Anda di halaman 1dari 19

PARASITOLOGI

Nematode Usus Cacing Enterobius Vermikularis

DOSEN PENGAMPU:
I Nyoman Jirna,SKM,M.Si
Drs. I Nyoman Purna, S.Pd. M.Si

OLEH KELOMPOK 2 :

1. PUTU AYU PRAMADITA (P07134122002)


2. PUTU AYUNING PRABANDARI (P07134122006)
3. NI KOMANG ANGGUN JELITHA DEWI (P07134122014)
4. KOMANG VIDHIE SARTIKA SANTHI (P07134122017)
5. DEWA AYU DIAN SEPTIANI (P07134122033)
6. NI MADE INTAN SEPTIANI (P07134122037)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas papper yang berjudul “Nematode Usus
Cacing Enterobius Vermikularis” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen pada
mata kuliah Prasitologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang pemeriksaan dalam Parasitologi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak I Nyoman Jirna, selaku Dosen mata
kuliah Parasitologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan papper ini.

Kami menyadari, papper yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan, papper ini.

Denpasar, 26 Juli 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
1.2 RUMUSUN MASALAH ....................................................................................... 2
1.3 TUJUAN............................................................................................................... 2
1.4 METODE PENULISAN ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Konsep Teori Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) ........................................... 3
2.2 Siklus Hidup Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) ............................................ 6
2.3 Patogenesis Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) .................................. 7
2.4 Gejala Klinis Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) ................................ 8
2.5 Epidemiologi Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)................................ 8
2.6 Diagnosis Infeksi Enterobiasis.............................................................................. 10
2.7 Konsep Teori Infeksi Enterobiasis ........................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Cacing usus merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia, salah satunya cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnya gizi, kecerdasan dan produktivitas penderitanya sehingga
secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian karena menyebabkan kehilangan
karbohidrat dan protein serta kehilangan darah. Prevalensi cacingan di Indonesia pada
umumnya masih sangat tinggi. Terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu
mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini. Penyakit endemis dan kronis ini pada
kondisi tertentu akan meningkat tajam. Enterobiasis merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Enterobius vermicularis (E. vermicularis) atau biasa disebut sebagai cacing
kremi. Cacing ini merupakan nematoda usus golongan Non Soil Transmitted Helminth dan
hospes satu-satunya adalah manusia.
Enterobiasis merupakan salah satu infeksi parasit pada manusia yang paling sering di
dunia. Infeksi parasit ini tersebar diseluruh dunia termasuk negara maju seperti Eropa Barat
dan Amerika Serikat. Kejadian infeksi terutama ditemukan di daerah dingin dan daerah
tropis. Secara global kejadian penyakit ini berkisar antara 4 -28%. Cacing ini telah
menginfeksi 200 juta orang di seluruh dunia. Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) menyebutkan enterobiasis merupakan infeksi cacing yang terbanyak di Amerika
Serikat. Penelitian di Venezuela menunjukkan kejadian infeksi E. vermicularis yaitu 270
dari 427 (63,23%) anak yang diperiksa. Penyebaran E. vermicularis lebih luas dari pada
cacing lain. Faktor- faktor yang mempermudah terjadinya enterobiasis diantaranya yaitu
kondisi tempat tinggal, jumlah penghuni dalam rumah, pengetahuan orang tua, dan kondisi
sosial ekonomi. Selain itu infeksi juga dipengaruhi oleh kebersihan pribadi yang kurang baik
seperti kebiaasan mencuci tangan dan membersihkan kuku.
Faktor lain yang mempengaruhi tingginya kejadian enterobiasis adalah mudahnya
terjadi reinfeksi. E.vermicularis mempunyai siklus penularan yang sederhana. Cacing ini
hanya membutuhkan waktu 2-4 minggu untuk berkembang biak dari telur menjadi cacing
dewasa. Selain itu cacing ini bisa dengan mudah mengontaminasi meja, kursi, mainan, dan
peralatan sekolah di lingkungan penderita.
1
1.2 RUMUSUN MASALAH

