Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

VARISELA PADA PEDIATRI

Disusun Oleh:
Giovanni Anggasta Onggo
406148051
Pembimbing:
dr. Sri Sulastri, Sp.A

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSPI Sulianti Saroso
Periode 14 Desember 2015 19 Febuari 2016
LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Giovanni Anggasta Onggo

NIM

: 40614051

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Tarumanagara

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan

: Ilmu Kesehatan Anak

Periode Kepaniteraan Klinik

: 14 Desember 2015 19 Febuari 2016

Judul Referat

: Varisela pada pediatri

Diajukan

Pembimbing

: dr. Sri Sulastri, Sp.A

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL: .................................................


Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Mengetahui

Pembimbing

dr. Sri Sulastri, Sp.A

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat dan kuasaNya ,
sehingga dapat menyelesaikan tugas referat ini .
Tugas pembuatan referat ini adalah untuk melengkapi syarat kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, dengan judul
Varisela pada pediatri.
Dalam menyusun referat ini saya mendapat banyak manfaat untuk
meningkatkan pengetahuan saya sebagai dokter di masa yang akan mendatang, saya
juga berharap dapat bermanfaat bagi pembaca referat ini.
Akhir kata, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

dr. Sri Sulastri, Sp.A, sebagai pembimbing


dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A,
dr. Rismali Agus, Sp.A,
Dr. dr. I Made Setiawan, Sp.A,
dr. Ernie Setyawati, Sp.A
dr. Dewi Murniati, Sp.A
dr. Desrinawati, Sp.A
dr. Dedet, Sp.A

Atas bimbingannya. Saya sadar walaupun telah menyelesaikan referat ini


secara teliti, saya pun tidak luput dari kelalaian dan kekurangan, karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat saya harapkan. Semoga dengan membaca referat yang
saya buat ini, dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dari pembaca.

Jakarta, Januari 2016

Giovanni Anggasta

DAFTAR ISI
3

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................3
DAFTAR ISI .........................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................6
1. Definisi................................................................................................6
2. Sejarah ................................................................................................6
3. Epidemiologi ......................................................................................6
4. Etiologi................................................................................................7
5. Imunitas ..............................................................................................8
6. Patogenesis..........................................................................................9
7. Gejala Klinis........................................................................................11
8. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................15
9. Diagnosis.............................................................................................15
10. Diagnosis Banding............................................................................16
11. Komplikasi .......................................................................................17
12. Penatalaksanaan ...............................................................................21
13. Prognosis...........................................................................................23
14. Pencegahan .......................................................................................23
15. Profilaksis Pasca Pajanan..................................................................25
BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

BAB I
PENDAHULUAN
Varisela merupakan salah satu penyakit yang sangat menular dengan cepat.
Varisela juga merupakan penyakit kongenital yang dapat menyerang bayi baru lahir
dan menyerang anak kurang dari 10 tahun terutama usia 5 sampai 9 tahun, bahkan
orang dewasa. Pada anak sehat penyakit ini biasanya bersifat jinak dan jarang
menimbulkan

komplikasi.

Komplikasi

dapat

terjadi

pada

pasien

dengan

imunokompromais seperti bayi baru lahir, imunodefisiensi, tumor ganas dan orang
dewasa yang mendapat pengobatan imunosupresan.
Varicella-zooster Virus merupakan penyebab dari penyakit varisela ini. VZV
adalah virus DNA yang termasuk dalam family virus herpes. Seperti virus herpes
lainnya, VZV memiliki kapasitas untuk bertahan dalam tubuh setelah terinfeksi
primer (pertama) sebagai infeksi laten. VZV akan tetap berada dalam ganglia saraf
sensorik. Infeksi primer nya menyebabkan terjadinya Varicella (cacar air/
chickenpox), sementara Herpes Zoster (Shingles) adalah akibat dari infeksi berulang.
Gejala klinis varisela dapat ditemukan pada kulit kepala, muka dan seluruh badan
termasuk ekstermitas. Biasanya terasa sangat gatal, berbentuk macula kemerahan
yang kemudian dapat berubah menjadi lesi-lesi vesikel.

BAB II
PEMBAHASAN
VARISELA

DEFINISI
Varisela (Chickenpox) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi awal dari
Varicella-zooster Virus dan akan menetap di dalam tubuh yaitu di ganglion saraf
sensorik. Meskipun biasanya gejala penyakit ini ringan tetapi dapat menimbulkan
morbiditas dan mortilitas dikarenakan predisposisi terkena kuman Streptokokus grup
A dan Staphylococcus aureus. Virus ini dapat dicegah dengan imunisasi vaksin VZV
(Varicella Vaccine).(1)

SEJARAH
Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Heberden pada tahun 1767 dan
tahun 1875 Steiner dapat menginokulasikan virus varisela kepada sukarelawan. Pada
tahun 1888 Von Bonkay pertama melaporkan adanya hubungan antara penyebab
varisela dan Herpes Zoster. Pada tahun 1922, Kundraitz melakukan percobaam
dengan mengambil cairan vesikel dari erupsi zoster yang khas dan di-inokulasikan,
ternyata menimbulkan suatu erupsi, baik local maupun generalisata seperti pada
varisela. Paschen (1917), menemukan adanya inclusion bodies dalam cairan vesikel
dan menyebutnya sebagai penyebab varisela ialah virus, dan Willer (1953)
menemukan pertumbuhan virus varisela dan zoster pada kultur jaringan manusia dan
didapatkan bahwa virus varisela identik dengan virus zoster.(2)

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia walaupun belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit
virus menyerang pada musim peralihan antara musim panas ke musim hujan atau
sebaliknya.(3) Varisela dapat menyerang semua golongan umur termasuk neonatus,
tetapi kasus terbanyak sebesar 90% terjadi pada umur kurang dari 10 tahun dengan
6

insiden tertinggi pada kelompok umur 2 6 tahun, sedangkan sebagian kecil terjadi
pada umur di atas 15 tahun. 80 90% proses penularan terjadi dalam keluarga karena
kontak kedua dalam keluarga umumnya lebih berat.(2) Tidak terdapat perbedaan jenis
kelamin maupun ras.(1)
Transmisi atau penularan penyakit varisela dilaporkan melalui banyak cara.
Penularan dapat dengan : (2)

Kontak langsung :
o Melalui percikan ludah/ melalui udara yang menyebabkan penyakit ini
sangat menular walupun sebelum rash timbul.
o Dapat pula melalui papul dan vesikel yang mengandung populasi virus

cukup tinggi, tetapi tidak terdapat pada lesi krusta;


Transplasental.

