kerja. Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada
Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup
atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber
bahaya.
The International Labour Organization (1986), mendefinisikan bahaya kerja
(work hazard) adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang
berhubungan dengan pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja yang berpotensi
menyebabkan kerugian atau gangguan.
Bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan bisa muncul dari berbagai
aspek, baik biologis, psikososial, maupun ergonomi, maka dari itu dalam makalah
ini akan dibahas mengenai bahaya apa saja yang ada di lingkungan kerja serta
bagaimana pengendalian bahaya tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bahaya apa saja yang ada di Lingkungan Kerja ?


2. Bagaimana cara pengendalian bahaya yang ada di Lingkungan Kerja ?

1.3 Tujuan

1. Mendeskripsikan bahaya apa saja yang ada di Lingkungan Kerja


2. Mendeskripsikan cara pengendalian bahaya yang ada di Lingkungan Kerja.

1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang
sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat
dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Keselamatan dan
kesehatan kerja juga merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan
atau kondisi tidak selamat, yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Kesehatan,
Keselamatan, dan Keamanan Kerja, biasa disingkat K3 adalah suatu upaya guna
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang keselamatan, kesehatan, dan
keamanan kerja dalam rangka melancarkan usaha berproduksi
Menurut OHSAS (18001:2007) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan
kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung
dan tamu) di tempat kerja.

2.2 Pengertian Bahaya Kerja

Bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang


berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja
(OHSAS 18001, 2007). Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian sebuah
kejadian untuk muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Jika salah satu
bagian dari rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak akan terjadi. Bahaya
terdapat dimana-mana baik di tempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya
hanya akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau eksposur (Tranter,
1999).
Sedangkan bahaya di lingkungan kerja adalah segala sesuatu, sumber atau
potensi yang ada di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja.

2
Bahaya lingkungan kerja dibagi menjadi beberapa macam yaitu

1. BAHAYA BIOLOGIS

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau
mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya
tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan. Lingkungan Kerja
adalah istilah generik yang mencakup identifikasi dan evaluasi faktor-faktor
lingkungan yang memberikan dampak pada kesehatan tenaga kerja (ILO). Faktor
biologi tempat kerja adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas manusia.
Faktor biologi yang ada di lingkungan kerja disebabkan akibat infeksi akut dan
kronis, parasit, virus, dan bakteri. Faktor-faktor bahaya lingkungan kerja pada
faktor biologi belum ada peraturan pelaksanaan.

A. BAKTERI
Bakteri adalah sebuah kelompok mikroorganisme bersel tunggal berdiameter 1-2
mikron dengan konfigurasi selular prokariotik (tidak mempunyai selubung inti).
Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa DNA,
tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti.
DNA pada bakteri berbentuk sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. DNA
bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja. Bakteri juga
memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang
berbentuk kecil dan sirkuler.
Beberapa bakteri menyebabkan penyakit seperti : anthrax kulit dan paru,
tuberkulosis paru, brucellus, sakit kepala, artralgia endokarditis, leprospirosis
demam, mual, gagal hati.
1. Anthrax
Adalah penyakit pada binatang yang dapat berjangkit pada manusia (zoonosis).
Penyebabnya adalah bakteri Baccilus Antrakis. Penyakit ini umumnya menyerang
ternak pemamahbiak seperti : sapi, kambing, kerbau, kuda, dll. Sehingga sangat
memungkinkan orang yang bekerja di peternakan dapat tertular oleh penyakit ini.
2. Demam Q

3
Disebabkan oleh bakteri coxeli burnetti. Cara penularan penyakit ini biasanya
melalui udara. Penyebarannya melalui debu dari alat-alat yang terkontaminasi
dengan jaringan plasenta, air ketuban dan kotoran binatang yang terinfeksi.
Penularan juga terjadi di fasilitas pemrosesan hewan yang terinfeksi atau produk
sampingnya.
3. Bakteri Coli
Keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri coli masuk pada makanan yang
busuk, makanan kadaluarsa atau makanan yang terkontaminasi pada proses
pengolahan dan pemasakan yang tidak bersih. Biasanya bakteri ini menyerang
pada pekerja yang makan makanan yang dibuat dari usaha catering.

B. VIRUS
Virus merupakan partikel hidup yang paling kecil yang berdiameter antara 0,025
sampai dengan 0,25 mikron. Virus merupakan parasit yang menginveksi manusia,
hewan, tumbuhan, dan bakteri. Hepatitis pada petugas laboratorium dan pekerja
yang beresiko tertular virus tersebut antara lain pekerja rumah sakit, dan pekerja
yang suka berganti-ganti pasangan.
1. Influenza
Penyakit influenza seringkali diabaikan oleh banyak orang padahal bila penyakit
ini diderita oleh pekerja akan mengakibatkan banyaknya waktu kerja yang hilang.
Penyakit ini sering muncul saat hujan tiba, bersamaan dengan hujan sejumlah
bakteri dan virus terhempas bersamaan dengan air hujan. Selanjutnya udara yang
tercemar bakteri dan virus akan terhisap dan masuk ke saluran pernapasan.
2. Flu Burung
Suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan
oleh unggas. Penyakit ini terdiri dari beberapa tipe, antara tipe A, B, dan tipe C.
Virus ini dapat bertahan hidup dalam air sampai empat hari pada suhu tertentu.
3. HIV/AIDS
HIV AIDS adalah Virus yang menyerang manusia dan menyerang sistem
kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan
infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan

4
defisiensi (kekurangan) sistem imun. Berkaitan dengan kerja, jenis pekerjaan
medis dan petugas pembersih limbah medis yang berisiko terkena penyakit ini.
4. Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan pada hat karena toxin, seperti kimia atau obat ataupun
agen penyebab infeksi. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut
"hepatitis akut", hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis
kronis". Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima
virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi
virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi
sitomegalovirus.

C. PARASIT
Beberapa macam parasit, protozoa, dan cacing banyak di temukan di tempat kerja
seperti : malaria pada tenaga kerja kehutanan, cacing tambang pada tenaga kerja
pertanian.

D. HEWAN
Kelompok hewan Arthropoda (hewan berbuku-buku) yaitu kelompok hewan
mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan dan hewan sejenisnya. Yang mana
gigitan atau sengatannya dapat menyebabkan inflamasi pada kulit, keracunan
sistemik, terjangkitnya korban dengan agen-agen infeksius ataupun reaksi alergi.
Protein penyebab alergi yang berasaldari hewan bertulang belakang berupan urin,
kotoran dan air liur.

E. TUMBUHAN
Tumbuhan juga dapat menyebabkan inflamasi atau peradangan jika terjadi kontak
dengan kulit atau bahkan asthma jika terjadi kontak dengan saluran napas,
biasanya berasal dari kelompok tumbuhan tingkat tinggi ataupun tingkat rendah.