1. Bagaimanakah Konsep Teori Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) ?


2. Apasajakah Siklus Hidup Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) ?
3. Bagaimanakah Patogenesis Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) ?
4. Apasajakah Gejala Klinis Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) ?
5. Dimanakah Epidemiologi Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi) ?
6. Bagaimanakah Diagnosis Infeksi Enterobius ?
7. Apasajakah Konsep Teori Infeksi Enterobiuis?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengethaui teori Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)


2. Untuk mengetahui Siklus Hidup Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)
3. Untuk mengetahui Patogenesis Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)
4. Untuk mengetahui Gejala Klinis Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)
5. Untuk mengetahui Epidemiologi Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)
6. Untuk mengetahui Diagnosis Infeksi Enterobius
7. Untuk mengetahui Konsep Teori Infeksi Enterobius

1.4 METODE PENULISAN

1. Mencari dan mempelajari melalui sumber jurnal, buku, dan internet

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)

2.1.1 Definisi Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)

Enterobius vermicularis adalah cacing kecil yang hidup di usus. Dalam bahasa
Yunani enteron berarti isi perut, bias yang berarti kehidupan dan vermiculus
yaitu cacing kecil. Istilah oxyuris berarti ekor tajam yang diambil dari bentuk
cacing kremi betina berasal (Paniker J, 2013). Cacing ini berwarna putih dan
bertubuh tipis seperti helai rambut, cacing ini merupakan cacing yang aktif
bergerak dan pergerakan cacing ini dapat dilihat menggunakan mata telanjang
pada anus penderita. Telur dari cacing ini juga dapat dilihat dengan mata
telanjang dengan metode merekatkan plester di bagian perianal sebelum
penderita terbangun dari tidurnya di pagi hari (Mei Devi Anjarsari, 2018).
Ketika infeksi ini menyerang balita dan anak pra sekolah bisa menyebabkan
lambatnya perkembangan dan prestasi anak yang terinfeksi tersebut.

2.1.2 Klasifikasi Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)

Di Indonesia cacing ini dikenal dengan sebutan cacing kremi, namun


sebenarnya ada banyak sekali nama lain dari cacing ini diantaranya enterobius
vermicularis, threadworm, pinworm, seatworm, dan buttworm (Atmojo, 2019).

Klasifikasi cacing kremi menurut (Nurhadi, & Febri, 2018):

Phylum: Nemathelmithes

Classis: Nematoda

Ordo: Ascaroidea

Famili: Oxyuridae

Genus: Oxyuris atau Enterobius


3
Spesies: Oxyuris Vermicularis atau Enterobius Vermicularis

2.1.3 Morfologi Enterobius Vermicularis (Cacing Krem)

a. Cacing Dewasa

Cacing ini bentuknya kecil, berwarna putih dan seperti benang sehingga
sering disebut dengan cacing kremi

• Cervical alae: Cacing dewasa memiliki sayap seperti ekspansi kutikula


di dekat ujung anterior
• Esofagus bola ganda: Ujung posterior esofagus melebar untuk
membentuk bola-bola
• Cacing jantan lebih kecil dengan panjang 2–5 mm dan lebar 0,1— 0,2
mm serta posterior berbentuk melengkung seperti spiral. Cacing jantan
mati segera setelah melakukan proses pembuahan. Cacing betina lebih
panjang dengan panjang 8—13 mm dan lebar 0,3—0,5mm dan bagian
posterior berbentuk runcing, lurus, tipis sehingga terlihat seperti jarum
maka dari itu cacing ini juga bisa disebut cacing jarum (Sastry, A., 2013).
Vulva terletak tepat di depan sepertiga tengah tubuh dan membuka ke
dalam vagina tunggal, yang mengarah ke uteri, saluran telur, dan
ovarium yang berpasangan. Pada betina yang sedang hamil hampir
seluruh tubuh terisi oleh uteri membengkak yang dikarenakan membawa
ribuan telur pada perutnya (Paniker J, 2013). Seekor cacing betina
mampu bertelur hingga 11.000 telur.