Viremia terjadi pada masa prodormal sehingga transmisi virus dapat terjadi
pada fetus intrauterine atau melalui transfusi darah. Pasien dapat menularkan penyakit
selama 24 48 jam sebelum lesi kulit timbul, sampai semua lesi timbul krusta
biasanya 7 8 hari. Seumur hidup seseorang hanya satu kali menderita varisela.
Tetapi dapat terjadi reaktivasi virus yang bermanifestasi menjadi herpes zoster.(3)

ETIOLOGI
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), yang merupakan

herpesvirus manusia yang bersifat neurotropik dengan diameter kira-kira 150 200
nm. Inti virus disebut kapsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu
rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat
molekul 100 juta yang disusun dari 162 kapsomer dan sangat infeksius. Virus ini
dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varisela sehingga
mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio manusia. (2)
Virus masuk ke dalam sel dengan cara fusi sel membrane, setelah menempel pada
reseptor, lewat glikoprotein. Kemudian kapsid virus dari sitoplasma akan menuju inti
sel dan selanjutnya bereplikasi dalam sel hospes. Akan terbentuk pula efek sitopatik
seperti sel raksasa, berinti banyak, inklusi badan intranuklear asidofilik.(4)

Faktor resiko terjadinya varisela berat dapat terjadi pada: (2)


7

Neonatus umur 1 bulan, terutama lahir dari ibu dengan seronegatif. Persalinan
sebelum masa gestasi 28 minggu juga dengan risiko tinggi terjadi varisela
berat karena Imunoglobulin G baru dapat masuk transplasental ke bayi terjadi

setelah umur 28 minggu;


Dewasa muda atau dewasa;
Terapi steroid dosis tinggi (1-2 mg/kg/hari prednisolon) selama 2 minggu
ataupun pemberian steroid dosis tinggi dalam jangka waktu pendek, yang

diberikan selama masa inkubasi;


Keganasan, terutama pada penderita leukemia. Hampir 30% penderita
leukemia terdapat varisela menyerang meluas ke dalam alat viscera dengan

angka kematian 7%;


Gangguan imunitas (obat kanker, HIV), gangguan pada imunitas seluler lebih

mudah menyebabkan varisela berat;


Kehamilan.

IMUNITAS
Antibody terhadap Varicella Zoster Virus sudah diperoleh dari ibu saat lahir,
antibody ini bertahan selama 6 bulan, sehingga pada bayi di bawah umur 6 bulan pada
umumnya bebas dari penyakit varisela. Bayi yang lahir dari ibu dengan varisela
kurang atau sama dengan 5 hari sebelum partus virus dapat ditransfer ke bayi melalui
plasenta, sehingga dapat menimbulkan Varisela Kongenital.(2)
Virus merangsang imunitas seluler dan humoral, sehingga penderita akan
memperoleh imunitas yang lama (long lasting imunity). Terbentuk 4 subklas
Imunoglobulin G, yaitu IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. Pada anak dengan infeksi alamiah,
setelah dua minggu akan terdapat peningkatan IgG1 dan meningkat setelah 1 bulan,
sedangkan IgG2 dan IgG3 terbentuk dalam kadar yang sedikit dan akan menurun
secara bertahap. Kemudian setelah 10 tahun antibodi ini sudah tidak terdeteksi dengan
ELISA. Sedangkan antibodi IgG4 terdeteksi 2 4 minggu setelah infeksi. Antibody
IgG1, IgG4 yang terbentuk masih dapat terdeteksi setelah 10 tahun.(2)

Pemeriksaan serologis untuk mendeteksi imunitas terhadap Varicella Zoster Virus


dapat dengan: (2)

Complement Fixation Test (CF)


8

Fluorescent Antibody to Membrane Antigen (FAMA)


Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Immune Adherence Haemagglutination (IAHA)

PATOGENESIS
Pada varicella VZV yang lalu didapatkan secara droplet dari orofaring dan
kontak langsung dengan lesi aktif penderita varicella VZV. (1) Diduga virus ini melalui
lesi di permukaan kulit atau dari mukosa di pernapasan atas masuk ke jalur
pernapasan atas kemudian menyebar ke tonsil dan jaringan limfoid lokal sehingga
menginfeksi t-cell, disini akan terjadi replikasi virus. Kemudian akan menyebar secara
hematogen ke kulit. Di kulit virus akan ber replikasi kembali kemudian masuk ke
badan saraf dengan cara Retrograde Axonal.

(9)

Penyebarannya secara sentrifugal

(dari sentral ke perifer tubuh) menuju ganglion saraf sampai ke sistem


retikuloendotelial melalui cara hematogen atau transport neuronal, dan menjadi laten
pada ganglion radiks dorsalis saraf sensoris (sensory dorsal root ganglion).