2. BAHAYA ERGONOMI

Ilmu ergonomi di tempat kerja muncul untuk mencari penyesuaian antara

5
manusia dan pekerjaannya, fitting the job to the man (Bridger, 1995). Bahaya
ergonomi akan mengakibatkan gangguan pada kesehatan pekerja, salah satunya
adalah gangguan musculoskeletal atau musculoskeletal disorders (MSDs). MSDs
muncul apabila pekerja terpajan dengan berbagai faktor risiko ergonomi di
tempat kerja. Faktor risiko ergonomi terdapat di dalam pekerjaan itu sendiri
seperti postur kerja, beban, durasi dan frekuensi kerja serta faktor dari dalam diri
pekerja meliputi usia, masa kerja, kebiasaan merokok dan sebagainya.

2.1 Definisi Ergonomi

Ergonomi merupakan gabungan dari beberapa ilmu lainnya yang mencakup


sistem manusia, mesin dan lingkungan yang saling berinteraksi, selain itu dalam
ergonomi juga mempelajari tentang desain/perancangan alat kerja dan lingkungan
kerja yang sesuai dengan kapasitas dan keterbatasan manusia. Ergonomi ditujukan
untuk mencapai kesesuaian antara manusia dan pekerjaannya demi mencapai
kesejahteraan.

Ilmu ini dirumuskan sebagai ilmu penyesuaian pekerjaan terhadap pekerja.


Meminimalisir tekanan fisik di tempat kerja memerlukan studi yang berkelanjutan
dimana manusia dan teknologi saling berinteraksi. Pengetahuan yang dipelajari
dari studi ini harus dapat meningkatkan interaksi tersebut. Ergonomi dirumuskan
sebagai ilmu multidisplin yang mencari kenyamanan pekerja di tenpat kerja dan
semua aspek fisiologinya.

2.2 Prinsip Ergonomi

Prinsip dasar ergonomi dimaksudakan untuk pedoman mengenai ergonomi


apabila keadaan sudah berubah, seperti kemajuan teknologi dan perubahan pada
ilmu lainya yang berkaitan dengan ergonomi. International Labour Organization
menyatakan bahwa dengan menerapakan prinsip ergonomi maka masalah yang
ada di tempat kerja dapat diselesaikan atau dicegah. Dengan sedikit perubahan
pada desain peralatan dantempat kerja atau jenis pekerjaa, maka terjadi
peningkatan yang signifikan terhadap kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan
produktivitas pekerja.

6
Prinsip ergonomi menurut ILO dan Macleod dapat dikatakan hampir sama
yakni mengenai desain kerja yang lebih ergonomis untuk mengurangi beban kerja
kepada pekerja ketika melakukan pekerjaannya. Prinsip-prinsip ergonomi tersebut
antara lain ialah :

Bekerja dengan posisi yang netral atau normal, tidak melakukan postur
janggal seperti membungkuk, menunduk atau meraih benda yang jauh.
Maka diperlukan desain yang baik agar posisi yang janggal dapat
diminimalisir seperti desain meja kerja yang lebih dekat dengan pekerja
pada pekerja yang membutuhkan ketelitian, pelatihan mengenai teknik
mengangkat benda yang tepat dan peletakan peralatan kerja yang mudah
dijangkau pekerja.
Mengurangi beban yang berlebihansaat bekerja dengan melakukan
pengaturan rotasi waktu kerja agar pekerja tidak melakukan geraka
berulang-ulang dimana membutuhkan otot yang sama dalam jangka waktu
yang lama serta menyebabkan kejenuhan. Mengurangi beban kerja juga
dapat dilakukan dengan mangatur frekuensi pekerja mengangkat benda
dan jarak yang ditempuhnya. Bekerja dengan posisi berdiri sebaikanya
dikurangi, posisi duduk ketika bekerja lebih baik karena mengurangi
kelelahan daripada posisi berdiri.
Pada bekerja merakit, material sebaiknya ditempatkan pada posisi otot
pekerja yang paling kuat untuk melakukan pekerjaan serta peralatan kerja
yang tidak nyaman dan menyebabkan cidera.

2.3 Gejala Muculoskeletal Disorders

Macam-macam gejala kesehatan dirasakan pekerja disebabkan faktor risiko


MSDs yang memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memiliki risiko ergonomi dan
gangguan kesehatan yang dapat mengakibatkan melemahkan fungsi tubuh dan
penurunan kinerja pekerja. Bagian-bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu,
punggung dan kaki merupakan bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung
dan kaki merupakan bagian tubuh yang sering digunakan pekerja dalam
melakukan pekerjaannya.

7
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan bagian-bagian otot skeletal yang
dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan sampai sangat sakit. Keluhan
otot dapat dikelompokkan menjadi :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persisitent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,
meskipun pembebanan kerja telah dihentikan tetapi rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.

Beberapa jenis cidera yang mungkin dialami pekerja :

1. Cidera pada tangan


Cidera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa disebabkan
dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya
postur janggal pada tangan dengan durasi yang lama, pergerakan yang
berulang/repetitive, dan tekanan dari peralatan/material kerja. Pekerjan
repetitive berpengaruh pada cidera pada tangan dan pergelangan tangan
misalnya CTS.
Tendinitis. Peradangan (pembengkakan) atauniritasi pada tendon,

biasanya terjadi pada titik dimana otot melekat pada


tulang.keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon
terus menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak
biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan
pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan
pergelangan tangan secara berulang.
Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Penekanan yang terjadi apda
syaraf tengah yang terletak pada pergelangan tangan yang
dikelilingi jaringan dan tulang.penekanan tersebut disebabkan oleh
pembengkakan dan iritasi dari tendon dan alpisa penyelubung
tendon. CTS dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam
sesuatu pada tangannya.
Trigger finger. Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat
menggunakan alat kerja yang memiliki palatuk) dimana menekan

8
tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan mengakibatkan
rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.
Epicondylitis. Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku.
Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada lengan
bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan.
Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS). Cidera akibat penggunaan
tangan, pergelangan tangan, dan lengan pada peralatan kerja yang
memiliki getaran, vibrasi. Menggunakan peralatan yang memiliki
vibrasi yang terus memnerus dapat mengakibatkan timbulnya
gejala-gejala antar alin jari-jari pucat, perasaan geli, dan mati rasa.

Gambar Postur Kerja Pada Tangan yang Menyebabkan MSDs; Tendinitis (a), CTS
(b), Trigger Finger (c), dan Epicondylitis (d)

(Sumber: NIOSH, 2007)

2. Cidera Pada Bahu dan Leher


Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang besar
dalam menyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut. Beberapa postur
bahu seperti merentang lebih dari 45o atau mengangkat bahu ke atas
melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama dan gerakan yang berulang juga
mempengaruhi kesakitan pada bahu.
Bursitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada

jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit ini


akibat posisi bahu yang janggal seperti mengkat bahu di atas
kepala dan bekerja dalam waktu yang lama.
Tension Neck Syndrome. Gejala ini terjadi pada leher yang
mengalami ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur leher
menengadah ke atas dalam waktu yang lama.sindroma ini

9
mengakibatkan kekuatan pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit
yang menyebar ke bagian leher.