4
Gambar 2.1 Cacing dewasa betina dan jantan dari enterobius vermicularis

b. Telur

• Telur tidak berwarna


• Mengapung dalam larutan garam jenuh.
• Bentuknya khas, berbentuk bulat telur memanjang, pipih di satu sisi
dan cembung di sisi lain (planokonveks), berukuran 50-60 μm kali
20-30 μm
• Kulit telurnya berlapis ganda dan relatif tebal, meskipun transparan.
Lapisan luar memiliki albuminous sehingga membuat telur
menempel satu sama lain dan juga menempel pada pakaian serta
benda lainnya.
• Telur ini berisi larva yang melingkar berbentuk menyerupai
kecebong, telur menjadi infektif hanya 6 jam setelah berada di kulit
(Paniker J, 2013)

5
Gambar 2.2 telur enterobius vermicularis

2.2 Siklus Hidup Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)

Telur disimpan di perianal sehingga terjadi infeksi karena penularan telur infektif melalui
tangan ke mulut setelah menggaruk daerah perianal. Transmisi dari orang lain dapat
terjadi melalui alat-alat tidur yang terkontaminasi dari pasien yang terinfeksi seperti
selimut, sarung bantal, dll. Enterobiasis juga dapat terjadi karena keadaan sekitar yang
sudah terkontaminasi oleh telur cacing ini, misalnya pada karpet. Telur yang kecil dapat
diterbangkan melalui udara dan dapat menginfeksi melalui saluran napas. Setelah telur
yang infektif tertelan, larva keluar dari telur di dalam usus kecil dan bentuk dewasanya
menetap di usus besar. Jangka waktu dari tertelannya telur infektif sampai cacing betina
mengeluarkan telur membutuhkan waktu kira-kira 1 bulan. Masa hidup cacing dewasa
bisa mencapai hingga 2 bulan. Cacing betina gravid bermigrasi pada malam hari keluar
dari anus dan bertelur di kulit daerah perianal kemudian telur berkembang berisi larva
(telur akan infektif) dalam 4 — 6 jam pada kondisi optimal. Larva baru dapat bermigrasi
kembali dari kulit anal ke rectum, namun frekuensinya jarang diketahui (Muslim, 2009)

Gambar 2.3 Siklus hidup enterobius vermicularis

6
2.3 Patogenesis Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)