(1)

Bila

teraktivasi kembali secara Anterograde akan menyebar secara dermatomal dan


menjadi Herpes Zoster. (9) Waktu dari masuknya kuman di bagian lesi sampai timbul
gejala viremia sekitar 10 21 hari. Kemudian VZV ini dapat kembali ke mukosa
saluran nafas atas dan orofaring selama masa akhir inkubasi dan beresiko menularkan
ke individu lain lewat udara selama 1 -2 hari sebelum timbul bintik kemerahan.
Selanjutnya imunitas seluler yang memegang peranan penting dalam membatasi
replikasi virus dan mempertahankan masa latensi. (5,6,8)

Gambar 1.Patofisiologi perjalanan penyakit Varisela-Zoster Virus. (9)

Gambar 2. Perjalanan penyebaran virus menuju kulit. (9)

Lesi pada kulit terjadi akibat infeksi kapiler endothelial pada papil lapisan
dermis kemudian menyebar ke sel-sel epitel lapisan epidermis, folikel kulit dan
glandula sebasea sehingga terjadi pembengkakan. Pada mulanya ditandai dengan
adanya macula dan berkembang cepat menjadi papula, vesikel dan akhirnya menjadi
krusta. Lesi ini jarang menetap dalam bentuk macula dan papula saja. Vesikel ini akan
berada pada lapisan sel sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam.
Degenerasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak
(multinucleated polykaryocyte). (2)
Dengan berkembangnya lesi yang cepat, leukosit polimorfonuklear akan masuk
ke dalam korium dan cairan vesikel sehingga mengubah cairan yang berwarna bening
menjadi keruh, kemudian terjadi absorbsi cairan dan akhirnya terbentuk krusta.
Terbentuknya lesi-lesi pada membran mukosa juga dengan cara yang sama, tetapi
tidak langsung membentuk krusta. Vesikel-vesikel biasanya akan pecah dan
membentuk luka yang terbuka, namun akan sembuh dengan cepat. (2)
Proses replikasi virus didahului Attachment : terjadinya penempelan virus
dengan reseptor mannose 6 phosphate, Fusion : proses bergabung nya sel hospes
dengan sel virus oleh glikoprotein B, Uncoating : pengeluaran DNA virus yang
disisipkan ke inti hospes dan terakhir DNA duplikasi : replikasi sel DNA dan

10

penyempurnaan sel virus untuk dapat dikeluarkan dari sel. Replikasi virus ini
berlangsung selama 9 12 jam. (9)

Gambar 3. Proses replikasi virus. (9)

GEJALA KLINIS
Gejala Prodormal
Gejala prodromal sudah dapat timbul setelah 14 16 hari setelah terpapar,
walaupun masa inkubasinya 10 21 hari. (1) Timbulnya ruam kulit disertai
demam yang tidak begitu tinggi serta malaise merupakan gejala prodromal
virus ini. Pada anak lebih besar dan dewasa, ruam didahului oleh demam
selama 2 3 hari sebelumnya, menggigil, malaise, nyeri kepala, anoreksia,
nyeri punggung dan pada beberapa kasus nyeri tenggorokan dan batuk.

(3)

Panas biasanya menghilang dalam 4 hari, bilamana panas tubuh menetap perlu
dicurigai adanya komplikasi atau gangguan imunitas. (2)
Stadium Erupsi
Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan cepat menyebar ke
seluruh badan dan ekstermitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang
tertutup dan jarang ditemukan pada telapak kaki dan tangan. Penyebaran lesi
varisela bersifat sentrifugal gambaran yang menonjol adalah perubahan yang
cepat dari makula kemerahan menjadi papul, vesikular, pustule yang akhirnya
menjadi krusta, keadaan ini disebut polimorf. Lesi di kulit mulai nampak di
daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke bagian perifer
11

seperti muka dan ekstermitas. Peubahan ini hanya terjadi dalam waktu 8 12
jam. Gambaran vesikel yang khas yaitu superfisial, dinding tipis dan terlihat
seperti tetesan embun/ air mata (tears drops). Penampang 2-3 mm berbentuk
elips dengan sumbu sejajar garis lipatan kulit. Cairan dalam vesikel pada
awalnya jernih dan dengan cepat menjadi keruh akibat serbukan sel radang
dan menjadi pustule. Lesi kemudian mengering yang dimulai dari bagian
tengah dan akhirnya terbentuk krusta. Krusta akan terlepas dalam waktu 1-3
minggu, tergantung dari dalamnya kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk
cekungan dangkal berwarna merah muda dan kemudian berangsur-angsur
hilang. Apabila terdapat penyulit berupa infeksi sekunder dapat terjadi
jaringan parut.

(3)

Jumlah lesi pada kulit dapat sampai 250 500 banyaknya,

namun kadang - kadang dapat hanya 10 bahkan lebih sampai 1500. Lesi baru
biasanya tetap timbul selama 3-5 hari, lesi akan menjadi krusta pada hari ke-6
dan sembuh lengkap pada hari ke-16. (2)
Vesikel juga dapat timbul pada mukosa mulut terutama pada daerah palatum.
Vesikel ini dengan cepat pecah sehingga terkadang tidak terlihat saat pemeriksaan,
tetapi bekasnya masih dapat terlihat berupa ulkus dangkal dengan diameter 2 -3 mm.
Lesi pada kulit terbatas pada lapisan epidermis dan tidak sampai menembus membran
basal

kulit,

sehingga

tidak

menimbulkan

bekas.(3)

Hipopigmentasi

atau

hiperpigmentasi dapat terjadi pada lesi dan hanya bertahan selama beberapa hari
sampai minggu.(1) Jaringan parut yang menetap biasanya menandakan adanya infeksi
sekunder (lesi menembus membran basalis kulit). Vesikel juga dapat timbul pada
mukosa hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna, saluran kemih, vagina dan
konjungtiva. Pada kasus yang khas dan berat suhu badan dapat mencapai 39 40,5 0C.
Apabila demam berlanjut mungkin telah terjadi infeksi bakteri sekunder atau penyulit
lain. Keluhan yang paling menonjol adalah perasaan gatal selama fase erupsi,
sehingga dapat dijumpai lesi bekas garukan. (3)

12

Gambar 4. A. Lesi Varisela pada pasien yang tidak divaksin dengan tampilan karakteristik
penyebaran terpisah-pisah; B. Lesi varisela dimana predominan nya makulopapular dan
vesikel yang lebih sedikit, biasanya < 50 lesi. (1)