Posisi Kerja yang Berisiko Pada Bahu dan Leher (Sumber: NIOSH, 2007)

3. Cidera Pada Punggung dan Lutut


Dibeberapa jenis pekerjaan,dibutuhkan pekerjaan lantai atau mengangkat
bebean yang menyebabkan postur punggung tidak netral. Posisi berlutut,
membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkansakit pada punggung bagian
bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam waktu yang lama dan
kontinyu mengakibatkan masalah yang serius pada otot dan sendi.
Kejadian cidera yang tinggi pada punggung bagian bawah terdapat pada
pekerjaan lantai, buruh pelabuhan, dan pengebor minyak.
Low Back Pain. Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot

tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung


membungkuk. Diskus mengalami tekanan yang kuat dan menekan
juga bagian dari tulang belakang termasuk syaraf. Apabila postur
membungkuk berlangsung terus menerus, maka diskus akan
melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus atau
biasa disebut hermiation
Penyakit musculoskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan
dengan tekanan darah pad acairan di antara tulang dan tendon.
Tekanan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan
cairan tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang
atau biasa disebut bursitis.tekanan dari laur juga menyebabkan
tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit

10
Posisi Kerja yang Menyebabkan Cidera Pada Punggung (a) dan Lutut (b)

2.4 Faktor Risiko Ergonomi Terkait Musculoskeletal Disorders

Faktor-faktor risiko ergonomi merupakan faktor-faktor yang berperan dalam


mempengaruhi besarnya pajanan tingkat risiko ergonomic terhadap manusia.
Bebrpa faktor risiko ergonomi ditemukan ditempat seperti faktor pekerjaan itu
sendiri yang terkait dengan postur, beban, durasi, frekuensi dan lingkungan kerja.

1. Faktor pekerjaan
Beberapa macam faktor pekerjaan dapat meningkatkan kejadian MSDs
pada pekerja. Pekerjaan fisik yang dilakukan di tempat kerja berhubungan
dengan kapasitas otot pada tubuh pekerja. Kerja otot bergantung dari jenis
pekerjaan yang dilakukannya, berikut ini adalah jenis pekerjaan yang
terdapat di tepat kerja:
a. Pekerjaan statis
Permasalahan dalam pekerjaan statis dapat timbul dikarenakan postur yang
tidak sesuai atau posisi diam/tetap dalam jangka waktu yang lama ketika
kegiatan kerja dengan postur yang janggal yang dapat menyebabkan
bagian tubuh merasakan stres. Perlu kita sadari, melakukan pekerjaan
dengan postur apapun pada jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
ketidak efektifan pekerjaan, sakit atau nyeri pada pekerja setelah bekerja
dan dapat membawa pekerja dalam masalah kesehatan yang
berkepanjangan. Sakit pada otot yang berhubungan dengan pekerjaan
dengan kapasitas pekerja.
Tiga puluh tiga studi dilakukan di beberapa industri untuk mencari
hubungan antara postur statis dengan kejadian musculoskeletal disorders
(MSDs) leher dan bahu dan terdapat 27 studi yang menyatakan bahwa

11
postur statis dan MSDs leher/bahu mempunyai hubungan yang signifikan
(Bernard et al, 1997).
b. Pekerjaan dinamis
Meskipun pergerakan sangat penting untuk mencegah masalah pekerjaan
stastis, khususnya dalam menangani beban yang berat, ternyata hal
tersebut juga dapat memberikan masalah pada kesehatan dan kinerja,
seperti saat mengangkat, membawa, mendorong dan menarik beban.
Pekerjaan yang membutuhkan gerakan lebih banyak/dinamis
mempengaruhi kesakitan pada musculoskeletal dan pekerjaan dinamis ini
menunjukkan angka risiko yang lebih tinggi terhadap keluhan
musculoskeletal dibandingkan pekerjaan yang tetap (Ueno et al, 1999).
Masalah pada pekerjaan dinamis dapat terjadi karena dua hal yaitu:
1) Penggunaan energi secara berlebih
2) Pekerjaan mengangkat dan menangani beban

a) Postur

Menurut Pheasant, 1991, postur yang baik dalam bekerja adalah


postur yang mengandung tenaga otot statis yang paling minimum, atau
secara umum dapat dikatakan bahwa variasi dari postur saat bekerja lebih
baik dibandingkan dengan satu postur saja saat bekerja. Kenyamanan
melakukan postur yang janggal saat bekerja dapat menjadi suatu kebiasaan
yang dapat berdampak pada pergerakan atau pemendekan jaringan lunak
dan otot (Ramazini dalam Pheasant, 1991).

Postur janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara


signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan (Department
of EH&S, 2002). Bekerja dengan posisi janggal meningkatkan jumlah
energi yang dibutuhkan untuk bekerja. Posisi janggal menyebabkan
kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien
sehingga mudah menimbulkan lelah. Termasuk ke dalam postur janggal
adalah pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar
(twisting), memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam
kondisi statis, dan menjepit dengan tangan. Postur ini melibatkan beberapa
area tubuh seperti bahu, punggung dan lutut, karena bagian inilah yang

12
paling sering mengalami cidera (Straker, 2000). Berikut ini adalah yang
termasuk postur berisiko dalam bekerja berdasarkan BRIEF Survey dari
Humantech Inc.:
1) Postur tangan dan pergelangan tangan
Postur normal atau netral pada tangan dan pergelangan tangan
dalam melakukan proses kerja adalah dengan posisi sumbu lengan
terletak satu garis lurus dengan jari tengah. Apabila sumbu tangan
tidak lurus tetapi mengarah ke berbagai posisi, maka dapat
dikatakan posisi tersebut janggal atau tidak netral. Beberapa contoh
posisi tangan yang berisiko adalah:
Pinch grip, posisi menggenggam menggunakan jari-jari
tangan dengan penekanan yang kuat pada jari-jari tangan
ketika melakukan posisi ini. Posisi ini dilakukan pekerja
seperti menjepit benda-benda seperti jarum, kertas, obeng
dan sebagainya.

Finger press, posisi jari-jari tangan menekan benda/obyek.

Deviasi ulnar dan radial, deviasi ulnar yaitu posisi tangan


yang miring menjauhi ibu jari dan deviasi radial adalah
posisi tangan yang miring mendekati ibu jari.

13
Fleksi dan Ekstensi, fleksi yaitu posisi pergelangan tangan
yang menekuku ke arah dalam dan membentuk sudut
45. Sedangkan ekstensi berlawanan dari fleksi yaitu
posisi pergelangan tangan yang menekuk kea rah
luar/punggung tangan dengan membentuk sudut 45.

Power grip, posisi tangan menggenggam benda dengan


melingkarkan seluruh jari-jari pada benda yang dipegang.
Posisi ini termasuk janggal apabila benda yang digenggam
memiliki beban 10 lbs (4,5 kg) (Humantech, 1995)

2) Postur siku
Posisi janggal pada siku tangan terjadi jika bagian tangan
bawah (dari siku sampai jari-jari) melakukan gerakan

14
memutar/rotasi. Pergerakan ini dapat ditemukan pada pekerja yang
menggunakan obeng (screwdriver) untuk memutar mur atau benda
lainnya. Gerakan lainnya pada siku adalah gerakan ekstendi penuh
(full extension) dimana siku digerakkan secara berulang kali ke
arah atas dan bawah, contoh dari postur ini adalah gerakan ketika
memalu (hammering) atau mencangkul.

Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan Bawah Rotasi (a)


dan Siku Ekstensi Penuh (b)

3) Postur bahu
Bahu termasuk posisi berisiko apabila posisi mengangkat pada
bahu memebentuk sudut sebesar 45 dari arah vertikal sumbu
tubuh, baik ke samping tubuh maupun ke arah depan tubuh. Posisi
ini biasanya dilakukan pekerja jika obyek pekerjaannya berada
jauh di depan atau samping dari tubuh pekerja. Selain itu, postur
bahu yang janggal apabila bahu melewati garis vertical sumbu
tubuh. Pekerja melakukan posisi ini apabila obyek berada di
belakang tubuhnya seperti menarik benda yang berada di belakang.

Posisi Janggal Pada Bahu, Bahu Diangkat Sebesar 45 (a)


dan Posisi Bahu ke Arah Belakang (b)

4) Postur leher
Menunduk, postur janggal pada leher jika leher menunduk
memebentuk sudut 20 dari garis vertikal dengan ruas

15
tulang leher. Posisi menunduk dilakukan pekerja jika
obyek yang sedang dikerjakannya berada lebih dari 20 di
bawah pandangan mata, sehingga pekerja harus
menundukkan kepala untuk melihat obyek tersebut.

Miring (sideways), setiap gerakan dari leher yang miring,


baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut
yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas
tulang leher. Posisi miring biasanya dilakukan jika
benda/obyek yang dikerjakannya tidak tepat berada di
depan pekerja, melainkan berada di samping kanan atau kiri
atau berada di atas maupun bawah

Ke arah belakang/mendongak (backwards), posisi leher


deviasi ke arah belakang yang nyata pada postur leher.
Setiap postur dari leher yang tengadah (mendongak) ke
atas tanpa melihat besar sudut yang dibentuk oleh garis
vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur
seperti ini biasanya ditemukan pada pekerjaan dimana
obyek kerjanya berada di atas pandangan mata pekerja
atau di atas kepala.

16
Memutar (twisted), postur leher yang berputar, baik ke
arah kanan maupun kiri, tanpa menilai besarnya sudut
rotasi yang dilakukan. Biasanya pekerja melakukan posisi
leher memutar jika obyek jauh berada di samping kanan
atau kiri pekerja atau di belakang tubuh pekerja.

5) Postur punggung
Memebungkuk, merupakan gerakan atau posisi tubuh ke
arah depan sehingga antara sumbu badan bagian atas akan
membentuk sudut 20 dengan garis vertikal. Posisi ini
terjadi apabila benda berada jauh di depan tubuh atau di
bawah garis horizontal tubuh sehingga pekerja
membungkuk untuk dapat meraih benda tersebut.

Miring (sideways), yaitu deviasi bidang median tubuh dari


garis vertikal pada punggung tanpa memperhitungkan
besarnya sudut yang dibentuk. Postur ini terjadi jika obyek

17
yang sedang dikerjakan berada di samping kanan atau kiri
tubuh pekerja.

Memutar (twisted), yaitu postur punggung yang berputar


baik ke kanan maupun ke kiri dimana garis vertikal
menjadi sumbu tanpa memperhitungkan besarnya derajat
rotasi yang dibentuk. Gerakan seperti ini dapat ditemukan
pada pekerjaan memindahkan barang dari satu sisi ke sisi
lainnya dari tubuh pekerja.

6) Postur kaki
Postur janggal pada kaki antara lain posisi jongkok. Pekerja
melakukan pekerjaannya sambil berjongkok, biasanya obyek yang
dikerjakannya berada di bawah horizontal tubuh. Posisi lainnya
yaitu berdiri dengan bertumpu pada satu kaki dan kaki lainnya
tidak dibebankan. Pekerja melakukan gerakan ini untuk meraih
obyek yang berada melebihi jangkauan tangannya misalnya jauh di
atas kepalanya. Contoh dari gerakan ini adalah pekerja yang
mengambil atau meletakkan benda di rak yang letaknya tinggi.

18
Kaki juga dapat dikatakan janggal apabila posisinya berlutut atau
salah satu atau kedua lutut dijadikan tumpuan ketika sedang
bekerja.

Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri


dengan Bertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c)
b) Beban
Pemebabanan fisik pada pekerjaan dapat mempengaruhi terjadinya
kesakitan pada musculoskeletal tubuh. Pembebanan fisik yang dibenarkan
adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja
maksimum yenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan
peraturan jam kerja yang berlaku. Semakin berat beban maka semakin
singkat waktu pekerjaan (Sumamur, 1989). Beban dapat diartikan sebagai
beban muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban
dinyatakan dalam newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah
proporsi dari kapasitas kekuatan individu (NIOSH, 1997).
Beban biasanya diartikan sebagai seberapa besar penggunaan fisik,
seperti ketika mengangkat barang-barang yang berat atau mendorong
beban yang berat. Pada sebuah penelitian cross-sectional, didapatkan hasil
bahwa, pekerjaan dengan beban dan tingkat pengulangan yang rendah,
memiliki kasus musculoskeletal yang lebih sedikit, dan pekerjaan dengan
tingkat beban dan pengulangan yang tinggi, memiliki angka kesakitan
musculoskeletal 30 kali yang lebih besar (dalam Shrawan Kumar, 1999).
c) Durasi
Durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh faktor
risiko. Beberapa penelitian menemukan dugaan adanya hubungan antara
meningkatnya level atau durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs pada
bagian leher (NIOSH, 1997). Lamanya waktu kerja (durasi) berkaitan
dengan keadaan fisik tubuh pekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan
mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, sistem pernapasan dan lainnya.
Jika pekerjaan beralngsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat,

19
kemampuan tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada
anggota tubuh (Sumamur, 198). Jika gerakan berulang-ulang dari otot
menjadi terlalu cepat untuk membiarkan oksigen yang memadai mencapai
jaringan atau membiarkan uptake kalsium, terjadilah kelelahan otot (Bird,
2005).
Untuk menentukan waktu lamanya bekerja, diketahui terlebih dahulu
kemampuan maksimum penggunaan oksigen (maximum oxygen uptake)
yang rata-rata besarnya 2,4 liter/menit. Dengan penggunaan oksigen
tersebut, maka pekerjaan dapat berlangsung selama 4 menit karena tubuh
harus dikerahkan untuk memenuhi oksigen (Sumamur, 1989). Durasi dari
postur yang berisiko adalah apabila postur tersebut bertahan dalam waktu
lebih dari 10 detik atau postur kaki bertahan selama lebih dari 2 jam sehari
(Humantech, 1995).
d) Frekuensi
Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang
dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan
secara berulang, maka dapat disebut sebagai repetitive. Gerakan repetitif
dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai kecepatan
pergerakan tubuh, atau dapat di perluas sebagai gerakan yang dilakukan
secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.
Posisi/postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering
dapat menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat,
inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya
sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi repetitive
motion dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot
menerima tekanan akibat beban kerja terus-menerus tanpa memperoleh
kesempatan untuk relaksasi (Bridger, 1995). Dalam Humantech (1995),
posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko apabila dilakukan gerakan
berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalm semeit dan sebanyak 2 kali per
menit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki.