Enterobius vermicularis adalah organisme yang terutama hidup di ileum dan sekum.
Setelah telur E. vermicularis tertelan, mereka membutuhkan waktu sekitar 1 hingga 2
bulan untuk berkembang menjadi cacing dewasa yang terjadi di usus kecil. Ini biasanya
tidak menyebabkan gejala apa pun saat terbatas pada area ileocecal. Cacing dewasa betina
dan ovum bermigrasi ke daerah anus kebanyakan pada malam hari dan menyimpan ribuan
telur di daerah perianal. Migrasi ini menyebabkan pruritus. Telur menetas di dekat daerah
anus menyebabkan pruritus perianal. Hal ini menyebabkan kontaminasi pada jari dan
menyebabkan telur tertelan (infeksi otomatis) dan memulai kembali siklus hidup cacing.
Kadang-kadang, larva bermigrasi kembali ke rektum dan ke usus kecil dan memulai siklus
hidup (infeksi retro). Enterobius (syn. Oxyuris ) vermicularis adalah parasit usus manusia-
patogen milik nematoda (Nematoda). Sinonim termasuk "threadworm" dan "seatworm."
Infeksi cacing kremi simtomatik disebut sebagai enterobiasis (istilah lama: oxyuriasis).
Deskripsi pertama dari telur cacing yang dikonfigurasi secara khas oleh ilmuwan alam
Swedia, Carl von Linné, berasal dari tahun 1758. Dapat diasumsikan bahwa E.
vermicularis telah berhasil ditetapkan sebagai parasit dalam organisme inang sejak evolusi
hominid manusia. Penemuan fosil menegaskan bahwa keberadaan merek a telah
berlangsung selama ribuan tahun. Ciri khas dari cacing ini adalah penampilannya yang
"seperti benang". Betina memiliki panjang 9–12 mm dengan diameter sekitar 0,5 mm,
sedangkan jantan lebih pendek (3–5 mm) tetapi terlihat dengan mata telanjang. Berwarna
krem keputihan yang mencolok, mereka biasanya berbentuk bulat dan bergerak dengan
gerakan merangkak seperti cacing yang kuat. Bagian kepala membulat dan berisi otot
kerongkongan dan bola (eGambar); pada betina, bagian ekornya sempit dan meruncing
tajam. Sistem reproduksi rahim yang luas dari cacing betina yang telah dibuahi seringkali
penuh dengan telur (>10 000/cacing). Seperti semua nematoda, E. vermicularis memiliki
lapisan pelindung luar yang tebal (kutikula). Telur berlapis ganda, memanjang-oval
berukuran 50–60 × 25 µm, tembus cahaya, dan berbentuk asimetris (“sepotong roti”).
Tahap larva pertama dalam telur seringkali dapat divisualisasikan dengan baik. Telur
parasit mampu bertahan selama beberapa hari di luar tubuh (keuletan).

7
2.4 Gejala Klinis Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)

Enterobiasis sering asimptomatik. Sekitar 40% individu yang terkena adalah oligo atau
asimptomatik. Jika autoinfeksi tidak terjadi, infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri
karena masa hidup cacing dewasa yang pendek. Gejala utama infeksi adalah pruritus
(peri-)anal, yang terjadi terutama pada malam hari saat individu yang terkena tidur. Hal
ini dapat menyebabkan gangguan tidur, enuresis masa kanak- kanak (hingga 53% kasus)
dan gangguan konsentrasi di siang hari. Dalam beberapa kasus, gangguan perkembangan
anak dikaitkan dengan enterobius.

Goresan pada daerah perianal dapat menyebabkan ulserasi (ekskoriasi) y ang


menunjukkan kecenderungan superinfeksi bakteri. Dermatitis anal, folikulitis perianal,
atau abses ischiorectal dapat terjadi. Sangat jarang, cacing kremi juga bermigrasi ke
daerah vagina, di mana mereka dapat menyebabkan vulvovaginitis atau secara tidak
langsung bertanggung jawab atas infeksi saluran kemih akibat enterobakteria yang
melekat seperti Escherichia coli. Peran E. vermicularis dalam kaitannya dengan
patogenesis beberapa kasus apendisitis akut telah menjadi kontroversi selama bertahun-
tahun, meskipun faktanya tidak ada kausalitas yang dapat dibuktikan.

Pola infeksi ekstraintestinal pada vagina, kandung kemih, peritoneum, ginjal, hati, dan
mata telah dideskripsikan pada kasus yang terisolasi. Enterobius terkadang juga dapat
tumpang tindih dengan gambaran klinis penyakit radang usus kronis. Infeksi sistemik
invasif tidak terjadi bahkan pada pasien dengan imunosupresi berat. Di samping rasa gatal
yang hebat, penyakit ini juga ditandai dengan ketegangan psikososial yang nyata. Gejala
lain termasuk sakit perut, anoreksia, insomnia, lemah, lekas marah dan masturbasi.