Pada penderita varisela yang disertai dengan defisiensi imunitas sering


menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan, bersifat progesif dan
dapat menyebar menjadi infeksi sistemik. Demikian pula terjadi pada pasien yang
sedang mendapat terapi imunosupresif. (2)
Varisela pada pasien yang divaksin
Infeksi varisela dapat terjadi setelah pemberian vaksinasi pada pasien yang
sudah diberi vaksinasi

42 hari dan disebabkan oleh VZV tipe lain. Timbulnya

ruam pada 2 minggu pertama setelah vaksin menandakan pasien sudah tepapar oleh
varisela dan teraktivasi oleh karena pemberian vaksin tersebut. Tetapi apabila ruam
timbul pada 14 42 hari setelah pemberian, hal ini akan menyebabkan penyakit
varisela pada pasien yang dapat disebabkan oleh VZV tipe lain atau vaksinasi itu
sendiri. Ruam yang timbul biasa nya atipikal dan lebih banyak makulopapular
dibandingkan vesikel, dan sakit yang ditimbulkan biasa nya ringan yaitu < 50 lesi,
durasi ruam yang lebih singkat dan demam yang sedikit meningkat ataupun dapat
normal. Ruam yang timbul biasa nya lebih sedikit daya penularan nya dibandingkan
pada pasien varisela tanpa vaksinasi.(1)
Pada ibu hamil yang menderita varisela dapat menimbulkan beberapa masalah
pada bayi yang akan dilahirkan dan bergantung pada masa kehamilan ibu, antara lain :
Varisela neonatal
13

Varisela neonatal dapat merupakan penyakit serius, hal ini bergantung pada
saat ibu terkena varisela dan persalinan.
o Bila ibu hamil terinfeksi varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari
setelah partus, maka bayi tersebut terinfeksi secara transplasental dan
viremia yang didapat pada masa kehamilan. Ruam pada bayi biasanya
muncul pada akhir minggu pertama sampai pada awal minggu kedua
kehidupan. Hal ini terjadi karena pada ibu belum memiliki waktu yang
cukup untuk memproduksi anti-VZV antibodi, sedangkan pada bayi
menerima viremia yang cukup banyak tanpa didapatkan nya anti-VZV
antibody pada anak. Pada keadaan ini, bayi yang dilahirkan akan
mengalami varisela yang berat. Bila tidak diobati dengan adekuat,
angka kematiannya dapat mencapai 30%. (2)
o Bila ibu terinfeksi varisela lebih dari 5 hari antepartum, sehingga si ibu
mempunyai waktu yang cukup untuk memproduksi antibodi dan dapat
diteruskan kepada bayi. Bayi cukup bulan akan menderita varisela
ringan karena perlemahan oleh karena antibodi IgG sudah dapat
melalui transplasenta dari ibu. Pengobatan dengan VZIG tidak perlu,
tetapi asiklovir dapat dipertimbangkan pemakaiannya, bergantung
keadaan bayi. (2)

Sindrom varisela kongenital


Varisela kongenital dijumpai pada bayi dengan ibu yang menderita varisela
pada umur kehamian trimester I atau II dengan insiden 2%. Beratnya gejala
pada bayi tidak berhubungan dengan beratnya penyakit pada ibu.

(2)

Karakteristik dari sindrom varisela kongenital adalah jaringan sikatrik


berbentuk zigzag pada kulit yang tersebar secara dermatomal, hipoplasia yang
terjadi pada tungkai sehingga menyebakan atrofi, neurologis (contohnya:
mikrosefali, atrofi korteks, kejang dan retardasi mental), mata (contohnya:
korioretinitis, micropthalamia dan katarak), ginjal (contohnya: hidroureter dan
hidronefrosis) dan abnormalitas dari sistem otonom (disfungsi menelan dan
pneumonia aspirasi). (1)

14

Gambar 5. Sindrom Varisela Kongenital. Pada pasien didapatkan malformasi yang berat pada
kedua tungkai bawah dan jaringan sikatrik pada perut bagian kiri. (1)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tidak perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis
varisela karena gambaran klinis yang jelas. Pada pemeriksaan darah tidak dapat
memberikan gambaran yang spesifik. Kebanyakan anak akan terjadi leukopenia
dalam 3 hari pertama setelah onset.(2) Pemeriksaan fungsi hati biasa nya (75%) sedikit
meningkat.(1)
Untuk pemeriksaan varisela, bahan pemeriksaan yang diambil didapat dari dasar
vesikel dengan cara kerokan atau apusan dan dicat dengan Giemsa, Hematoksilin
Eosin (HE) atau apusan Tzanck. Dari bahan ini akan terlihat sel-sel raksasa (giant
cell) yang multi-nucleus dan epitel sel dengan berisi Acidophilic Inclusion Bodies.
Akan tetapi pemeriksaan ini tidak cukup spesifik untuk menentukan varisela dan
untuk lebih memastikan, dapat dilakukan pemeriksaan imunofluoresen untuk melihat
antigen virus intrasel. (2)
Pemeriksaan VZV yang paling cepat adalah Direct Fluorescence Assay (DFA)
dari sel yang didapat dari lesi kutaneus (cairan vesicular) dalam waktu 15 20 menit,
sedangkan dengan kultur ulang menggunakan penandaan Immunofluorescence yang
15

spesifik (Shell Vial technique) dalam waktu 48 72 jam dan dengan PCR dari cairan
vesicular dan krusta dalam waktu 2 jam sampai beberapa hari.(1)
Pemeriksaan foto thoraks hanya dilakukan atas indikasi penderita dengan panas
tinggi untuk mengesampingkan komplikasi pneumonia. (2)

DIAGNOSIS
Diagnosis varisela dapat ditegakkan secara klinis dengan gambaran dan
perkembangan lesi kulit yang khas, terutama apabila diketahui riwayat kontak 2-3
minggu sebelumnya. (3) Gambaran khasnya berupa : (2)

Timbulnya erupsi papulo-vesikular yang bersamaan dengan demam yang tidak

terlalu tinggi.
Perubahan-perubahan yang cepat dari makula menjadi papul kemudian menjadi

vesikel dan akhirnya menjadi krusta.