2. Faktor Individu
Musculoskeletal disorders disebabkan oleh multifaktor, selaian
faktor- faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, MSDs juga dapat
terjadi karena karakteristik individu dari pekerja. Beberapa faktor ini dapat

20
memepengaruhi kejadian MSDs seperti usia, masa kerja dan kebiasaan
merokok. Beberapa studi atau penelitian telah membuktikan hubungan
antara kesakitan muskuloskletal dengan faktor-faktor individu tersebut.
a) Usia
Pekerjaan fisik membutuhkan kekuatan otot dimana kekuatan otot
itu dipengaruhi oleh usia seseorang, kemampuan fisik kelompok pekerja
muda melebihi kelompok pekerja yang lebih tua. Penelitian oleh Damon,
Stoudt and McFarland (1971), perubahan dimensi tubuh dari lahir hingga
usia matang terjadi secara konsisten meskipun kadang-kadang tidak
teratur. Seperti tinggi tubuh yang terus bertambah hingga mencapai usia 20
tahun pada pria dan 17 tahun pada wanita. Terjadi penyusutan tubuh pada
usia lanjut dimana mempengaruhi perubahan biologi meratakan disc di
tulang punggung dan penipisan bantalan kartilago. Stoudt menyatakan
bahwa dimansi tubuh mulai menurun diantara usia 18 hingga 74 tahun
(Oborne, 1995).
Usia mempengaruhi kapasitas pekerja untuk melakukan pekerjaannya.
Pada usia 20 tahun ke atas, kapasitas oksigen maksimal (VO2) dalam
tubuh akan berkurang secara berangsur, aerobic fitness akan menurun
sekitar 8-10% setiap 10 tahun dimulai sejak usia tersebut. Pada usia sekitar
50-60 tahun, kemampuan kekuatan otot akan semakin berkurang dimana
berpengaruh pada kemampuan fisik tubuh dalam melakuan pekerjaan
(Bridger, 1995). Kelemahan musculoskeletal dengan gejala keshetan yang
menurun tejadi pada usia pertengahan dan tua (Buckwalter et al, 1993
dalam Bernard et al; NIOSH, 1997). Meskipun begitu, kelompok umur
dengan angka tertinggi terhadap sakit punggung dan ketegangan otot
adalah umur 20-24 tahun pada pria dan umur 30- 34 tahun pada wanita.
Menurunnya fungsi musculoskeletal karena usia berhubungan dengan
kejadian gangguan degeneratif, hilangnya kekuatan jaringan dengan usia
mungkin meningkatkan peluang atau keparahan kerusakan jaringan halus
(dalam Bernard et al, 1997).
b) Masa Kerja
Kejadian musculosksletal disorders dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor individu, salah satunya adalah pengalaman bekerja.
Lamanya pekerja bekerja di suatu industri, mempengaruhi kesakitan

21
musculoskeletal yang dirasakan. Beberapa hasil studi menyatakan bahwa
absen sakit dikarenakan kesakitan pada upper limbs lebih tinggi pada
pekerja yang baru dibandingkan pekerja yang telah berpengalaman,
terutama pada kelompok pekerja dengan beban kerja tinggi (Hakkanen et
al, 2001). Survei tersebut membagi pengalaman kerja ke dalam tiga
kelompok yaitu pekerja yang berpengalaman, pekerja baru tahun pertama,
pekerja baru tahun kedua atau lebih. Hasilnya adalah bahwa pekerja baru
tahun kedua atau lebih memiliki tingkat absen sakit paling tinggi dengan
kasus kesakitan pada musculoskeletal. Pada studi lainnya oleh Park et al
menemukan angka yang tinggi pada gangguan upper limb di beberapa
kategori terpajan tinggi di industri otomotif selama enam bulan pertama
masa kerja (Hakkanen et al, 2001).
c) Kebiasaan Merokok
Asap rokok mengandung sekitar 4 persen carbon monoxide (CO)
didalamnya. CO dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar
dibandingkan dengan oksigen. Rokok dapat menyebabkan penurunan
kemampuan kerja dengan menghambat aliran oksigen dalam darah. Hal ini
berdampak pada kerusakan yang kronik pada sistem pernapasan yang
berpengaruh pada ventilasi udara di paru- paru dan mengganggu transfer
oksigen dari udara ke dalam darah. Rokok juga mengandung banyak racun
dan bahan kimia lainnya yang bersifat karsinogen yang akibatnya dapat
menekan kemampuan fisik perokok (Bridger, 1995). Pada sebuah survei di
Britania oleh Palmer et al (1996) ditemukan 13.000 orang yang merokok
sering mengeluhkan rasa ridak nyaman pada musculoskeletal dan rasa
lumpuh terhadap cidera musculoskeletal dibandingkan mereka yang tidak
pernah merokok. Hal ini disebabkan rokok dapat merusak jaringan otot
dan mengurangi respon syaraf terhadap rasa sakit. Palmer juga
mengatakan penyebab perokok lebih merasakan sakit musculoskeletal
antara lain:
1) Zat nikotin yang terkandung di dalam rokok merupakan
stimulan kuat yang secara efektif menjalankan respon sakit
pada tubuh perokok
2) Asap rokok mungkin menyebabkan kerusakan umum pada
jaringan musculoskeletal dengan cara mengurangi suplai

22
darah ke jaringan musculoskeletal, meningkatkan
penggumpalan darah, atau mengurangi aliran nutrisi ke otot
dan sendi. Kebiasaan merokok menyebabkan pekerja lebih
sering merasakan rasa sakit pada musculoskeletal mereka
dibandingkan pekerja yang tidak merokok, hal itu
disebabkan zat-zat yang ada di dalam rokok
menyebabkan sistem syaraf perokok bereaksi lebih cepat
terhadap rasa sakit. Kebiasaan merokok berhubungan dengan
rasa sakit pada punggung (low back pain), intervertebral
herniated disc, leher, dan pada tubuh bagian atas dan bawah
(Pasquale, 2003). Hal ini disebabkan batuk yang diderita
perokok dapat meningkatkan tekanan pada abdominal dan
intradiscal, sehingga menyebabkan tekanan pada bagian
tulang belakang serta kandungan zat kimia dalam rokok dapat
mempengaruhi berkurangnya kandungan mineral dalam
tulang yang berakibat microfractures (NIOSH, 1997).