2.5 Epidemiologi Cacing Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)

Perkiraan kasar menempatkan tingkat infeksi E. vermicularis di seluruh dunia lebih dari
satu miliar orang. Infeksi cacing kremi juga umum terjadi di iklim sedang dan negara
industri, yang terlihat di semua tingkat sosial. Analisis frekuensi pada anak-anak telah

8
dilakukan untuk beberapa negara Eropa: sebuah penelitian di Norwegia menemukan
bahwa 18% dari 395 anak yang dites positif telur Enterobius menggunakan tes selotip
Scotch, dengan prevalensi tertinggi (34%) di antara anak usia 6 hingga 11 tahun (hanya
dua dari 72 anak yang dites positif diketahui memiliki infeksi sebelumnya). Menggunakan
metode deteksi yang sama, penyelidikan Swedia pada anak usia 4 hingga 10 tahun
mengungkapkan tingkat infeksi 28,5% sedangkan penelitian besar di Estonia terhadap 954
anak taman kanak-kanak menemukan prevalensi yang sebanding sebesar 24,4%.

Sebuah studi Jerman baru-baru ini yang dilakukan di wilayah Berlin yang lebih besar
menunjukkan bahwa tingkat deteksi positif berlipat ganda selama periode 2007-2017 (dari
12,7% menjadi 23,6%), dengan puncak musiman antara Oktober dan Desember. Tidak
ada data pasti yang tersedia untuk orang dewasa. Investigasi Rumania retrospektif
menempatkan kejadian tahunan rata-rata untuk periode 1993-2006 sebesar 777 per
100.000 penduduk (tidak tergantung usia). Menurut pengalaman, anak kecil (<2 tahun),
anak yang lebih tua (>14 tahun), dan orang dewasa lebih jarang terkena d ampak secara
signifikan.

Frekuensi infeksi pria ke wanita adalah 2 banding 1. Namun, dominasi infeksi wanita
terlihat pada mereka yang berusia antara 5 dan 14 tahun. Ini paling sering menyerang
anak-anak di bawah usia 18 tahun. Ini juga sering terlihat pada orang dewasa yang
merawat anak-anak dan anak-anak yang dilembagakan. Data Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit menunjukkan ada sekitar 40 juta orang yang diperkirakan telah
terinfeksi di Amerika Serikat. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan pakaian,
tempat tidur, produk perawatan pribadi, dan furnitur yang terkontaminasi. Fecal-oral
adalah cara penularan yang paling umum. Jarang, penularan dapat terjadi melalui mode
inhalasi ketika telur dihirup dan kemudian ditelan.

Seseorang yang terinfeksi cacing kremi karena menelan telur infektif secara langsung atau
tidak langsung. Telur-telur ini diletakkan di sekitar anus oleh cacing betina dan dapat
terbawa ke permukaan (tangan, mainan, kasur/seprai, pakaian dan tempat duduk toilet).
Dengan meletakkan tangan siapun yang terkontaminasi (termasuk tangan penderita
sendiri) di sekitar daerah mulut atau meletakkan mulut pada permukaan yang biasa

9
terkontaminasi, seseorang dapat menelan telur cacing kremi dan menjadi terinfeksi parasit
cacing kremi. Karena telur cacing kremi sangat kecil, hal itu memungkinkan untuk tertelan
saat bernapas. Sesudah seseorang menelan telur cacing kremi, terdapat masa inkubasi 1-2
bulan atau lebih bagi cacing betina untuk dewasa. Sesudah dewasa, cacing betina
bermigrasi untuk bertelur disekitar anus pada malam hari, ketika banyak dari hospes
sedang tidur. Orang yang terinfeksi cacing kremi dapat menularkan parasit tersebut ke
orang lain selama masih terdapat cacing betina yang meletakkan telurnya pada kulit
perianal. Seseorang juga dapat terinfeksi kembali karena dirinya sendiri (autoinfeksi) atau
terinfeksi kembali karena telur dari orang lain.

2.6 Diagnosis Infeksi Enterobius

Identifikasi mikroskopis dari telur yang dikumpulkan di daerah perianal adalah metode
pilihan untuk mendiagnosis enterobiasis. Untuk meningkatkan kepekaan sebaiknya
dilakukan pengambilan pada pagi hari sebelum buang air besar dengan cara menempelkan
selulosa transparan (tes selulosa selotip) pada kulit perianal dan kemudian memeriksa
selotip yang ditempatkan pada kaca objek mikroskop (CDC, 2019). Selain dengan
menemukan telur di daerah perianal, menemukan cacing dewasa pada feses atau langsung
dari perianal juga bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada penderita (Muslim,
2009). Pemeriksaan tersebut harus dilakukan berkali-kali dalam beberapa hari karena
migrasi cacing betina yang gravid tidak teratur. Sekali pemeriksaan mungkin hanya
ditemukan lebih kurang 50% dari semua infeksi, tiga kali pemeriksaan menemukan lebih
kurang 90% (Natadisastra, D. D., & Agoes, 2009)

2.6.1 Dampak Infeksi Enterobius

Infeksi enterobiasis dapat menyebabkan komplikasi apabila tidak ditangani


dengan adekuat. Komplikasi dari infeksi enterobiasis yaitu, infeksi
genitourinari pada perempuan seperti vulvovaginitis, infeksi saluran kemih
pada wanita muda serta yang paling parah dapat menyebabkan apendisitis
(NCBI, 2021) Sedangkan menurut Menurut (Darwanto, Tjahaya P, 2010)
mengatakan kerugian akibat infeksi cacingan tidak terlihat secara langsung,
karena itu penyakit ini sering dianggap sepele oleh masyarakat. Infeksi
10
cacingan pada anak-anak ini dapat menyebabkan anemia (kurang darah), lemas,
ngantuk, malas belajar, IQ menurun, prestasi menurun.

2.6.2 Pencegahan Infeksi Enterobius

Kebersihan perorangan merupakan hal yang sangat penting dijaga. Perlu


ditekankan pada anak-anak untuk memotong kuku, membersihkan tangan
sesudah buang air besar dan membersihkan daerah perianal sebaik-baiknya
serta cuci tangan sebelum makan, tempat tidur juga dibersihkan karena mudah
sekali tercemar oleh telur cacing infektif, usahakan sinar matahari bisa langsung
ke kamar tidur, sehingga dengan udara yang panas serta ventilasi yang baik
pertumbuhan telur akan terhambat karena telur rusak pada temperature lebih
tinggi dari 46 celcius dalam waktu 6 jam. Karena infeksi Enterobius mudah
menular dan merupakan penyakit keluarga maka tidak hanya penderitanya saja
yang diobati tetapi juga seluruh anggota keluarganya secara bersama - sama
(Sutanto, dkk.,2008).

2.6.3 Pengobatan Infeksi Enterobius

Cara pengobatan farmakologi infeksi enterobiasis menurut (Atmojo,2019)


yaitu:

a. Pengobatan kecacingan khususnya enterobius vermicularis yaitu


menggunakan obat pembasmi cacing kremi yakni obat anthelmintics
(mebendazole, pirantel pamoat, dan albendazole).
b. Usahakan obat ini diberikan dalam 1 dosis pada awal pemakaian kemudian
1 dosis lagi 2 minggu kemudian, obat ini kurang efektif untuk diandalkan
sebagai pembunuh telur cacing kremi. Maka dari itu dosis keduanya
digunakan untuk mencegah infeksi ulang cacing kremi dewasa yang
menetas dari telur yang tidak dibunuh pada dosis awal.

Cara pengobatan non farmakologi yaitu:

11
a. Mencuci tangan dengan baik dan benar menggunakan sabun dan air
mengalir setelah buang air, dan sebelum makan.
b. Sering mengganti celana dalam.
c. Mandi di pagi hari untuk membuang telur-telur di area perianal

2.7 Konsep Teori Infeksi Enterobius

2.7.1 Etiologi Infeksi Enterobius

Penularan cacing ini bisa terjadi melalui interaksi secara langsung dengan
penderita maupun melalui benda yang sudah terkontaminasi dengan telur
cacing. Telur cacing ini masuk ke dalam tubuh tidak hanya melewati mulut saja,
namun juga dapat melalui hidung. Telur cacing akan menetas pada saluran
pencernaan setelah masuk ke dalam tubuh kemudian akan tumbuh menjadi
cacing dewasa. Setelah menetas dan menjadi cacing dewasa, cacing ini keluar
menuju anus pada malam hari (Natadisastra, D. D., & Agoes, 2009). Berikut
adalah faktor penyebab infeksi enterobiasis:

a. Lingkungan

Ketika ada di lingkungan yang kotor dan kumuh cacing ini akan
berkembangbiak dengan pesat maka dari itu kejadian kecacingan ini sering
ditemui di daerah yang kumuh (Juhariyah and Annida, 2014)

b. Iklim

Enterobius vermicularis ini mudah sekali menular pada wilayah dengan


iklim tropis karena cacing ini sering kita temukan di tempat yang lembab
dan panas. Hal tersebut terjadi karena pada saat musim hujan berlangsung
suhu tanah dan udara menjadi lebih hangat sehingga dapat menyebabkan
meningkatnya perkembangbiakan cacing kremi ini (Hanif, Yunus and
Gayatri, 2017)

12
c. Rendahnya Tingkat Pendidikan

Dapat diketahui bahwa kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah


buang air telah diberikan dimulai dari Pendidikan dasar, namun masih
banyak ditemukan kebiasaan tersebut dilakukan pada kehidupan sehari- hari
dan masih banyak masyarakat yang mengetahui cara mencuci tangan
dengan baik dan benar (Mei Devi Anjarsari, 2018).

d. Kepadatan penduduk

Infeksi enterobiasis ini dapat ditularkan dari penderita kepada keluarga


maupun perkumpulan di lingkungan yang sudah terkontaminasi oleh cacing
ini. Sehingga lingkungan penduduk yang padat dapat dengan mudah
menyebarkan infeksi ini kepada orang lain (Naili Rosyidah, H., & Prasetyo,
2018).

e. Kebiasaan yang tidak baik

Banyaknya balita dan anak pra sekolah yang memiliki kebiasaan buruk
seperti tidak rajin memotong kuku. Jika balita maupun anak pra sekolah
tersebut terkena infeksi ini telur cacing dapat dengan mudah masuk ke
dalam tubuhnya (Mei Devi Anjarsari, 2018).

2.7.2 Patofisiologi Infeksi Enterobius

Cacing kremi ini memiliki siklus hidup yang sederhana dan pendek. Telur yang
dipindahkan di perianal oleh cacing betina yang gravid menjadi awal dari siklus
hidupnya. Waktu yang dibutuhkan telur agar menjadi infektif ini terjadi sangat
cepat yakni kurang dari 6 jam. Seekor cacing betina yang gravid dapat
menghasilkan telur hingga 15.000 telur. Pergerakan cacing betina dari dalam
tubuh menuju daerah perianal ketika memindahkan telur-telurnya
mengakibatkan rasa yang tidak nyaman dan rasa gatal pada daerah perianal.
Jika anak tersebut tidak segera cuci tangan dan langsung memegang benda di
sekitarnya maka telur yang menempel pada tangannya dapat berpindah ke
13
benda yang telah dipegangnya. Yang lebih parah apabila anak menggunakan
tangannya untuk makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu dapat
menyebabkan telur yang menempel pada tangannya masuk ke dalam tubuh
kembali. Kejadian itu dikenal dengan sebutan external auto infection. Penularan
ini dapat terjadi kepada orang lain (interpersonal transmission).