Gambaran lesi berkelompok dengan distribusi paling banyak pada bagian tengah

tubuh kemudian menyebar ke perifer seperti muka, kepala dan ekstermitas.


Adanya ulkus putih keruh pada mukosa mulut.
Terdapat gambaran yang polimorf.

Umumnya pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan lagi. Pada tiga hari


pertama dapat terjadi leukopenia yang diikuti dengan leukositosis. Serum antibody
IgA dan IgM dapat terdeteksi pada hari pertama dan kedua pasca ruam. Untuk
mengkonfirmasi diagnosis varisela dapat dengan perwarnaan imunohistokimiawi dari
lesi kulit. Prosedur ini umumnya dilakukan pada pasien resiko tinggi yang
memerlukan konfirmasi cepat. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
diantaranya isolasi virus (3-5 hari), PCR, ELISA, teknik imunofluoresensi
Fluorosecent Antibody to Membrane Antigen (FAMA), yang merupakan gold
standardnya. (3)
Pemeriksaan rontgen Thoraks dilakukan untuk mengkonfirmasi ataupun untuk
menyingkirkan komplikasi pneumonia. Gambaran nodul nya berupa infiltrat yang
difus dan bersifat bilateral umumnya terjadi pada pneumonia varisela primer
sedangkan infiltrat lokal mengindikasi pneumonia bakteri sekunder. Pungsi lumbal
dapat dilakukan pada anak dengan kelainan neurologis. (3)
16

DIAGNOSIS BANDING
1. Variola (cacar)
Kasus varisela yang berat terutama tipe perdarahan perlu dibedakan dengan
variola.(2)

Stadium Prodormal
Rash
Lesi

Varisela
Singkat (1-2 hari)

Variola
Panjang (3-4 hari) +

Sentral Perifer
Terutama badan
Lebih superfisial
Umbilikasi (-)
Polimorf

demam tinggi
Perifer Sentral
Muka + Ekstermitas
Dalam
(+)
Monomorf

2. Impetigo (2)
Lesi impetigo pertama adalah vesikel yang cepat menjadi pustule dan
krusta.
Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja.
Impetigo tidak menyerang mukosa mulut.

3. Scabies (2)
Pada scabies terdapat papula yang sangat gatal
Lokasi biasanya antara jari-jari kaki
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes Scabiei.
4. Dermatitis herpetiform (2)
Biasanya simetris dan terdiri dari papula vesicular yang eritematosus, serta
adanya riwayat penyakit kronik dan sembuh dengan meninggalkan
pigmentasi.

KOMPLIKASI
Komplikasi varisela pada anak biasanya jarang dan lebih sering pada orang
dewasa.

(2)

Namun pada keadaan tertentu seperti keadaan immunokompromais dapat

menimbulkan beberapa komplikasi-komplikasi yang berat pada anak-anak. Umumnya


dapat terjadi hepatitis varisela yang ringan sehingga tidak bergejala secara klinis.
Trombositopenia yang ringan terjadi pada 1 2 % anak dengan infeksi varisela yang
umumnya disertai dengan petekie yang sementara.(1)

17

Beberapa gejala memiliki implikasi yang lebih berat, contohnya seperti keadaan
: purpura, vesikel yang berisi darah, hematuria dan perdarahan saluran cerna.
Komplikasi lain yang jarang terjadi tetapi perlu diwaspadai adalah ataksia serebelar,
ensefalitis, pneumonia, nefritis, sindroma nefrotik, sindrom hemolitik uremi, artritis,
miokarditis, pericarditis, pankreatitis dan orkitis.(1)
Berikut adalah beberapa komplikasi yang terjadi dan perlu diketahui :
1. Herpes Zoster
Setelah terinfeksi primer varisela, VZV dapat menjadi laten dan berdiam di
ganglia saraf sensorik tanpa menimbulkan manifestasi klinis, sehingga bila
teraktivasi akan menyebabkan herpes zoster. Walaupun kejadian herpes zoster
terbanyak terjadi pada orang dewasa, terdapat kemungkinan seorang anak
menderita herpes zoster di kemudian hari. Resiko menderita zoster meningkat
pada kasus imunokompromasi dan pada anak yang menderita varisela pada umur
< 1 tahun. Kemungkinan peningkatan risiko terjadinya herpes zoster pada
kelompok

tersebut

disebabkan

karena

ketidakmampuan

mempertahankan periode laten dari Varicella Zoster Virus.

(3)

sistem

imun

Herpes zoster pada

anak jarang didapatkan gejala seperti pada orang dewasa yaitu seperti nyeri lokal,
demam, rasa baal dan neuralgia post herpetic. Kecuali pada anak dengan
immunokompromais didapatkan gejala neuralgia post herpetic yang berat. Pada
anak gejalanya biasa berupa ruam yang ringan, dengan lesi yang hanya timbul
beberapa hari, gejala seperti neuritis akut sangat minimal dan sembuh dengan
sempurna dalam waktu 1 2 minggu. (1)
2. Infeksi sekunder bakteri pada lesi kulit
Infeksi sekunder biasanya disebabkan oleh Staphylococcus Aureus dan
Streptococcus beta hemolitikus group A yang menyebabkan impetigo sampai
selulitis, limfadenitis dan abses pada lapisan subkutan. Infeksi lokal ini sering
menimbulkan jaringan parut. Penyebab terjadinya infeksi sekunder biasa nya bila
manifestasi sistemik yang tidak menghilang dalam 3 4 hari atau memburuk.
Kebanyakan terjadi pada usia dibawah 5 tahun.