3.BAHAYA PSIKOLOGIS

3.1 Bahaya Psikososial


Banyak peneliti yang mengobservasi bahwa kondisi kerja tidak hanya
menimbulkan penyakit akibat kerja tetapi juga memegang peranan penting dalam
hal kesehatan pekerja. Aspek psikologi dari pekerjaan telah menjadi subjek
penelitian sejak 1950 (Johnson, 1996; sauter at al., 1998). Awalnya psikologi
hanya ditujukan pada hambatan pekerja untuk beradaptasi terhadap aturan kerja
daripada terhadap potensi bahaya dari karakteristik lingkungan kerja yang
mungkin dirasakan pekerja (Gardell, 1982). Tetapi, dengan penelitian tentang
lingkungan kerja psikososial dan psikologi kerja pada tahun 1960 (Johnson &
Hall, 1996) fokus pembahasan telah beralih dari perspektif individu ke arah
pengaruh dari aspek lingkungan kerja terhadap kesehatan.
Landy (1992) telah menyimpulkan bahwa terdapat sejumlah intervensi yang
mungkin timbul pada desain pekerjaan, dan Murphy (1988) mencatat bahwa telah

23
teridentifikasi beberapa stressor yang timbul dari pekerjaan yang erat kaitannya
dengan organisasi dan pekerjaan itu sendiri.
Dalam sebuah survei dari sejumlah badan hukum di Negara-negara Uni Eropa
yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Keselamatan Kerja, mengidentifikasi
sebagian besar dari mereka mengalami stress yang diakibatkan oleh stressor
psikososial (Eropa Agency, 1998). Seperti yang telah di jabarkan dalam konsep
bahaya, bahwa bahaya itu dalam Research on Work Related Stress dibagi ke
dalam bahaya fisik, yang meliputi biologi, biomechanical, kimia dan
Radiological, bahaya dan psikososial . International Labour Organization (1986)
telah ditetapkan dalam bahaya psikososial dalam pekerjaan merupakan suatu
interaksi antara konten/isi dari pekerjaan, organisasi dan manajemen, dan kondisi
lingkungan organisasi/yang berhubungan dengan pekerjaan serta kompetensi
(pengetahuan dan ketrampilan) antar pekerja, dan lain-lain. Interaksi-interaksi
diantara ini telah membuktikan bahwa ada bahaya yang mungkin dapat
menimbulkan dampak kesehatan bagi pekerja melalui persepsi dan pengalaman.
Terkait dengan pengalaman, menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara
bahaya psikososial kerja dengan pengalaman akan stress kerja (Cox, & Griffiths,
& Rial-Gonzales, 2000).
Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek-aspek dari desain
kerja, organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala aspek yang berhubungan
dengan lingkungan sosial kerja yang berpotensi dapat menyebabkan gangguan
pada psikologi dan fisik fisiologi pekerja (Cox & Griffiths, 2002) dalam
Research on Work Related Stress 2002.
Bahaya psikososial dapat disimpulkan menjadi beberapa aspek berdasarkan
kategori karakteristik kerja, organisasi dan lingkungan kerja dimana dapat
menyebabkan bahaya (hazardous). Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik kerja
dapat digunakan untuk menggambarkan bahaya kaitannya dengan hubungan kerja
(context to work) atau isi dari pekerjaan (content of work). Kondisi yang tak pasti
dari aspek kerja ini dapat menimbulkan stress dan berbahaya bagi kesehatan.
Banyak dari berbagai kejadian penyakit berhubungan dengan psikologi kesehatan
dan berisiko terkena penyakit jantung.

24
Menurur Cox (2000), kondisi-kondisi yang dapat didefinisikan sebagai aspek
bahaya psikososial kerja dapat dibagi menjadi 2 kategori , yaitu Context to
Work dan Content of work dapat dilihat pada tabel berikut :

Risiko yang ditimbulkan dengan adanya bahaya psikososial ini adalah stress
kerja. Ada yang berhipotesis bahwa terdapat hubungan antara stress dan masalah
kesehatan fisik. Yang paling sering menjadi topik bahasan adalah penyakit jantung
koroner (CHD). Meskipun sebenarnya penyakit ini tidak dikenal dalam dunia
industri 60 tahun yang lalu, CHD sekarang menjadi penyebab kematian yang
terjadi di Amerika Serikat. Penyakit ini begitu meluas sehingga pria Amerika yang
sekarang berumur antara 45-55 tahun mempunyai kemungkinan 1 diantara 4

25
untuk mati karena serangan jantung, dalam 10 tahun mendatang. Faktor-faktor
seperti kegemukan, perokok, kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan tidak lebih dari 25% dari kejadian CHD. Oleh karena itu, ada
pendapat medis yang mulai berkembang bahwa stres pekerjaan dan stres
kehidupan mungkin merupakan penyebab utama dari sisa 75% kejadian CHD
(Gibson dkk, 1985).
Bahkan tinjauan singkat ini tentang konsekuensi kesehatan dari stress tidak
akan lengkap tanpa menyebutkan dampak kesehatan mental. Kornhauser meneliti
secara luas kesehatan mental para pekerja industri. Ia tidak menemukan hubungan
antara kesehatan mental dengan faktor-faktor seperti gaji, keamanan kerja, dan
kondisi kerja. Melainkan timbul hubungan yag jelas antara kesehatan mental
dengan kepuasan kerja. Kesehatan mental yang buruk dihubungkan dengan
frustasi yang timbul karena tidak memperoleh kepuasan kerja.
Terpajan bahaya psikososial dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan
psikologi tidak secara langsung melalui pengalaman stres . Situasi kerja dianggap
sebagai suatu stressor jika terdapat tuntutan pekerjaan yang tidak juga cocok atau
tidak sesuai dengan dengan pengetahuan dan keterampilan (kompetensi) pekerja
atau kebutuhan mereka. Setiap aspek dari situasi / kondisi yang ada di tempat
kerja yang juga berhubungan dengan pekerjaan membawa potensi bahaya dan hal
ini membahayakan pekerja. Dalam tinjauan teori ini hanya akan dibahas beberapa
aspek dari bahaya psikososial yang digunakan dalam penelitian penulis yaitu job
content (beban kerja, desain tugas, jadwal kerja dan peralatan kerja) dan job
context (hubungan interpersonal, perkembangan karir serta kebijakan dan
pengawasan).
3.1.1 Hubungan dengan isi Pekerjaan (Job Content)
Job Content menggambarkan bahaya psikososial yang berhubungan dengan
keadaan pekerjaan yang dapat menimbulkan stres dan berpotensi membahayakan
pekerja. Hal ini mencakup beban kerja,desain tugas, jadwal kerja, serta peralatan
kerja.
3.1.1.1 Beban Kerja
Beban kerja adalah salah satu aspek dalam pekerjaan yang perlu diperhatikan
(Stewart, 1976), dan telah jelas bahwa baik work overload dan work underload

