Anda di halaman 1dari 6

Uji Toksisitas Limbah Deterjen Terhadap Mortalitas Ikan Nila (Tilapia nilotica)

PRAKTIKUM II A. Judul : Uji Toksisitas Limbah Deterjen Terhadap Mortalitas Ikan Nila (Tilapia nilotica) B. Tujuan : Pada akhir praktikum ini para mahasiswa diharapkan dapat menguraikan tentang derajat toksisitas deterjen terhadap ikan nila yang dimanefestasikan sebagai LC50-96 jam. C. Dasar Teori Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima. Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian. Dari tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun fungsional, baik secara akut maupun kronis/sub kronis. Efek tersebut dapat bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih kembali. (Bunda Halang, 2004). Penelitian pengujian tingkat toksik suatu bahan biasanya dinyatakan dengan Lethal Dosage (LD50) untuk bahan yang bersifat padat sedangkan uji toksisitas dengan menggunakan bahan toksik cair yang mengukur besarnya dosis atau konsentrasi sehingga dapat membunuh 50% hewan uji Lethal Concentration-50 (LC50). Bila suatu zat mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi diberikan pada organisme dalam jangka waktu yang lama dengan sendirinya dapat terjadi akumulasi dalam organisme dalam konsentrasi yang rendah, ini terjadi terutama pada zat lipofil dan sulit dibiotransformasi seperti DTT, aldrin, dieldrin atau turunan difenil terklorinasi. Pelaksanaan uji toksisitas suatu bahan uji dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari empat cara berikut: 1. Teknik statik: larutan atau media uji ditempatkan pada suatu bejana uji dan digunakan selama waktu uji tanpa diganti. 2. Teknik resirkulasi: larutan atau media uji tidak diganti selama waktu uji namun diresirkulasi dari suatu bejana uji ke bejana lain kembali ke bejana uji dengan maksud memberi aerasi, filtrasi dan atau sterilisasi. 3. Teknik diperbaharui: setiap 24 jam hewan uji dipindahkan ke larutan uji yang baru dan sama serta tetap konsentrasinya dengan larutan sebelumnya. 4. Teknik mengalir; larutan uji dialirkan masuk maupun keluar dari bejana uji selama masa uji. Untuk meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan masa pejanan, penelitian toksikologi menurut Frank C. Lu (1995) dibagi dalam: 1. Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang diuji sebanyak 1 kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

2. Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik), dilakukan dengan memberikan bahan toksik berulang-ulang biasanya setiap hari atau 5 kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan. 3. Uji toksisitas jangka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia berulang-ulang selama masa hidup hewan percobaan atau sekurang-kurangnya sebagian dari masa hidupnya. Dalam praktikum ini bahan yang digunakan adalah limbah deterjen dan hewan uji berupa Ikan Nila (Tilapia nilotica). Uji laboratorium diharapkan dapat memberikan gambaran seberapa jauh pengaruh limbah deterjen terhadap perkembangan ikan Nila yang merupakan jenis ikan air tawar, di perairan pada tempat-tempat yang dangkal, dengan air yang tidak begitu deras, baik di danau, sungai, maupun genangan air lainnya. Jenis ikan ini mampu hidup baik pada kisaran pH 6,5-8,8. Selain itu ikan Nila merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan penyebarannya yang luas. Hal ini sesuai dengan persyaratan Environtmental Protection Agency (EPA) (1975), sehingga baik untuk pengujian biologis. (Penuntun Praktikum Ekologi, 2012). D. Alat dan Bahan Alat: 1. Perlengkapan untuk praktikum dan pemeliharaan ikan uji yaiu: a. Akuarium ukuran 40x25x20 cm b. Selang plastik c. Beker glass d. Gelas ukur e. Aerator f. Kertas label g. Thermometer h. Timbangan analitik 2. Peralatan untuk analisis kualitas fisikokimia air yaitu: a. Biuret b. Erlenmeyer c. Gelas ukur d. Tabung reaksi e. pH meter f. Thermometer g. Pipet tetes h. DO-meter i. Refrakto meter Bahan: 1. Hewan uji berupa ikan nila (Tilapia nilotica) dengan panjang 10 cm 2. Deterjen merk Attack 3. Air tawar

