Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MATA KULIAH

VIROLOGI VETERINER

“ CANINE PARVOVIRUS ”

KELAS B

KELOMPOK 1

Putu Teza Juliantari 1709511031

Nelci Elisabeth Bolla 1709511034

Made Bayu Putra 1709511036

I Made Beratha Mukti 1709511038

Putu Tessa Hariys Septianda Teja 1709511039

I Ketut Tomy Caesar Ramanda 1709511041

Silvia Correia 1709511126

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Canine
Parvovirus” tepat pada waktunya. Paper ini disusun untuk memenuhi tugas Virologi
Veteriner.

Adapun paper ini tentang “Canine Parvovirus” telah disusun sebaik mungkin
dan tentunya dengan bantuan dari berbagai pihak sehingga melalui kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang turut membantu
dalam penyelesaian paper ini. Penulis juga berharap paper ini dapat menambah
wawasan dan dapat berguna bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa paper ini terdapat banyak kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu, saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun
sangat diharapkan untuk perbaikan dalam penyusunan paper diwaktu yang akan
datang.

Denpasar, 03 Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Cover / Halaman Muka ......................................................................................... i

Kata Pengantar ..................................................................................................... ii

Daftar Isi .............................................................................................................. iii

Daftar Gambar ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 1

1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

2.1. Pengertian Canine Parvovirus .......................................................... 3

2.2. Cara Penularan Canine Parvovirus ................................................... 4

2.3. Spesimen Canine Parvovirus ............................................................ 6

2.4. Proses Spesimen Canine Parvovirus ................................................ 6

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 8

3.1. Kesimpulan ....................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 9

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Organ yang terserang canine parvovirus ........................................... 3

Gambar 2. Feses dari anjing yang terinfeksi Canine Parvovirus ......................... 5

Gambar 3. Diare pada anjing yang terinfeksi CPV ............................................... 6

Gambar 4. Spesimen untuk isolasi virus .............................................................. 6

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Virologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang virus. Virus adalah
organisme yang sangat kecil dan jauh lebih kecil dari bakeri. Virus adalah
parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus
hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan
memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan
selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit
obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung
sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi
keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas
protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi
baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang
dibutuhkan dalam daur hidupnya. Virus dapat menyerang saluran pencernaan
maupun saluran pernapasan. Salah satu contoh virus yang menyerang saluran
pencernaan yaitu Canine Parvovirus.
Canine parvovirus (CPV) adalah penyakit infeksi virus yang sangat
menular yang mempengaruhi anjing. Virus ini memanifestasikan dirinya dalam
dua bentuk yang berbeda. Bentuk yang lebih umum adalah bentuk yang
menyerang intestinal, Saluran pencernaan pada anak anjing mempunyai
konsentrasi terbesar untuk pembelahan sel secara cepat, sehingga penyakit ini
lebih sering menyerang anak anjing daripada anjing dewasa. Ini ditandai
dengan muntah, diare, penurunan berat badan, dan kurangnya nafsu makan
(anoreksia).

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan canine parvovirus?
1.2.2. Bagaimana cara penularan dari canine parvovirus?

1
1.2.3. Bagaimana specimen dari canine parvovirus?
1.2.4. Bagaimana proses specimen dari canine parvovirus?

1.3. Tujuan Penulisan


1.2.1.Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan canine parvovirus
1.2.2.Untuk mengetahui bagaimana cara penularan dari canine parvovirus
1.2.3.Untuk mengetahui bagaimana specimen dari canine parvovirus
1.2.4.Untuk mengetahui bagaimana proses specimen dari canine parvovirus

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Canine Parvovirus


Canine Parvovirus merupakan virus pada kelompok virus Parvoviridae
(Siegl, 1976). Infeksi Canine Parvovirus (CPV), atau yang dikenal dengan
penyakit Muntaber pada anjing, mulai mencuat sekitar tahun 1980-an. Infeksi
CPV tidak hanya menyerang saluran pencernaan tetapi juga menyerang jantung
yang dapat berakibat kematian mendadak pada anak anjing (Kelly, 1979;
Thomson et al., 1979). Dilaporkan bahwa 87% kasus CPV tipe enteritis terjadi
pada anak anjing di bawah umur 6 bulan. Semakin tua umur anjing, maka
gejala klinis yang ditimbulkan tidak terlalu parah (Smith et al. 1980).

Gambar 1. Organ yang terserang canine parvovirus


Parvovirus merupakan virus DNA rantai tunggal berukuran kecil dan
tidak berkapsul. Parvo berasal dari bahasa latin yaitu “parvus” yang berarti
kecil. Rata-rata genom parvovirus berukaran 5000 nukleotida dan memiliki
diameter 18-28 nm (Sendow 2003). Canine parvovirus tipe 2 (CPV-2)
merupakan tipe parvovirus yang menyerang anjing. Canine parvovirus dapat
diklasifikasikan ke dalam genus parvovirus, famili parvoviridae ordo
parvovirales. CPV-2 merupakan virus yang berkembang biak pada sel yang
aktif mengalami pembelahan. Oleh karena itu virus ini akan menyerang
jaringan yang aktif memperbanyak sel seperti usus, sumsum tulang dan jaringan

3
lymphoid (Cavalli 2008). CPV-2 memiliki periode inkubasi berkisar 3-8 hari.
Sedangkan penyebaran virus terjadi 3 hari sebelum gejala klinis muncul.
Ada dua jenis umum dari parvovirus, yaitu Intestinal Parvovirus dan
Cardiac Parvovirus. Intestinal Parvovirus adalah jenis paling umum. Jenis ini
menginfeksi aliran darah dan menyerang lapisan saluran pencernaan, sumsum
tulang, dan sel. Usus rusak dan menyebabkan bakteri masuk ke dalam aliran
darah, menambah komplikasinya menjadi lebih besar. Cardiac Parvovirus
adalah jenis parvo yang paling mematikan. Jenis ini menyerang jantung dan
bisa membunuh dengan atau tanpa ada gejala. Jenis ini menginfeksi sebagian
besar puppies yang masih sangat kecil.
Parvovirus pada anjing telah tersebar luas diseluruh penjuru dunia dan
merupakan penyakit yang sangat menular. Penyakit ini terjadi sepanjang tahun
disebabkan karena banyaknya anjing-anjing liar yang berkeliaran. Anjing dari
semua umur dapat terkena, tetapi kejadian tertinggi dan mortalitas tertinggi
adalah pada anak anjing yang terutama dikarenakan adanya myocarditis
(Ettinger, 1983) .
Menurut McCandlish (1980), bentuk infeksi myocardial terjadi pada
anak-anak anjing dari induk-induk yang tidak memiliki antibodi terhadap
Parvovirus pada saat bunting atau setelah melahirkan. Anak-anak anjing ini
tidak terlindungi didalam rahim dan tidak menerima perlindungan melalui
antibodi colostral sehingga anak-anak anjing tersebut terkena pada beberapa
minggu pertama lahir.

2.2 Cara Penularan Canine Parvovirus


Canine Parvovirus dapat ditularkan secara alami ke hewan liar seperti
anjing liar (Mann, Bush, Appel, Beehler and Montali, 1980), anjing hutan
(Feetcher, 1979), racoons (Nettles, Pearson, Gustafson and Blue, 19BO). Akan
tetapi Parvovirus pada anjing tidak dapat menulari jenis hewan lain karena
masing-masing anggota famili Parvoviridae hanya menyerang jenis hewan

4
tertentu misalnya CPV hanya menyerang anjing, Parvovirus pada babi hanya
menyerang babi dan seterusnya (Anonymous, 1981).
Menurut Appel (1980), penyakit ini ditularkan dari satu anjing ke anjing
lainnya dengan melalui rute/ jalur fecal-oral dan fomites (debu). Cara penularan
penyakit ini bisa melalui kontak langsung dengan anjing yang terinfeksi dan
bisa juga dengan kontak tak langsung. Sumber penularan penyakit Parvovirus
anjing ini adalah feses, urin, saliva dan muntahan yang berasal dari hewan yang
terinfeksi. Penularan virus mungkin terjadi lewat ingestion atau makanan atau
secara mekanik lewat piring, tempat tidur, kandang, insekta, hewan lain yang
terkontaminasi virus CPV (Anonymous, 1979).
Menurut Appel (1980), feses dari anjing-anjing dengan CPV enteritis
adalah sumber utama dari infeksi. Jumlah dari virus infektif yang dikeluarkan
bersama feses sebanyak 1 milyar virion CPU per gram tinja/faeces pada hari
ke-5 atau ke-6 sesudah infeksi meskipun anjing hanya menunjukkan gejala
klinik yang ringan. Karena lebih sedikit dari 1000 partikel-partikel infeksius
akan meneruskan penyakit, maka kesanggupan dari penyebaran penyakit
melalui rute fecal-oral adalah besar. Banyak anjing-anjing menjadi terinfeksi
karena tidak sengaja menghirup virus dari permukaan pencemaran dengan feses
dari anjing-anjing yang terinfeksi

Gambar 2. Feses dari anjing yang terinfeksi Canine Parvovirus

5
Gambar 3. Diare pada anjing yang terinfeksi CPV

2.3 Spesimen Canine Parvovirus


Bahan spesimen pemeriksaan untuk isolasi virus diambil swab rektum
atau potongan jaringan usus, limpa, kelenjar limfe mesenterialis, sumsum
tulang, hati, paru dan jantung kemudian ditampung dalam botol yang berisi
fiksatif bufer fosfat gliserin 50% atau media Hank’s berisi antibiotika. Bahan
untuk pemeriksaan antibodi dapat diambil darah tanpa antikoagulan. selain itu
juga diambil jaringan yang lengkap dalam formalin buffer 10% untuk
pemeriksaan histopatologis atau imunohistokimia.

Gambar 4. Spesimen untuk isolasi virus

2.4 Proses Spesimen Canine Parvovirus


Uji Serologi, tes serologi (titer) pada serum darah tidak selalu
diagnostik, anjing mungkin memiliki titer tinggi untuk parvovirus karena
vaksinasi sebelumnya atau antibodi maternal. Produksi antibodi untuk melawan
CPV adalah cepat, beberapa hari pasca-infeksi titer CPV akan tinggi. Titer

6
Sangat tinggi pada anjing yang telah sakit selama beberapa hari, atau titer
meningkat dengan cepat dari waktu ke waktu, ini membantu menunjukkan
adanya infeksi CPV.
Hitung darah lengkap (CBC / complete blood count) adalah penting.
Berbagai jenis sel darah putih terkena dampak tergantung pada tahap infeksi
CPV. Dalam beberapa hari pasca-infeksi pertama, jumlah sel darah putih
rendah ditandai dengan limfopenia. Neutropenia berat dapat terjadi beberapa
hari kemudian, pada awal kerusakan sel usus. Selama pemulihan, jumlah sel
darah putih yang tinggi (leukositosis) adalah umum. Uji ELISA komersial
untuk mendeteksi antigen dalam tinja banyak tersedia. Pada saat secara klnis
terlihat anjing sakit adalah paling banyak menumpahkan sejumlah besar virus
dalam tinja. Namun, hasil negatif palsu dapat terjadi pada awal perjalanan
penyakit (sebelum puncak pelepasan virus) dan setelah penurunan cepat dalam
pelepasan virus yang cenderung terjadi dalam 10-12 hari infeksi. Positif palsu
hasil dapat terjadi dengan adanya 4-10 hari setelah vaksinasi menggunakan
modified live CPV vaksin.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Canine parvovirus berasal dari famili Parvoviridae, mejadi salah satu
virus yang perlu diperhatikan dalam kesehatan hewan, karena dapat
menyebabkan kematian pada anjing, khususnya anjing muda. Infeksi
menyebabkan sindrom myocarditis atau enteritis, dimana masing-masing
memiliki gejala klinis yang spesifik. Pencegahan dapat dilakukan dengan
vaksinasi dan memisahkan hewan yang terinfeksi dan tidak terinfeksi. Terapi
yang dapat digunakan dalam kasus canine parvovirus dapat dilakukan
pengobatan simptomatis sesuai gejala yang muncul, dan dilakukan terapi
cairan.