26
dapat menjadi suatu masalah yang serius jika tidak diperhatikan. France dkk
antara lain, telah membuat perbedaan lebih antara beban kerja secara kuantitatif
dan kualitatif tetapi keduanya tetap berkaitan dengan kejadian stress . Beban kerja
kuantitatif dapat diartikan ke jumlah pekerjaan yang harus dilakukan sedangkan
beban kerja secara kualitatif merujuk kepada kesulitan dalam melakukan
pekerjaan tersebut. Dua jenis beban kerja tersebut diatas secara tersendiri dapat
menyebabkan bahaya bagi pekerja, dan sangat mungkin untuk mempunyai
pekerjaan yang melibatkan beban kerja berlebih secara kuantitatif dan kurangnya
beban kerja secara kualitatif.
Beban kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif timbul sebagai akibat
dari tugas-tugas yang terlalu banyak atau terlalu sedikit diberikan kepada pekerja
untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih atau sedikit
kualitatif, yaitu jika seseorang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu
tugas, atau tugas tidak menggunakan ketrampilan dan/atau potensi dari tenaga
kerja. Bekerja dengan beban kerja berlebih secara kuantitatif maupun kualitatif
dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat
banyak merupakan sumber tambahan akan kejadian stress.
3.1.1.2 Desain Kerja
Ada beberapa aspek dari pekerjaan yang dapat menyebabkan bahaya
potensial meliputi: pekerjaan yang rutin dan membosankan, ketidakjelasan jenis
pekerjaan, ketrampilan kerja yang rendah. Misalnya kurangnya variasi kerja atau
kerja monoton, pekerjaan yang kurang menantang, kurang menggunakan
ketrampilan, ketidakpastian yang tinggi.
Cox (1985) dalam Research on Work Related Stress, 2002 telah membahas
kembali efek kesehatan dari segi fisik dan psikologi pekerjaan. Pajanan pada
pekerjaan yang berulang dan monoton sering dikaitkan dengan pengalaman yang
membosankan yang pada akhirnya menjadi tertekan dan gelisah, cepat marah dan
secara umum, kesehatan secara psikologi menjadi berkurang. Sebuah pabrik di
Amerika serikat, kebanyakan pekerjanya dibawah kemampuan rata-rata sehingga
diperkirakan kesehatan secara psikologis akan berkurang pada pekerja. Hal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya masalah pada postur tubuh dan tulang
belakang termasuk pekerjaan yang berhubungan degan otot bagian atas .

27
Penelitian oleh Kahn dkk (1964) dalam Research on Work Related Stress
2002 menyatakan bahwa ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah pada
ketidakpuasan kerja, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa tidak berguna, rasa
harga diri yang menurun, depresi, motivasi yang rendah untuk bekerja sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah dan detak nadi serta kecenderungan untuk
meninggalkan pekerjaan. Ketidakpastian dalam bekerja, dalam bentuk kekurangan
tanggapan tentang kinerja, juga merupakan sumber dari stres khususnya ketika
dalam jangka waktu yang panjang (Warr, 1992). Seperti ketidakpastian dapat
dinyatakan dalam cara-cara lainnya kurangnya kinerja dari umpan balik terhadap
pekerjaan yang telah dilakukan.
Terdapat beberapa aspek dari desain tugas yang mempunyai berpotensi
menimbulkan hazard misalnya rendahnya nilai pekerjaan , tidak ada ketrampilan,
pekerjaan yang monoton, ketidakpastian pekerjaan, tidak ada kesempatan untuk
belajar, perintah bekerja yang menuntut lebih, dan kurangnya sumber daya. Hal
ini dapat menimbulkan kejenuhan atau kebosanan, ketidakpuasan kerja, depresi,
menurunnya rasa percaya diri dan dalam jangka waktu panjang akan cenderung
menyebabkan stress kerja
3.1.1.3 Jadwal Kerja
Ada 2 masalah utama yang berhubungan dengan rencana kerja, sehingga
dapat berpengaruh terhadap kesehatan yaitu shift kerja dan jam kerja yang
panjang / kerja jangka panjang. Jadwal kerja yang tidak fleksibel, jam kerja yang
tidak dapat diperkirakan dan jam kerja yang panjang adalah salah satu pokok yang
termasuk dalam jadwal kerja.
Sehubungan dengan shift kerja, penelitian menunjukkan bahwa kerja shift
merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik (Monk & Tepas,
1985:383). Para pekerja shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan
gangguan perut daripada pekerja pagi / siang dan dampak dari kerja shift terhadap
kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan perut.
Pengaruhnya adalah emosional dan biological, karena gangguan ritme circardian
dari tidur / daur keadaan bangun (woke cycle), pola suhu, dan ritme pengeluaran
adrenalin (Ashar, 2001 : 383). Menurut Selye , para pekerja yang biasa
bekerja shift lama kelamaan akan merasa berkurang stressnya secara fisik. Namun

28
perlu diingat bahwa ada pekerjaan-pekerjaan shift dimana tidak dapat timbul
kebiasaan ini yaitu pada para pekerja rig lepas pantai yang bekerja selama 12 jam
bergantian shift siang malam selama 7 hari atau 14 hari berturut-turut tanpa
adanya istirahat.
3.1.1.4 Peralatan Kerja
Dalam setiap kegiatan manusia selalu terdapat kemungkinan terjadinya
kecelakaan. Kecelakaan dalam suatu proses kerja sesungguhnya merupakan hasil
akhir dari suatu aturan atau kondisi kerja yang tidak aman. Namun demikian
kecelakaan itu sendiri dapat dicegah, karena kecelakaan itu tidak terjadi dengan
sendirinya. Kecelakaan biasanya timbul sebagai gabungan dari beberapa faktor, 3
faktor yang paling utama adalah faktor peralatan teknis, lingkungan kerja dan
pekerja itu sendiri. (ILO, 1989)
3.1.2 Hubungannya dengan Pekerjaan (context to work)
Bahaya psikososial yang berkaitan dengan hubungannya dengan kerja dapat
menyebabkan stres dan berpotensi mengakibatkan kerugian / mengganggu
kesehatan.
3.1.2.1 Hubungan Interpersonal
Hubungan antara pekerja dan anggota kerja kelompok sangat penting untuk
kesehatan individu dan organisasi (Cooper, 1981). Sebuah survei oleh Departemen
Tenaga Kerja di Jepang (1987) mengungkapkan bahwa 52% dari perempuan yang
diwawancarai mengalami kegelisahan dan stres, penyebab utama yang tidak
memuaskan hubungan interpersonal di tempat kerja (61%). Demikian pula, Jones
et al. (1998), ditemukan laporan pekerja yang tingkat stres tinggi dan stres yang
berhubungan dengan kurangnya dukungan dari atasan di tempat kerja dan rekan
kerja.
Dukungan sosial merupakan pertukaran sumber yang sama antara sedikitnya
dua orang di tempat kerja (Shumaker & Bowell, 1984). Dukungan sosial dapat
membantu dalam coping dengan stres (Cohen & Wills, 1985). Penelitian
menunjukkan bahwa pekerjaan yang terisolasi, dimana tenaga kerja tidak dapat
berbicara dengan tenaga kerja lain selama jam kerja, jadi bekerja sendirian
sepanjang hari dan pekerjaan yang berdesakan, tempat sejumlah tenaga kerja
harus bekerja dalam ruang kerja yang sempit, dapat merupakan pembangkit stress.