E. Prosedur Kerja 1. Tahap pemeliharaan ikan uji a. Memelihara ikan uji selama 5 hari di bak penampungan dan melakukan aerasi selama pemeliharaan. b. Melakukan pergantian air sebanyak 50-60% dari kapasitas air pemeliharaan dan memberi makan ikan dengan daun pepaya (Carica papaya). 2. Tahap aklimatisasi a. Mangadaptasikan ikan uji dalam bak penampungan selama satu hari tanpa diberi makan. b. Memberi aerasi dalam bak penampungan untuk menjaga agar air oksigen perairan memenuhi persyaratan sebagai air uji. 3. Tahap perlakuan uji ikan a. Menyiapkan konsentrasi deterjen dan menyusun setiap perlakuan secara acak dengan 2 ulangan. b. Menentukan variasi konsentrasi yakni 40 ppm (0,65 gr/15 L) c. Menempatkan ikan dalam bejana uji yang telah diaerasi dan mengisi setiap bejana 10 ekor ikan. d. Melakukan pengujian dengan sistem hayati statis dan tidak melakukan aerasi selama kegiatan pengujian. Tolak ukur utama ialah besarnya mortalitas ikan uji per 24 jam selama 96 jam. e. Melakukan pengukuran parameter fisikokimia air pada masing-masing bejana uji.

F. Hasil Pengamatan Tabel 1. Pola renang dan kecepatan respirasi Tilapia nilotica setiap jamnya Waktu (jam) 0 Pola renang Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah A 5 2 3 1 0 6 1 0 2 B 5 1 4 2 0 4 1 0 0 Kecepatan respirasi A B 230 278

93

190

80

110

Atas Tengah Bawah

0 0 0

0 0 0

Tabel 2. Komponen yang diamati pada air sebelum diberi deterjen dan setelah diberi deterjen Komponen yang diamati Suhu (oC) Salinitas (ppt) pH CO2 (ml) DO (%) Sebelum A 27,5 0,1 5 1,5 62,2 B 27,5 0,1 4 5 41,4 A 29 0,2 7,6 5 20,2 Sesudah B 29 0,2 7,6 5 80,5

Tabel 3. Jumlah ikan yang mati (mortal) setiap jamnya Waktu (jam) 1 2 3 4 Jumlah mortal A 3 4 3 0 B 4 5 1 0

G. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan uji toksisitas deterjen terhadap mortalitas ikan nila, dapat diamati bahwa pada konsentrasi 40 ppm, ikan nila hanya dapat bertahan sekitar 3 jam. Ikan nila yang diuji hanya dapat bertahan sekitar 3 jam karena pada air uji dicampurkan deterjen merk attack dengan konsentrasi 40 ppm (0,65 gram/15 L). Kandungan deterjen dalam air mempengaruhi mortalitas ikan nila. Dari hasil pengamatan fisikokimia air dapat dilihat bahwa suhu air meningkat. Besarnya suhu ini terjadi karena meningkatnya konsentrasi air, dari air yang normal menjadi air yang mengalami penambahan zat toksik yang terdapat dalam deterjen. Suhu mempengaruhi oksigen terlarut dalam perairan. Apabila suhu air meningkat maka kelarutan oksigen dalam air menurun. Penurunan oksigen terlarut dalam air diakibatkan pula karena kandungan deterjen dalam air. Deterjen dengan kepekatan tinggi akan menghambat masuknya oksigen dari udara ke dalam larutan uji (air limbah deterjen) sehingga ikan-ikan nila tersebut lama-kelamaan kehabisan oksigen. Varley (1987) mengatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut tergantung pada tingkat kejenuhan air itu sendiri; kejenuhan air dapat disebabkan oleh koloidal yang melayang di air maupun jumlah larutan limbah deterjen yang terlarut dalam air. Menurut Wardhana (1995) bahwa bahan buangan organik dapat bereaksi dengan oksigen terlarut

mengikuti reaksi oksidasi biasa; semakin banyak bahan buangan organik di air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen terlarut. Selain itu, penurunan kadar oksigen terlarut dalam air juga diakibatkan tegangan permukaan deterjen yang menghalangi penetrasi oksigen dari udara ke dalam larutan uji, juga ikan-ikan uji dalam bejanamenggunakan oksigen untuk respirasi sehingga persediaan oksigen dalam bejana uji semakin lama semakin berkurang. Unsur dalam deterjen yang berperan dalam menurunkan tegangan permukaan adalah golongan surfaktan. Surfaktan atau bahan aktif permukaan yang bereaksi dalam menjadikan air menjadi basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur Amphiphilic yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air. Surfaktan ini juga berperan dalam pembentukan busa.Keberadaan busa-busa di permukaan air menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkankadar oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan ikan uji kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematianpada ikan uji. Salinitas air meningkat setelah air ditambah deterjen. Meningkatnya salinitas ini disebabkan karena pengendapan padatan-padatan garam magnesium dari pembentukan buih. Padatan-padatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari magnesium atau kalsium. Begitu sabun masuk ke dalam buangan air atau suatu sistem akuatik biasanya langsung terendap sebagai garam-garam kalsium dan magnesium. Kadar salinitas ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi deterjen terlarut. Dan salintas tidak berpengaruh terhadap metabolisme ikan Nila. pH air menjadi basa setelah ditambahkan deterjen. Hal ini disebabkan karena deterjen bersifat basa. Nilai pH merupakan logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen . Beberapa faktor yang mempengaruhi pH perairan yaitu aktivitas fotosintesis , suhu , dan terdapatnya anion dan kation . pH yang ditoleransi ikan nila antara 5-11, tetapi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal adalah pada kisaran pH 7-8. Karena perubahan nilai pH air kecil, dianggap pengaruhnya terhadap ikan uji juga sangat kecil. Dilihat dari segi fisiologis ikan, semakin lama ikan menunjukkan pola respirasi yang semakin lambat. Pada saat ikan nila baru dilepas dalam bejana A dan B, kecepatan rata-rata respirasinya 254 kali. Pada satu jam berikutnya selama 3 menit pertama, kecepatan rata-rata respirasinya menjadi 141 kali dan menyebabkan 7 ekor ikan nila mati. Pada jam kedua selama 3 menit pertama, kecepatan rata-rata respirasinya turun menjadi 95 kali, menyebabkan 9 ekor ikan nila mati. Sedangkan saat mendekati tahap kritis karena adanya kontaminasi toksin dari deterjen, kecepatan respirasi semakin lambat pada jam ketiga yang menyebabkan 4 ekor ikan nila mati. Hal ini disebabkan karena deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Pola berenang ikan pada jam pertama masih menyebar. Hal ini dikarenakan masih tersedianya suplai oksigen dalam jumah besar karena daya penetrasi oksigen masih besar. Akan tetapi semakin lama terjadi perubahan pola berenang ikan dimana ikan-ikan nila mulai

mendekati permukaan dan dasar bejana. Ini memperlihatkan bahwa penetrasi oksigen ke dalam bejana mulai berkurang. H. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan uji toksisitas limbah deterjen terhadap mortalitas ikan nila, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi deterjen 40 ppm dapat membunuh 20 ekor ikan nila dalam waktu sekitar 3 jam. Penyebab utama kematian ikan nila ini disebabkan karena kandungan deterjen dalam air. Limbah deterjen mempunyai sifat sebagai toksikan yang mempunyai efek toksik yang akut terhadap ikan nila. Konsentrasi limbah deterjen yang tinggi memperbesar toksisitas deterjen tersebut, sehingga mempengaruhi mortalitas ikan nila.

DAFTAR PUSTAKA Halang, Bunda. 2004. Toksisitas Air Limbah Deterjen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carprio). Online. Tersedia di http://bioscientiae.unlam.ac.id/v1n1/v1n1_halan g.PDF . Diakses tanggal 26 Maret 2012 Tim Penyusun. 2010. Bahan Ajar Ekologi. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo Tim Penyusun. 2012. Penuntun Praktikum Ekologi. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo

Anda mungkin juga menyukai