Masa inkubasi infeksi enterobiasis ini sekitar 1 bulan dan cacing dapat bertahan
hidup selama 2 bulan. Pada infeksi cacing kremi juga mungkin menjadi
retroinfection (retrograde autoinfection atau internal autoinfection), yakni telur
di perianal menetas kemudian bergerak menuju bagian usus yang lebih
proksimal (Wahju Sarjono, P., 2017).

2.7.3 Tanda dan Gejala Infeksi Enterobius

Gejala utama dari infeksi ini adalah iritasi di sekitar perianal yang menyebabkan
penderita merasa gatal terutama pada malam hari sehingga penderita akan
menggaruk daerah perianal atau vagina. Selain itu penderita juga bisa
mengalami sakit perut yang menyerupai usus buntu (CDC, 2019). Gejala yang
diakibatkan efek dari pergerakan cacing menuju perianal yakni:

a. Rasa gatal dan tidak nyaman pada anus

Cacing betina yang gravid suka memindahkan telurnya di tempat yang kotor
dan lembab maka area perianal merupakan tempat yang tepat untuk cacing
tersebut menempatkan telurnya. Karena pergerakan cacing ini lah yang
menyebabkan rasa gatal pada area tersebut.

b. Berkurangnya kualitas tidur (restless)

Karena cacing kremi ini sangat aktif pada malam hari, aktivitas cacing ini
menyebabkan otak menerima sinyal dari kegiatan cacing untuk
menghilangkan rasa gatal dengan cara menggaruk daerah perianal yang
menyebabkan tidur penderita menjadi terganggu.

14
c. Berkurangnya nafsu makan (anorexia)

Aktivitas cacing di dalam tubuh menyebabkan hilangnya nafsu makan


penderita khususnya pada balita. Jika permasalahan ini tidak segera
ditangani dapat menyebabkan penyakit lain yang berhubungan dengan gizi.

d. Gizi yang dibutuhkan tidak terpenuhi (undernutrition).

Seperti yang sudah kita ketahui penyerapan zat makanan yang dikonsumsi
terjadi di usus manusia. Saat cacing kremi tinggal di usus, mereka menyerap
nutrisi yang ada disana untuk bertahan hidup. Nutrisi dan zat-zat yang
dibutuhkan oleh tubuh akhirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
dari penderita Cacing kremi lebih sering hidup di organ pencernaan
khususnya pada usus besar dan usus kecil manusia namun tidak ada
beberapa kejadian cacing ini ditemukan di apendiks. Jika penderita
merupakan anak perempuan, cacing tidak hanya bermigrasi di perianal saja
namun hingga ke vulva. Sehingga penderita juga merasakan rasa tidak
nyaman di daerah tersebut dan penderita juga dapat mengalami keputihan
jika infeksinya sudah berat (Wahju Sarjono, P., 2017).

15
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran universitas andalas, jurnal scholar unand. Enterobiasis.
http://scholar.unand.ac.id/32930/7/BAB%201.pdf . diakses pada tanggal 26 juli
2023
Konsep teori kecacingan, perpustakan malang. http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/P17310184106/14._BAB_II_.pdf . diakses pada
tanggal 26 juli 2023
Rawla, Prashanth dan Sandeep Sharma. Enterobius Vermicularis. Treasure Island (FL).
StatPearls Publishing. 2023 Jan. https://www-ncbi-nlm-nih-
gov.translate.goog/books/NBK536974/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id
&_x_tr_pto=tc . diakses pada tanggal 26 juli 2023
Repository Surabaya, https://repository.um-surabaya.ac.id/3322/2/BAB_1.pdf . diakses
pada tanggal 26 juli 2023
Sebastian Wendt, Henning Trawinski, dkk. The Diagnosis and Treatment of Pinworm
Infection. Published online 2019 Mar. https://www-ncbi-nlm-nih-
gov.translate.goog/pmc/articles/PMC6522669/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_t
r_hl=id&_x_tr_pto=tc . diakses pada tanggal 26 juli 2023

16

Anda mungkin juga menyukai