8
DAFTAR PUSTAKA
Appel, M. and C.R. Parrish. 1987. Canine parvovirus type 2. In: Virus
infections of carnivores”. M. Appel. (Ed.) Elseviers, Science Publisher. Pp.
69–92.
Carmichael, L.E., J.C. Joubert and R.V.H. Pollock. 1980. Hemaglutination by
canine parvovirus: serologic studies and diagnostic application. Am. J. Vet.
Res. 40:784–791.
Drane, D.P., R.C. Hamilton and J.C. Cox. 1994. Evaluation of a novel
diagnostic test far canine parvovirus. Vet. Microbiol. 41: 293-302.
Endang Isti Windarwati. 1985. Skipsi Parvovirus Pada Anjing. Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
Eugster, A.K., R.A. Bandele and L.P. Jones. 1978. Parvovirus infection in dog.
J. Am.Vet. Med.. Ass. 173: 1340–1341.
Johnson, R.H and P.B. Spradbrow. 1979. Isolation from dogs with severe
enteritis of a parvovirus related to feline panleucopenia virus. Aust. Vet. J.,
55: 151.
Kelly, W.R. 1979. Diffuse subacute myocarditis of possible viral aetiology: a
cause of sudden death in pups. Aust. Vet. J. 55: 36.
MC. Candlish, I.A. P., H. Thonsom, H.J.C. Corwelld, H. Laird and B.N.G.
Wright. 1979. Isolation of a parvovirus from dogs in Britain. Vet. Rec. 105:
167– 168.
Meunier, P.C., B.J. Cooper, M.J.G. Appel, M.E. Lanieu and D.O. Slauson.
1985b. Pathogenesis of canine parvovirus enteritis: sequential virus
distribution and passive immunization studies. Vet. Pathology. 22: 617–
624.
Mochizuki, M. and T. Hashimoto. 1986. Growth of feline panleukopenia virus
and canine parvovirus in vitro. Jpn. J. Vet. Scie. 48 (4): 841−844.
Natih KKN. 2005. Aspek Diagnosis dan Patogenesis Isolat Lokal Canine
Parvovirus (RNS 57). [Tesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor.

9
Oka Winaya Ida Bagus, dkk. 2014. Aspek Patologis Infeksi Parvovirus Pada
Anak Anjing Di Kota Denpasar. Jurnal Kedokteran Hewan. 8(2).
Robinson, W.F., C.R. Huxtable and D.A. Pass. 1980. Canine parvoviral
myocarditis: a morphological description of the natural disease. Vet. Path.
17: 282– 293.
Smith, J.R., T.S. Farmer and R.H. Johnson. 1980. Serological observations on
the epidemiology of parvovirus enteritis of dogs. Aust. Vet. J. 56: 149–150.
Sendow I. 2003. Canine Parvovirus pada anjing. Wartazoa 13(2) : 56-64.
Sendow, Indrawati. 2003. Canine Parvovirus Pada Anjing. Balai Penelitian
Veteriner, Po Box 151, Bogor 16114. 13 (2).
Sendow, I Dan Hamid. 2004 Isolasi Virus Penyebab Canine Parvovirus Dan
Perubahan Patologik Infeksi Pada Anjing, Balai Penelitian Veteriner Bogor.

10
Jurnal Kedokteran Hewan Ida Bagus Oka Winaya, dkk
ISSN : 1978-225X

ASPEK PATOLOGIS INFEKSI PARVOVIRUS PADA ANAK ANJING


DI KOTA DENPASAR
Pathological Aspect of Canine Parvovirus Infection in Denpasar
Ida Bagus Oka Winaya1, I Ketut Berata1, AAA Mirah Adi1, dan I Made Kardena1
1
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar
E-mail: okawinaya@gmail.com

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai aspek patologis infeksi parvovirus pada anak anjing di Denpasar. Sebanyak 80 ekor anak anjing telah
diperiksa pada Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana periode tahun 2011- 2012. Enam belas ekor diantaranya
menunjukkan gejala klinis berak darah, depresi, anoreksia, dan dehidrasi. Sinyalemen mengenai umur, jenis kelamin, dan ras juga dicatat.
Perubahan patologi anatomi secara signifikan berupa enteritis haemorrhagis et necrotican dapat ditemukan pada semua anak anjing penderita.
Kongesti dan nekrosis ditemukan pada epikardium. Gambaran yang bersifat anemia ditemukan pada jaringan limpa, ginjal, hati, sedangkan paru-
paru mengalami hiperemia. Secara mikroskopis, pada usus halus mengalami hiperemia disertai dengan infiltrasi limfosit, villi terlihat atropi dan
nekrosis pada kripta Lieberkuhn. Nekrosis limfosit (limfositolisis) ditemukan pada folikel limpa. Kongesti dan nekrosis pada otot jantung namun
intranuclear inclusion bodies hanya ditemukan pada satu anak anjing penderita. Penebalan ditemukan pada septa alveoli sedangkan pada hati dan
ginjal hanya ditemukan peradangan ringan. Secara klinis bentuk enteritis hemorhagis et necrotican selalu ditemukan pada anak anjing terinfeksi
parvovirus di Kota Denpasar.
_____________________________________________________________________________________________________________________
Kata kunci: anak anjing, parvovirus, enteritis hemorrhagis et necrotican

ABSTRACT
A study of pathological aspect of canine parvovirus (CPV) was carried out in Denpasar. A total of 80 puppies were examined at Pathology
Laboratory, Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University during year of 2011 and 2012. Sixteen out of 80 puppies showed blood
diarrhoea, loss appetite, depression, anorhexia, and dehydration. Clinical signalement were observed including: age, sex, and dog breeds.
Pathological examination showed that enteritis haemorrhagis et necrotican were observed in all puppies. Congestion and necrotic were found on
epicardium. Spleen, kidney, and liver were anemic, while pulmo was hyperemic. Microscopic changes of the small intestines showed hyperemic
and lymphocytes infiltration, atrophy of the villi and necrotic of the crypts Lieberkuhn were also observed. Lymphocytolisis was observed in
spleen follicle. Congestion and necrotic was found on myocardium, meanwhile the intranuclear inclusion bodies only found in myocardium one
puppies. Septa alveoli of pulmo was dilated, mild inflammation was found in the kidney and liver. Clinically enteritis haemorrhagis et necrotican
always found in the most of infected parvovirus puppies in Denpasar.
_____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: puppies, parvovirus, enteritis haemorrhagis et necrotican

PENDAHULUAN penderita berak darah di Amerika Serikat. Studi


epidemiologi yang dilakukan di negara Eropa menda-
Canine parvovirus tipe 2 (CPV-2) merupakan virus patkan bahwa kejadian infeksi canine parvovirus yang
paling penting penyebab enteritis pada anak anjing disebabkan oleh CPV-2c dominan ditemukan di Itali,
umur dua bulan (Appel et al., 1979). Canine parvovirus Jerman, Spanyol, Portugal, Prancis, dan Belgia (Decaro
berkerabat sangat dekat dengan feline panleukopenia et al., 2007; Decaro et al., 2011). Virus CPV memilih
virus (FPV), mink eneteritis virus (MEV) dan raccoon cryptus Lieberkuhn dan organ limfoid untuk tempat
parvovirus (RPV) (Tattersal et al., 2005). Berdasarkan bereplikasi, namun juga dapat menyebar ke semua
pendekatan antigenesitas dan genetika, CPV tidak jaringan (Pollock, 1982) termasuk otak (Elia et al.,
berhubungan dengan canine minute virus (CnMV) yang 2007; Decaro et al., 2009). Setelah penetrasi melalui
sebelumnya diketahui sebagai CPV-1. Virus CPV-1 rongga hidung, virus bereplikasi pada mucosa assciated
dapat menyebabkan kematian pada anak anjing yang limfoid tissue (MALT) dan disebarkan oleh leukosit
baru dilahirkan (Tattersal et al., 2005). Parvovirus terinfeksi menuju epitel kripta usus halus dan
memerlukan sel host ntuk bereplikasi khususnya pada menyebabkan klinis diare (Pollock, 1982). Suartha et
inti sel. Replikasi virus hanya terjadi pada sel yang al. ( 2011) telah melakukan penelitian mengenai faktor
membelah dengan cepat seperti pada sel epitel risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit
intestinal, sel sumsum tulang, dan sel miokardium. parvovirus pada anjing di Kota Denpasar. Anjing
Replikasi virus menyebabkan kematian pada sel akibat dengan status vaksinasi tidak lengkap memiliki risiko
kegagalan mitosis (Lamm dan Rezabek, 2008). Pada terinfeksi parvovirus 10,15 kali lebih tinggi diban-
tahun 1980 dua varian antigenik CPV diketahui dingkan dengan yang divaksinasi lengkap (OR: 10,15).
berdasarkan identifikasi menggunakan antibodi mono- Begitu juga terhadap umur, umur anjing di bawah 3
klonal yaitu CPV-2a dan CPV-2b (Truyen, 2006). Pada bulan lebih berisiko terinfeksi parvovirus 3,09 kali
tahun 2000 varian CPV-2c ditemukan di Italia. Varian dibandingkan umur anjing di atas 3 bulan (OR:3,09).
ini menyebabkan enteritis hemoragis pada anjing Gejala klinis yang paling khas dari penyakit ini adalah
(Buonavoglia et al., 2001). Hong et al. (2007) juga berak darah, infeksi subklinis pada anak anjing juga
melaporkan bahwa CPV-2c dapat diisolasi dari anjing mungkin terjadi bila titer maternal antibodi masih