29
Unjuk kerjanya menurun, tekanan darah meningkat, dan tidak ada kepuasan kerja
(Munandar, 2006).
3.1.2.2 Perkembangan Karir
(Career Development) Promosi di suatu perusahaan adalah suatu keharusan.
Pentingnya promosi bagi seorang karyawan adalah sebagai suatu reward dan
intensive (ganjaran dan perangsang). Adanya ganjaran dan perangsang yang
berupa promosi dapat meningkatkan produktifitas bagi karyawan. Kadang-kadang
ketrampilan seorang pegawai yang akan dipromosikan untuk menduduki jabatan
tertentu ini masih kurang. Untuk itulah mengapa pelatihan dan penilaian kerja
seseorang penting dalam pengembangan karir.
3.1.2.3 Kebijakan dan Pengawasan
Kebijakan dan pengawasan bersumber pada manajemen puncak atau
pimpinan organisasi. Dalam setiap pembulatan kebijakan dibutuhkan partisipasi
aktif dari setiap anggota organisasi karena keputusan yang dihasilkan akan
dirasakan semua pihak. Begitu juga halnya dengan pengawasan kerja, karakter
pemimpin akan menentukan kinerja dari pekerja yang dipimpin / diawasinya.
Pengawasan kerja yang kurang baik dan tidak adanya keikutsertaan karyawan
dalam pembuatan keputusan sangat erat hubungannya dengan kejadian stress kerja
pada karyawan, kegelisahan, depresi, penghargaan diri yang kurang dan
meningkatnya gejala penyakit jantung (Terry & Jimmieson, 1999).
Kurangnya bantuan dari bimbingan ataupun pengawas dapat memicu
terjadinya stres kerja, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Caugeni
dan Claypool (1978) yang menyatakan bahwa bagi pekerja, pengawas / atasan
dianggap sebagai figur ayah, yang bukan saja mengawasi pekerjaan mereka tetapi
juga dapat membantu pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Selain itu
berdasarkan Gillies (1994), Swansburg (1999) dan Handoko (19870 yang
menyatakan kurangnya kemampuan pengawas dalam melaksanakan dan
mengawasi SOP dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi pekerja, karena
pengawas sianggap sebagai figur teladan dan role model yang paling
mengetahui/mampu melaksanakan pekerjaan sesuai standar.

30
4. Pengendalian Bahaya Lingkungan Kerja

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko bahaya di tempat kerja
dengan menerapkan ergonomi dan biologis.
1. Desain tempat kerja, untuk kenyamanan, produktivitas dan keamanan seperti :
a. Pencahayaan
b. Temperatur, kelembaban dan ventilasi
c. Mobilisasi (aktivitas kerja)
d. Fasilitas sanitasi
2. Proses dan desain perlengkapan
a. Posisi duduk yang sesuai meliputi sandaran, kursi atau bangku
b. Posisi saat mengangkat sesuatu misalnya mengangkat alat-alat kerja
3. Fungsi dan tugas
a. Fungsi dan tugas harus sesuai dan harus punya spesifiassi tertentu misal berat
badan yang ideal
4. Lingkungan
a) Mengurangi hewan reservoir atau serangga vektor
b) Penyemprotan insektisida
c) Pelihara ikan
d) Pengendalian rodensia
e) Imunisasi sapi atau hewan ternak
f) Pengendalian atau pembasmian hewan import
g) Ventilasi keluar barang import
5. Perlindungan pada Pekerja
a. Pendidikan kesehatan tentang penyakit
b. Hygiene perorangan
c. APD
d. Hindari air yang tercemar
e. Hindari minum susu yang tidak di masak
f. Hindari gigitan serangga.
Cara mengenali bahaya lingkungan kerja
Bahaya biologis

31
Para pekerja dan pimpinan harus senantasa menjaga kebersihan dan keamanan diri
masing-masing dari berbagai macam mikroorganisme yang dapat menyebabkan bahaya
biologis
Bahaya ergonomic
Antropometri dalam lingkungan kerja harus diperhatkan serta, sumber-sumber
bahayanya juga agar tdak menimbulkan bahaya yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan akibat kerja.
Mengenai sumber bahaya ditempat kerja dapat dilakukan dengan memperhatikan
beberapa hal berikut:

a. Material, terdapat sejumlah karakteristik material yang umum


diketemukan mulai dari yang bersifat mudah terbakar, korosif, mudah
meledak, beracun dan yang lainya, untuk lebih detail dalam merujuk
kepada peraturan pemerintah No.74 Tahun 2001 tentang pengendalian
bahan berbahaya dan beracun.

b. Metode, perbedaan metode kerja akan mengakibatkan perbedaan potensi


bahaya yang dapat timbul dari suatu pekerjaan. Sebagai proses manual
handling kesalahan dalam metode pengangkatan dapat mengakibatkan
cidera serius.

c. Mesin, setiap peralatan dan mesin yang dipergunakan pasti dilengkapi


dengan manual book atau buku panduan didalamnya pasti akan dijelaskan
segala potensi bahaya yang dapat timbul. Umumnya ditandai dengan
pernyataan Caution !. Perlu dipastikan tenaga kerja akan dari bahaya titik
jepit, titik geser, perputaran mesin dan yang lainnya.

d. Lingkungan kerja, kondisi tempat juga sebagai salah satu sumber bahaya
yang perlu diperhatikan. Ada beberapa parameter yang biasanya
diperhatikan terkait dengan lingkungan kerja seperti, pencahayaan,
kebisingan, getaran, dan yang lainnya.

e. Energi, setiap sumber energi yang dipergunakan mengandung potensi


bahaya didalamnya. Pelepasan energi yang tidak terkendali sebagai
penyebab kecelakaan kerja potential.

32
Bahaya Psikososial
Dalam lingkungan kerja harus diperhatikan mengenai shift kerja dan
pergantian posisi kerja, selain itu produktivitas juga harus dikontrol agar
dapat meminimalisir bahaya lingkungan kerja.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Bahaya lingkungan kerja memang rentan terjadi pada pekerja, maka dari itu
penerapan pengendalian bahaya di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat
bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan

33
sejahtera.Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan
kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini
Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap
kesehatan masyarakat, membuat berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman
K3 di Tempat Kerja serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor
terkait dalam pembinaannya.

Saran

Setelah pembaca membaca makalah ini diharapkan dapat mengerti tentang


bahaya lingkungan kerja dan bagaimana cara pengendaliannya.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama Yoga Tjandra, Hastut Tri, 2002, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.Universitas Indonesia,
Jakarta
Anizar. 2012. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.

34
Sucipto,C,D.2014.Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta.Pustaka Baru

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124722-S-5817-Tinjauan%20faktor-Literatur.pdf
(diakses pada 08 September 2017)
https://www.scribd.com/presentation/325102380/BAHAYA-ERGONOMI-DAN-
PSIKOLOGI-DI-TEMPAT-KERJA-pptx
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125452-S-5756-Tinjauan%20persepsi-
Literatur.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai