Anda di halaman 1dari 14

OSMOREGULASI

DISUSUN OLEH :
NAMA : Pradika Nur Samiaji
NIM : B0A022014
KELAS : D3
KELOMPOK :4
ASISTEN : Muhammad Zikri Hazmi

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ORGANISME AKUATIK

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


LABORATORIUM FISIOLOGI
FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komponen utama penyusun tubuh hewan adalah air, yang
jumlahnya mencapai 60-95% dari berat tubuh hewan. Air tersebar pada
berbagai bagian tubuh, baik didalam sel (cairan intra sel) maupun diluar
sel (cairan ekstra sel). Konsentrasi setiap jenis zat dalam cairan tubuh
dapat berubah setiap waktu, karena berbagai faktor. Sekalipun
demikian, hewan harus mampu mempertahankan keseimbangan antara
jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat. Mekanisme untuk
mengatur jumlah air dan konsentrasi zat terlarut disebut osmoregulasi.
Jadi, osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara
jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan.

Proses inti dari osmoregulasi adalah osmosis. Osmosis adalah


pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi
(encer) menuju ke cairan yang mempunyai kandungan airnya lebih
rendah (pekat). Osmosis akan berhenti apabila tercapai konsentrasi
sama. Hal ini disebut kondisi isotonis. Pertukaran gas antara hewan dan
lingkungannya dapat terjadi dengan cara difusi sederhana. Pada
beberapa hewan, terutama hewan akuatik berukuran kecil, pertukaran
gas dapat terjadi melalui seluruh permukaan tubuhnya.

Salinitas dapat mempengaruhi aktifitas fisiologis organisme


akuatik karena pengaruh osmotiknya (Gilles dan Pekueux, 1983;
Ferraris et al., 1986). Ditinjau dari aspek ekofisiologi, organisme
akuatik dapat dibagi menjadi dua kategori sehubungan dengan
mekanisme faalinya dalam menghadapi osmolaritas media (salinitas),
yaitu osmokonformer dan osmoregulator. Osmokonformer adalah
organisme yang secara osmotik labil karena tidak mempunyai
kemampuan mengatur kandungan garam 10 serta osmolaritas cairan
internalnya. Oleh sebab itu, osmolaritas cairan tubuhnya selalu berubah
sesuai dengan kondisi osmolaritas media hidupnya. Osmoregulator
adalah organisme yang mempunyai mekanisme faalin untuk menjaga
kemantapan lingkungan internalnya dengan cara mengatur osmolaritas
(kandungan garam dan air) pada cairan internalnya (Mantel dan
Farmer, 1983; Nybakken 1990). Sesuai dengan rentang salinitas yang
masih dapat ditolerir oleh kepiting dewasa yaitu 1 sampai 42 ppt (Chen
dan Chia 1997), termasuk organisme akuatik tipe osmoregulator. Pada
saat larva berada di laut dalam sehingga cenderung membutuhkan
salinitas yang agak tinggi (Karim, 2013)

Salinitas mempunyai pengaruh penting pada sistem ekologi


laut. Distribusi biota akuatik sangat erat hubungannya dengan salinitas
karena ada beberapa jenis biota yang tahan dengan perubahan nilai
salinitas yang besar yang disebut stenohaline. Tetapi ada pula
organisme yang dapat bertahan dengan perubahan salinitas yang besar
yang disebut euryhaline contohnya bandeng, kakap dan nila merah.

B. Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah mempelajari osmoregulasi
pada hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan
dengan salinitas yang cukup luas), ikan nila (Oreochromis sp.) serta
hewan stenohalin, ikan nilem (Osteochilus hasselti).
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah larva


ikan nila (Oreochromis niloticus), larva ikan nilem (Osteochilus
vittatus), ikan nila ukuran 100 gram (Oreochromis niloticus),
ikan nilem ukuran 100 gram (Osteochilus vittatus), air bersalinitas
berbeda (0, 5, 10, 15, 20, 25, 30 ppt), kertas label, benang serta
alumunium foil.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah akuarium,
Hand Refraktometer, saringan, timbangan digital, gelas yang
utuh, gelas yang dilubangi, oven serta timer.

B. Cara Kerja
1.1. Pengamatan Toleransi Salinitas
1. Dibuat medium air dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt
masing masing sebanyak 4 liter.
2. Dibagi meduim ke dalam 10 wadah percobaan dan masing masing
terdiri atas 4 gelas percobaan dan 2 baskom diberi label dengan
salinitasnya.
3. Dimasukan ke dalam 4 gelas dan 2 baskom dengan salinitas berbeda
masing-masing 5 ekor benih ikan nila direct transfer.
4. Dimaasukan 5 benih ikan nila di dalam baskom pertama dengan
salinitas berbeda secara gradual transfer.
5. Dimasukan pula 5 benih ikan nilem di dalam 4 gelas percobaan lain
dengan salinitas berbeda direct transfer.
6. Lalu dimasukan 5 benih ikan nilem di dalam baskom kedua
percobaan lain dengan salinitas berbeda secara gradual transfer.
7. Dilakukan pengamatan dan catat kematian tiap ekor ikan pada
masing-masing wadah percobaan setelah 0, 10, 20, dan 30.
8. Dilakukan pengamatan dan catat waktu kematian tiap ekor ikan pada
masin-masing wadah percobaan setelah 24, 48, dan 72 jam.

1.2. Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium


1. Sampel darah diambil dari ikan nila (dengan kapiler hematokrit) yang
telah diaklimasi pada salinitas medium selama 24 jam.
2. Darah di sentrifugasi untuk memperoleh plasma darah.
3. Kemudian osmolalitas plasma dan medium diukur dengan "vapour
pressure osmometer".
4. Rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium (kapasitas
osmoregulasi) dihitung
5. Semua data yang diperoleh dicatat, diskusikan dengan seluruh
kelompok mahasiswa yang melakukan praktikum bersama anda dengan
fasilitas dari asisten dosen.

1.3. Pengamatan Kadar Air Ikan pada Salinitas Berbeda


1. Ikan nila dan nilem ditimbang beratnya sebelum diberi perlakuan.
2. Ikan ditempatkan dalam salinitas air 0, 10, 20, 30 ppt (selama 24 & 48
jam).
3. Ikan diambil dan ditimbang sebagai berat basah.
4. Ikan dioven pada suhu 70°C sampai beratnya konstan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 3.1 Pengamatan jumlah nilai ikan nila pada perlakuan direct
tramsfer

No. Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan (Jam)


24 48 72
1 0 5 5 4
2 10 5 5 5
3 20 1 1 1
4 30 0 0 0

Tabel 3.2 Pengamatan jumlah nilai ikan nila pada perlakuan gradual
transfer

No. Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan (Jam)


24 48 72
1 0 5 4 4
2 10 5 0 -
3 20 0 - -
4 30 0 - -

Tabel 3.3 Pengamatan jumlah nilai ikan nilem pada perlakuan direct
tramsfer

No. Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan (Jam)


24 48 72
1 0 5 5 4
2 10 0 0 0
3 20 0 0 0
4 30 0 0 0
Tabel 3.4 Pengamatan jumlah nilai ikan nilem pada
perlakuan gradual transfer

No. Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan (Jam)


24 48 72
1 0 5 - -
2 10 - 0 -
3 20
4 30 - - 0

Tabel 3.5 Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan nila

No. Salinitas Osmolalitas


Kapasitas

Plasma Medium Osmoregulasi


1 0 247 12 20,58
2 10 384 349 1,1
3 15 457 534 0,85

Data perhitungan Ikan Nila

𝑆𝑅𝑁𝑜= 𝑁𝑡 𝑥 100%
- Salinitas 0 :

𝑆𝑅𝑁𝑜= 𝑁𝑡 𝑥 100%

5
= 5 𝑥100% = 100%

- Salinitas 10 :

𝑆𝑅𝑁𝑜= 𝑁𝑡 𝑥 100%

5
= 5 𝑥100% = 100%

- Salinitas 20 :

𝑆𝑅𝑁𝑜= 𝑁𝑡 𝑥 100%
5
= 1 𝑥100% = 20%
Grafik Hasil Kelompok 4

Presentase Sintasan (%)


Waku Pengamatan
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
10 20 30 40

0 10 20 30

Grafik 3.1. Hubungan Presentase Sintasan dan Salinitas Ikan Nila pada
Perlakuan Direct Transfer

Presentase Sintasan (%)


Salinitas (ppt)
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
24 jam 48 jam 72 jam

0 ppt 10 ppt 20 ppt 30 ppt

Grafik 3.2. Hubungan Presentase Sintasan dan Salinitas Ikan Nila pada
perlakuan Gradual Transfer
Presentase Sintasan (%)
Waku Pengamatan
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
10 20 30 40

0 10 20 30

Grafik 3.3 Hubungan Presentase Sintasan dan Salinitas Ikan Nilem Pada
Perlakuan Direct Transfer

Presentase Sintasan (%)


Salinitas (ppt)
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
24 jam 48 jam 72 jam

0 ppt 10 ppt 20 ppt 30 ppt

Grafik 3.4. Hubungan Presentase Sintasan dan Salinitas Ikan Nilem


pada Perlakuan Gradual Transfer
B. Pembahasan

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan ikan tidak hanya berkaitan


dengan total konsentrasi padatan terlarut, tetapi juga dipengaruhi oleh
konsentrasi ionion divalent (Ca2 C and Mg2 C) karena pengaruhnya terhadap
membran permeable dan osmoregulasi. Konsentrasi kalsium yang tinggi di
lingkungan membantu mengurangi kehilangan garam melalui insang dan
permukaan tubuh pada lingkungan perairan tawar, sehingga sedikit kerja ginjal
untuk menjaga konsentrasi garam-garam dalam darah. Hal tersebut yang
menyebabkan beberapa spesies ikan air laut mampu hidup di perairan tawar.
Telur dan larva red drum membutuhkan salinitas di atas 25 ppt, sedangkan
yuwana dapat dipelihara di perairan tawar dengan alkalinitas 100 mg/L
(Stickney, 2000). Pakan dapat menjadi sumber garam penting untuk ikan-ikan
euryhaline. Pada ikan red drum laut euryhaline (S. ocellatus), faktor pembatas
pertumbuhan yang berkaitan dengan defisiensi garam pada media hipotonik
dapat diatasi dengan menambahkan garam (NaCl) ke dalam pakan. Pada
Atlantik salmon (S. salar), ikan yang muda, penambahan garam dalam pakan
tidak berarti pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan pada
pemeliharaan ikan tersebut di perairan tawar.

Menurut Chotiba (2013) kematian ikan yang terjadi pada tiap perlakuan
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah salinitas. Semakin tinggi
salinitas maka semakin tinggi pula tingkat kematian benih ikan nila, karena
jika tingkat osmoregulasi tinggi sedangkan kemampuan ikan nila rendah maka
akan berakibat pada kematian ikan nila. Kelangsungan hidup benih ikan Nila
dipengaruhi oleh kemampuan osmoregulasi Ikan nila bersifat euryhaline
walaupun habitat aslinya adalah hidup di lingkungan air tawar. Benih ikan Nila
dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam yang tinggi. Ikan Nila mampu
mempertahankan hidupnya sampai salinitas 20 ‰ (Lim, 1989 dalam, Chotiba,
2013).

Salinitas berperan dalam proses osmoregulasi. Pada salinitas yang luas


(euryhaline) pertumbuhan ikan akan terganggu dikarenakan proses
osmoregulasinya terganggu. Adanya gangguan osmolaritas menyebabkan
energi yang digunakan untuk aktivitas pertumbuhan menurun, sehingga
menurunkan laju pertumbuhan. Oleh karena itu, dibutuhkan salinitas optimal
untuk mendukung pertumbuhan ikan.

Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan terdapat banyak ikan nila


yang mati pada salinitas tinggi hal ini sesuai dengan Chotiba (2013) kematian
ikan yang terjadi pada tiap perlakuan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya ialah salinitas. Semakin tinggi salinitas maka semakin tinggi pula
tingkat kematian benih ikan nila, karena jika tingkat osmoregulasi tinggi
sedangkan kemampuan ikan nila rendah maka akan berakibat pada kematian
ikan nila. Kelangsungan hidup benih ikan Nila dipengaruhi oleh kemampuan
osmoregulasi Ikan nila bersifat euryhaline walaupun habitat aslinya adalah
hidup di lingkungan air tawar. Benih ikan Nila dapat menyesuaikan diri
terhadap kadar garam yang tinggi. Ikan Nila mampu mempertahankan
hidupnya sampai salinitas 20 ‰ (Lim, 1989 dalam, Chotiba, 2013).
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah kapasitas osmoregulasi
yang didapatkan adalah 20,58, kemudian 1,1, serta 0,85
DAFTAR PUSTAKA
Mutiara S, 2020, Pengaruh Tingkat Salinitas Berbeda Terhadap Pertumbuhan
Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Yang Diablasi, Akademi Minyak
dan Gas Balongan
Taufik R, Rully T, Hasim, 2015, Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap Pertumbuhan
dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis
Niloticus) di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo, Universitas Negeri Gorontalo
Wahyu P, 2012, Aktivitas Osmoregulasi, Respons Pertumbuhan, Dan Energetic Cost
Pada Ikan yang Dipelihara Dalam Lingkungan Bersalinitas, Balai Riset dan
Pemuliaan Ikan, Sukamandi
Wahyu D, Patrice N, Alfret L, 2014, Dinamika Salinitas Daerah Penangkapan Ikan
di Sekitar Muara Sungai Malalayang, Teluk Manado, pada Saat Spring Tide,
Universitas Sam Ratulangi, Manado
Idham I, 2018, Kajian Kombinasi Salinitas Dan Asam Amino Terlarut Pada
Pemeliharaan Larva Kepiting Bakau, Universitas Hasanuddin, Makassar
Muhammad A, 2019, Termoregulasi, Respirasi dan Osmoregulasi Pada Ikan Mas
(Cyprinus carpio), Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang

Anda mungkin juga menyukai