85
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 2, September 2014

cukup atau terjadi pada anjing dewasa (Decaro et al., Temuan ini juga memberi petunjuk bahwa varian virus
2005). Angka kematian dapat mencapai 70% pada anak yang menginfeksi anjing di Kota Denpasar bukan dari
anjing dan kurang dari 1% pada anjing dewasa. Faktor varian CPV-2c, karena umumnya varian CPV-2c
predisposisi yang berpengaruh terhadap kejadian kebanyakan menginfeksi anjing berumur di atas enam
infeksi parvovirus pada anak anjing adalah daya tahan bulan (Cavalli, 2001; Decaro et al., 2008; Decaro et al.,
tubuh, infestasi parasit, kebersihan kandang, dan stres 2009). Kejadian infeksi parvovirus lebih banyak
lingkungan (Hoskin, 1997). ditemukan pada anjing jantan dibandingkan dengan
anjing betina dan lebih menyukai ras tertentu. Pendapat
MATERI DAN METODE ini berkaitan dengan temuan yang dilaporkan oleh
Houston et al. (1996) yang menyatakan bahwa ras
Sebanyak 80 ekor anak anjing berasal dari Kota anjing seperti Rottwailer, Doberman pincher, American
Denpasar telah diperiksa di Laboratorium Patologi pit bull terrier, Labrador retriever, dan German
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas shepherd memiliki garis genetika sama dan sangat
Udayana Denpasar pada periode bulan Januari 2011 sensitif terhadap parvovirus. Perubahan patologi
sampai dengan bulan Januari 2012. Dari 80 ekor anjing anatomis yang signifikan ditemukan pada usus halus
yang diperiksa 16 ekor menunjukkan gejala klinis dengan lesi berupa edema dan hiperemia pada mukosa,
berak darah tanpa disertai infeksi parasit, selain itu juga selain itu nekrosis dan foci hemoragis juga dapat
dapat dilihat gejala klinis seperti depresi, anoreksia, ditemukan (Gambar 1). Perubahan enteritis
dan dehidrasi. Pencatatan terhadap sinyalemen seperti hemorrhagis et necrotican dapat ditemukan pada
jenis kelamin, umur, dan ras juga dilakukan. Sepuluh semua anjing penderita. Kongesti dan nekrosis
ekor anjing datang dalam keadaan sudah menjadi ditemukan pada epikardium jantung (Gambar 2).
kadafer dan sisanya masih hidup. Anjing ini kemudian Gambaran anemia ditemukan pada limpa, ginjal, dan
dieutanasia menggunakan garam inggris jenuh (MgS04) hati. Kemerahan terlihat pada jaringan paru dan
sebanyak 7 ml yang disuntikkan secara intrakardial. kekuningan pada hati. Sinyalemen anjing terinfeksi
Anjing yang sudah dikorbankan kemudian dinekropsi. parvovirus di Kota Denpasar disajikan pada Tabel 1.
Setelah dilakukan pengamatan terhadap situs viscerum,
dilakukan pengambilan organ yang menunjukkan Tabel 1. Sinyalemen anjing terinfeksi parvovirus di Kota
adanya kelainan, selanjutnya disimpan dalam pot yang Denpasar
sudah mengandung netral bufer formalin 10%. Sampel No Jenis kelamin Umur/ minggu Ras
organ usus, jantung dan organ lain yang mengalami 1 Jantan
kelainan dipotong dengan ukuran 1x1x1 cm dan 1 8 minggu Lokal
didehidrasi menggunakan cairan alkohol berbagai 2 12 minggu Pekingese
konsentrasi, mulai dari 70%; 85%; 95%; dan alkohol 3 13 minggu Pekingese
4 8 minggu Lokal
absolut. Setelah dehidrasi dilanjutkan dengan
5 10 minggu Chow chow
penjernihan menggunakan larutan xilol. Jaringan yang 6 11 minggu Pomeranian
sudah matang kemudian diinfiltrasi menggunakan 7 10 minggu Terrier
parafin cair dan dilakukan embedding dalam blok 8 9 minggu Pekingese
parafin. Blok parafin kemudian dipotong dengan 9 12 minggu Pit bull
ketebalan 5 µ untuk diwarnai menggunakan zat warna 10 12 minggu Lokal
hematoksilin dan eosin (HE) (Kiernan, 1990). 2 Betina
Diagnosis infeksi parvovirus pada anjing didasarkan 1 10 minggu Chow chow
atas gejala klinis, perubahan patologi anatomi, dan 2 12 minggu Pit bull
3 7 minggu Lokal
pemeriksaan histopatologis. Hasil pemeriksaan pato-
4 8 minggu Lokal
logis juga diperkuat uji polymerase chain reaction 5 11 minggu Chihuahua
(PCR) yang dilakukan di Laboratorium Biologi 6 7 minggu Lokal
Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana. Secara mikroskopis, perubahan signifikan dite-
mukan pada usus halus. Mukosa usus terlihat hiperemi
HASIL DAN PEMBAHASAN disertai dengan infiltrasi limfosit, vili terlihat atropi dan
nekrosis pada kriptus Lieberkuhn. Perubahan pada usus
Penyakit parvovirus yang terjadi di Kota Denpasar halus dapat ditemukan pada semua anjing penderita.
kebanyakan menyerang anjing muda dengan gejala Target utama dari CPV adalah epitel usus halus, infeksi
klinis berupa berak darah, anoreksia, depresi, dan lisis mengakibatkan deskuamasi, perdarahan dan
dehidrasi. Tingkat kejadian parvovirus pada anjing di pemendekan vili duodenum, yeyenum, dan ileum.
Kota Denpasar mulai periode waktu Januari 2011 Kerusakan pada epitel saluran pencernaan dapat
sampai dengan Januari 2012 adalah 20 %. Temuan ini merangsang terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri
mendekati prevalensi yang dilaporkan oleh Escherichia coli. Peredaran bakteri dan endotoksinnya
Mosallanejab et al. (2008) yang menyatakan bahwa pada aliran darah menimbulkan keadaan yang disebut
infeksi parvovirus prevalensinya lebih tinggi ditemukan dengan coliform septicaemia. Bila keadaan ini tidak
pada anjing umur di bawah enam bulan (21,9%). dapat diatasi dapat berlanjut menjadi shock septic yang

86
Jurnal Kedokteran Hewan Ida Bagus Oka Winaya, dkk

berakhir dengan kematian (Turk et al.,1990) seperti Kongesti epikardium, nekrosis, dan inclusion bodies
yang disajikan pada Gambar 3. Begitu juga halnya ditemukan pada otot jantung anjing umur 8 minggu
dengan klinis berak darah pada anjing penderita umumnya karena anak anjing tidak memiliki kekebalan
merupakan konsekuensi dari adanya endotoksemia dan bawaan dari induknya. Oleh karena itu, untuk mencegah
sitokin proinflamasi (Isogai et al., 1999). Nekrosis kejadian miokarditis akut maka vaksinasi induk yang
limfosit pada folikel limfoid limpa yang intensitasnya akan dikawinkan sangat dianjurkan. Di Indonesia,
semakin berkurang pada daerah parakorteks. Deplesi bentuk miokarditis sangat jarang ditemukan karena
limfosit pada folikel limpa ditemukan pada 12 anjing kebanyakan anak yang baru dilahirkan memiliki
penderita. Adanya limfositolisis yang meluas pada kekebalan bawaan yang dapat bertahan dalam beberapa
daerah folikel limfoid limpa merepleksikan kesukaan minggu (Sendow, 2003). Kematian mendadak pada anak
CPV pada populasi sel yang aktif membelah (Smith- anjing terinfeksi CPV bentuk miokarditis berhubungan
Carr et al., 1997) seperti yang disajikan pada Gambar dengan tingginya kandungan cardiac troponin (cTn-T)
4. Kongesti epikardium dan nekrosis pada miokardium di dalam plasma darah. Tinggi rendahnya kadar troponin
ditemukan pada dua anjing penderita. Namun sangat ditentukan oleh tingkat kerusakan pada
perubahan intranuclear inclusion bodies pada miokardium (Spratt et al., 2005). Sebaliknya, bentuk
miokardium otot jantung hanya ditemukan pada satu enteritis sangat umum ditemukan pada anjing mulai dari
penderita (Gambar 5). umur 8-13 minggu dengan gejala khas berak darah. Hal

Gambar 1. Nekrosis dan foci hemorrhagis pada usus halus Gambar 2. Kongesti dan nekrosis () pada epikardium otot
jantung

Gambar 3. Fotomikrograf enteritis et necrotican () pada Gambar 4. Fotomikrograf limfositolisis () pada folikel
usus halus, 200 X limfoid limpa, 400 X

Gambar 5. Fotomikrograf intranuclear inclusion bodies () pada miokardium jantung, 400 X

87
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 2, September 2014

Tabel 2. Perubahan mikroskopik pada organ anjing terinfeksi parvovirus


No Organ Perubahan Histopatologi Frekuensi (N= 16)
1 Hati Ditemukan adanya infiltrasi sel radang di sekitar segitiga Kiernan dan akumulasi
vakuola lemak intraeluler 4/16
2 Ginjal Nefritis et necrotican fokal 3/16
3 Paru Ditemukan penebalan pada septa alveoli 7/16
4 Limpa Nekrosis pada folikel limfoid 12/16
5 jantung Kongesti pada epikardium 2/16
Nekrosis pada miokardium 2/16
Intra nuclear inclusion bodies 1/16
6 Usus Atropi pada villi 16/16
Enteritis hemorrhagis et necrotican 16/16
Nekrosis pada kriptus Lieberkuhn 16/16

ini dapat disebabkan oleh rendahnya titer maternal Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan
antibodi, rendahnya titer maternal antibodi tidak dapat Universitas Udayana Bali yang membantu selama
memberikan perlindungan terhadap infeksi CPV pada pelaksanaan bedah bangkai sampai proses pembuatan
anak anjing. Anak anjing diketahui sangat sensitif preparat histopatologi.
terhadap CPV karena adanya periode window of
susceptibility. Pada periode ini batas terendah maternal DAFTAR PUSTAKA
antibodi tidak sanggup melindungi anak anjing dari
Anonimus. 2011. Parvovirus: Serious Diarrhea in Puppies and Dog.
penyakit ini dan juga vaksin yang diberikan tidak akan
www. peteducation.com
berespons optimal. Dengan demikian anak anjing dalam Appel, M.J., F.W. Scott, and L.E. Carmichael. 1979. Isolation and
kondisi terancam dan dalam risiko tinggi untuk terinfeksi immunization studies of canine parvovirus-like virus from dog
(Anonimus, 2011). Pada studi ini bentuk miokarditis dan with hemorrhagic enteritis. Vet. Rec. 105:156-159.
Buonavoglia, C., V. Martella, A. Pratelli, M. Tempesta, A. Cavalli,
enteritis ditemukan pada anjing pit bull berumur 12
D. Buonavoglia, G. Bozzo, G. Elia, N. Decaro, and L.E.
minggu, yang menurut laporan beberapa peneliti bentuk Carmichael. 2001. Evidence for evolution of canine parvovirus
miokarditis dan enteritis sangat jarang terjadi secara type -2 in Italy. J. Gen. Virol. 82:1555-1560.
bersamaan. Penebalan septa alveoli akibat akumulasi Cavalli, A., G. Bozzo, N. Decaro, A. Tinelli, A. Aliberti, and D.
Buonavoglia. 2001. Characterization of canine parvovirus strain
eritrosit yang ditemukan pada paru-paru
isolat form an adult dog. New Microbiol. 24: 239-242.
mengindikasikan telah terjadi infeksi sekunder yang Decaro, N., C. Desario, G. Elia, V. Martella, V. Mari, A. Lavazza,
disebabkan oleh bakteri coliform (Turk et al., 1990). M. Nardi, and C. Buonavoglia. 2008. Evidence for imunisation
Pada hati dan ginjal hanya ditemukan peradangan ringan. failure in vaccinated adult dogs infected with canine parvovirus
with type 2C. New Microbiol. 31:125-130.
Ditemukannya asam nukleotida spesifik CPV pada hati
Decaro, N., C. Desario, D.D. Addie, V. Martella, M.J. Vieira, G. Elia,
dan ginjal menggunakan teknik in situ hybridization A. Zicola, C. Davis, G. Thompson, E. Thyri, U. Truyen, and C.
membuktikan telah terjadi pengaturan kembali gen CPV Buonavoglia. 2007. Molecular epidemiology of canine
yang berakibat pada perluasan tropis jaringan (Nho et parvovirus, Europe. Emerg. Infect. Dis. 13:1222-1224.
Decaro, N., C. Desario, M. Billi, V. Mari, G. Elia, A. Cavalli, V.
al., 1997). Infeksi virus pada sel hewan memerlukan
Martella, and C. Buonavoglia. 2011. Western european
tahapan-tahapan yang membawa virus dan gennya dari epidemiological survey for parvovirus and coronavirus infections
permukaan sel menuju ke suatu celah, ketika replikasi in dog. Vet. J. 187:195-199.
akan terjadi. Ikatan reseptor transferin (TfR) pada Decaro, N., F. Cirone, C. Desario, G. Elia, E. Lorruso, M.L.
Colaianni, V. Martella, and C. Buonavoglia. 2009. Severe
permukaan sel host merupakan langkah penting untuk
parvovirus in a 12 year-old dog that have been repeatedly
infeksi CPV. Diketahui juga bahwa CPV-2 dapat vaccinated. Vet. Rec. 164:593-595.
bereplikasi pada sel kultur primer dari jaringan hati, Decaro, N., M. Campolo, C. Desario, G. Elia, V. Martella, E.
ginjal, otot jantung, limpa, dan epitel intestinal. Adanya Lorusso, and C. Buonavoglia. 2005. Maternally-derived
antibodies in pups and protection from canine parvovirus
kesesuaian antara reseptor transferin dengan kultur sel
infections. Biological. 33:259-265.
primer berhubungan dengan tropism CPV-2 (Ying et al., Elia, G., A. Cavalli, E. Lorruso, M.S. Lucente, N. Decaro, V.
2012). Perubahan mikroskopis pada organ anjing Martella, and C. Buonavoglia. 2007. Detection of infections
terinfeksi parvovirus disajikan pada Tabel 2. canine parvovirus type-2 by mRNA RT-PCR. J. Virol.
Methods. 146:202-208.
Hong, C., N. Decaro, C. Desario, P. Tanner, M.C. Pardo, S. Sanchez,
KESIMPULAN C. Buonavoglia, and J.T. Saliki. 2007. Occurrence of canine
parvovirus type-2C in the Unites State. J. Vet. Diagn. Invest.
Secara klinis bentuk peradangan berdarah disertai 19:535-539.
nekrosis pada usus halus banyak ditemukan pada anak Hoskin, J.D. 1997. Update on canine parvovirus enteritis. Vet. Med.
92(8):694-709.
anjing yang terinfeksi virus parvo di Kota Denpasar. Houston, D.M., C.S. Ribble, and L.L. Wed. 1996. Risk factors
associated with parvovirus enteritis in dogs: 283 cases (1982 –
UCAPAN TERIMA KASIH 1991). 1996. J. Am. Vet. Med. Assoc. 208(4):542-546.
Isogai, E., H. Isogai, and M. Onuma. 1999. Escherichia coli
associated endotoxemia in dog with parvovirus infection. Jpn. J.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada teman Vet. Sci. 51(3):597-606.
sejawat, mahasiswa koasistensi Pendidikan Profesi Kiernan, J.A. 1990. Histological and Histochemical Method:
Dokter Hewan (PPDH) periode tahun 2012 dan teknisi Theory and Practice. 2nd ed. Oxford England. Pergamon Press.

88
Jurnal Kedokteran Hewan Ida Bagus Oka Winaya, dkk

Lamm, C.G. and G.B. Rezabek. 2008. Parvovirus infection in Spratt, D.P., R.J. Mellanby, N. Drury, and J. Archer. 2005. Cardiac
domestic companion animal. Vet. Clin. North Am. Small troponin: Evaluation of biomarker for the diagnosis of heart
Anim. Pract. 38(4):837-850. disease in the dog. J. Small Anim. Pract. 46:139-145.
Legrand, M., R. Bezemer, A. Kadil, C. Demirci, D. Payen, and C. Suartha, I.N., D. Mustikawati, I.G.M.K. Erawan, dan S.K.
Ince. 2011. The role of renal hypoperfusion in development of Widyastuti. 2011. Prevalensi dan faktor risiko penyakit virus
renal microcirculatory dysfunction in endotoxemic rats. parvo pada anjing di Denpasar. J. Vet. 12(3):235-240.
Intensive Care Med. 37:1534-1542. Tattersal, P., M. Bergoin, M.E. Bloom, K.E. Brown, R.M. Linden,
Nho, W.G., J.H. Sur, R. Alan, Doster, and S.B. Kim. 1997. Detection N. Muzyczka, C.R. Parrish, and P. Tijssen. 2005. Family
of canine Parvovirus in naturally infected dogs with enteritis and Parvoviridae. In Virus Taxonomy. Fauquet, C.M., M.A. Mayo,
myocarditis by in situ hybridization. J. Vet. Diagn. Invest. J. Maniloff, U. Desselberg, and L.A. Ball (Eds.). VIIIth Report of
9:255-260. the Internationale Committee on Taxonomy of Viruses. Elsevier
Pollock, R.V. 1982. Experimental canine parvovirus infections in Academic Press, USA.
dogs. Cornell Vet. 72:103- 119. Truyen, U. 2006. Evolution of canine parvovirus-a need for new
Sendow, I. 2003. Canine parvovirus pada anjing. Wartazoa. vaccines ? Vet. Microbiol. 117:9-13.
13(2):56-64. Ying, H., F. Zhang, W. Cao, and M. Zhang. 2012. The subcellular
Smith-Carr, S., D.K. Macintire, and I.J. Swango. 1997. Canine and the tissue tropism of canine parvovirus based on the co-
Parvovirus. Part 1. Pathogenesis and Vaccination. Compend. localization of transferrin receptor. Asian J. Anim. Vet. Adv.
Contin. Educ. Pract. Vet. 19(2):125-133. 7:235-242.

89
INDRAWATI SENDOW: Canine Parvovirus pada Anjing

CANINE PARVOVIRUS PADA ANJING

INDRAWATI SENDOW

Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114

ABSTRAK

Penyakit parvovirus pada anjing disebabkan oleh virus Parvo yang termasuk dalam famili parvoviridae. Pada anjing muda
terutama dibawah umur 4 minggu, virus CPV menyerang jantung, sedangkan apabila lebih tua akan menyerang saluran
pencernaan yang menyebakan diare berdarah. Gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi CPV umumnya berupa muntah, tidak
nafsu makan, dan mencret berdarah. Virus CPV akan mati dengan pemberian bahan kimia seperti formalin dan hipoklorit.
Vaksinasi merupakan satu-satunya cara untuk mencegah penyakit Parvovirus. Waktu vaksinasi yang tepat dapat memberikan
proteksi yang maksimal bagi anjing tersebut. Untuk itu, monitoring respon imun pasca vaksinasi perlu dikembangkan agar dapat
diketahui waktu yang tepat dalam melakukan vaksinasi, sehingga kegagalan vaksinasi dapat dihindarkan.
Kata kunci: Parvovirus, vaksinasi, diagnosis

ABSTRACT

CANINE PARVOVIRUS IN DOGS

Parvovirus disease in dogs is caused by Parvovirus, a member of famili Parvoviridae. In young puppies, less than 4 months
age, CPV infect heart, while older puppies CPV will infect tractus digestivus, which caused blood diarrhoea. In general, the
cinical signs of CPV disease are vomit, loss appetite, and blood diarrhoea. Parvovirus will inactivated by given chemical reagents
such as Hypoclorised or formalin. Vaccination is the only way to protect the disease. The right time of vaccination will give the
optimum protection of the disease. Hence, monitoring the immune response after vaccination needs to be developed to gain the
information on the best time to vvaccinate the dogs, so the failure of vaccination can be avoided.
Key words: Parvovirus, vaccination, diagnosis

PENDAHULUAN ETIOLOGI

Infeksi Canine Parvovirus (CPV), atau yang Penyakit muntaber pada anjing disebabkan oleh
dikenal dengan penyakit Muntaber pada anjing, mulai virus canine parvovirus (CPV). Virus ini termasuk
mencuat sekitar tahun 1980-an di mana kasus muntah dalam famili Parvoviridae (MATTHEWS, 1979).
dan mencret berdarah banyak dijumpai di kalangan Diameter virus CPV berkisar 20 nm, termasuk virus
praktisi dunia kedokteran hewan di Indonesia. single stranded DNA, dan virionnya berbentuk partikel
Penyakit ini ditemukan pertama kali tahun 1977 di ikosahedral serta tidak beramplop, dan perkembang-
Texas, Amerika Serikat, kemudian menyebar ke biakan virus ini sangat tergantung pada sel inang yang
berbagai negara di dunia. Infeksi CPV tidak hanya sedang aktif membelah (MC. CARTHY, 1980). Dalam
menyerang saluran pencernaan tetapi juga menyerang gradien CsCl, CPV mempunyai kepadatan gradien 1,43
jantung yang dapat berakibat kematian mendadak pada g/ml. CPV terdiri dari 3 protein virus yaitu VP1, VP2,
anak anjing (KELLY, 1979; THOMPSON et al., 1979). dan VP3 dengan berat molekul 82.500 sampai 63.500.
Menurut JOHNSON dan SPRADBROW (1979), kasus
Parvovirus bentuk enteritis juga dapat ditemukan pada
kucing yang dikenal dengan Feline Panleucopenia SIFAT VIRUS
(FPL).
Di Indonesia, kasus infeksi CPV dapat terjadi Virus canine parvovirus (CPV) sangat stabil pada
pada segala umur, terutama anjing muda. Vaksinasi pH 3 hingga 9 dan pada suhu 60°C selama 60 menit.
telah dikenal untuk pencegahan dan beberapa macam Karena virus ini tidak beramplop maka virus ini sangat
jenis vaksin CPV secara komersial telah beredar, tahan terhadap pelarut lemak, tetapi virus CPV menjadi
sedangkan respon imunitas vaksin tersebut masih inaktif dalam formalin 1%, beta-propiolakton,
diperdebatkan. Tulisan ini merupakan ulasan umum hidroksilamin, larutan hipoklorit 3%, dan sinar ultra
yang diharapkan dapat menambah wawasan tentang violet (JOHNSON dan SPRADBROW, 1979; AFSHAR,
CPV pada anjing dan kasus CPV di Indonesia. 1981).

56
WARTAZOA Vol. 13 No. 2 Th. 2003

Virus CPV diketahui mempunyai daya aglutinasi menyebar ke seluruh dunia, tetapi asal muasal CPV
terhadap sel darah merah babi, kera dan kucing pada belum terungkap. Ada dugaan bahwa penyebaran
suhu 4°C dan 25°C pada pH 6,0–7,2 tetapi tidak pada infeksi CPV yang demikian cepat, sebagai akibat dari
suhu 37°C (CARMICHAEL et al., 1980; EUGSTER, 1980). suatu mutan virus FPL atau Mink Enteritis Virus
CPV telah diketahui tidak mengaglutinasi darah anjing, (MEV) pada biakan jaringan dalam kondisi
marmot, sapi, kambing, domba, tikus, hamster, kuda, laboratorium, yang kemudian beradaptasi untuk
ayam, kalkun dan manusia tipe O dan A (CARMICHAEL tumbuh pada sel fetus anjing. Biakan jaringan fetus
et al., 1980; PARRISH et al., 1985). Konsentrasi Red anjing tersebut yang digunakan untuk produksi vaksin
Blood Cell (RBC) yang digunakan pada uji ini juga FPL atau MEV menjadi terkontaminasi oleh mutant
berpengaruh terhadap titer Hemaglutinasi (HA) yang tersebut, sehingga penyebaran dapat terjadi dengan
dihasilkan. CARMICHAEL et al. (1980) melaporkan cepat melalui vaksinasi FPL atau MEV. Asumsi ini
bahwa titer HA terbesar akan diperoleh pada mungkin dapat diterima dalam skala laboratorium,
konsentrasi RBC babi yang digunakan 0,5% dibanding karena pada saat terjadi endemik CPV, vaksin FPL
2%, sebaliknya titer HI tertinggi diperoleh pada sering digunakan. Akhir-akhir ini telah dibuktikan
penggunaan RBC babi pada konsentrasi 2%. bahwa asumsi tersebut tidak benar pada vaksin CPV
EUGSTER (1980) menunjukkan bahwa virus CPV komersial (SIEGL, 1984)
akan berkembang biak dengan baik pada biakan Akhir-akhir ini di Amerika diberitakan bahwa
jaringan yang telah ditripsinasi, sesuai dengan sifat CPV dapat ditularkan secara alami ke binatang liar
virus itu yang menyenangi sel yang sedang aktif seperti anjing hutan, anjing ajag, serigala, serigala
membelah. Virus CPV dapat berbiak dengan baik pada pemakan kepiting dan minks (MANN et al., 1980; APPEL
beberapa jenis biakan jaringan lestari seperti crandell dan PARRISH, 1987). CPV bukan merupakan penyakit
feline kidney, canine foetal kidney, canine melanoma, zoonosis sehingga manusia tidak dapat terinfeksi CPV,
canine fibroblastic cells, A72 canine fibroma, dan tetapi CPV hanya menyerang spesies anjing dan kucing
Mardin Darby canine kidney (MDCK) dan biakan lainnya (MOCHIZUKI et al., 1996). Bahkan akhir-akhir
jaringan primer fetus anjing organ ginjal, jantung, paru- ini telah dilaporkan adanya antigen CPV tipe baru yang
paru dan hati (MOCHIZUKI dan HASHIMOTO, 1986; dapat menyerang beberapa spesies kucing (IKEDA et
EUGSTER, 1980; JOHNSON dan SPRADBROW, 1979). al., 2002). Hal ini terlihat dari penelitian APPEL et al.
Penelitian APPEL et al. (1979), menunjukkan bahwa (1980) yang melaporkan bahwa tidak satu serum
selain biakan jaringan yang berasal dari anjing atau manusiapun yang diuji mengandung antibodi terhadap
kucing, CPV juga dapat tumbuh pada biakan jaringan virus CPV meskipun orang tersebut telah berhubungan
VERO, racoon salivary gland dan bovine foetal spleen dengan anjing yang telah terinfeksi CPV.
pada kondisi biakan jaringan tidak membentuk sel Hasil survey SMITH et al. (1980), menunjukkan
selapis. MOCHIZUKI dan HASHIMOTO (1986), bahwa 87% kasus CPV tipe enteritis terjadi pada anak
melaporkan bahwa CPV dan virus feline panleucopenia anjing di bawah umur 6 bulan. Makin tua umur anjing,
(FPL) dapat berbiak pada semua jenis biakan jaringan klinis yang ditimbulkan tidak terlalu parah. Antibodi
yang berasal dari kucing, tetapi tidak semua biakan dapat ditemukan pada semua umur anjing, tapi gejala
jaringan yang berasal dari anjing dapat menumbuhkan klinis CPV tidak ditemukan pada anjing berumur lebih
virus FPL. Sebagai contoh, virus FPL strain TU 1 yang dari 24 bulan. Namun berdasarkan diskusi dengan
telah dipasase pada biakan jaringan MDCK sebanyak beberapa praktisi Veteriner di Jakarta dan Bogor, klinis
10 x, ternyata tidak dapat menginfeksi biakan jaringan CPV yang spesifik dan berakhir dengan kematian,
anjing lainnya. Pada biakan jaringan yang cocok, dapat ditemukan pada anjing berumur lebih dari 2 tahun.
perkembangbiakan virus ditandai dengan sel yang
bundar dan adanya badan inklusi intrasitoplasmik
PATOGENESIS
(OSTERHAUS et al., 1980).
Hingga saat ini CPV ditularkan secara alami
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT melalui kontak langsung dengan anjing yang terinfeksi
CPV, atau makanan yang telah terkontaminasi virus
Penyakit CPV pertama kali dilaporkan pada anjing CPV (APPEL et al., 1980). Virus CPV dapat diekresi-
yang mengalami peradangan usus dan atau miokarditis kan melalui feses, air seni, air liur dan kemungkinan
di Amerika (EUGSTER dan NAIRN, 1977). Setelah itu melalui muntah (APPEL et al., 1980). Virus CPV pada
kasus CPV banyak dijumpai di negara lainnya seperti feses dapat terdeteksi selama 10–14 hari. Transmisi
Australia (KELLY, 1979; JOHNSON dan SPRADBROW, penularan CPV dapat terjadi melalui makanan, piring,
1979), Eropa (JEFFERIES dan BLAKEMORE, 1979), tempat tidur dan kandang yang telah terkontaminasi
Kanada (THOMPSON dan GAGNON, 1978), Inggris virus CPV. Penularan secara vertikal diduga dapat
(HITCHCOCK dan SCARNELL, 1979) dan Selandia Baru terjadi pada anjing yang sedang bunting (APPEL et al.,
(GUMBRELL, 1979). Meskipun infeksi CPV telah 1980).

57
INDRAWATI SENDOW: Canine Parvovirus pada Anjing

Kasus CPV lebih banyak terjadi pada hewan Tipe miokarditis


muda. Hal ini disebabkan karena sel yang sedang
membelah umumnya terdapat pada hewan yang muda. Kasus CPV pada tipe ini lebih banyak ditemukan
Derajat keparahan manifestasi klinis infeksi CPV pada anak anjing berumur di bawah 4 minggu, yang
sangat tergantung pada umur anjing yang terinfeksi. ditandai dengan kematian anak anjing mendadak, tanpa
Demikian pula dengan tipe CPV yang ditimbulkan. menimbulkan gejala klinis muntaber. Anak anjing
Makin muda umur anjing yang terinfeksi makin parah tumbuh normal dan pada pemeriksaan umum, anjing
klinis yang dihasilkan. Anjing berumur 3–4 minggu, sel tidak menunjukkan adanya kelainan pada jantung dan
miosit pada jantung sedang aktif berkembang sehingga paru-paru, tetapi beberapa jam sebelum mati anak
apabila pada umur tersebut anak anjing tersebut anjing tersebut terlihat lemas, sesak napas, menangis,
terinfeksi virus CPV, umumnya menyerang jantung kadang-kadang muntah dan selaput lendir pucat
yang berakibat kematian mendadak anjing tersebut (KELLY dan ATWELL, 1979; MC. CANDLISH et al.,
yang disebabkan oleh miokarditis, sehingga tipe yang 1979). Mortalitas tipe miokarditis berkisar antara 20
ditimbulkan umumnya tipe miokarditis. Sedangkan hingga 100%. Pada tipe miokarditis yang akut,
apabila infeksi CPV terjadi pada umur yang lebih tua umumnya anak anjing tersebut tidak mempunyai
derajat pembelahan sel miosit mulai menurun tetapi kekebalan bawaan dari induk, sehingga vaksinasi induk
derajat pembelahan sel mitotik pada kripta usus yang akan dikawinkan sangat dianjurkan.
meningkat, terutama pada umur lebih dari 6 minggu, Pada anak anjing berumur lebih dari 5 bulan,
sehingga akibat infeksi ini diare dan muntah lebih gejala klinis yang tampak tidak nyata, tetapi pada
banyak terlihat dibanding gangguan jantung dan tipe ini infeksi yang akut, ritme puls femoral iregular, jantung
sering disebut tipe enteritis (MC. CANDLISH et al., terdengar murmur dan aritmia (ROBINSON et al., 1980).
1979; ROBINSON et al., 1980). Di Indonesia, tipe miokarditis jarang ditemukan.
Viraemia terjadi 3–4 hari setelah infeksi dan Hal ini dapat disebabkan karena umumnya induk
bertahan selama 2 hingga 5 hari. Pada saat viraemia, anjing telah divaksinasi, sehingga anak yang dilahirkan
virus berkembang biak dengan cepat di jaringan yang mempunyai maternal antibodi, yang bertahan hingga 6
sedang aktif membelah seperti sumsum tulang minggu. Apabila anjing terinfeksi berumur lebih dari 6
belakang, jaringan limfatik seperti limfoid di minggu dan vaksinasi belum dilakukan, maka tipe
oropharyngs dan Limfoglandula mesentericus dan enteritis umumnya lebih sering terjadi, mengingat pada
epitel kripta usus (MEUNIER et al., 1985a). Antibodi umur tersebut derajat pembelahan sel meningkat di
mulai terbentuk sejalan dengan penurunan viraemia. kripta usus dan menurun di sel miosit jantung
Virus CPV telah berhasil diisolasi dari tonsil, (ROBINSON et al., 1980).
retrofaringeal dan Limfoglandula mesentericus, 1–2
hari setelah inokulasi pada anjing beagle berumur 9
minggu. Infeksi epitel usus pertama kali terlihat 4 hari Tipe enteritis
setelah inokulasi oral dan anjing mengalami viraemia
sebelum infeksi usus ditemukan. Sekresi virus pada Tipe enteritis, sering juga disebut Canine
faeses dapat ditemukan 4 hari setelah inokulasi dan lesi parvovirus enteritis, infectious hemorrhagic enteritis,
pada usus menjadi makin parah antara hari ke 4 hingga epidemic gastroenteritis atau canine panleucopenia
6 setelah inokulasi. Pada saat imunisasi, gejala klinis, (CARLSON et al., 1978). Di Indonesia tipe ini dikenal
limfofenia dan eksresi virus tidak tampak, demikian dengan istilah muntaber. Tipe enteritis merupakan tipe
juga pada infeksi pada usus tidak terlihat pada uji FAT CPV yang paling sering ditemukan, baik pada anjing di
setelah imunisasi (MEUNIER et al., 1985b). kennel, pet shop, tempat penitipan anjing dan breeding
farm maupun anjing yang dipelihara di rumah dan
menyerang semua usia dengan gejala klinis yang khas
GEJALA KLINIS yaitu muntah dan diare berdarah, dengan aroma yang
sangat khas (MC. CANDLISH et al., 1979). Masa
Gejala klinis yang ditimbulkan terbagi menjadi inkubasi tipe enteritis 7–14 hari dengan gejala awal
dua tipe yaitu tipe miokarditis dan tipe enteritis. Sesuai adalah muntah yang diikuti demam, tidak napsu
dengan sifat virus CPV yang tumbuh baik pada sel makan, lesu dan diare mulai dari mencret berwarna
yang sedang aktif membelah, maka tipe miokarditis kekuningan, abu-abu dengan bau yang khas hingga
lebih banyak ditemukan pada anak anjing muda, berdarah berwarna kehitaman seperti warna aspal. Pada
sedangkan pada umur yang lebih tua, tipe enteritis lebih anak anjing, apabila diare berdarah telah terjadi
banyak ditemukan. (KELLY dan ATWELL, 1979; MC. umumnya hanya bertahan 1–3 hari. Sejalan dengan
CANDLISH et al., 1979). berkembangnya enteritis, neutropenia dan limfopenia

58
WARTAZOA Vol. 13 No. 2 Th. 2003

terjadi (MEUNIER et al., 1985a). Morbiditas CPV tipe REAKSI SILANG


enteritis berkisar antara 20% hingga 100% dan
mortalitasnya mencapai 50%, sedangkan pada anak Tipe virus CPV hanya satu, tetapi varian strain
anjing yang masih muda dan belum divaksinasi, virus ini terdapat beberapa yang secara antigenik
mortalitasnya dapat mencapai 100% (EUGSTER et al., berbeda tetapi secara serologis sama. Hal ini seperti
1978). yang dikemukakan oleh PARRISH et al. (1991), yang
Penelitian SMITH et al., (1980) menunjukkan menyatakan bahwa virus CPV yang orisinil hingga
bahwa kepekaan dan keparahan terhadap infeksi CPV tahun 1978 diberi nama CPV-2, yang telah diketahui
sangat erat hubungannya dengan status imun dan merupakan mutan dari virus FPL dan MEV
respons kekebalan tiap individu. berdasarkan sekuen genomnya dan setelah tahun 1978
terdapat varian lain yang diduga merupakan mutan
CPV, yang kemudian diberi nama CPV 2a hingga
PATOLOGI ANATOMI DAN HISTOPATOLOGI
tahun 1982. Tetapi setelah tahun 1984, timbul lagi
strain baru yang dikenal dengan CPV 2b. Analisa
Tipe miokarditis fylogenetik menunjukkan adanya evolusi yang
progresif dari CPV orisinil. Penelitian MOCHIZUKI et
Secara patologi anatomi (PA), anak anjing yang al. (1996) mengungkapkan bahwa evolusi dapat terjadi
mati mendadak tidak menunjukkan adanya kelainan lebih besar peluangnya pada CPV2a dan CPV2b dari
yang berarti pada jantung, tetapi oedem paru-paru pada FPL, karena CPV2a dan CPV2b dapat menyebar
sering tampak mulai dari derajat yang ringan hingga dengan cepat dan efektif pada kucing dari pada virus
parah (ROBINSON et al., 1980). Paru paru sedikit FPL. Di Spanyol hingga tahun 1995, hanya terdapat 2
mengeras, berwarna merah muda hingga abu-abu yang strain CPV yang beredar, yaitu CPV 2a dan CPV 2b
disertai dengan perdarahan hingga permukaaan pleura. (YBANEZ et al., 1995). Secara serologis, virus CPV tipe
Hati tampak agak pucat (KELLY dan ATWELL, 1979) enteritis dan tipe miokarditis tidak dapat dibedakan dan
Secara histopatologi, terlihat adanya miokarditis secara antigenik hampir sama, tetapi tidak identik
difusa non supuratif dengan infiltrat limfosit, makrofag, (ROBINSON et al., 1979).
sel plasma, dan kadang-kadang neutrofil (KELLY dan Secara alami, isolat virus yang diperoleh pada
ATWELL, 1979). Degenerasi serat miokardium hingga tahun 1977–1978 berbeda dengan isolat yang diisolasi
nekrosis dapat terlihat dan adanya badan inklusi yang tahun 1979–1982 berdasarkan sekuen genomnya
bersifat basofilik dapat ditemukan pada sel miokardium (PARRISH et al., 1988). Akhir-akhir ini telah dibuktikan
(ROBINSON et al., 1980; KELLY dan ATWELL, 1979). bahwa CPV isolat mengalami mutasi. Hal ini terlihat
Pada kasus yang kronis, jantung membesar dan dari adanya perbedaan antigenik isolat CPV sebelum
biasanya mengandung jaringan fibrin, terutama di tahun 1980 dan CPV setelah tahun 1980 (IKEDA et al.,
daerah ventrikel (ROBINSON et al., 1979) Kelainan pada 2000; YBANEZ et al., 1995; PARRISH et al., 1988).
paru-paru terlihat adanya pneumonia interstisialis yang Pertanyaan yang muncul adalah apakah sampai
berarti adanya infeksi virus. saat ini CPV 2a dan CPV 2b yang masih beredar?
Virus CPV dapat bereaksi silang dengan virus FPL,
Tipe enteritis Mink Enteritis virus (MEV) tetapi virus CPV umumnya
menimbulkan kasus enteritis dan miokarditis,
Secara PA, kelainan banyak ditemukan pada sedangkan MVC tidak menimbulkan gejala klinis.
jejenum dan ileum. Bagian usus ini membengkak, Selain itu MVC tidak mempunyai daya aglutinasi
terjadi pembendungan dan perdarahan. Lumen usus terhadap sel darah merah babi (BINN et al., 1970).
menyempit, dan permukaan selaput lendir usus berisi Pada kucing, kasus FPL menimbulkan gejala
cairan sereus granular hingga mukus kental berwarna muntaber yang secara serologis tidak dapat dibedakan
kuning hingga kecoklatan, Limfoglandula mesentericus antara virus FLP dan CPV. Lebih lanjut, infeksi FPL
membengkak (FINNIE, 1979; MACARTNEY et al.,1984). dan CPV dapat terjadi diantara kedua spesies anjing
Secara histopatologi, terlihat adanya degenerasi dan kucing (MOCHIZUKI et al. (1996). Akan tetapi,
dan nekrosis sel epitel usus yang sangat parah dan secara biologis kedua virus tersebut berbeda (JOHNSON
ditandai dengan atropi dan hilangnya vili dan kripta dan SPRADBROW, 1979). Meskipun secara biologis
usus. Pada vili usus terlihat ada pembendungan, atropi kedua virus tersebut berbeda, tetapi antara kedua virus
dan badan inklusi yang bersifat eosinofilik. Nekrosis tersebut dapat memberikan proteksi silang (APPEL et
sel juga terjadi pada jaringan limfoid, limfoglandula, al., 1980), sehingga pada saat pertama kali endemik
limpa dan timus. Pada sumsum tulang belakang, terjadi CPV dilaporkan vaksin FPL atau MEV sering
nekrosis pada mieloid dan erythoid blast (MACARTNEY digunakan untuk mencegah infeksi CPV. Gejala yang
et al., 1984; NELSON et al., 1979). sama juga terjadi pada mink yang disebabkan oleh
infeksi MEV.

59
INDRAWATI SENDOW: Canine Parvovirus pada Anjing

Adanya persamaan secara antigenik di antara virus cepat, juga dapat diterapkan di lapangan terutama di
CPV, FPL, MVC dan MEV, beberapa peneliti klinik dokter hewan praktek yang tidak memiliki
mengasumsikan bahwa virus CPV merupakan induk fasilitas lengkap (DRANE et al., 1994).
semang terjadinya mutan virus tersebut pada spesies Identifikasi isolat dapat dilakukan dengan uji SN,
binatang liar, meskipun demikian, secara sekuen HA dan HI, dan 2 uji terakhir ini yang paling sering
genomnya virus CPV berbeda dengan virus lainnya digunakan, karena uji ini cukup sensitif, mudah
(PARRISH et al., 1988). Penelitian TRATSCHIN et al., dilakukan dan tidak mahal, serta dapat diterapkan di
(1982) menunjukkan bahwa secara sekuen genomnya laboratorium yang hanya memiliki fasilitas yang
MEV dan FPL identik, dan CPV sampai 80% DNA minimal (MOHAN et al., 1993; DRANE et al., 1994).
yang homolog dengan MEV dan FPL. Berdasarkan Sampel yang perlu diambil untuk isolasi virus
sekuen genomnya, antara CPV dan FPL mencapai maupun deteksi antigen CPV adalah feses, isi usus,
homologi sampai 99% (REED et al., 1988) dan CPV usus dan jantung. Sampel feses, usus atau isi usus
juga dibuktikan berhubungan dengan MEV secara dibuat 10% suspensi dalam PBS berantibiotik dengan
antigenik tetapi tidak dengan Minute virus of canine pH 7,4 didiamkan pada suhu 20°C selama 1 jam untuk
(MVC atau CPV-1) (CARMICHAEL et al., 1980). Lebih memisahkan supernatan dan endapannya. Supernatan
lanjut, penelitian HERBERT et al. (2002), menunjukkan disimpan pada suhu –20°C sampai akan digunakan
bahwa berdasarkan sekuen genomnya, terdapat untuk pengujian. Penyimpanan sampel sebelum
persamaan asam amino antara CPV dan Minute virus of diisolasi pada biakan jaringan sebaiknya tidak
mice hingga 50%. ditambahkan dengan Foetal Bovine serum (FBS)
karena FBS dapat menghambat perkembangbiakan
virus CPV pada biakan jaringan (RIMMELZWAAN,
DIAGNOSIS
1990).
Beberapa jenis virus yang juga dapat diisolasi dari
Diagnosis infeksi CPV ditegakkan berdasarkan
feses diantaranya virus rotavirus, papovavirus, tovirus,
sejarah penyakit, gejala klinis, perubahan PA/HP, dan
picornavirus dan corona virus (FINLAISON, 1995),
pemeriksaan laboratorium termasuk uji serologis dan
sehingga perlu adanya uji konfirmasi lainnya dengan
isolasi virus. Leukopenia umumnya terjadi pada awal
serum spesifik, seperti uji HI. Meskipun demikian uji
infeksi (APPEL et al., 1978).
ini mempunyai kelemahan-kelemahan terutama bila
Pemeriksaan serologis meliputi uji single radial
titer HI yang dihasilkan rendah, sehingga positif semu
haemolysis, ELISA, uji HI, dan uji serum netralisasi
sering terjadi. Untuk menghindari hasil positif semu
(FASTIER, 1981). Akhir-akhir ini uji ELISA untuk
pada uji HI, maka titer HI lebih dari 20 HIUnit (HIU)
mendeteksi antibodi mulai diterapkan terutama
dinyatakan positif dan di bawah 20 dinyatakan negatif
menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik
(RIMMELZWAAN et al., 1990). Akan tetapi titer 20 tidak
terhadap CPV, sehingga hasil yang diperoleh lebih
menunjukkan batas proteksi terhadap infeksi CPV.
sensitif dan spesifik (MATHYS et al., 1983).
Menurut HENRY et al. (2001), batas proteksi infeksi
Pemeriksaan virologis meliputi isolasi virus, dan
CPV apabila titer antibodinya lebih dari 80 dengan uji
deteksi antigen/partikel CPV seperti uji ELISA,
HI. Selain uji serologis, secara klinis virus corona dan
Fluoresence antibodi teknik (FAT), atau elektron
rotavirus tidak menimbulkan gejala klinis muntah
mikroskop yang merupakan teknik diagnosis yang
berak berdarah, depresi, tidak napsu makan, dan
paling baik untuk diterapkan (EUGSTER et al., 1978).
dehidrasi.
Meskipun CPV belum tentu dapat diisolasi dari kasus
Pengambilan sampel darah beberapa jam setelah
CPV yang klasik, isolasi dapat dilakukan dan
klinis terjadi, menimbulkan titer HI yang tinggi,
diinokulasikan dalam biakan jaringan. Tetapi tidak
bahkan dapat mencapai lebih dari 1024 (SMITH et al.,
jarang virus berbiak pada biakan jaringan tanpa disertai
1980). Dilaporkan juga bahwa maternal antibodi anak
CPE. Untuk kasus tersebut, deteksi virus pada biakan
anjing di Australia dapat terdeteksi sampai umur anjing
tersebut perlu dilengkapi misalnya dengan uji HA, HI
4 minggu. Titer antibodi tertinggi dicapai 1 minggu
atau FAT (CARMICHAEL et al., 1980).
setelah sakit dan dapat mencapai titer 131.000.
Akhir-akhir ini teknik polymerase chain reaction
(PCR) telah diterapkan untuk mendeteksi CPV pada
feses, dan ternyata metoda ini merupakan uji yang DIFERENSIAL DIAGNOSIS
spesifik (UWATOKO et al., 1993; MOCHIZUKI et al.,
1993), dan kadang-kadang lebih sensitif dibanding Gambaran klinis kasus CPV sering dikelirukan
isolasi virus. Bahkan uji PCR telah digunakan untuk dengan penyakit lainnya seperti Canine Distemper,
karakterisasi isolat virus CPV (PEREIRA et al., 2000). infeksi bakteri penyebab enteritis, infeksi parasit
Meskipun demikian uji HI dan ELISA merupakan uji cacing, coccidiosis, atau pankreatitis akut
yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi CPV (CARMICHAEL, 1980).
pada feses karena selain uji tersebut sensitif, spesifik,

60
WARTAZOA Vol. 13 No. 2 Th. 2003

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN anjing tersebut divaksinasi. Umumnya vaksinasi anak


anjing yang dilakukan pada umur dibawah 3 bulan, akan
Pencegahan infeksi CPV dapat dilakukan dengan mendapat vaksinasi ulang 1 bulan setelah vaksinasi
melakukan vaksinasi, dan hal ini telah terbukti pertama.
merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah Respon imun secara humoral pada anjing dicapai
endemik CPV di banyak negara. Meskipun demikian di pada 5 hari PI dan antibodi tertinggi dicapai 7–10 hari
Indonesia, kegagalan vaksinasi CPV masih sering setelah infeksi. Apabila anjing tersebut sembuh, titer
terjadi. Menurut praktisi Cucu Kartini (PERS. COMM), antibodi yang tinggi dapat bertahan sampai lebih dari 1
kegagalan vaksinasi dapat mencapai 20%, sehingga tahun level proteksi antibodi terhadap CPV pada titer
diperlukan vaksinasi ulang. Hal ini menyebabkan biaya lebih dari 80 pada uji HI. (MEUNIER et al., 1985a).
perawatan seekor anjing meningkat. Untuk itu perlu Adanya antibodi IgA pada usus maka pembentukan
dikaji, mengapa vaksinasi CPV perlu dilakukan imunitas lokal terhadap CPV akan menjadi penting
beberapa kali, dan kapan waktu yang tepat untuk dalam menimbulkan proteksi terhadap infeksi CPV
melakukan vaksinasi sehingga respon imunitas yang (NARA et al., 1983).
dihasilkan dapat benar-benar melindungi anjing Respon imun yang baik setelah vaksinasi adalah 1
tersebut dari infeksi CPV. Untuk mendapatkan minggu dan mencapai puncak setelah 3 minggu.
gambaran status imun, diperlukan perangkat diagnosis Namun pada kenyataannya di Indonesia, respon imun
yang cepat, mudah dan murah untuk mengevaluasi tersebut baru dapat terjadi lebih dari 1 minggu dengan
vaksinasi yang dilakukan. menggunakan vaksin komersial (Cucu Kartini, pers.
Hingga saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 4 Com). Akhir-akhir ini telah dikembangkan vaksin
jenis vaksin CPV komersial impor yang telah beredar, Parvovirus yang dikombinasikan dengan agen virus
baik vaksin aktif (modified live vaccine) maupun dan bakteri lainnya seperti distemper, leptospira, rabies
inaktif. Akhir-akhir ini telah dikembangkan vaksin dan hepatitis yang merupakan vaksin multivalen inaktif
rekombinan CPV yang juga dapat memberikan respon dari vaksin Parvovirus secara komersial. Pemberian
imun yang maximum, tetapi tidak dapat tumbuh pada vaksin parvovirus multivalen ini ternyata tidak
sel mamalia, sehingga kemungkinan terjadinya mutasi memberikan titer antibodi yang sama tinggi dengan
diantara CPV dapat dihindarkan (LONGEVELD et al., pemberian vaksin inaktif parvovirus monovalen. Hal
2001). ini dapat disebabkan karena komponen lainnya selain
Pada kucing pemberian vaksin CPV pernah virus parvovirus yang terdapat dalam vaksi multivalen
dipakai untuk mencegah kasus Feline Panleucopenia dapat menekan respon imun terhadap virus parvovirus,
(FPL) karena terdapat persamaan antigenik dan reaksi sehingga titer yang dihasilkan vaksin multivalen lebih
imunologinya (JOHNSON dan SPRABROW, 1979). Virus rendah dari vaksin monovalen (GODDARD et al., 1990).
CPV diketahui cukup resisten terhadap desinfektan, Hasil ini ditunjang oleh penelitian COYNE (2000)
sehingga pemberian desinfektan seperti lisol atau yang menyatakan bahwa persentase jumlah anak anjing
karbol tidak banyak membantu mencegah infeksi CPV. yang mengalami serokonversi lebih banyak terjadi pada
Penelitian MC CANDLISH (1981), membuktikan bahwa anak anjing yang divaksinasi dengan vaksin Parvovirus
fumigasi dengan formalin atau pemberian sodium monovalen dibanding dengan vaksin multivalen.
hipoklorit sebagai desinfektan untuk mendesinfeksi Bahkan efek kemoterapi pada pengobatan penyakit
kandang dan alat makan lainnya sangat dianjurkan. tumor pada anjing tidak berpengaruh terhadap titer
Pengobatan secara simptomatik dapat diberikan antibodi yang dihasilkan akibat vaksinasi (HENRY et
terutama pemberian cairan elektrolit akibat muntah dan al., 2001) Dari data tersebut dapat diterapkan dalam
diare, disamping pemberian diuretik dan stimulan praktek sehari-hari bahwa pemberian vaksin multivalen
jantung apabila terlihat adanya miokarditis. terutama pada vaksinasi primer tidak dianjurkan,
dengan temuan di lapang yang menunjukkan bahwa
kegagalan vaksinasi terjadi pada pemberian vaksin
IMUNITAS
yang multivalen sebagai vaksinasi primer.
POLLOCK dan CARMICHAEL (1982), membuktikan Kegagalan vaksinasi CPV pada anjing dapat
bahwa maternal antibodi dan antibodi yang dibentuk disebabkan oleh beberapa hal diantaranya waktu
akibat infeksi alam sangat berperan melindungi anjing vaksinasi yang tidak tepat, atau tidak cukupnya
dari infeksi CPV. Antibodi yang terdapat pada hewan antibodi yang dihasilkan untuk melindungi anjing dari
yang sembuh dari CPV, ternyata memberikan titer serangan CPV. POLLOCK dan CARMICHAEL (1982),
antibodi yang tinggi dan bertahan sampai 16 bulan membuktikan bahwa antibodi akan diturunkan dari
setelah infeksi. Berlainan dengan titer yang tinggi induk ke bayi anjing melalui plasenta dan kolustrum
akibat vaksinasi, tidak menjamin dapat melindungi yang mengandung sekitar 90% antibodi CPV bawaan
anjing terhadap infeksi CPV selanjutnya karena titer (maternal antibodi). Setelah bayi anjing menyusui, bayi
antibodi akan menurun, tergantung pada umur berapa anjing mempunyai titer antibodi CPV sekitar 50% dari

61
INDRAWATI SENDOW: Canine Parvovirus pada Anjing

titer induknya pada uji HI, dan akan menurun sesuai APPEL, M.J.G., F.W. SCOTT and L.E. CARMICHAEL. 1979.
dengan waktu paruhnya yaitu 9,7 hari. Apabila titer Isolation and immunization studies of a canine
antibodi dengan HI pada bayi anjing lebih dari 80, parvovirus-like virus from dogs with hemorrhagic
enteritis. Vet. Rec. 105: 156–159.
maka bayi anjing itu akan terlindungi dari infeksi CPV.
Pada saat ini vaksinasi CPV pada anjing tersebut tidak APPEL, M.J.G., P. MEUNIER, R. POLLOCK, H. GREISEN and
diperlukan, karena apabila anjing tersebut divaksin L.E. CARMICHAEL. 1980. Canine viral enteritis. A
ulang, maka titer antibodi akan menurun. Penelitian report to practisioners. Canine Pract. 7: 22–34.
POLLOCK dan CARMICHAEL (1982) membuktikan BINN, L.N., E.C. LAZAR, G.A. EDDY and M. KAJIMA. 1970.
bahwa semua antibodi CPV yang titernya lebih dari 10 Infect. Immunity. 1: 503.
pada uji HI akan terganggu/terhambat bila diberi vaksin CARLSON, J.H., F.W. SCOTT and J.R. DUNCAN. 1978. Feline
baik vaksin aktif maupun vaksin inaktif dengan CPV panleucopenia. III. Development of lessions in the
atau FPL. Untuk itu perlu diketahui dengan pasti kapan lymphoid tissues. Vet. Path. 15: 383–393.
waktu yang tepat untuk melakukan vaksinasi primer dan
CARMICHAEL, L.E., J.C. JOUBERT and R.V.H. POLLOCK.
ulangan sehingga kegagalan vaksinasi dapat diperkecil. 1980. Hemaglutination by canine parvovirus: serologic
Hasil pengamatan di lapang, menunjukkan bahwa studies and diagnostic application. Am. J. Vet. Res.
vaksinasi CPV primer dimulai antara umur 6–8 minggu 40: 784–791.
dan pengulangan dilakukan 4 minggu setelah vaksin
COYNE, M.J. 2000. Seroconversion of puppies to canine
primer. Mengacu data POLLOCK dan CARMICHAEL parvovirus and canine distemper virus: a comparison
(1982) bahwa maternal antibodi mulai menurun dengan of two combination vaccines. J. Am. Anim. Hosp.
titer kurang dari 40, pada umur 8 minggu, sehingga Assoc. 36 (2): 137–142.
pemberian vaksin umur 8 minggu diharapkan tidak
DRANE, D.P., R.C. HAMILTON and J.C. COX. 1994. Evaluation
efektif bahkan dapat mengganggu respon imun of a novel diagnostic test far canine parvovirus. Vet.
vaksinasi yang diberikan. Namun apabila infeksi CPV Microbiol. 41: 293-302.s
telah terjadi sebelum umur 8 minggu, dimana titer
antibodi telah dibawah 80, maka kemungkinan klinis EUGSTER, A.K. 1980. Studien on canine parvovirus
infections: development of an inactivated vaccine.
CPV terjadi sangat besar. Apakah pemberian vaksinasi
Am. J.,Vet.Res. 41: 2020–2024.
primer pada umur tersebut sudah tepat untuk anjing-
anjing di Indonesia, kiranya perlu dilakukan evaluasi EUGSTER, A.K. and C. NAIRN. 1977. Diarrhoea in puppies:
lebih lanjut. parvovirus-like particles demonstrated in their feces.
Southwestern Veterinarian 30 (1): 59–60.
EUGSTER, A.K., R.A. BANDELE and L.P. JONES. 1978.
KESIMPULAN Parvovirus infection in dog. J. Am. Vet. Med.. Ass.
173: 1340–1341.
Infeksi CPV merupakan infeksi virus yang akut,
FASTIER, L.B. 1981. A single radial haemolysis test for
kontagius dan infeksius yang menyerang anjing measuring canine parvovirus antibody. Vet. Rec. 108:
terutama anjing muda yang dapat berakibat fatal. Pada 299–301.
anak anjing umur di bawah 1 bulan umumnya infeksi
FINLAISON, D. S. 1995. Faecal viruses of dogs–an electron
CPV bertipe miokarditis, sedangkan pada umur yang
microscope study. Vet Microbiol. 46: 295–305.
lebih tua infeksi CPV umumnya bertipe enteritis.
Pemberian vaksinasi merupakan cara pencegahan yang FINNIE, J., 1979. Canine Parvovirus infections. Vict. Vet.
paling efektif untuk mengurangi kasus CPV. Proc. 37: 12–13.
Monitoring kekebalan pasca vaksinasi perlu GODDARD, R.D., R.A.J. NICHOLAS. and P.R. LUFF. 1990.
dikembangkan untuk mengevaluasi program vaksinasi Inactivated canine parvovirus vaccines: an alternative
yang tepat dan menghindari kegagalan vaksinasi dan method for assessment of potency. Vet. Rec. 126:
mutasi agen CPV yang baru. 497–499.
GUMBRELL, R.C. 1979. Parvovirus infection in dogs. NZ.Vet.
27: 113.
DAFTAR PUSTAKA
HENRY, C.J., D.L. MCCAW, K.V. BROCK, A.M. STOKER, J.W.
AFSHAR, A. 1981. Canine Parvovirus infections. a review. TYLER, D.J. TATE and M.L. HIGGINBOTHAM. 2001.
Vet. Bull. 51: 605–612. Association between cancer chemotherapy and canine
distemper, canine parvovirus and rabies virus
APPEL, M. and C.R. PARRISH. 1987. Canine parvovirus type antibody titers in tumor-bearing dogs. J. Am. Vet.
2. In: Virus infections of carnivores”. M. APPEL. (Ed.) Med. Assoc. 219 (9): 1238−1241.
Elseviers, Science Publisher. Pp. 69–92.
HERBERT, B., G.M. SULIVAN, C.R. PARRISH, Z. ZADORI, P.
APPEL, M.J.G., B.J. COOPER, H.H. GREISEN and L.E. TUSSEN and M.G. ROSSMANN. 2002. The structure of
CARMICHAEL. 1978. Status report: Canine viral porcine parvovirus: comparison with related viruses.
enteritis. J. Am. Vet. Med. Ass. 173: 1516–1518. J. Mol. Biol. 315 (5): 1189–1198.

62
WARTAZOA Vol. 13 No. 2 Th. 2003

HITCHCOCK, L.M. and J. SCARNELL. 1979. Canine parvovirus MEUNIER, P.C., B.J. COOPER, M.J.G. APPEL, D.O. SLAUSON.
isolated in UK. Vet Rec. 105: 172. 1985a. Pathogenesis of canine parvovirus enteritis. I.
The important viraemia. Vet. Pathology. 22: 60–71.
IKEDA , Y., K. NAKMURA, T. MIYAZAWA, E. TAKASHIMA and
M. MOCHIZUKI. 2002. Feline host range of canine MEUNIER, P.C., B.J. COOPER, M.J.G. APPEL, M.E. LANIEU
parvovirus: Recent emergence of new antigenic types and D.O. SLAUSON. 1985b. Pathogenesis of canine
in cats. Emerg. Infect. Dis. 8 (4): 341–346. parvovirus enteritis: sequential virus distribution and
passive immunization studies. Vet. Pathology. 22:
IKEDA,Y., M. MOCHIZUKI, R. NAITO, K. NAKMURA, T. 617–624.
MIYAZAWA, T. MIKAMI and E. TAKAHASHI. 2000.
Predominance of canine parvovirus (CPV) in MOCHIZUKI, M. and T. HASHIMOTO. 1986. Growth of feline
unvaccinated cat populations and emergence of new panleukopenia virus and canine parvovirus in vitro.
antigenic types of canine parvoviruses in cats. Jpn. J. Vet. Scie. 48 (4): 841−844.
Virology. 278: 13–19.
MOCHIZUKI, M., M. HORIUCHI, H. HIRAGI, M.C.S.
JEFFERIES, A.R. and W.F. BLAKEMORE. 1979. Myocarditis ANGABRIEL, N. YASUDA and T. UNO. 1996. Isolation
and enteritis in puppies associated with parvovirus. of Canine Parvovirus from a cat manifesting clinical
Vet. Rec. 104: 221. signs of Feline Panleucopenia. J. Clin. Microbiol. 34
(9): 2101–2105.
JOHNSON, R.H and P.B. SPRADBROW. 1979. Isolation from
dogs with severe enteritis of a parvovirus related to MOHAN, R., D.C. MAURYAL and K.B. SINGH. 1993. Detection
feline panleucopenia virus. Aust. Vet. J., 55: 151. of canine parvovirus in faeces using a parvovirus
ELISA test kit. Indian Vet. J. 70: 301–303.
KELLY, W.R. 1979. Diffuse subacute myocarditis of possible
viral aetiology: a cause of sudden death in pups. Aust. NARA, P.L., K. WINTERS, J.B. RICE, K.G. Olsen and S.
Vet. J. 55: 36. KRAKIWKAS. 1983. Systemic and local intestinal
antibody response in dogs given both infective and
KELLY, W.R. and AR.B. ATWELL. 1979. Diffuse subacute
inactivated canine parvovirus. Am. J. Vet. Res. 44:
myocarditis of possible viral aetiology a cause of
1989–1995.
sudden death in pups. Aust. Vet. J., 55: 36–37.
NELSON, D.T., S.L. EUSTIS, J.P. MC. ADARAGH and I. Stotz.
LONGEVELD, J.P., F.R. BRENNAN, J.L. MARTINEZ-
1979. Lesions of spontaneous canine viral enteritis.
TORRECUADRADA, T.D. JONES, R.S. BOSHUIZEN, C.
Vet. Pathol. 16(6): 680–686.
VELA, J.I. CASAL, S. KAMSTRUP, K. DALSGAARD,
R.H. MELOEN, M.M. BENDIG and W.D. HAMILTON. OSTERHAUS, A.D.M.E., G. VAN STEENIS and P. DE KREEK.
2001. Inactivated recombinant plant virus protects 1980. Isolation of a virus closely related to feline pan
dogs from a lethal challenge with canine parvovirus. leucopenia virus from dogs with diarrhoea. Zentbl.
Vaccine. 19 (27): 3661–3670. Vet. Med. 27B: 11–21.
MACARTNEY, L., I.A.P. MC. CANDLISH, H. THOMPSON and PARRISH, C.R., C.F. AQUADRO, M.L. STRASSHEIN, J.F.
H.J.C. CORNWELL. 1984. Canine Parvovirus enteritis EVERMANN, J. YVESGRO and H.O. MOHAMED. 1991.
1: clinical, haematological and pathological features Rapid antigenic type replacement and DNA sequence
of experimental infection. Vet. Rec. 115: 201–210. evolution of canine parvovirus. J. Virol. 65(32):
6544–6552.
MANN, P.C., M. BUSH, M.J.C. APPEL, B.A. BEEHLER and R.J.
MONTALI. 1980. Canine parvovirus infection in South PARRISH, C.R., P. HAVE, W.J. FOREYT, J.F. EVERMANN, M.
American canids. J.Am. Vet. Med.Ass. 177: 779–789. SENDA and L.E. CARMICHAEL. 1988. The global
spread and replacement of canine parvovirus strain. J.
MATHYS, A., R. MUELLER, N.C. PEDERSEN and G.H.
Gen. Virol. 69: 1111–1116.
THEILEN. 1983. Comparison of hemagglutination and
competitive enzyme-linked immunosorbent assay PARRISH, C.R., P.H. O’CONNEL, J.F. EVERMANN and L.E.
procedures for detecting canine parvovirus infeces. CARMICHAEL. 1985. Natural variation of canine
Am.J.Vet.Res. 44 (1): 152–154. parvovirus. Science 230: 1046–1048.
MATTHEWS, R.E.F. 1979. Classification and nomenclature of PEREIRA, C.A., T.A. MONEZI, D.U. MEHNERT, M. D’ANGELO,
viruses. 3rd report of the International Committee on and E.L. DURIGON. 2000. Molecular characterization
Taxonomy of viruses. Ed. S. Karger. Basel, London. of canine parvovirus in Brazil by polymerase-chain
Pp. 189–190. reaction assay. Vet. Microbiol. 75(2): 127–133.
MC. CANDLISH, I.A. P., H. THOMPSON, H.J.C. CORNWELL, H. POLLOCK, R.V.H. and L.E. CARMICHAEL. 1982. Maternally
LAIRD and B.N.G. WRIGHT. 1979. Isolation of a derived immunity to canine parvovirus infection:
parvovirus from dogs in Britain. Vet. Rec. 105: 167– transfer, decline and interference with vaccination. J.
168. Am. Vet. Med. Assoc. 180(1 ): 37–42.
MC. CARTHY, G. 1980. Canine parvovirus infection: A REED, A.P., E.V. JONES and T.J. MILLER. 1988. Nucleotide
review. Irish Vet. J. 34 (2): 15−19. sequence and genome of canine parvovirus. J. Virol.
62: 266–276.

63
INDRAWATI SENDOW: Canine Parvovirus pada Anjing

RIMMELZWAAN, G.F. 1990. Canine parvovirus infection:novel THOMPSON, G.W. and A.N. GAGNON. 1978. Canine
approaches to diagnosis and immune prophylaxis. gastroenteritis associated with a parvovirus like agent.
Thesis, pp 155. Can. Vet. J. 19: 346.
RIMMELZWAAN, G.F., N. JUNTTI, B. KLINGEBORN, J. GROEN, THOMPSON, H., I.A.P. MCCANDLISH, H.J.C. CORNWELL, N.G.
F.G.C.M. UYTE HAAG and A.D.M.E. OSTERHAUS. WRIGHT and P. ROGERSON. 1979. Myocarditis in
1990. Evaluation of enzyme-linked immunosorbent puppies. Vet. Rec. 104: 107–108.
assays based on monoclonal antibodies for the
serology and antigen detection in canine parvovirus TRATSCHIN, J.D., G.K. MC MASTER, G. KRONAUER and G.
infections. Vet. Quarterly. 12: 14–20. SIEGL. 1982. Canine parvovirus: relationship to
wildtype and vaccine strains of feline panleukopenia
ROBINSON, W.F., C.R. HUXTABLE and D.A. PASS. 1980. virus and mink enteritis virus. J. Gen. Virol. 61: 33–
Canine parvoviral myocarditis: a morphological 41.
description of the natural disease. Vet. Path. 17: 282–
293. UWATOKO, M., M.C. SAN GABRIEL, H. NAKATANI and M.
YOSHIDA. 1993. Comparison of polymerase chain
ROBINSON, W.F., G. WILCOX, R.L.D. FLOWER and R. SMITH. reaction with virus isolation and hemagglutination
1979. Evidence for a Parvovirus as aetiology agent in assays for the detection of canine parvoviruses in
myocarditis of puppies. Aust. Vet. J. 55: 294–295. faecal specimens. Vet. Rec. Scie. 55: 60–63.
SIEGL, G. 1984. Biology and pathogenecity of autonomous YBANEZ DE, R.R., C. VETA, E. CORTES, I. SIMARRO and J.I.
parvoviruses. In: “the parvoviruses: Eds. K.I.Berns. CASAL. 1995. Identification of types of canine
Plenum Press, New York. Pp. 297−362. parvovirus circulating in Spain. Vet. Rec. 136: 174–
175.
SMITH, J.R., T.S. FARMER and R.H. JOHNSON. 1980.
Serological observations on the epidemiology of
parvovirus enteritis of dogs. Aust. Vet. J. 56: 149–150.

64

Anda mungkin juga menyukai