(2,3)

Manifestasi awal nya adalah

terlihat eritem pada bagian basal dari vesikel baru. Varisela yang disertai dengan
infeksi Streptokokus beta hemolitikus group A dapat beresiko serius hingga
kematian, semakin banyak penyebaran bakteri ini seperti pada varisela
18

gangrenosa, sepsis karena bakteri, pneumonia, arthritis, osteomyelitis dan selulitis


maka semakin besar juga tingkat morbiditas dan morbilitas pasien. (1)
3. Infeksi pada jaringan Otak
Komplikasi ini lebih sering terjadi apabila terdapat gangguan imunitas.
Ataksia Sereberal merupakan komplikasi pada otak yang paling banyak
ditemukan (1:4000 kasus varisela yang tidak divaksinasi). Ataxia biasanya timbul
pada hari ke 2 6 setelah timbulnya ruam. Gejala klinis yang timbul biasanya dari
ringan sampai berat, tetapi pada persarafan sensoris tetap normal meskipun terjadi
ataxia yang berat. Dapat terjadi nistagmus dan dysarthia. Prognosis komplikasi
ini masih baik, walupun terkadang dapat menyebabkan anak mengalami
inkoordinasi atau dysarthia. (1,2)
Ensefalitis dijumpai 1 dari 50.000 kasus varisela yang tidak divaksinasi dan
memberikan gejala ataksia serebral. Gejala klinis nya berupa kaku kuduk,
penurunan kesadaran dan kejang. Biasanya timbul pada hari ke 2 sampai ke 6
setelah timbul rash dan biasanya bersifat fatal. (1)
4. Pneumonia
Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan, neonatus,
imunodefisiensi dan orang dewasa. Gejalanya muncul 1-6 hari setelah lesi kulit,
beratnya kelainan paru mempunyai korelasi dengan beratnya erupsi kulit.
Gambaran klinis nya berupa panas yang terus menerus tinggi, batuk, sesak nafas,
takipneu, pleuritic chest pain dan kadang-kadang sianosis serta hemoptisis. Pada
permeriksaan radiologinya didapatkan gambaran nodular yang radio-opak pada
kedua paru. (2,3)
Mekanisme dasar terjadinya pneumonia masih belum jelas, tetapi faktor faktor
resiko yang dapat terjadi nya komplikasi ini seperti rendahnya paparan terhadap
virus varisela, jumlah individu pada setiap keluarga yang sedikit ataupun tingkat
virulensi virus. Selain itu faktor jumlah lesi >100, perokok, riwayat kontak dan
kehamilan trisemeter ketiga juga berpengaruh. (3)
5. Sindrom Reye
Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Sindrom Reye ini merupakan keadaan
dimana hepar pasien tidak dapat berfungsi dengan baik, disertai hipoglikemia dan
ensefalopati.

(1)

Gejala klinis yang terjadi adalah nausea, vomitus, letargi dan anak

tampak bingung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

hepatomegaly dan pada


19

pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan SGOT dan SGPT serta


ammonia.

(2,3)

Diagnosis dini serta penanganan yang baik terhadap peninggian

tekanan intracranial dan hipoglikemia dapat menurunkan angka kesakitan dan


kematian. (3)
Indikasi konsultasi ke Spesialis anak apabila dijumpai keadaan seperti berikut :
(2)

Varisela yang progesif atau berat;


Komplikasi yang dapat mengancam jiwa (life-threatening) seperti

pneumonia dan ensefalitis;


Infeksi bakteri sekunder yang berat terutama dari golongan Streptococcus
group A yang dapat memicu terjadinya nekrosis kulit dengan cepat serta

terjadinya Toxic Shock Syndrome;


Penderita dengan komplikasi yang berat sehingga perlu dirawat di ICU

dengan indikasi :
o Penurunan kesadaran
o Kejang
o Sulit berjalan
o Gangguan pernapasan (Respiratory Distress)
o Sianosis
o Saturasi oksigen menurun.
Semua neonatus yang lahir dari ibu yang menderita varisela kurang dari 5
hari sebelum persalinan atau 2 hari setelah melahirkan.

PENATALAKSANAAN
Pada anak sehat, varisela umumnya ringan dan sembuh sendiri, cukup diberikan
pengobatan simptomatik dengan :
Obat topikal
Pada lesi kulit lokal dapat diberikan lotio calamine atau bedak salisil 1%.
Tetapi bedak salisil tidak dianjurkan penggunaannya saat ini karena dapat
menimbulkan sindrom Reye. Untuk mengurangi rasa gatalnya dapat dengan
kompres dingin, mandi secara teratur ataupun dengan pemberian antihistamin.
(2,3)

Antipiretik / analgetik

20

Jarang diperlukan dan ada beberapa obat seperti Asetaminofen tidak


digunakan karena cenderung memberikan efek yang berlawanan dan tidak
meringankan gejala tetapi malahan mungkin memperpanjang masa sakit. (3)
Antihistamin
Golongan antihistamin yang dapat digunakan, yaitu Diphenhydramine yang
tersedia dalam bentuk cair (12,5 mg/ 5 ml), kapsul (25 mg/ 50 mg) dan injeksi
(10 & 50 mg/ ml). (2)
Obat antivirus
Asiklovir = 9 (2 Hidroksi etoksi metil) guanine. Merupakan salah satu
antivirus yang banyak digunakan. Obat ini bekerja menghambat polymerase
DNA virus Herpes dan mengakhiri replikasi virus. Obat ini dapat mengurangi
bertambahnya jumlah lesi pada kulit dan mengurangi lamanya demam, namun
tidak mengurangi lesi ataupun mengurangi rasa gatal yang timbul. (2) Dosis nya
adalah 20 mg/kgBB/x dengan dosis maksimum 800 mg/x secara peroral,
terbagi dalam 4 dosis selama 5 hari. Pemberian asiklovir secara oral di
indikasi untuk varisela dengan komplikasi dan efektif bila diberikan secara
dini dan dalam waktu 24 jam setelah timbulnya onset. Bila diberikan

72

jam setelah onset, kegunaan nya sangat minimal. Sedangkan untuk intravena
indikasi pemberian nya pada varisela yang berat dan pada pasien dengan
immunokompromais, pneumonia, hepatitis berat, trombositopenia ataupun
ensefalitis diberikan dengan dosis 500 mg/m2 setiap 8 jam selama 7 10 hari
sampai tidak terdapat lesi baru yang muncul selama 48 jam. (1)
Anak yang diberikan asiklovir disarankan harus mendapat cukup rehidrasi
karena asiklovir dapat mengkristal pada tubulus renal bila diberikan pada
individu yang dehidrasi.

(3)

Selain itu dapat menimbulkan efek malaise dan

gangguan pencernaan. (2)


Pada anak yang menderita HIV dimana pengobatan asiklovir sudah diberikan
dalam jangka waktu yang lama dapat diberikan Foscarnet yang merupakan
obat satu-satu nya yang tersedia untuk menggantikan asiklovir pada infeksi
VZV yang resisten. Dosis yang diberikan adalah 120 mg/kgBB/hari setiap 8
jam sampai dengan 3 minggu. (1)

21

Vidarabin (Adenosin arabinoside). Merupakan obat antivirus yang diperoleh


dari fosforilase dalam sel dan dalam bentuk trifosfat, mengahambat
polymerase DNA virus. Dosis pemberian nya : 10 20 mg/ kg BB/ hari,
diberikan sehari dalam infus selama 12 jam, lama pemberiannya 5 -7 hari.
pada pemberian vidarabin, vesikel dapat menghilang secara cepat dalam 5
hari. (2) Efek samping penggunaan obat : (2)
o Gangguan neurologi berupa tremor dan kejang.
o Gangguan hematologi berupa neutropenia dan trombositopenia.
o Gangguan gastrointestinal berupa muntah serta peninggian SGOT dan
SGPT.
Antibiotik
Digunakan apabila terjadi infeksi bakteri sekunder. (3)
Edukasi
Kuku dipotong pendek dan bersih agar supaya tidak terjadi infeksi sekunder
dan parut bekas garukan. (3)
Pasien dengan resiko tinggi mendapat penyulit seperti leukemia, kelainan
limfoproliferatif, keganasan, defisiensi imun, bayi baru lahir dan pengobatan sitostatik
dan kortikosteroid, radioterapi, sindrom nefrotik, penyakit kolagen, obat antivirus
harus diberikan secepat mungkin. Asiklovir terbukti efektif menurunkan morbiditas
dan mortalitas varisela pada pasien imunokompromais apabila diberikan dalam 24
jam sejak onset ruam. (3)
Pada Varisela Neonatus, bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi varisela 5 hari
sebelum partus atau 2 hari setelah partus. Perlu diberikan profilaksis atau pengobatan
dengan Varicella-zoster Immuneglobulin (VZIG) 1 ampul dan diberikan asiklovir (10
mg/kg setiap 8 jam secara IV) setelah timbul lesi. Apabila VZIG tidak tersedia, dapat
diberikan IGIV untuk membantu perlindungan terhadap daya tahan tubuh bayi.
Pemberian VZIG juga harus diberikan pada bayi prematur (<28 hari masa gestasi)
dengan ibu yang terinfeksi varisela saat melahirkan maupun pada saat kehamilan
timbul ruam > 1 minggu.(1) Sedangkan pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
varisela 5 hari setelah antepartum, pengobatan dengan VZIG tidak perlu, tetapi
asiklovir dapat dipertimbangkan pemakaiannya, bergantung keadaan bayi. (1)
22

Pada Sindroma Varisela Kongenital, VZIG harus diberikan pada ibu dengan
suspek terkena varisela dan acyclovir juga diberikan pada ibu dengan infeksi varisela
yang berat. (1)

PROGNOSIS
Prognosis angka kematian pada infeksi varisela antara 2 3 / 100.000 kasus
yang terjadi di antara anak umur 1 9 tahun. Dibandingkan dengan kelompok umur
lainnya, pada bayi resiko kematian 4 x lebih tinggi, sedangkan pada orang tua 25 x
lebih tinggi.(3) Angka kematian pada pasien yang mendapat pengobatan imunosupresif
tanpa mendapatkan vaksinasi dan pengobatan antivirus berkisar 7-27% dan sebagian
besar disebabkan karena komplikasi pneumonitis dan ensefalitis.(2)

PENCEGAHAN
Vaksin Varisela merupakan virus hidup yang dilemahkan dan diberikan secara
subkutan. Berdasarkan Guidelines terbaru dari Advisory Committee on Immunization
Practices (ACIP) of the Centers for Disease Control and Prevention, pemberian vaksin
varisela dosis tunggal belum mampu mencegah wabah varisela sepenuhnya. Sehingga
kini dosis yang direkomendasikan pemberiannya adalah 2 kali dan rekomendasi
diberikan pada umur 12 bulan 12 tahun.
sekitar 3 bulan pada anak usia

(3)

Waktu pemberian antara dua dosis ini

12 tahun dan 4 minggu pada anak usia

12

tahun, dewasa dan orang tua. Pemberian vaksin varisela ini tidak boleh berdekatan
dengan pemberian MMR (Measles-Mumps-Rubella) harus diberi jedah waktu sekitar
4 minggu.(1)
Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP-IDAI) sampai saat ini masih
merekomendasikan vaksinasi pada anak di atas 5 tahun, satu kali pemberian dengan
mengingat masih tinggginya kemungkinan untuk mendapat kekebalan secara alamiah.
Berikut rekapitulasi rekomendasi ACIP untuk pengendalian varisela

Kategori
Vaksinasi rutin pada anak

(1)

Rekomendasi
Direkomendasikan dalam 2 kali pemberian :
# Pertama pada usia 12-15 bulan
# Kedua pada usia 4-6 tahun
23

Remaja 13 tahun

Dalam 2 kali pemberian, dengan interval 4-8

dan dewasa

minggu. direkomendasikan pada semua remaja

dan dewasa tanpa bukti imunitas


Vaksinasi kejar (catch-up) Dosis kedua direkomendasikan untuk semua orang
Pasien HIV

yang telah menerima satu dosis sebelumnya


Dua dosis, dengan interval 3 bulan.
Dapat dipertimbangkan pemberiannya pada

Skrinning antenatal

jumlah CD4 T-limfosit 200 sel/uL.


Direkomendasikan evaluasi prenatal dan vaksinasi

Pengendalian wabah
Pasca pajanan
Lingkup vaksinasi

postpartum
Direkomendasikan pemberian dua dosis.
Diberikan dalam kurun waktu 3-5 hari.
Direkomendasikan untuk anak-anak di pusat
penitipan anak, sekolah dan institusi pendidikan
lainnya.

Vaksin Varisela ini dikontraindikasi penggunaan nya pada ibu hamil dan pasien
yang imunokompromise, termasuk mereka yang leukemia, limfoma dan penyakit
keganasan lainnya yang mengenai sumsum tulang belakang atau sistem limfatik.
Vaksin ini dapat diberikan pada penderita HIV dengan persentase CD4+ T-limfositnya
200 sel/ L dan diberikan 2 dosis dengan jedah waktu 3 bulan.(1)

Efek samping vaksin ini tergolong aman. Biasanya efek samping pasca
vaksinasi berupa timbul bintik kemerahan seperti varisela sekitar 1 3% angka
kejadian. Vaksin ini diberikan dapat diberikan pada anak yang memiliki riwayat
kontak sekitar 3 5 hari setelah terjadi kontak dan efektif untuk mencegah atau
memodifikasi virus varisela tersebut.(1)

PROFILAKSIS PASCA PAJANAN


Varicella zoster Immunoglobulin (VZIG) diindikasi untuk: (3)
1. Mereka yang dikontraindikasikan untuk mendapat vaksinasi varisela.
2. Neonatus yang ibunya mengalami gejala varisela dalam 5 hari sebelum hingga 2
hari setelah pajanan.
3. Pajanan pasca melahirkan pada bayi prematur (usia gestasi < 28 minggu atau berat
lahir < 1000 gram),
24

4. Ibu hamil yang terpajan.


5. Petugas rumah sakit yang rentan terinfeksi.
6. Anak sehat yang beresiko sakit.
VZIG diberikan dalam kurun waktu 3 5 hari pasca pajanan atau dalam waktu
96 jam pada pasien imunokompromais. Efek proteksi VZIG diharapkan mampu
bertahan hingga kira-kira 3 minggu. Sebaliknya, VZIG dikontraindikasikan pada
anak yang sudah pernah menerima vaksinasi varisela dan sudah seropositive. Dosis
VZIG yang direkomendasikan adalah 400 mg/kgBB secara intramuscular.

(1)

Pemberian VZIG relative aman dengan efek samping minimal berupa rasa nyeri dan
bengkak di darerah injeksi pada 1% pasien; keluhan gastrointestinal, pusing dan ruam
terjadi pada

0,2%; sementara syok anafilatik dan angioneurotik edema hanya

pada < 0,1% resipien. (3)

BAB III
KESIMPULAN
Variselamerupakanpenyakityangseringmenyeranganakusia26tahun.
Penyakit merupakan penyakit yang sangat menular dari satu individu ke individu
lainnyaterutamasetelahtimbulnyarashpadakulit.Padaanakmanifestasikliniknya
biasanyalebihringandibandingkanpadaorangdewasamaupunpadapenderitayang
25

imunokompromaisyangbiasanyadapatmenjadiberatakibattimbulnyakomplikasi
sampaimenyebabkankematian.
Untuk membantu pemeriksaan secara cepat dapat dilakukan Direct
Fluorescence Assay (DFA) dari sel yang didapat dari lesi kutaneus (cairan vesicular).
Tetapitanpapemeriksaanpenunjang,diagnosisvariseladapatditegakkandarigejala
klinidanruamyangkhaspadainfeksivariselaini.Sedangkanuntukpengobatannya
dapat diberikan antivirus yang sampai saat ini masih digunakan yaitu asiklovir,
antipiretikdananalgesicsertabedakuntukmencegahpecahnyavesikelsecaradini
dan mengurangi rasa gatal. Penanganan yang tepat dapat mencegah timbulnya
komplikasiyangberatpadaanakanak.Pemberianimunisasipasifmaupunaktifpada
anakanakdapatmencegahdanmengurangigejalapenyakityangtimbul.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Richard E Behrman, Robert M Kliegman, Hal B Jenson. Varicella-Zoster Virus
Infection. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ker-18. United State:
Elsevier. 2007.
2. Rampengan T H. Varisela. Dalam: Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2013
3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Varisela. Dalam: Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI. 2010
4. Longo DL, Fauci, AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.
Herpesvirus Infections. Dalam: Harrisons Manual of Medicine. Edisi ke-18. New
York: McGraw Hill Companies; 2013
5. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj. Varicella dan
Herpes Zoster. Dalam: Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-7.
New York: McGraw Hill Companies; 2012.
6. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. VZV: Herpes Zoter. Dalam: Fitzpatricks
Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi ke-7. New York:
McGraw Hill Companies; 2011.
7. Handoko RP. Penyakit virus. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
8. Kabulrachman, Sumaryo S, Indrayanti ES. Simposium Herpes. Semarang: RSUP
Dr. Kariadi; 2007
9. Zerboni L, Sen N, Oliver SL, Arvin AM. Molecular mechanisms of varicella
zoster virus pathogenesis. California : Departement of Pediatrics and of
Micrbiology & Immunology, Stanford University School of Medicine. 2014,
March.

27

Anda mungkin juga menyukai